Anda di halaman 1dari 20

ASMA BRONKIAL

1. Definisi Kata asthma berasal dari bahasa yunani yang berarti terengah-engah atau sukar bernapas. Asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi dan imunologi.1 Asma adalah inflamasi kronis saluran pernapasan yang terjadi peningkatan hiperresponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam hari atau dini hari. Asma merupakan penyakit inflamasi kronik yang bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.2 Berbagai sel inflamasi berperan terutam;a sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel.3,4

2. Epidemiologi Pada umumnya penyakit asma dapat dijumpai di seluruh dunia, dan menyerang baik pria maupun wanita, dari seluruh lapisan sosial ekonomi dengan prevalensi yang berkisar antara 1-10%. Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor, antar lain umur pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan.4 Prevalensi asma meningkat terutama di negara-negara barat, dimana > 5% populasi mungkin simptomatik dan mendapatkan pengobatan. Bersamaan dengan prevalensi yang meningkat terjadi peningkatan mortalitas, meskipun ada perbaikan pengobatan.4,5 Asma termasuk 10 besar penyakit penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia. Penelitian di Indonesia (2006) prevalensi asma meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%.,3,4 Penelitian yang dilakukan oleh Anggia D (2005) di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru didapatkan kelompok umur terbanyak yang menderita asma adalah 2534 tahun sebanyak 17 orang (24,29%) dari 70 orang, dan perempuan lebih banyak dari pada laki-laki (52,86%).6

3. Etiologi Sampai saat ini etiologi dan patogenesis asma belum diketahui dengan pasti, namun berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa dasar gejala asma adalah inflamasi dan respons saluran napas yang berlebihan.4 Asma Sebagai Penyakit Inflamasi Baik asma alergik maupun non alergik dijumpai adanya inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas. Oleh karena itu paling tidak dikenal 2 jalur untuk mencapai kedua keadaan tersebut. Jalur imunologis yang terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf autonom.4 Hipereaktivitas Saluran Napas (HSN) Pembeda pasien asma dengan orang normal adalah sifat saluran napas pasien asma yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan seperti iritan (debu), zat kimia (histamin, metakolin) dan fisis (kegiatan jasmani). Berbagai keadaan dapat meningkatkan hireaktivitas saluran napas seseorang yaitu:4 a. Inflamasi saluran napas Sel-sel inflamasi serta mediator kimia yang dikeluarkan terbukti berkaitan erat dengan gejala asma dan HSN. Konsep ini didukung oleh fakta bahwa intervensi pengobatan dengan anti-inflamasi dapat menurunkan derajat HSN dan gejala asma. b. Kerusakan epitel Salah satu konsekuensi inflamasi adalah kerusakan epitel. Pada asma kerusakan bervariasi dari yang ringan sampai berat. Perubahan struktur ini akan meningkatkan penetrasi alergen, mediator inflamasi serta

mengakibatkan iritasi ujung-ujung saraf autonom sering lebih mudah terangsang. Sel-sel epitel bronkus sendiri sebenarnya mengandung mediator yang dapat bersifat sebagai bronkodilator. Kerusakan sel-sel epitel bronkus akan mengakibatkan bronkokonstriksi lebih mudah terjadi. c. Mekanisme neurologis Pada pasien asma terdapat peningkatan respon saraf parasimpatis. d. Gangguan intrinsik

Otot polos saluran napas dan hipertrofi otot polos pada saluran napas diduga berperan pada HSN. e. Obstruksi saluran napas Meskipun bukan faktor utama, obstruksi saluran napas diduga ikut berperan pada HSN.

4. Patofisiologi Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total. Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu napas.4 Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar, sedang, maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas besar, sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi.3

Gambar 1. Patofisiologi asma

5. Klasifikasi Secara etiologis, asma bronchial terbagi dalam 3 tipe 4 1. Asma bronchial tipe non atopi (intrinsic) Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi saluran nafas dan kodisi lingkungan yang buruk seperti kelembaban, suhu, polusi udara, zat-zat iritan kimia atau obat-obatan serta aktivitas olahraga yang berlebihan. Pada golongan ini keluhan ini tidak ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap allergen dengan sifat-sifat: a. Serangan timbul setelah dewasa b. Pada keluarga tidak ada yang menderita asma c. Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan d. Ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik e. Rangsangan/stimuli psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan reaksi asma f. Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non-spesifik merupakan keadaan yang peka bagi penderita. 2. Asma bronchial tipe atopi (ekstrinsic)

Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat. Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap allergen lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau uji provokasi bronchial. Pada tipe mempunyai sifat-sifat: a. Timbul sejak kanak-kanak b. Keluarga ada yang menderita asma c. Adanya eksim saat bayi d. Sering menderita rhinitis 3. Asma bronchial tipe campuran (mixed) Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsic maupun ekstrinsik. Berdasarkan derajatnya, asma dapat dibagi menjadi:7 1. Intermiten a. b. c. d. Gejala klinis < 1 kali/minggu Gejala malam < 2 kali/bulan Serangan berlangsung singkat Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% atau arus puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai prediksi e. Variabilitas APE < 20%

2. Persisten ringan a. b. c. d. Gejala klinis > 2 kali/minggu Gejala malam > 2 kali/bulan Serangan dapat menggangu aktivitas dan tidur Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% atau arus puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai prediksi e. Variabilitas APE 20%-30%

3. Persisten sedang a. b. Gejala setiap hari Gejala malam > 1 kali/minggu

c. d.

Sering dapat menggangu aktivitas dan tidur Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) 60%-80% atau arus puncak ekspirasi (APE) 60%-80% nilai prediksi

e.

Variabilitas APE > 30%

4. Persisten berat a. b. c. d. e. Gejala terus menerus Gejala malam sering Sering kambuh Aktivitas fisik terbatas Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) < 60% atau arus puncak ekspirasi (APE) < 60% nilai prediksi f. Variabilitas APE > 30%

6. Gambaran klinis Keluhan dan gejala tergantung dari berat dan ringannya pada waktu serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas.8 Keluhan: 8,9 a. Napas berbunyi b. Sesak napas c. Batuk Tanda-tanda fisik: 8,9 a. Cemas/ gelisah/ panik/ berkeringat b. Tekanan darah meningkat c. Nadi meningkat d. Pulsus paradoksus e. Frekuensi pernapasan meningkat f. Sianosis g. Otot-otot bantu pernapasan hipertropi Paru: a. Didapatkan ekspirasi yang memanjang

b. Wheezing

Gambar 2. Bronkus normal dan bronkus asmatik 7. Diagnosis Diagnosis dari asma umunya tidak sulit, diagnosis asma didasari oleh gejala yang episodik, gejala berupa batuk, sesak nafas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.4 Anamnesis. Riwayat perjalanan penyakit, faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap asma, riwayat keluarga dan riwayat adanya alergi.10 Pemeriksan fisik. Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran napas, dapat ditemukan sesak nafas (dyspnea), ekspirasi memanjang disertai ronkhi kering, nafas cuping hidung pada saat inspirasi (anak), bicara terputus putus, hiperinflasi toraks. Tanda-tanda lain berupa sianosis, susah bicara, takikardia, cemas, gelisah, panik, berkeringat, tekanan darah meningkat, frekuensi nadi meningkat, frekuensi nafas meningkat. mengi (wheezing) dapat dijumpai pada pasien asma.4 Pemeriksaan laboratorium. Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot Leyden).4 Pemeriksaan penunjang

a. Spirometri Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru. Reversibilitas penyempitan saluran nafas yang merupakan ciri kahs asma dapat dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20%atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.4 b. Uji provokasi bronkus Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokais bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran nafas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu Uji provokasi dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan histamin.2, 11 c. Foto toraks Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks, pneumomedistinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan.1,4 8. Diagnosis Banding4,10 Bronkitis kronis Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disetai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani. Emfisema paru Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya. Gagal Jantung kiri Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada malam hari disebut paroxysmal noctrunal dispnea. Pasien tiba-tiba

terbangun pad malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan edema paru. Emboli paru Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping gejala sesak nafas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe).

9. Penatalaksanan Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan

mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma:2 a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma b. Mencegah eksaserbasi akut c. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin d. Mengupayakan aktivitas normal e. Menghindari efek samping obat f. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara g. Mencegah kematian karena asma

Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan non medikamentosa dan pengobatan medika mentosa: Pengobatan non medikamentosa9 Pengobatan non medikamentosa terdiri dari: Penyuluhan Menghindari faktor pencetus Pengendalian emosi

Pengobatan medikamentosa2,12,13 Pada prinsipnya, pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu antiinflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah serangan dikenal dengan pengontrol dan bronkodilator yang

merupakan pengobatan saat serangan untuk mencegah eksaserbasi/ serangan dikenal dengan pelega. 1. Antiinflamasi (pengontrol)

a. Kortikosteroid Kortikosteroid adalah agen antiinflamasi yang paling potensial dan merupakan antiinflamasi yang secara konsisten efektif sampai saat ini. Efeknya secara umum adalah untuk mengurangi inflamasi akut maupun kronik, menurunkan gejala asma, memperbaiki aliran udara, mengurangi hiperresponsivitas mengurangi saluran napas, saluran mencegah napas. eksaserbasi asma, terdiri dan dari

remodeling

Kortikosteroid

kortikosteroid inhalasi dan sistemik. b. Kromolin Mekanisme yang pasti kromolin belum sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui merupakan antiinflamasi nonsteroid menghambat pelepasan mediator dari sel mast. c. Metilsantin Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. d. Agonis beta-2 kerja lama Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan fomoterol yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Pada pemberian jangka lama mempunyai efek antiinflamasi walaupun kecil. e. Leukotrien modifiers Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral. Selain bersifat bronkodilator juga mempunyai efek antiinflamasi.

10

Tabel 1. Obat-obat antiinflamasi pada asma bronkial

11

2. a.

Bronkodilator (pelega) Agonis beta-2 kerja singkat Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral, pemberian secara inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping yang minimal.

b.

Metilsantin Termasuk dalam bronkodilator walaupun efek bronkodilatasinya lebih lemah dibanding agonis beta-2.

c.

Antikolinergik Pemberian secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan

12

bronkodilatasi dengan menurunkan tonus vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokonstriksi yang disebabkan iritan. Tabel 2. Obat-obat bronkodilator pada asma bronkial

11. Prognosis Mortalitas akibat asma kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Angka kematian serangan asma dengan usia tua lebih banyak. Serangan asma yang diketahui dan dimulai sejak kanak-kanak dan mendapat pengawasan yang cukup, kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh. Apabila di dalam pengawasan tersebut sering mengalami serangan common cold, 29% akan mengalami serangan ulang.1 Pada penderita yang mengalami serangan intermiten angka kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus-menerus angka kematiannya 9%.1

13

ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien Nama Umur : Ny. J : 52 tahun

Jenis kelamin : perempuan Pekerjaan Status Alamat Masuk RS : guru : menikah : Jl. Suka Makmur : 21 Mei 2012

Pemeriksaan : 21 Mei 2012

ANAMNESIS (Auto-anamnesis di Nuri II) Keluhan Utama Sesak napas yang semakin hebat sejak 2 hari SMRS. Riwayat Penyakit Sekarang Sejak 19 tahun SMRS, pasien mengeluhkan sesak napas. Sesak napas timbul bila cuaca dingin, setelah melakukan aktivitas berat, dan ketika emosi tidak stabil. Sesak disertai suara napas berbunyi ngik. Pasien sering mengalami keluhan sesak seperti ini dan sering berobat ke RSUD Arifin Achmad. Sesak timbul biasanya 2-3x dalam sebulan dan mengalami serangan pada malam hari 2x yang menggangu istirahat. Pasien biasanya menggunakan obat berupa inhaler untuk mengatasi keluhan sesak jika kambuh. Sejak 1 minggu SMRS pasien mengeluhkan sesak napas. Sesak napas timbul setelah melakukan aktivitas berat. Sesak disertai suara napas berbunyi ngik dan batuk. Batuk tidak berdahak, dan tidak berdarah. Demam (-). Sejak 2 hari SMRS pasien mengeluh sesak napas yang semakin hebat. Sesak bertambah jika pasien berbicara, pasien hanya dapat mengucapkan beberapa kata ketika berbicara, pasien tidak dapat istirahat dan pasien lebih suka posisi duduk. Sesak napas hilang dengan obat inhaler, 2 jam kemudian sesak kambuh lagi. Pasien dibawa ke RSUD Arifin Achmad, lalu di IGD RSUD AA pasien diasap sebanyak 2 x, sesak berkurang dan pasien dirawat inap.

14

Riwayat Penyakit Dahulu Pasien pernah menderita penyakit ini sebelumnya Riwayat TB tidak ada Riwayat Hipertensi (-) Riwayat Diabetes Melitus (-)

Riwayat Penyakit Riwayat asma dalam keluarga (-).

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan Pasien adalah seorang guru sekolah Kebiasaan merokok (-) Riwayat bersin-bersin di pagi hari tidak ada

Pemeriksaan Umum - Kesadaran - Keadaan umum - Tekanan Darah - Nadi - Napas - Suhu - Habitus : komposmentis : tampak sakit sedang : 120/80 mmHg : 102x/menit : 40x/menit : 36,7 C : picnikcus

Pemeriksaan Fisik Kepala Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, reflek cahaya +/+. Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP 5-2 cmH2O

Toraks Jam 03.00 WIB di IGD RSUD AA Pekanbaru Paru : Inspeksi : gerakan dada simetris

15

Palpasi Perkusi Auskultasi

: fremitus kiri dan kanan sama : sonor : wheezing (+/+), ekspirasi memanjang, ronkhi (-/-)

(Dilakukan Nebulezer 2 x di IGD AA Pekanbaru) Jam 09.00 WIB di Ruangan Nuri II RSUD AA Pekanbaru Paru : Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : gerakan dada simetris : fremitus kiri dan kanan sama : sonor : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : iktus kordis tidak terlihat : iktus kordis teraba di RIC V 1 jari medial LMC : Batas jantung kanan : Linea sternalis dekstra Batas jantung kiri Auskultasi : 1 jari medial LMC sinistra

: suara jantung normal, bising (-)

Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : perut tampak membesar : perut supel, Nyeri tekan (-), massa (-), hepar dan lien tidak teraba : timpani : bising usus normal

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-)

Pemeriksaan Penunjang Tanggal 21 Mei 2012 Laboratorium darah rutin Hb Leukosit : : 11,8 gr % 6.200/mm3 eos bas stf seg lym mon

Diffcount :

16

7 Kimia darah Glukosa Elektrolit : Na K Cl : : : :

1 73

12

102 mg/dl

139,5 mmol/L 3,79 mmol/L

106,2 mmol/L

RESUME Ny. J, 51 tahun datang dengan keluhan sesak napas yang semakin hebat sejak 2 hari SMRS. Sesak bertambah jika pasien berbicara, pasien hanya dapat mengucapkan beberapa kata ketika berbicara, pasien tidak dapat istirahat dan pasien lebih suka posisi duduk. Sejak 1 minggu SMRS pasien mengeluhkan sesak napas setelah melakukan aktivitas berat. Sesak disertai suara napas berbunyi ngik dan batuk. Sejak 19 tahun SMRS, pasien mengeluhkan sesak napas yang timbul bila cuaca dingin, setelah melakukan aktivitas berat dan ketika emosi tidak stabil. Sesak timbul biasanya 2-3x dalam sebulan dan mengalami serangan pada malam hari 2x yang menggangu istirahat. Pasien biasanya menggunakan obat berupa inhaler untuk mengatasi keluhan sesak jika kambuh. Dari pemeriksaan fisik ditemukan RR 40 kali/menit, HR 102 kali/menit, pada auskultasi didapatkan wheezing (+) serta ekspirasi memanjang.

DAFTAR MASALAH a. Sesak napas b. Batuk berdahak

DIAGNOSIS KERJA Asma bronkial serangan sedang pada asma persisten ringan

RENCANA PENATALAKSANAAN Non farmaka

17

Istirahat Hindari faktor pencetus

Farmaka O2 3-5 L/menit Nebulisasi (combivent) 4 x 1 flas IVFD RL + Aminophilin 1 ampul 20 tpm Salbutamol 3 x 1 tablet Metil prednisolon 3 x 4 mg

FOLLOW UP
22 Mei 2012 S : Sesak napas (+), batuk (+) O : Kesadaran : Komposmentis TD : 120/70 mmHg N : 88 x/menit wheezing (-). A : Asma bronkial persisten ringan dengan derajat serangan sedang P: O2 3 L/i IVFD Ringer Laktat + aminofilin 1 ampul drip 20 tpm Salbutamol 3x1 tab Nebulisasi (combivent) 4 x1 flas Metil prednisolon 3 X 1 tablet OBH syrup 3 x 1 cth Pasien pindah ke ruangan melati. RR : 27 x/mnt T : 36,10C

18

PEMBAHASAN
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis asma bronkial persisten ringan dengan derajat serangan sedang karena adanya keluhan sesak napas yang timbul bila pasien terpapar cuaca dingin, setelah aktivitas berat atau ketika emosi tidak stabil. Bila sesak nafas timbul terdapat suara ngik. Gejala sesak nafas >2 kali dalam sebulan, gejala sesak nafas malam >2 kali dalam sebulan, sesak nafas dirasakan mengganggu aktivitas dan tidur. Hal ini sesuai dengan kriteria klasifikasi derajat sedang asma persistent ringan berdasarkan gambaran klinis. Pasien lebih suka posisi duduk, sesak bertambah jika pasien berbicara. Hal ini sesuai dengan kriteria beratnya serangan asma sedang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya wheezing dan ekspirasi memanjang pada kedua paru. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan spirometri, sebaiknya pemeriksaan ini dilakukan karena akan sangat membantu diagnosis dan beratnya derajat asma serta untuk menyingkirkan diagnosis bandingnya. Asma bronkial dicirikan sebagai suatu penyakit kesulitan bernapas, batuk, dada sesak dan adanya wheezing episodik. Gejala asma dapat terjadi secara spontan ataupun diperberat dengan pemicu yang berbeda antar pasien. Terapi pengobatan asma meliputi beberapa hal diantaranya yaitu menjaga saturasi oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi jalan napas dengan pemberian bronkodilator inhalasi kerja singkat (2-agonis dan antikolinergik) dan mengurangi inflamasi saluran napas serta mencegah kekambuhan dengan pemberian kortikosteroid sistemik yang lebih awal

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Alsagaff H, Mukty HA. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya : Airlangga University Press, 2006. Hal: 263-300. 2. Mangunnegoro dkk. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2004. Hal:3-79 3. Davey P. At a glance medicine. Jakarta : Erlangga. Hal: 178-80. 4. Sumdaro H, Sukamto. Asma bronkhial. Dalam: Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, jilid 1. Jakarta : Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam FKUI, 2006. Hal: 245-50. 5. Ward JPT. Ward J, Leach RM, Wiener CM. at a glance Sistem Respirasi. Jakarta: Erlangga. Hal: 54-7 6. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari-Desember 2005. Pekanbaru: FK UNRI, 2006. 7. Ujanto E. Derajat Asma dan Kontrol Asma. Jurnal Respirologi Indonesia. 2008; 28. Hal: 88-95. 8. Mukhty A, Alsagaff H. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press. 2008. Hal: 263- 300. 9. McfaddenER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Isselbacher KJ et al, editor. Jakarta: EGC, 2000. Hal: 1311-18. 10. Price AS. Wilson LM. Patofisiolgi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2006. Hal: 177-90. 11. Manurung P, Yunus F, Wiyono WH, Jusuf A, Murti B. Hubungan Antara Eosinofil Sputum dengan Hiperreaktivitas Bronkus pada Asma Persisten Sedang. Jurnal Respirologi Indonesia 2006;1. Hal : 45. 12. Widysanto A. Dalam diagnosis dan tatalaksana kegawatdaruratan paru. Edisi 1. Jakarta : Sagung Seto, 2008. Hal: 19 27. 13. Neal MJ. At a glance farmakologi medis. Edisi 5. Jakarta : Erlangga, 2006. Hal : 28-9.

20

Anda mungkin juga menyukai