Anda di halaman 1dari 16

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

http://nurrijal-ispabio.blogspot.com/

KATA PENGANTAR

Puji sukur saya panjatkan kepada ALLAH SWT atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat
menyelesaikan buku ini yang berjudul Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA). buku ini
disusun sebagai salah satu tugas persyaratan kelulusan mata kuliah Anatomi Fisiologi
Manusia (ANFISMA).

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Zein Suweleh, Sp. THT
sebagai RESPONDEN dalam pembuatan buku ini. Tidak lupa terima kasih juga penulis
sampaikan kepada teman-teman anak Biologi 06 kelas B yang telah bersama-sama membantu
untuk menyusun buku ini.

Saya menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, dan masih banyak kekurangan
yang harus diperbaiki. Oleh sebab itu diharapkan bantuan dari dosen pembimbing mata
kuliah ini serta rekan-rekan mahasiswa untuk memberikan saran dan masukan yang berguna
bagi penulis.

Lepas dari segala kekurangan yang ada, kami berharap semoga buku ini membawa manfaat
bagi kita semua, amien.

Gorontalo, 9 Mei 2009

NURRIJAL

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

A. Pendahuluan

Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah mudah seperti


membalikkan telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah kompleks, dimana penyakit
yang terbanyak diderita oleh masyarakat terutama pada yang paling rawan yaitu ibu dan anak,
ibu hamil dan ibu menyusui serta anak bawah lima tahun.

Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran
Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut
saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh
anak- anak, baik dinegara berkembang maupun dinegara maju dan sudah mampu. dan banyak
dari mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit
saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai
pada,masa dewasa. dimana ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya Chronic
Obstructive Pulmonary Disease.

ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi
dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak
diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan
diPuskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA
mencakup 20 % -30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan
pada bayi berumur kurang dari 2 bulan. Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat
masih sangat tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat
dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi. Data morbiditas
penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10 -20 % dari populasi balita. Hal
ini didukung oleh data penelitian dilapangan (Kecamatan Kediri, NTB adalah 17,8 % ;
Kabupaten Indramayu adalah 9,8 %).

Bila kita mengambil angka morbiditas 10 % pertahun, ini berarti setiap tahun jumlah
penderita pneumonia di Indonesia berkisar 2,3 juta .Penderita yang dilaporkan baik dari
rumah sakit maupun dari Puskesmas pada tahun 1991 hanya berjumlah 98.271. Diperkirakan
bahwa separuh dari penderita pneumonia didapat pada kelompok umur 0-6 bulan. Program
pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun 1984, dengan tujuan berupaya
untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian khususnya pada bayi dan anak balita yang
disebabkan oleh ISPA, namun kelihatannya angka kesakitan dan kematian tersebut masih
tetap tinggi seperti yang telah dilaporkan berdasarkan penelitian yang telah disebutkan di
atas.

B. Tinjauan Umum Tentang Ispa

ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Akan tetapi secara klinis
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi saluran
pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah infeksi saluran
pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari, pada organ pernapasan berupa hidung sampai
gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan
selaput paru. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti
batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik,.

Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan
yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya
penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti
rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai
bukan pneumonia. Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah
virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang
ditemukan pada balita. Bila ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin, semua
radang telinga akut harus mendapat antibiotik. ISPA dapat ditularkan melalui air ludah,
darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat
kesaluran pernapasannya.

Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan bawah,
asma dan ibro kistik, menempati bagian yang cukup besar pada lapangan pediatri. Infeksi
saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada
semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin. Tetapi ISPA yang berlanjut
menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi kurang dan
dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygienes. Risiko terutama terjadi pada
anak-anak karena meningkatnya kemungkinan infeksi silang, beban immunologisnya terlalu
besar karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak tersedianya atau
berlebihannya pemakaian antibiotik.

1. Tanda-tanda dan gejala ISPA

Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan
gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih
berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin
meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang
lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang
ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar
tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.

Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris.

a. Tanda-tanda klinis:

1. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea),

2. retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah

3. atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.

4. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi

5. dan cardiac arrest.

6. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,

7. bingung, papil bendung, kejang dan coma.

8. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.

b. Tanda-tanda laboratoris

1. hypoxemia,

2. hypercapnia dan
3. acydosis (metabolik dan atau respiratorik).

Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada
anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya
menurun ampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran
menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.

2. Penyebab Terjadinya Ispa

Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus, mycoplasma,
jamur dan lain-lain. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh Virus, sedangkan ISPA
bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri , virus dan mycoplasma. ISPA bagian bawah
yang disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga
menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya.

Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus streptcocus, Stapilococcus,
Pneumococcus, Hemofillus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara
lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma,
Herpesvirus dan lain-lain (Anonim, 2002).

a. Bagaimana ispa dapat menular?

ISPA ditularkan lewat udara. Pada saat orang terinfeksi batuk, bersin atau bernafas, bakteri
atau zat virus yang menyebabkan ISPA dapat ditularkan pada orang lain (orang lain
menghirup kuman tersebut).

Ada faktor tertentu yang dapat memudahkan penularan:

1. Kuman (bakteria dan virus) yang menyebabkan ISPA mudah menular dalam rumah yang
mempunyai kurang ventilasi (peredaran udara) dan ada banyak asap (baik asap rokok maupun
asap api).

2. Orang yang bersin/batuk tanpa menutup mulut dan hidung akan mudah menularkan kuman
pada orang lain.

3. Kuman yang menyebabkan ISPA mudah menular dalam rumah yang ada banyak orang
(mis. banyak orang yang tinggal di satu rumah kecil).

b. Faktor Risiko ISPA

Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai negara termasuk Indonesia dan berbagai publikasi
ilmiah, dilaporkan berbagai faktor baik untuk meningkatkan insiden (Morbiditas) maupun
kematian (Mortalitas) akibat pneumonia (Anonim, 2003). Berbagai faktor risiko yang
meningkatkan kematian akibat pneumonia adalah umur di bawah 2 bulan, tingkat sosial
ekonomi rendah, gizi kurang, berat badan lahir rendah, tingkat pendidikan ibu rendah, tingkat
jangkauan pelayanan kesehatan rendah, imunisasi yang tidak memadai, menderita penyakit
kronis dan aspek kepercayaan setempat dalam praktek pencarian pengobatan yang salah
(Anonim, 2003).

Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah sebagai berikut:

1. Faktor host (diri)

a. Usia

Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun,
terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia
muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut (Koch et al, 2003).

b. Jenis kelamin

Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia masalah
ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan
prevelensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu.

Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan
ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark (Koch et al, 2003)

c. Status gizi

Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua
keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang lainnya
(Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi pathogen lebih kuat
sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan
salah satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status
gizi anak.

d. Status imunisasi

Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan


peningkatan penderita ISPA walaupun tidak bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian lain
yang mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup
berarti dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2003).

e. Pemberian suplemen vitamin A

Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa pertumbuhannya, daya tahan
tubuh dan kesehatan terutama pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk
mempertahankan sel epitel yang mengalami diferensiasi.

f. Pemberian air susu ibu (ASI)

ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama
kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai
sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja
secara sinergis membentuk sistem biologis.

ASI dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel
imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (William and Phelan, 1994).

2. Faktor lingkungan

a. Rumah

Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung
yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna
untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan
individu (WHO, 1989).

Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih tinggi menderita ISPA
daripada anak-anak yang tinggal di rumah culster di Denmark (Koch et al, 2003).

b. Kepadatan hunian (crowded)

Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat
diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan
bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat.

c. Status sosioekonomi

Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah
mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status keseluruhan
tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan
korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status sosioekonomi
(Darmawan,1995).

d. Kebiasaan merokok

Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan terkena
ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari
penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok
(Koch et al, 2003)

e. Polusi udara

Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah
rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik
maupun kimia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat penelitian kesehatan
Universitas Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran udara terhadap gangguan saluran
pernafasan pada siswa sekolah dasar (SD) dengan membandingkan antara mereka yang
tinggal di wilayah pencemaran udara tinggi dengan siswa yang tinggal di wilayah
pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan
kejadian baru atau insiden penyakit atau gangguan saluran pernafasan pada siswa SD di
kedua wilayah pencemaran udara. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran menjadi
tidak berbeda dengan wilayah dengan tingkat pencemaran tinggi sehingga tidak ada lagi
tempat yang aman untuk semua orang untuk tidak menderita gangguan saluran pemafasan.
Hal ini menunjukkan bahwa polusi udara sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit
ISPA. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah
seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Mishra,
2003).

3. Patofisiologi ISPA

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.
Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada
permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu
tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).

Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe, 1974).
Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas
kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan
tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal
gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.

Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat
infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme
perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan
bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus
pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak
tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi
mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas
dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya
fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa
dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan
gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).

Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam
tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas
bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas
bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan
atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan
pneumonia bakteri (Shann, 1985).

Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis
saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar
terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun
saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas
system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada
saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori
IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar,
1994).

Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap,
yaitu:

a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi apa-
apa.

b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah
apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.

c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam dan
batuk.

d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh
dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.

4. Klasifikasi ISPA

Banyaknya mikroorganisme yang menyebabkan infeksi saluran pernafasan akut ini cukup
menyulitkan dalam klasifikasi dari segi kausa, hal ini semakin nyata setelah diketahui bahwa
satu organisme dapat menyebabkan beberapa gejala klinis penyakit serta adanya satu macam
penyakit yang bisa disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme tersebut (Mandal, dkk,
1984).

Oleh karena itu klasifikasi ISPA hanya didasarkan pada :

1. Lokasi Anatomis

a. Infeksi saluran pernafasan bagian atas.

Merupakan infeksi akut yang menyerang hidung hingga faring.

b. Infeksi saluran pernafasan bagian bawah.

Merupakan infeksi akut yang menyerang daerah di bawah faring sampai dengan alveolus
paru-paru.

2. Derajat keparahan penyakit

WHO (1986) telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut derajat keparahannya.


Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-gejala klinis yang timbul, dan telah ditetapkan
dalam lokakarya Nasional II ISPA tahun 1988. Adapun pembagiannya sebagai berikut :

a. ISPA ringan
Ditandai dengan satu atau lebih gejala berikut:

Ø Batuk

Ø Pilek dengan atau tanpa demam

b. ISPA sedang

Meliputi gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut:

Ø Pernafasan cepat. Umur <>

Ø Wheezing (nafas menciut-ciut).

Ø Sakit/keluar cairan dari telinga.

Ø Bercak kemerahan (campak).

Khusus untuk bayi <2>

c. ISPA berat

Meliputi gejala sedang/ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut:

Ø Penarikan sela iga ke dalam sewaktu inspirasi.

Ø Kesadaran menurun.

Ø Bibir / kulit pucat kebiruan.

Ø Stridor (nafas ngorok) sewaktu istirahat.

Ø Adanya selaput membran difteri.

Depkes RI (1991) membagi ISPA berdasarkan atas umur dan tanda-tanda klinis yang didapat
yaitu :

a. Untuk anak umur 2 bulan - 5 tahun.

Untuk anak dalam berbagai golongan umur ini ISPA diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :

Pneumonia berat, tanda utama :

Ø Adanya tanda bahaya, yaitu tak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, serta gizi
buruk.

Ø Adanya tarikan dinding dada ke belakang. Hal ini terjadi bila paru-paru menjadi kaku dan
mengakibatkan perlunya tenaga untuk menarik nafas.

Ø Nafas cuping hidung

Ø Suara rintihan
Ø Sianosis (pucat)

Pneumonia (tidak berat), tanda :

Ø Tak ada tarikan dinding dada ke dalam Disertai nafas cepat: Lebih dari 50 kali / menit
untuk usia 2 bulan – 1 tahun. Lebih dari 40 kali / menit untuk usia 1 tahun – 5 tahun.

Bukan Pneumonia, tanda :

Ø Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.

Ø Tak ada nafas cepat: Kurang dari 50 kali / menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun. Kurang
dari 40 kali / menit untuk anak usia 1 tahun – 5 tahun.

b. Anak umur kurang dari 2 bulan

Untuk anak dalam golongan umur ini, diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :

Pneumonia berat, tanda :

Ø Adanya tanda bahaya yaitu kurang bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor,
wheezing, demam atau dingin.

Ø Nafas cepat dengan frekuensi 60 kali / menit atau lebih, atau

Ø Tarikan dinding dada ke dalam yang kuat.

Bukan Pneumonia, tanda :

Ø Tidak ada nafas cepat.

Ø Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.

Dalam International Classification of Disease dalam bagian Diseases of the Respiratory


System revisi yang kesepuluh, ISPA dibagi berdasar atas letak anatomi saluran pernafasan
serta penyebabnya. Pembagian ini meliputi hal di bawah ini :

a. Infeksi saluran nafas atas akut

Ø Nasofaringitis akut (commond cold)

Ø Sinusiatis akut

Ø Faringitis akut: faringitis streptokokus dan faringitis karena sebab lain

Ø Tonsilitis akut: tonsilitis streptokokus dan tonsilitis karena sebab lain

Ø Laringitis dan trakeitis akut

Ø Epiglotitis dan laringitis obstruktif akut (croup)

b. Influenza dan pneumonia


Ø Influenza dengan virus yang teridentifikasi

Ø Influenza dengan virus tak teridentifikasi.

Ø Pnemonia viral (Pnemonia karena adenovirus, Pnemonia oleh virus sinsitium saluran
pernafasan, Pnemonia oleh virus parainfluenza, Pnemonia oleh virus lain).

Ø Pneumonia oleh streptokokus pnemonia.

Ø Pneumonia oleh karena Hemofilus influenza.

Ø Pneumonia bakterial lainnya.

Ø Pneumonia oleh sebab organisme lain.

c. Infeksi saluran nafas bawah akut lainnya.

Ø Bronkitis akut.

Ø Bronkiolitis akut

Ø Infeksi saluran nafas bawah akut lain.

C. Penatalaksanaan Kasus Ispa

Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar merupakan
strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian karena pneumonia
dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan
penyakit ISPA). Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar
pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk
kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang

kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang


pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi
pederita ISPA. Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut:

1. Pemeriksaan

Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit tersebut dengan mengajukan


beberapa pertanyaan kepada yang bersangkutan orang tua misalkan penderita ISPA pada
anak-anak atau balita.

2. Klasifikasi ISPA dalam pencegahan

Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:

a. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest
indrawing).

b. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.


c. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa
tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis
tergolong bukan pneumonia.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini
dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5
tahun. Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :

a. Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian
bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali
per menit atau lebih.

b. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada
bagian bawah atau napas cepat.

Untuk golongan umur 2 buan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu:

a. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah
kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan
tenang tldak menangis atau meronta).

b. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 - 12 bulan
adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau
lebih.

c. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian
bawah dan tidak ada napas cepat.

3. Pengobatan

a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigendan


sebagainya.

b. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin
diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita
menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin
prokain.

c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk
batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat
yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan
obat

d. penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada
pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran
kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman
streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.
Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus
untuk pemeriksaan selanjutnya. Petunjuk dosis dapat dilihat pada lampiran.

4. Perawatan dirumah

Beberapa hal yang perlu dikerjakan untuk mengatasi penderita ISPA di rumah yaitu:

a. Mengatasi panas (demam)

Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau
dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol
diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai
dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan
menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).

b. Mengatasi batuk

Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½
sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

c. Pemberian makanan

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari
biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi misalkan yang menyusui tetap
diteruskan.

d. Pemberian minuman

Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya.
Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit
yang diderita.

e. Lain-lain

Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih
pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat
kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat
tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama
perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau
petugas kesehatan. Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas
usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan
untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa
kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.

5. Pencegahan dan Pemberantasan

Pencegahan dapat dilakukan dengan :

a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.


b. Immunisasi.

c. Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.

d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

Pemberantasan yang dilakukan adalah :

a. Penyuluhan kesehatan yang terutama di tuj ukan pada para ibu.

b. Pengelolaan kasus yang disempurnakan.

c. Immunisasi

6. Pelaksana pemberantasan

Tugas pemberatasan penyakit ISPA merupakan tanggung jawab bersama. Kepala Puskesmas
bertanggung jawab bagi keberhasilan pemberantasan di wilayah kerjanya. Sebagian besar
kematiaan akibat penyakit pneumonia terjadi sebelum penderita mendapat pengobatan
petugas Puskesmas. Karena itu peran serta aktif masyarakat melalui aktifitas kader akan
sangat'membantu menemukan kasus-kasus pneumonia yang perlu mendapat pengobatan
antibiotik (kotrimoksasol) dan kasus-kasus pneumonia berat yang perlusegera dirujuk ke
rumah sakit.

Dokter puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut :

a. Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau sarana dan tenaga
yang tersedia.

b. Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar kasus-kasus


ISPA kepada perawat atau paramedis.

c. Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus- kasus pneumonia berat/penyakit dengan tanda-


tanda bahaya yang dirujuk oleh perawat/paramedis dan merujuknya ke rumah sakit bila
dianggap perlu.

d. Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa dirujuk ke rumah sakit.

e. Bersama dengan staff puskesmas memberi kan penyuluhan kepada ibu-ibu yang
mempunyai anak balita. perihal pengenalan tanda-tanda penyakit pneumonia serta tindakan
penunjang di rumah,

f. Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang di beri wewenang mengobati
penderita penyakit ISPA,

g. Melatih kader untuk bisa, mengenal kasus pneumonia serta dapat memberikan penyuluhan
terhadap ibu-ibu tentang penyaki ISPA,
h. Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi keberhasilan pemberantasan
penyakit ISPA. menditeksi hambatan yang ada serta menanggulanginya termasuk aktifitas
pencatatan dan pelaporan serta pencapaian target.

Paramedis Puskesmas Puskesmas pembantu:

a. Melakukan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA sesuai petunjuk yang ada.

b. Melakukan konsultasi kepada dokter Puskesmas untuk kasus-kasus ISPA tertentu seperti
pneumoni berat, penderita dengan weezhing dan stridor.

c. Bersama dokter atau dibawah, petunjuk dokter melatih kader.

d. Memberi penyuluhan terutama kepada ibu-ibu.

e. Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan Puskesmas sehubungan dengan
pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA.

Kader kesehatan:

a. Dilatih untuk bisa membedakan kasus pneumonia (pneumonia berat dan pneumonia tidak
berat) dari kasus-kasus bukan pneumonia.

b. Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk pilek biasa (bukan
pneumonia) serta penyakit pneumonia kepada ibu-ibu serta perihal tindakan yang perlu
dilakukan oleh ibu yang anaknya menderita penyakit

c. Memberikan pengobatan sederhana untuk kasus-kasus batuk pilek (bukan pneumonia)


dengan tablet parasetamol dan obat batuk tradisional obat batuk putih.

d. Merujuk kasus pneumonia berat ke Puskesmas/Rumah Sakit terdekat.

e. Atas pertimbangan dokter Puskesmas maka bagi kader-kader di daerah-daerah yang


terpencil (atau bila cakupan layanan Puskesmas tidak menjangkau daerah tersebut) dapat
diberi wewenang mengobati kasus-kasus pneumonia (tidak berat) dengan antibiotik
kontrimoksasol.

f. Mencatat kasus yang ditolong dan dirujuk.

D. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

Penyakit ISPA adalah salah satu penyakit yang banyak diderita bayi dan anak-anak,
penyebab kematian dari ISPA yang terbanyak karena pneumonia. Klasifikasi penyakit ISPA
tergantung kepada pemeriksaan dan tanda-tanda bahaya yang diperlihatkan penderita,
Penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA diperlukan kerjasama semua pihak, yaitu
peranserta masyarakat terutama ibu-ibu, dokter, para medis dam kader kesehatan untuk
menunjang keberhasilan menurunkan angka, kematian dan angka kesakitan sesuai harapan.
2. Saran

Karena yang terbanyak penyebab kematian dari ISPA adalah karena pneumonia, maka
diharapkan penyakit saluran pernapasan penanganannya dapat diprioritaskan. Disamping itu
penyuluhan kepada ibu-ibu tentang penyakit ISPA perlu ditingkatkan dan dilaksanakan
secara berkesinambungan, serta penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA yang sudah
dilaksanakan sekarang ini, diharapkan lebih ditingkatkan lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Ranuh, IG. G, Pendekatan Risiko Tinggi Dalam Pengelolaan Pelayanan Kesehatan Anak.
Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak. FK-UNAIR 1980.

Santosa, G. Masalah Batuk pada Anak. Continuing Education Anak. FK-UNAIR. 1980.

____________Gawat Darurat Dibidang Pulmonologi .Simposium Gawat Darurat Pada Anak.


Surabaya. 1987.

DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.

____________Bimbingan Ketrampilan Dalam Penatalaksanaan Infeksi Saluran Pernapasan


Akut Pada Anak. Jakarata, :10 ,1991

Anda mungkin juga menyukai