Anda di halaman 1dari 21

INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)

PADA ANAK

Dosen Pembimbing

Tri Ratnaningsih.,S.Kep,Ns.,M.Kes

Di Susun Oleh

Kelompok 1

1. Nur Solikhati Yana ( 201901093 )


2. Rina Indah Permatasari ( 201901094 )
3. Mukhammad Iqbal Rahmawan ( 201901098 )

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BINA SEHAT PPNI MOJOKRTO
TAHUN AJARAN 2020/2021
Jl. Raya Jabon Km 6 Mojokerto,(0321)39020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat-Nya makalah ini dapat kami selesaikan seperti yang diharapkan. Makalah ini
dimaksudkan untuk memenuhi tugas kami terkait mata kuliah Keperawatan Anak II.
Dalam makalah ini kami membahas “ISPA PADA ANAK”. Dengan adanya pengetahuan
terkait dengan ispa ini kami berharap kualitas hidup anak-anak di negara ini dapat
ditingkatkan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja. Sekiranya makalah yang
telah
kami susun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya dan
kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan berupa kata-kata yang kurang berkenan.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Demikian makalah ini kami buat dengan sebaik-baiknya. Atas perhatian anda saya
ucapkan terimakasih.

Mojokerto, 19 Agustus 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR......................................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN............................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang........................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................................4
1.3 Tujuan.....................................................................................................................................5
BAB II..............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...............................................................................................................................6
BAB III...........................................................................................................................................11
A. PENGKAJIAN.......................................................................................................................11
B. DIAGNOSA...........................................................................................................................13
C. INTERVENSI.........................................................................................................................13
D. EVALUASI............................................................................................................................45
BAB IV PENUTUP........................................................................................................................46
A. Kesimpulan.............................................................................................................................46
B. Saran.......................................................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................47
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan dan perkembangan anak yang baik akan memberikan pengaruh baik
juga terhadap kesehatan anak, upaya pemeliharaan kesehatan anak ditujukan untuk
mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta
untuk menurunkan angka kematian anak. Sehingga yang perlu menjadi perhatian bagi
orang tua adalah untuk tetap memantau pertumbuhan dan perkembangan anak.
[ CITATION Erm17 \l 1033 ]
Infeksi saluran napas akut (ISPA) merupakan penyebab terpenting morbiditas dan
mortalitas pada anak terutama usia 6-23 bulan. Beberapa faktor dianggap berhubungan
dengan ISPA antara lain, jenis kelamin,usia balita, status gizi, imunisasi, berat lahir
balita, suplementasi vitamin A, durasi pemberian ASI, pendidikan ibu, pendapatan
keluarga, crowding, pajanan rokok, serta pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu terhadap
ISPA. Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%- nya
disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah. Tingkat mortalitas sangat tinggi
pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan
pendapatan per kapita rendah dan menengah. [ CITATION Muh16 \l 1033 ]
ISPA masih merupakan penyakit utama penyebab kematian bayi dan balita di
Indonesia. Dari beberapa hasil SKRT diketahui bahwa 80 sampai 90% dari seluruh
kasus kematian ISPA disebabkan Pneumonia. Penelitian juga dilakukan untuk
mengetahui apakah terdapat diagnosis ISPA dalam satu bulan terakhir pada anak usia 6
bulan–59 bulan serta faktor-faktor yang berhubungan penyakit tersebut. insiden ISPA
kelompok umur balita diperkirakan 0,29 episode setiap tahun di negara berkembang
dan 0,05 episode setiap tahun di negara maju. Di Indonesia pada tahun 2013 Prevalensi
ISPA secara umum yang mencapai 25,0%,dengan angka paling banyak berada pada
kelompok umur usia balita yaitu sebesar 25,8% di tahun itu dan untuk Provinsi Jawa
Tengah.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dapat terjadi kepada Anak-
Anak?
b. Bagaimana Asuhan Keperawatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada
Anak?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui bagaimana Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dapat
terjadi pada anak.
b. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan untuk pasien Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA).
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran
pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai
spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan
sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen
penyebabnya,faktor lingkungan, dan faktor pejamu. ISPA juga didefinisikan
sebagai penyakit saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh agen infeksius
yang ditularkan dari manusia ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu
dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Gejalanya meliputi demam,
batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, coryza (pilek), sesak napas, mengi, atau
kesulitan bernapas.[ CITATION WHO07 \l 1033 ]
Infeksi Saluran Perafasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama rata-
rata anak usia dbawah lima taun di luar periode neonatal mengalami kematian.
ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama konsultasi atau rawat inap di
fasilitas pelayanan kesehatan terutama pada bagian perawatan anak Infeksi saluran
pernafasan akut bertanggung jawab untuk kematian pada anak dibawah lima tahun.

2.2 Etiologi
Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) disebabkan oleh virus dan bakteri
(Najmah, 2015). Bakteri adalah agent atau penyebab utama infeksi saluran
pernapasan bawah, dan Streptococcus pneumoniae di beberapa negara berkembang
merupakan penyebab paling umum pneumonia yang didapat dari luar rumah sakit
yang disebabkan oleh bakteri. patogen yang paling sering menyebabkan ISPA
adalah virus atau infeksi gabungan virus atau bakteri.
Bakteri penyebab ISPA seperti Streptococcus pyogenes, Staphylococcus
aureus. Virus penyebab ISPA seperti Mikrovirus (termasuk didalamnya virus
influenza, virus para-influensa) Adenovirus, Koronavirus, Pikonavirus,
Mikoplasma, Herpesvirus. Penularan ISPA yang utama melalui droplet yang keluar
dari hidung atau mulut penderita saat batuk maupun bersin yang mengandung
bakteri.[ CITATION Wur20 \l 1033 ]

2.3 Klasifikasi
ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas,saluran
pernafasan bagian bawah (termasuk paru-paru) dan organ aksesoris saluran
pernafasan sehingga jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan. Program
pemberantasan ISPA dibagi menjadi 2 golongan yaitu
a. ISPA Non-Pneumonia
Penyakit yang banyak dikenal masyarakat dengan istilah batuk dan pilek.
b. ISPA Pneumonia
Pneumonia merupakan proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-
paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh invasi kuman bakteri, yang ditandai oleh
gejala klinik batuk, disertai adanya nafas cepat ataupun tarikan dinding dada
bagian bawah.
Berdasarkan kelompok umur program pemberantasan ISPA diatas maka
dapat di klasifikasikan ISPA sebagai berikut
1. Kelompok umur kurang dari 2 bulan, diklasifikasikan atas:
a. Pneumonia berat
Jika pemeriksaan ditemukan adanya penarikan yang kuat pada dinding dada
bagian bawah ke dalam dan adanya nafas cepat, frekuensi nafas 60 kali per menit
atau lebih.
b. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)
Jika tidak ditemukan tanda tarikan yang kuat dinding dada bagian bawah ke
dalam dan tidak ada nafas cepat, frekuensi kurang dari 60 menit.
2. Kelompok umur 2 bulan -<5 tahun diklasifikasikan atas:
a. Pneumonia berat
Jika dalam pemeriksaan ditemukan adanya tarikan dinding dada dan bagian
bawah ke dalam.
b. Pneumonia
Jika tidak ada tarikan dada bagian bawah ke dalam, adanya nafas cepat,
frekuensi nafas 50 kali atau lebih pada umur 2 - <12 bulan dan 40 kali per menit
atau lebih pada umur 12 bulan - <5 tahun.
c. Bukan pneumonia
Jika tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, tidak ada nafas
cepat, frekuensi kurang dari 50 kali per menit pada anak umur 2- <12 bulan dan
kurang dari 40 permenit 12 bulan - <5 tahun.[ CITATION Put12 \l 1033 ]

2.4 Patofisiologi
Perjalanan alamiah penyakit ISPA Menurut (Amalia Nurin, dkk, 2014)
dibagi menjadi 4 tahap yaitu
a. Tahap prepatogenesis : Telah terjadi infeksi antara bakteri, jamur ataupun virus di
saluran nafas dan penyebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa.
b. Tahap inkubasi : Infeksi oleh bakteri, virus ataupun jamur dapat merubah pola
kolonisasi bakteri sehingga virus dapat merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.
Keadaan akan diperburuk jika Tubuh dalam kondisi lemah apalagi bila keadaan
gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.[ CITATION Erm17 \l 1033 ]
c. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam
dan batuk. Timbul mekanisme pertahanan pada jalan nafas seperti filtrasi udara
inspirasi di rongga hidung, refleksi batuk, refleksi epiglotis, pembersihan
mukosilier dan fagositosis.
d. Tahap lanjut penyakit : Dikarenakan menurunnya daya tahan tubuh maka bakteri
pathogen dapat melewati mekanisme sistem pertahanan yang mengakibatkan
terjadi invasi di daerah saluran pernafasan atas maupun bawah. Sehingga tahap
penyakit ini dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh sempurna,sembuh dengan
atelektasis, menjadi kronos dan meninggal akibat pneumonia.
Saluran pernafasan selalu terpapar dengan dunia luar sehingga untuk
menjaganya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien.
Pertahanan itu tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang
yang sehat seperti keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli,
dan antibodi.Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel
mukosanya telah rusak akibat infeksi yang terdahulu serta menganggu gerak
mukosilia. Banyak makrofag terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke tempat
lain bila terjadi infeksi. Antibodi banyak ditemukan di mukosa dan kekurangan
antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran nafas. [ CITATION Erm17 \l
1033 ]
2.5 Pathway
Penyebaran dapat melalui kontak langsung atau tidak langsung dari benda
yang telah dicemari virus dan bakteri penyebab ISPA dan dapat juga ditularkan
melalui udara tercemar dari penderita ISPA yang kebetulan mengandung bibit
penyakit melalui sekresi berupa saliva atau sputum. Bakteri,virus, dan jamur itu
akhirnya terhirup atau terhisap masuk kesaluran pernafasan.Setelah terjadi
inokulasi virus dan bakteri akan menempel pada saluran pernafasan seperti
hidung, sinus, taring,larang dan bronkus. Bakteri dan virus itu juga akan melewati
beberapa sistem pertahanan saluran nafas seperti pertahanan pertama saluran nafas
yaitu rambut-rambut halus pada luang hidung,lapisan mukosa dan sel-sel
silia,tonsil dan adenoid yangmengandung sel imun. Bakteri atau virus yang
berhasil melewati beberapa sistem tadi yang mengakibatkan reaksi inflamasi
sehingga terjadi infeksi akut pada saluran pernafasan.[ CITATION PPI \l 1033 ]
2.6 Manifestasi Klinis
Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis,
nyeritenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri retrosternal dan
konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari disertai malaise, mialgia,
nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan insomnia. Bila peningkatan suhu
berlangsung lama biasanya menunjukkan adanya penyulit. Sebagian besar dari
manifestasi klinis saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk,
kesulitan bernapas, sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit kepala tidak
memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Namun sebagian anak yang menderita
radang paru (pneumonia), bila infeksi paru ini tidak diobati dengan anti biotik akan
menyebabkan kematian (Fuad, 2008).[ CITATION LNP16 \l 1033 ]
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul dari penyakit ini yaitu asma. Komplikasi lain
yang dapat timbul yaitu
1. Otitis media
2. Croup atau Laringotrakeitis
3. Gagal nafas
4. Sindrom kematian bayi mendadak dan kerusakan paru residu (Wuandari.D&
Purnamasari. L, 2015)[ CITATION Lai21 \l 1033 ]
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penyakit ispa yaitu
a. Kultur Sputum
Pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi adanya bakteri atau virus
penyebab infeksi saluran pernafasan.
b. Biopsi
Tindakan mengeksisi sejumlah kecil jaringan tubuh untuk memungkinkan
pemeriksaan sel-sel dri faring, laring, dan rongga hidung.
c. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan ini dilakukan sebagai bagian integral dari pemeriksaan diagnostik
untuk menentukan keluasan infeksi pada sinusitis atau adanya pertumbuhan
tumor.[ CITATION Lai21 \l 1033 ]
2.9 Penatalaksanan
1. Upaya pencegahan
Menurut Wijayaningsih tahun 2013, hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya penyakit ISPA pada anak antara lain
a. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik dengan cara memberikan
makanan kepada anak yang mengandung cukup gizi.
b. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak supaya daya tahan tubuh
terhadap penyakit baik.
c. Selalu menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
2. Upaya perawatan
Prinsip perawatan ISPA antara lain:
a. Meningkakan istirahat minimal 8 jam per hari
b. Meningkatkan makanan bergizi
c. Bila demam beri kompres dan banyak minum
d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung
e. Bila demam gunakan pakaian yang cukup tipis dan tidak terlalu ketat
f. Bila anak terserang ISPA tetap berikan makanan dan ASI
3. Penatalaksaan medis
a. pemberian antibiotik sesuai jenis kuman penyebab terjadinya.
b. Antihistamin untuk menurunkan rinorrhea
c. Vitamin C dan ekspektoran (obat batuk berdahak)
c. Vaksinasi[ CITATION Lai21 \l 1033 ]
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK ISPA

A. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien. (NN, 2009).
Menurut Khaidir Muhaj (2008):
1. Identitas Pasien
2. Umur: Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai
anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering
menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut (Anggana Rafika, 2009).
3. Jenis kelamin: Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari
2 tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi
daripada laki-laki di negara Denmark (Anggana Rafika, 2009).
4. Alamat: Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota
keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA.
Penelitian oleh Kochet al (2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian
(crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat.
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan
pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun
diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi
rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti
yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA
anak (Anggana Rafika, 2009)
5. Riwayat Kesehatan
o Keluhan Utama: Klien mengeluh demam
o Riwayat penyakit sekarang: Dua hari sebelumnya klien mengalami
demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi,
nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.
o Riwayat penyakit dahulu: Klien sebelumnya sudah pernah
mengalami penyakit sekarang
o Riwayat penyakit keluarga: Menurut anggota keluarga ada juga yang
pernah mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut.
o Riwayat sosial: Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan
yang berdebu dan padat penduduknya.
6. Pemeriksaan Persistem
 B1 (Breath):
 Inspeksi:
- Membran mucosa hidung faring tampak kemerahan
- Tonsil tanpak kemerahan dan edema
- Tampak batuk tidak produktif
- Tidak ada jaringna parut pada leher
- Tidak tampak penggunaan otot- otot pernafasan tambahan,
pernafasan cuping hidung, tachypnea, dan hiperventilasi
 Palpasi
- Adanya demam
- Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah
leher/ nyeri tekan pada nodus limfe servikalis
- Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
 Perkusi
Suara paru normal (resonance)
 Auskultasi
Suara nafas vesikuler/ tidak terdengar ronchi pada kedua sisi
paru
 B2 (Blood): kardiovaskuler hipertermi
 B3 (Brain): penginderaan pupil isokhor, biasanya keluar cairan
pada telinga, terjadi gangguan penciuman
 B4 (Bladder): perkemihan tidak ada kelainan
 B5 (Bowel): pencernaan; nafsu makan menurun, porsi makan tidak
habis, minum sedikit, nyeri telan pada tenggorokan
 B6 (Bone): Warna kulit kemerahan (Benny:2010)

B. DIAGNOSA
Diagnose keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons individu,
keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan
yang actual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar
pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang menjadi
tanggung gugat perawat (Capaernito, 2003)
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul dalam kasus ISPA adalah:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru.
2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan.
4. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan.
5. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan berhubungan dengan
kurangnya informasi.

C. INTERVENSI
Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk membantu
klien dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat yang diinginkan
dalam hasil yang diharapkan (Gordon, 1994).
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru.
Tujuan: bersihan jalan nafas efektif
Kriteria hasil: Jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tidak ada
dyspnea, dan sianosis.
Intervensi:
Intervensi Rasional
Mandiri : 1. Takypnea, pernafasan dangkal, dan
1. Kaji frekuensi atau gerakan dada tidak simetris sering
kedalaman pernafasan dan terjadi karena ketidaknyamanan
gerakan dada gerakan dinding dada dan atau
cairan paru
2. Penurunan aliran udara terjadi pada
2. Auskultasi area paru, catat area area konsolidasi dengan cairan.
penurunan atau tidak ada aliran Bunyi nafas bronchial dapat juga
udara dan bunyi nafas adventisius, terjadi pada area konsolidasi.
mis. Crackles, mengi. Crackles, ronchi dan mengi
terdengar pada inspirasi dan atau
ekspirasi pada respon teradap
pengupulan cairan , secret kental
dan spasme jalan nafas atau
obstruksi.
3. Bantu pasien latian nafas sering. 3. Nafas dalam memudakan ekspansi
Tunjukan atau bantu pasien maksimum paru-paru atau jalan
mempelajari melakukan batuk, nafas lebih kecil. Batuk adalah
misalnya menekan dada dan batuk mekanisme pembersihan jalan
efektif sementara posisi duduk nafas alami, membantu silia untuk
tinggi. mempertaankan jalan nafas paten.
Penenkanan menurunkan
ketidaknyamanan dada dan posisi
duduk memungkinan upaya nafas
lebih dalam dan lebih kuat.
4. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml 4. Cairan (khususnya yang hangat)
perhari (kecuali kontraindikasi). memobilisasi dan mengluarkan
Tawarkan air hangat daripada secret
dingin .
Kolaborasi :
5. Bantu mengawasi efek pengobatan 5. Memudahkan pengenceran dan
nebulizer dan fisioterapi lain, mis. pembuangan secret.
Spirometer insentif, IPPB, tiupan
botol, perkusi, postural drainage.
Lakukan tindakan diantara waktu
makan dan batasi cairan bila
mungkin.
6. Berikan obat sesuai indikasi 6. Alat untuk menurunkan spasme
mukolitik, ekspektoran, bronkus dengan mobilisasi secret.
bronchodilator, analgesic. Analgesic diberikan untuk
memperbaiki batuk dengan
menurunkan ketidaknyamanan
tetapi harus digunakan secara hati-
hati, karena dapat menurunkan
upaya batuk atau menekan
pernafasan.

2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi


Tujuan: Pasien akan menunjukkan termoregulasi (keseimbangan antara
produksi panas, peningaktan panas, dan kehilangna panas).
Kriteria hasil: Suhu tubuh kembali normal
o Nadi : 60-100 denyut per menit
o Tekanan darah : 120/80 mmHg
o RR : 16-20 kali per menit
Intervensi:
Intervensi Rasional
Mandiri : 1. Pemantauan tanda vital yang
1. tanda-tanda vital teratur dapat menentukan
perkembangan perawatan
selanjutnya
2. Kompres pada kepala / aksila. 2. Dengan memberikan kompres,
maka akan terjadi proses
konduksi/perpindahan panas
dengan bahan perantara
3. Atur sirkulasi udara kamar 3. Penyediaan udara bersih
pasien. Health Education:

4. Anjurkan klien untuk 4. Proses hilangnya panas akan


menggunakan pakaian tipis dan terhalangi untuk pakaian yang
dapat menyerap keringat. tebal dan tidak menyerap
keringat
5. Anjurkan klien untuk minum 5. Kebutuhan cairan meningkat
banyak 2000-2500 ml/hari. karena penguapan tubuh
meningkat.
6. Anjurkan klien istirahat di 6. Berbaring mengurangi
tempat tidur selama masa febris metabolisme
penyakit
Kolaborasi :
7. Kolaborasi dengan dokter 7. Untuk mengontrol infeksi dan
dalam pemberian obat menurunkan panas
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan.
Tujuan: nutrisi adekuat/ seimbang
Kriteria hasil: kebutuhan nutrisi tercukupi
Intervensi:
Intervensi Rasional
Mandiri : 1. Berguna untuk menentukan
1. Kaji kebiasaan diet, input-output kebutuhan kalori, menyusun
dan timbang BB setiap hari tujuan BB dan evaluasi
keadekuatan rencana nutrisi
2. Berikan porsi makan kecil tapi 2. Nafsu makan dapat dirangsang
sering dalam keadaan hangat pada situasi rileks, bersih, dan
menyenangkan
3. Tingkatkan tirah baring 3. Untuk mengurangi kebutuhan
metabolik
4. Kolaborasi dengan ahli gizi 4. Metode makan dan kebutuhan
untuk memberikan diet sesuai kalori di dasarkan pada situasi
kebutuhan klien atau kebutuhan individu untuk
memberikan nutrisi maksimal
5. Berikan heath education pada 5. Ibu dapat memberikan
ibu tentang Nutrisi : makanan perawatan maksimal kepada
yang bergizi yaitu 4 sehat 5 anaknya. Makanan bergizi dan
sempurna, hindarkan anak dari air putih yang banyak dapat
snack dan es, beri minum air membantu mengencerkan
putih yang banyak lendir dan dahak.
6. Menjauhkan dari bayi lain. 6. Tidak terjadi penularan
penyakit
7. Menjauhkan bayi dari keluarga 7. Tidak terjadi pemaparan ulang
yang sakit yang menyebabkan bayi tidak
segera sembuh

4. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan.


Tujuan: nyeri teratasi/ berkurang
Kriteria hasil: Nyeri berkurang skala 1-2
Intervensi:
Intervensi Rasional
Mandiri 1. Identifikasi karakteristik nyeri dan
1. Teliti keluhan nyeri, catat faktor yang berhubungan
intensitasnya (dengan skala 0-10), merupakan suatu hal yang amat
faktor yang memperburuk atau penting untuk memilih intervensi
meredakan nyeri, lokasi, lama, dan yang cocok dan untuk
karakteristiknya mengevaluasi keefektifan dari
terapi yang diberikan
2. Anjurkan klien untuk menghindari 2. Mengurangi bertambah beratnya
alergen atau iritan terhadap debu, penyakit
bahan kimia, asap rokok, dan
mengistirahatkan atau
meminimalkan bicara bila suara
serak
3. Anjurkan untuk melakukan 3. Peningkatan sirkulasi pada daerah
kumur air hangat tenggorokan serta mengurangi
nyeri tenggorokan.
Kolaborasi : 4. Kortikosteroid digunakan untuk
4. Berikan obat sesuai indikasi mencegah reaksi alergi atau
menghambat pengeluaran histamin
dalam inflamasi pernafasan.
Analgesik untuk mengurangi nyeri.

5. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan berhubungan dengan


kurangnya informasi.
Tujuan: pengetahuan tentang penatalaksanaan penyakit bertambah.
Kriteria hasil: klien/ keluarga tidak lagi bertanya-tanya tentang kondisi
klien.
Intervensi:
Intervensi Rasional
Mandiri : 1. Menurunkan potensi terpajan pada
1. Batasi pengunjung sesuai indikasi penyakit infeksius
2. Jaga keseimbangan antara 2. Menurunkan konsumsi atau
istirahat dan aktifitas kebutuhan keseimbangan oksigen
dan memperbaiki pertahanan klien
terhadap infeksi, meningkatkan
penyembuhan.
3. Tutup mulut dan hidung 3. Mencegah penyebaran patogen
jika hendak bersin. melalui cairan
4. Tingkatkan daya tahan tubuh, 4. Malnutrisi dapat mempengaruhi
terutama anak dibawah usis 2 kesehatan umum dan menurunkan
tahun, lansia, dan penderita tahanan terhada infeksi
penyakit kronis. Konsumsi
vitamin C, A dan mineral seng
atau antioksidan jika kondisi
tubuh menurun atau asupan
makanan berkurang
Kolaborasi :
5. Pemberian obat sesuai hasil kultur 5. Dapat diberikan untuk organisme
usus yang teridentifikasi dengan
kultur dan sensitifitas atau diberikan
secara profilaktik

D. EVALUASI
Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap
ini perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat
berhasil atau gagal. (Alfaro-LeFevre, 2004).

Evaluasi pada pasien dengan ISPA adalah :


a. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
b. Resiko kekurangan nutrisi dari kebutuhan hilang.
c. Jalan nafas kembali efektif.
d. Nyeri hilang.
e. Suhu normal.

45
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada anak-
anak dengan gejala batuk, pilek, panas atau ketiga gejala tersebut muncul
secara bersamaan. penyebab ISPA yaitu virus, bakteri, alergen spesifik,
perubahan cuaca dan lingkungan, aktifitas, dan asupan gizi yang kurang.
Komplikasi ISPA adalah asma, demam kejang, tuli, syok. Pencegahan ISPA
dapat dilakukan dengan penbaikan gizi dan peningkatan gizi pada balita
penyusunan atau pengaturan menu, cara pengolahan makanan, variasi menu,
perbaikan dan.sanitasi lingkungan, pemeliharaan kesehatan perorangan.
B. Saran
Untuk mengurangi angka kejadian ISPA pada balita, dalam hal ini
penulis menyarankan agar semua pihak baik keluarga maupun instansi
kesehatan lebih memperhatikan pola hidup sehat dan tidak membuang batuk
sembarangan dan mengolah makanan sebaik mungkin.

46
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L, (2002). Buku saku keperawatan pediatri, alih bahasa Jan Tambayong,
EGC, jakarta.

Doenges, Marilynn E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakart : EGC.

Lili ismudiarti rilantono,dkk.(2001) Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Fakultas Kedokteran


UI.

Poestika S, Sarodja RM (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI

Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan.(1993). Proses Keperawatan


Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler, Jakarta : EGC

Rokhaeni, Elly Purnamasari, Anna Ulfah Rahayae (2001). Buku Ajar Keperawatan
Kardiovaskuker, Edisi Pertama, Pusat Kesehatan Jantung Dan Pembuluh
Darah Nasional “ Harapan Kita “, jakarta.

Suriadi, Rita yuliani, (2001). Buku pegangan praktek klinik, Asuhan Keperawatan
pada Anak, Edisi Pertama, penerbit CV Sagung Seto, jakarta.

Cahyaningrum, P. F. (2012). HUBUNGAN KONDISI FAKTOR LINGKUNGAN DAN ANGKA


KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PASCA ERUPSI GUNUNG MERAPI
TAHUN 2010. Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

Hasan. (2007). Univeristas Muhammadiyah Semarang.

JATIM_ISPA, P. (n.d.). INFORMASI PENYAKIT ISPA. PEDOMAN , 1-19.

L.N., P. (2016). ISPA. http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3995/4/capture%202.pdf, 1-20.

Muhammad Habibi Syahidi, D. G. (2016). FAKTOR-FAKTORYANG MEMPENGARUHI KEJADIAN


INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA ANAK BERUMUR 12-59
BULAN DI PUSKESMAS KELURAHANTEBET BARAT, KECAMATAN TEBET,
JAKARTA SELATAN ,TAHUN 2013. Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia, 1-5.

Nisak, L. (2021). LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP ISPA. Accelerating the world's research,
1-65.

Puspitsningtyas, E. Z. (2017). ASKEP PADA ANAK YANG MENGALAMI ISPA DENGAN


KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS DI RUANG ANAK RSUD
BANGIL PASURUAN. STUDI KASUS, 1-101.

WHO. (2007). PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT


(ISPA) YANG CENDERUNG MENJADI EPIDEMI DAN PANDEMI DI FASILITAS
PELAYANAN KESEHATAN. Pedoman Interim WHO, 1-100.

Wuri Ratna Hidayani, S. (2020). PNEUMONIA :EPIDEMIOLOGI,FAKTOR RISIKO PADA BALITA.


TASIKMALAYA: cv. PENA PERSADA.

Anda mungkin juga menyukai