Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH SURVEILANS KESEHATAN LINGKUNGAN

TENTANG PENYAKIT ISPA

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah : SURVEILANS KESEHATAN MASYARAKAT
Dosen Pengampu : A. Anwar, S.KM.,M.Kes

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 1

1. Nur Hidayati 1711015029


2. Muhammad Alfiannur 1711015036
3. Ninik Wirasti 1711015046
4. Dewi Putriyaningsih 1711015115
5. Darojatun Ulya 1711015148

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS MULAWARMAN
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat ALLAH SWT terhadap segala Rahmat dan Karunia
yang diberikan kepada tim penyusun, sehingga tim penyusun dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “MAKALAH SURVEILANS KESEHATAN
LINGKUNGAN TENTANG PENYAKIT ISPA”. Shalawat dan salam penyusun
haturkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan yang
baik bagi umat manusia.

Makalah ini berisi informasi tentang Surveilans penyakit ISPA. Makalah


ini adalah tugas mata kuliah Surveilans Kesehatan Masyarakat.

Makalah ini pasti memliki kekurangan seperti sebuah pepatah “Tiada


Gading yang Tidak Retak” karena sesungguhnya kesempurnaan hanya milik
ALLAH SWT. Untuk itu, tim penyusun mengharapkan saran dan kritik yang
membangun untuk menyempurnakan makalah ini.

Samarinda, 10 Juni 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i


KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan ................................................................................................... 2
BAB II Tinjauan Pustaka ................................................................................... 3
A.Pengertian ISPA .................................................................................... 3
B. Etiologi Penyakit ISPA......................................................................... 3
C. Faktor Risiko ISPA………………………………………………….4
D. Gejala Infeksi ISPA…………………………….…………………...6
E. Cara Penularan ISPA………………………………………….….….8
F. Cara Pencegahan ISPA…………………………………………...….8
BAB III Pembahasan .......................................................................................... .9
A. Metode Surveilans ............................................................................... 9
B. Studi Kasus ......................................................................................... 14
BAB IV Penutup…………...……………………………………………….…18
A. Kesimpulan………………………………………………………..…18
B. Saran………………………………………………………………....19
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 20

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah suatu penyakit yang
terjadi pada saluran pernafasan akut. Penyakit ini biasanya menular, dan dapat
menyebabkan timbulnya berbagai spektrum penyakit yaitu dari penyakit yang
memiliki gejala atau infeksi yang ringan sampai dengan penyakit yang parah
dan juga mematikan. Hal ini tergantung dari patogen penyebabnya, faktor
penjamu, dan juga faktor lingkungan (WHO, 2017).
Infeksi Saluran Pernapasan Akut merupakan penyakit yang sering
terjadi pada anak. Menurut kelompok umur balita dapat diperkirakan 0,29
episode per anak/ tahun di negara berkembang dan 0,05 episode per anak/
tahun di negara maju, ini dapat ditunjukkan kejadian ISPA di dunia mencapai
156 juta per episode dimana 151 juta episode (96,7%) terjadi di negara
berkembang. Balita di Indoensia dapat diperkirakan dapat mengalami 2-3 kali
per tahun episode batuk-pilek (WHO, 2008).
ISPA Pneumonia adalah pembunuh utama balita di dunia
dibandingkan dengan gabungan penyakit malaria, campak, dan AIDS. Di
negara berkembang terdapat 60% kasus ISPA Pneumonia yang disebabkan
oleh bakteri, berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007 kematian balita yang
disebabkan oleh ISPA Pneumonia menduduki peringkat kedua setelah
penyakit diare.
Banyak upaya yang sudah dilakukan pemerintah untuk mencegah
maupun mengendalikan penyakit ISPA, ini sudah dimulai bersamaan dengan
pengendalian ISPA oleh WHO di tingkat global pada tahun 1984. Namun,
sampai saat ini pengendalian ISPA tersebut belum menunjukkan hasil yang
signifikan. Banyak kasus ISPA yang ditemukan pada tempat pelayanan
kesehatan seperti puskesmas maupun RS (Kemenkes, 2012).
Penyakit ISPA yang sering terjadi pada balita. Berdasarkan bukti yang
ada bahwa faktor resiko ISPA Pneumonia adalah kurangnya dalam pemberian
ASI eksklusif, polusi udara dalam ruangan, gizi buruk, BBLR, kepadatan

1
penduduk, dan kurangnya imunisasi (Kemenkes, 2011). Kejadian-kejadian
tersebut merupakan alasan banyaknya angka kejadian ISPA pada balita.

B. Rumusan masalah
1. Apa Pengertian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ?
2. Bagaimana Etiologi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ?
3. Apa Saja Faktor Risiko Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Pneumonia ?
4. Bagaimana Gejala Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ?
5. Bagaimana Cara Penularan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ?
6. Bagaimana Cara Pencegahan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
2. Untuk Mengetahui Etiologi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
3. Untuk Mengetahui Faktor Risiko Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Pneumonia
4. Untuk Mengetahui Gejala Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
5. Untuk Mengetahui Cara Penularan Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA)
6. Untuk Mengetahui Cara Pencegahan Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA)

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)


Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan infeksi yang
menyerang saluran pernapasan baik itu saluran pernapasan atas ataupun
saluran pernapasan bawah. Saluranpernapasan atas dimulai dari bagian
lubang hidung, pita suara, laring, sinus paranasal, sertatelinga tengah, dan
saluran pernapasan bawah terdiri dari trakea, bronkus, bronkiolus, dan alveoli
(Simoes, etal., 2006). ISPA yang terjadi pada saluran pernapasan atas sering
ditemui sebagai commoncold, influenza, sinusitis, tonsillitis, bahkan dapat
meluas hingga menyebabkan otitis media. Sementara ISPA yang menyerang
saluran pernapasan bawah adalah bronchitis dan pneumonia (Asih & Effendy,
2004). ISPA pneumonia merupakan infeksi saluran pernapasan bawah atau
biasa disebut radang paru yang disebabkan oleh bakteri, dimana
Streptococcuspneumonia merupakan jenis bakteri penyebab utamanya
(WHO, 2007). Selain bakteri, fungi (Maryani dan Kristiana, 2004), virus
(WHO, 2007), dan polutan udara (WHO, 2009) juga merupakan agen
penyebab penyakit ISPA pada umumnya, dimana bukan hanya pajanan
tunggal tetapi pajanan gabungan dari beberapa jenis agen penyakit tersebut
dapat menyebabkan terjadinya penyakit ISPA termasuk jenis pneumonia.
Menurut Depkes RI, 2005 Infeksi saluran pernapasan akut mempunyai
pengertian sebagai berikut :
1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2. Saluran Pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta
adneksnya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

B. Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri atas bakteri, virus dan ricketsia. Penyebab ISPA
dapat berupa bakteri maupun virus. Bakteri penyebabnya antara lain dari
genus Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus, Bordotella dan

3
Korinebakterium. Virus penyebabnya antara lain golongan Miksovirus,
Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, dan Herpesvirus.
Sekitar 90-95% penyakitISPA disebabkan oleh virus (Depkes R.I, 2008).
Keanekargaman penyebab ISPA tergantung dari umur, kondisi tubuh dan
kondisi lingkungan. Di Amerika Serikat anak yang berumur 1 bulan hingga 6
tahun penyebab terbesarya adalah Streptococus pneumonia dan heamapilus
influenza serotype B. Sedangkan khusus anak 4 bulan hingga 2 tahun
kejadian ISPA antara 60-70% disebabkan oleh bakteri (Wattimena, 2004).
Penyakit ISPA khususnya penumonia masih merupakan penyakit utama
penyebab kesakitan dan kematian bayi dan balita. Keadaan ini berkaitan erat
dengan berbagai kondisi yang melatar belakanginya seperti malnutrisi juga
kondisi lingkungan baik polusi di dalam rumah berupa asap maupun debu dan
sebagainya (Depkes R.I, 2006).

C. Faktor Risiko ISPA Pneumonia


Terjadinya penyakit ISPA pneumonia dipengaruhi oleh berbagai faktor,
baik itu dari individu itu sendiri maupun dari lingkungan disekitarnya seperti
lingkungan fisik dan sosial ekonomi. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a. Faktor Individu
1. Usia
Kelompok usia tertentu memiliki kerentanan yang lebih tinggi untuk
terserang penyakit ISPA (WHO, 2007). Salah satu yang paling rentan
terhadap berbagai masalah kesehatan termasuk ISPA pneumonia adalah
balita dan anak-anak (Ditjen P2PL, 2012), karena pada masa tersebut
sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa
(Hafid etal, 2013). Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka mortalitas
dan morbiditas pada balita terutama di negara berkembang yang
penyebab utamanya adalah penyakit ISPA (Mirji, etal, 2015).
2. Status gizi
Status gizi adalah suatu keadaan kesehatan tubuh yang dipengaruhi oleh
asupan zat gizi yang diperoleh melalui makanan dan minuman yang
dihubungkan dengan kebutuhan (Sutomo & Anggraini, 2010). Status

4
gizi anak usia dibawah lima tahun merupakan indikator kesehatan publik
yang secara international dikenal untuk memonitor kesehatan dan status
gizi penduduk (LPEM FEUI, 2010).Status gizi dapat sangat menentukan
kerentanan seseorang untuk menderita penyakit tertentu, termasuk ISPA
(WHO, 2007). Seseorang dengan status gizi yang rendah akan memiliki
sistem kekebalan tubuh yang rendah, sehingga akan lebih mudah
terserang berbagai penyakit. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Pore,
Ghattargi, &Rayate (2010) yang menyatakan bahwa status gizi
berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada balita, dimana 5,17 kali lebih
tinggi risiko balita untuk terkena ISPA jika berada pada kondisi gizi
kurang. Mairuhu, Birawida, &Manyullei (2008) dalam penelitiannya
juga menyatakan terdapat hubungan antara status gizi dengan kejadian
ISPA, dimana terdapat sebesar 94,1% balita dengan gizi kurang
menderita penyakit ISPA. Balita merupakan kelompok rentan terhadap
berbagai masalah kesehatan sehingga apabila kekurangan gizi maka
akan sangat mudah terserang infeksi termasuk ISPA pneumonia (Ditjen
P2PL, 2012).
3. ASI eksklusif
ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif adalah pemberian
ASI (air susu ibu) sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa
jadwal dan tidak diberi makanan lain baik itu tambahan cairan lain
seperti air putih, susu formula, jeruk, madu, air teh, maupun tambahan
makanan padat seperti pisang, papaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi,
dan tim, sampai bayi berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan, bayi mulai
dikenalkan dengan makanan lain dan tetap diberikan ASI sampaibayi
berumur dua tahun atau bahkan lebih (Purwanti, 2004 & Roesli, 2001).
ASI eksklusif dapat memberikan manfaat yang sangat besar untuk
kesehatan anak karena kandungan gizinya yang sangat baik. Anak yang
mendapatkan ASI eksklusif akan memiliki kekebalan tubuh yang baik,
sehingga tubuhnya akan lebih mampu dalam menangkal berbagai agen
penyakit yang kontak atau masuk ke dalam tubuh.
4. Status Imunisasi

5
Imunisasi adalah memasukkan sesuatu (agen penyakit) ke dalam tubuh
untuk membentuk kekebalan terhadap suatu penyakit agar tubuh tahan
terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang.
Pemberian imunisasi bertujuan untuk melindungi bayi dan anak yang
masih sangat rentan dari penyakit yang bisa menyebabkan kesakitan,
kecacatan, bahkan kematian karena imunitas tubuhnya masih rendah
(Hafid etal, 2013). Pemberian imunisasi pada balita dapat menurunkan
risiko untuk terkena ISPA terutama pneumonia. Imunisasi tersebut
terdiri dari imunisasi pertussis (DTP), campak, haemophilus influenza
(Hib), dan pneumokokus (PCV).
D. Gejala ISPA
Penyakit ISPA adalah penyakit yang timbul karena menurunnya sistem
kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres.
Bakteri danvirus penyebab ISPA di udara bebas akan masuk dan menempel
pada saluran pernafasan bagian atas, yaitu tenggorokan dan hidung. Pada
stadium awal, gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung,
yang kemudian diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat dengan ingus
encer serta demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak
merah dan membengkak. Akhirnya terjadi peradangan yang disertai demam,
pembengkakan pada jaringan tertentu hingga berwarna kemerahan, rasa nyeri
dan gangguan fungsi karena bakteri dan virus di daerah tersebut maka
kemungkinan peradangan menjadi parah semakin besar dan cepat. Infeksi
dapat menjalar ke paru-paru, dan menyebabkan sesak atau pernafasan
terhambat, oksigen yang dihirup berkurang. Infeksi lebih lanjut membuat
sekretmenjadi kental dan sumbatan di hidung bertambah. Bila tidak terdapat
komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari. Penyakit pada saluran
pernafasan mempunyai gejala yang berbeda yang pada dasarnya ditimbulkan
oleh iritasi, kegagalan mucociliarytransport, sekresi lendir yang berlebihan
dan penyempitan saluran pernafasan. Tidak semua penelitian dan kegiatan
program memakai gejala gangguan pernafasan yang sama. Misalnya untuk
menentukan infeksi saluran pernafasan, menurut WHO (2008) menganjurkan
pengamatan terhadap gejala-gejala, kesulitan bernafas, radang tenggorok,

6
pilek dan penyakit pada telinga dengan atau tanpa disertai demam. Efek
pencemaran terhadap saluran pernafasan memakai gejala-gejala penyakit
pernafasan yang meliputi radang tenggorokan, rinitis, bunyi mengi dan sesak
nafas. Dalam hal efek debu terhadap saluran pernafasan telah terbukti bahwa
kadar debu berasosiasi dengan insidens gejala penyakit pernafasan terutama
gejala batuk. Di dalam saluran pernafasan, debu yang mengendap
menyebabkan oedema mukosa dinding saluran pernafasan sehingga terjadi
penyempitan saluran.
Menurut Mudehir (2002), faktor yang mendasari timbulnya gejala penyakit
pernafasan :
1. Batuk
Timbulnya gejala batuk karena iritasi partikulat adalah jika terjadi rangsangan
pada bagian-bagian peka saluran pernafasan, misalnya trakeobronkial,
sehingga timbul sekresi berlebih dalam saluran pernafasan. Batuk timbul
sebagai reaksi refleks saluran pernafasan terhadap iritasi pada mukosa saluran
pernafasan dalam bentuk pengeluaran udara (dan lendir) secara mendadak
disertai bunyi khas.
2. Dahak
Dahak terbentuk secara berlebihan dari kelenjar lendir (mucusglands) dan sel
goblet oleh adanya stimuli, misalnya yang berasal dari gas, partikulat, alergen
dan mikroorganisme infeksius. Karena proses inflamasi, di samping dahak
dalam saluran pernafasan juga terbentuk cairan eksudat berasal dari bagian
jaringan yang berdegenerasi.
3. Sesak nafas
Sesak nafas atau kesulitan bernafas disebabkan oleh aliran udara dalam saluran
pernafasan karena penyempitan. Penyempitan dapat terjadi karena saluran
pernafasan menguncup, oedema atau karena sekret yang menghalangi arus
udara. Sesak nafas dapat ditentukan dengan menghitung pernafasan dalam
satu menit.
4. Bunyi mengi
Bunyi mengi merupakan salah satu tanda penyakit pernafasan yang turut
diobservasikan dalam penanganan infeksi akut saluran pernafasan.

7
E. Cara Penularan ISPA
ISPA dapat terjadi karena transmisi organisme melalui AC, droplet dan
melalui tangan yang dapat menjadi jalan masuk bagi virus. Penularan
faringitis terjadi melalui droplet, kuman menginfiltrasi lapisan epitel, jika
epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi sehingga terjadi
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada
sinusitis, saat terjadi ISPA melalui virus, hidung akan mengeluarkan ingus
yang dapat menghasilkan superfinfeksi bakteri, sehingga dapat menyebabkan
bakteri patogen masuk kedalam rongga-rongga sinus (WHO, 2008).

F. Cara Pencegahan ISPA


Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit
ISPA diantaranya (Depkes RI, 2008):
a. Menghindarkan diri dari penderita ISPA
b. Hindari asap, debu dan bahan lain yang menganggu pernafasan
c. Imunisasi lengkap pada balita di Posyandu
d. Membersihkan rumah dan lingkungan tempat tinggal
e. Rumah harus mendapatkan udara bersih dan sinar matahari yang cukup
serta memiliki lubang angin dan jendela
f. Menutup mulut dan hidung saat batuk
g. Tidak meludah sembarangan

8
BAB III

PEMBAHASAN

A. Metode Survailens ISPA

Untuk melaksanakan kegiatan pencegahan, pemberantasan dan


penanggulangan penyakit termasuk ISPA secara efektif dan efisien,
diperlukan data dasar (baseline) dan data program yang lengkap dan akurat.
Upaya dalam mendapatkan data atau informasi tersebut diatas dilakukan
melalui kegiatan surveilans epidemiologi ISPA yang aktif dengan
diferivikasi oleh survey atau penelitian yang sesuai.

Surveilans epidemiologi ISPA diarahkan untuk mendapatkan data dan


informasi yang dapat digunakan sebagai landasan dalam perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan program pemberantasan ISPA secara efektif dan
efisien serta mampu mengantifikasi kecenderungan-kecenderungan yang
bakal muncul. Data dan informasi dimaksud meliputi data dan informasi
kesakitan dan kematian pnemonia, sumber penularan, faktor resiko yang
berhubungan dengan pnemonia (faktor resiko lingkungan dan
kependudukan) dan data yang berhubungan dengan kinerja program. Untuk
itu mulai tahun 2002 dikembangkan kegiatan autopsi verbal kematian
balita akibat pnemonia dan audit kasus pnemonia.
Dalam pelaksanaanya di lapangan, kegiatan surveilans dapat
disesuaikan dengan situasi dan kebutuhan setempat, baik mekanisme kerja
maupun bentuk instrumennya. Namun demikian secara umum pelaksanaan
surveilans Program P2 ISPA mengikuti langkah-langkah surveilans
epidemiologi pada umumnya, sebagaimana diuraikan berikut:

a. Tujuan Surveilans ISPA

Menyediakan informasi tentang situasi dan besarnya masalah penyakit


ISPA khususnya kejadian pnemonia balita dan kematian balita akibat
pnemonia di masyarakat beserta faktor resikonya dan informasi lain yang
diperlukan bagi upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA

9
secara efektif sehingga angka kesakitan dan kematian balita akibat
pnemonia dapat diturunkan sesuai tujuan pemberantasan penyakit ISPA.

b. Kegiatan

1. Pengumpulan data
Data penyakit ISPA termasuk pnemonia balita dikumpulkan di
sarana kesehatan tingkat pertama (rawat jalan rumah sakit,
Puskesmas, Pustu dan Posyandu, serta pelayanan kesehatan swasta)
dengan menggunakan formulir, kartu atau buku khusus. Selanjutnya
kasus pnemonia dari sarana tersebut dilaporkan ke puskesmas yang
menangani wilayah kerja dari sarana kesehatan yang bersangkutan,
secara aktif (melaporkan sendiri) maupun pasif (puskesmas
menjemput laporan dari sarana kesehatan di wilayah kerjanya)
dengan menggunakan instrumen standar yang dibuat oleh puskesmas.
Puskesmas selanjutnya meneruskan laporan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Untuk laporan kasus pnemonia dari rumah sakit,
laporan langsung ke Dinas Kesehatan (Subdin P2M).
2. Pengolahan dan Analisa Data

3. Data yang telah terkumpul, baik dari institusi sendiri maupun dari luar
selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisa. Pengolahan dan analisa
data dilaksanakan baik oleh puskesmas, Kabupaten/kota maupun
Propinsi. Penyajian Data Umpan Balik Sebagai bahan atau dasar bagi
kepentingan pelaksanaan kegiatan atau perbaikan pelaksanaan
kegiatan, hasil kerja survailans ISPA perlu disajikan dan
disebarluaskan atau diumpanbalikan kepada pihak-pihak yang
memerlukannya secara teratur, baik kalangan internal maupun
eksternal.

4. Peningkatan Jaringan Informasi


Jaringan informasi antara Kabupaten/Kota, Provinsi dan pusat
sangat diperlukan untuk membangun sistem informasi kesehatan

10
yang handal sehingga mampu meningkatkan koordinasi dan
keterpaduan pelaksanaannya pemberantasan penyakit ISPA antar
berbagai jenjang dari mulai perencanaan sampai dengan evaluasi
program.
5. Pemantauan dan Evaluasi
Kegiatan pokok ini terdiri dari dua kegiatan penting, yaitu
pemantauan (monitoring) dan penilaian (evaluasi).
a. Pemantauan
Pemantauan Pemberantasan Penyakit ISPA (monitoring)
dimaksudkan untuk memantau secara teratur kegiatan dan
pelaksanaan program agar dapat diketahui apakah kegiatan program
dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan digariskan
oleh kebijaksanaan program.

Pelaksanaan pemantauan Pemberantasan Penyakit ISPA dapat


memanfaatkan kegiatan supervisi dan bimbingan tehnis, Pencatatan
Pelaporan Pemberantasan Penyakit ISPA, dan Pemantauan program
P2M&PL di Kabupaten/kota.
b. Evaluasi dilakukan untuk menilai apakah pencapaian hasil kegiatan
telah memenuhi target yang diharapkan, mengidentifikasi masalah
dan hambatan yang dihadapi serta menyusun langkah-langkah
perbaikan selanjutnya termasuk perencanaan dan penganggaran.
Kegiatan evaluasi dilaksanakan di berbagai jenjang administrasi
kesehatan, baik ditingkat pusat, provinsi maupun Kabupaten/Kota.

Aspek manajemen program P2 ISPA yang masih memerlukan


perhatian terus ditingkatkan diantaranya aspek perencanaan,
pembiayaan,dan administrsi. Aspek manajemen tersebut diatas merupakan
beban kerja terbesar untuk unit yang mengelola Pemberantasan Penyakit
ISPA baik di tingkat pusat, provinsi maupun Kabupaten/Kota. Kegiatan ini
juga dilaksanakan di berbagai tingkat administrasi kesehatan.
Peningkatan manajemen program pada aspek perencanaan
dilakukan melalui penerapan perencanaan dan penganggaran kesehatan

11
terpadu (P2KT) dalam perencanaan kegiatan program P2 ISPA. Penerapan
P2KT dalam pelaksanaan program P2ISPA akan efektif bila didukung
kinerja surveilans yang mampu memberikan informasi yang lengkap dan
akurat sehingga menghasilkan perencanaan program P2 ISPA berdasarkan
fakta (evidence based palanning).

Dalam meningkatkan manajemen pembiayaan, diupayakan


penggalian potensi sumber biaya masyarakat, swasta, organisasi non
pemerintah, dan lembaga-lembaga donor, mengingat kemampuan
pemerintah dalam penyediaan biaya untuk program cukup terbatas.
Pembiayaan dipusat terutama bersumber pada APBN dengan sumber dana
tambahan dari sumber dana lain seperti dana kerjasama Pemerintah RI
dengan organisasi internasional, dana bantuan pinjaman luar negeri.
Di provinsi pembiayaan terutama bersumber dari APBN dan Dana
Alokasi Umum (DAU) provinsi disamping sumber dana lain. Begitu pula
di tingkat Kabupaten/Kota sebagian besar masih bertumpu pada APBN
disamping DAU Kabupaten/Kota, sedangkan potensi sumber dana dari
masyarakat atau swasta belum teralokasi dengan baik. Untuk itu dalam
mewujudkan pembiayaan program P2ISPA yang memadai di berbagai
jenjang administrasi kesehatan, perlu diupayakan secara terus-menerus
penggalian potensi sumber biaya non pemerintah.

Dalam upaya pencapaian tujuan pemberantasan penyakit ISPA khususnya


pnemonia, perlu dilakukan pengembangan program sesuai dengan tuntutan
perkembangan di masyarakat. Pengembangan program P2 ISPA dilakukan
diantaranya melalui kegiatan penelitian, uji coba konsep-konsep intervensi
baru seperti pendekatan tatalaksana penderita ISPA, pencegahan dan
penanggulangan faktor resiko baik dilingkungan maupun kependudukan,
peningkatan kemitraan, peningkatan manajemen dan sebagainya serta
kegiatan-kegiatan ilmiah lainnya seperti pertemuan kajian program,
seminar, workshop dan sebagainya.

12
B. Studi kasus

Jakarta - Jumlah kasus infeksi saluran napas akut (ISPA) secara kumulatif
pada 29 Juni - 5 Oktober 2015 di enam provinsi di Indonesia tercatat
sebanyak 307.360. Jumlah ini tersebar di Riau sebanyak 45.668 kasus,
Jambi 69.734, Sumatera Selatan 83.276, Kalimantan Barat 43.477,
Kalimantan Selatan 29.104, dan Kalimantan Tengah 36.101 kasus.

Menteri Kesehatan (menkes), Nila Djuwita Moeloek, mengatakan, selama


kabut asap masih ada, potensi peningkatan penyakit gangguan pernapasan,
seperti ISPA dan iritasi mata akan terus meningkat. Penyakit lain seperti
diare, akibat keterbatasan air bersih dan sanitasi buruk juga menjadi
ancaman selama tidak turun hujan. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan
Kemkes mencatat, jumlah penderita ISPA akibat kabut asap rata-rata
meningkat sekitar 15 - 20 persen.

“Rata-rata jumlah pasien yang berkunjung ke fasilitas kesehatan naik 15 -


20 persen, meningkat tiga minggu terakhir ini. Kondisinya makin
mengkhawatirkan, kalau asap tidak berhenti,” kata Nila dalam temu media
di Kantor Kemkes, Jakarta, Selasa (6/10).

Sementara itu, status Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) per hari ini,
Riau sebesar 395,63 (level berbahaya), Jambi 585,27 (berbahaya),
Sumatera Selatan 880,85 (berbahaya), Kalimantan Barat 44,16 (baik),
Kalimantan Selatan 55,46 (sedang), dan Kalimantan Tengah 763,09
(berbahaya).

Menkes mengatakan, pihaknya sudah mengirimkan 27.595 ton bantuan ke


delapan provinsi terdampak, berupa masker, oxycan, paket obat untuk
ISPA, diare, tetes mata, dan vitamin.

Untuk mencegah dampak kesehatan yang meluas, menkes minta


masyarakat, terutama yang berisiko tinggi seperti anak-anak, lansia, ibu
hamil, dan yang sudah sakit, agar tidak keluar rumah bila tidak mendesak.

13
Sebisa mungkin hindari kabut asap tebal, sebab meski sudah menggunakan
masker, potensi anak-anak terpapar asap tetap tinggi.

Selain itu, dianjurkan menjaga fisik atau kekebalan tubuh, sehingga tidak
mudah sakit.

Menkes juga minta pemerintah di daerah terdampak selalu meng-


updatestatus ISPU, dan mengumumkannya kepada masyarakat, sehingga
kondisi tidak sehat bisa dihindari.

14
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan infeksi yang
menyerang saluran pernapasan baik itu saluran pernapasan atas ataupun
saluran pernapasan bawah.
2. Etiologi ISPA terdiri atas bakteri, virus dan ricketsia. Penyebab ISPA
dapat berupa bakteri maupun virus. Bakteri penyebabnya antara lain dari
genus Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus, Bordotella
dan Korinebakterium.
3. Terjadinya penyakit ISPA pneumonia dipengaruhi oleh berbagai faktor,
baik itu dari individu itu sendiri maupun dari lingkungan disekitarnya
seperti lingkungan fisik dan sosial ekonomi.
4. Penyakit ISPA adalah penyakit yang timbul karena menurunnya sistem
kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres.
Bakteri danvirus penyebab ISPA di udara bebas akan masuk dan
menempel pada saluran pernafasan bagian atas, yaitu tenggorokan dan
hidung. Pada stadium awal, gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal
dalam hidung, yang kemudian diikuti bersin terus menerus, hidung
tersumbat dengan ingus encer serta demam dan nyeri kepala. Permukaan
mukosa hidung tampak merah dan membengkak. Akhirnya terjadi
peradangan yang disertai demam.
5. ISPA dapat terjadi karena transmisi organisme melalui AC, droplet dan
melalui tangan yang dapat menjadi jalan masuk bagi virus. Penularan
faringitis terjadi melalui droplet, kuman menginfiltrasi lapisan epitel, jika
epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi sehingga terjadi
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada
sinusitis, saat terjadi ISPA melalui virus, hidung akan mengeluarkan ingus
yang dapat menghasilkan superfinfeksi bakteri, sehingga dapat
menyebabkan bakteri patogen masuk kedalam rongga-rongga sinus.
6. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit
ISPA diantaranya (Depkes RI, 2008):

15
a. Menghindarkan diri dari penderita ISPA
b. Hindari asap, debu dan bahan lain yang menganggu pernafasan
c. Imunisasi lengkap pada balita di Posyandu
d. Membersihkan rumah dan lingkungan tempat tinggal
e. Rumah harus mendapatkan udara bersih dan sinar matahari yang cukup
serta memiliki lubang angin dan jendela
f. Menutup mulut dan hidung saat batuk
g. Tidak meludah sembarangan

B. Saran
Dalam rangka meningkatkan pemahaman terkait ISPA kepada masyarakat
maka peran serta petugas kesehatan dalam menyebarkan informasi mengenai
ISPA, bagaimana cara pencegahannya sangat diperlukan oleh masyarakat agar
masyarakat bisa terhindar dari ISPA.

16
DAFTAR PUSTAKA

https://www.beritasatu.com/nasional/312284/menkes-ispa-di-6-provinsi-capai-307360-
kasus (diakses pada hari senin, 10 juni 2019 pukul : 16.00 WITA)

(Utara, 2002)Utara, U. S. (2002). Universitas Sumatera Utara.

https://hellosehat.com/penyakit/infeksi-saluran-pernapasan-atas-ispa/ (diakses pada


hari senin, 10 juni 2019 pukul : 16.30 WITA)
https://www.alodokter.com/ispa (diakses pada hari senin, 10 juni 2019 pukul 16.44
WITA)
https://lifestyle.kompas.com/read/2012/09/21/17443441/ispa.penyakit.serius.yang.seri
ng.diremehkan (diakses pada hari senin, 10 juni 2019 pukul : 17.06 WITA)

(Tanggap & Pandemi, 2007)Tanggap, W. D. A. N., & Pandemi, E. D. A. N.


(2007). Pencegahan dan pengendalian infeksi saluran pernapasan akut ( ISPA
) yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi di fasilitas pelayanan
kesehatan Pedoman Interim WHO Pencegahan dan pengendalian infeksi
saluran pernapasan akut ( ISPA ) yang cenderung menjadi epidemi dan
pandemi di fasilitas pelayanan kesehatan Pedoman Interim WHO.

17

Anda mungkin juga menyukai