A. LATAR BELAKANG
Kolera merupakan penyakit menular yang dapat menyebabkan dehidrasi dan
bahkan kematian jika tidak diobati. Hal ini disebabkan oleh makan makanan atau air yang
terkontaminasi dengan bakteri yang disebut Vibrio cholera (WebMd,2014). Kolera terjadi
sejak awal tahun 1800-an. Di antara tahun 1832 - 1836 lebih dari 200.000 penduduk
Amerika Utara meninggal pada pandemic kedua dan keempat. Pada pandemic ketujuh
awal tahun 1961 bermula di Indonesia, kemudian menyebar ke Asia Selatan, Timur
Tengah, sebagian Eropah dan Afrika. Pandemic ini disebabkan biotype El Tor (Eugene
dkk, 2004) dalam Amelia (2005)..
Mulai tahun 1991 pandemic ketujuh menyebar ke Peru dan menyebar ke Amerika
Selatan dan Amerika Tengah. Ini kemungkinan terjadi karena tergenangnya air kotor di
dasar kapal yang berlabuh di pelabuhan Lima, mengingat penyakit ini menyebar melalui
air dan tidak adanya pemberian chlorine pada air yang dikonsumsi. Penyakit menular
dengan cepat, dalam 2 tahun lebih 700.000 kasus dan 6.323 kasus meninggal dilaporkan
di Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Penyakit ini mulai jarang di Amerika Utara
sejak pertengahan 1800-an, tetapi focus endemic masih tetap ada di Pantai Gulf Louisiana
dan Texas
Pada tahun 2010 ini dunia dikejutkan dengan adanya wabah cholera yang terjadi
di Haiti semenjak bulan oktober 2010. Sampai 30 nopember 2010 angka resmi korban
jiwa akibat Cholera di Haiti mencapai 1.721 orang. Ini merupakan musibah kedua bagi
Haiti setelah terjadinya musibah gempa bumi 12 Januari 2010. Wabah ini berpusat di
wilayah Lower Artibonite, di utara ibu kota Port-au-Prince. Di kota ini, 750 orang tewas
akibat cholera, sedangkan di ibu kota Haiti, Port-au-Prince, sebanyak 162 orang
meninggal akibat kolera. Kasus itu juga dilaporkan di daerah Dataran Tinggi Tengah
(Central Plateau).
Rumah sakit setempat penuh dengan penderita diare akut, dengan para korban
meninggal disebabkan dehidrasi cepat, yang terkadang hanya dalam tempo beberapa jam,
namun WHO dan PBB belum mengkonfirmasikan bahwa cholera sebagai penyebab
kematian-kematian itu, sementara mereka menunggu hasil-hasil akhir uji laboratorium
atas sampel-sampel yang diambil dari korban yang tewas dan sakit.
Sebelumnya, Dirjen Departemen Kesehatan Haiti, Dr. Gabriel Thimote dan
1
tanggal 23 April 2014. Empat kasus telah dikonfirmasi laboratorium mengikuti tes yang
dilakukan oleh laboratorium Research Foundation Afrika Medis di Nairobi , Kenya. Pada
25 Mei 2014 , total kumulatif 586 kasus kolera , termasuk 22 kematian ( 13 di rumah
sakit dan 9 kematian masyarakat ) telah dilaporkan . Sebagian besar kematian yang
dilaporkan di rumah sakit meninggal pada saat kedatangan . Kasus telah dilaporkan dari
delapan dari 15 Payams ( sub - kabupaten ) di Juba county dengan payam paling
terpengaruh menjadi Muniki , akuntansi untuk 25 % dari kasus yang dilaporkan (Peter,
2014).
Berdasarkan berita harian kompas Palu (2010) empat warga Desa Petimbe,
Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, meninggal dunia akibat terkena
penyakit kolera. Kepala Puskesmas Kecamatan Palolo Alexander Kantiadagho yang
dihubungi wartawan dari Palu, Kamis, sebanyak 58 warga lainnya dilaporkan terjangkit
penyakit mematikan itu. Kantiadagho menuturkan, penyebab banyaknya penderita kolera
adalah minimnya kesadaran masyarakat melakukan pola hidup bersih dan sehat.
Masyarakat di RT tersebut hanya mengandalkan sungai kecil untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-harinya, termasuk mencuci makanan.
Penyakit ini paling sering terjadi pada tempat-tempat dengan sanitasi yang buruk,
berkerumun, perang, dan kelaparan. Jika Anda bepergian ke salah satu daerah,
mengetahui fakta-fakta kolera berikut dapat membantu melindungi Anda dan keluarga
Anda.
B. Etiologi
Penyakit Kolera disebabkan oleh infeksi dari bakteri Vibrio cholera. Vibrio
Cholerae merupakan bakteri gram negative, berbentuk batang, biasanya melengkung
seperti koma, panjangnya 1.5-2 m dan lebar 0.3-0.5 m, mempunyai flagella monotrik.
Serotype utama adalah Ogawa dan Inaba.
1. Dua biotipe V. cholerae telah ditetapkan, yaitu klasik dan El Tor.
a. Biotipe El Tor menghasilkan hemolisin,
b. Memberikan hasil yang positif pada uji Voges-Proskauer, dan resisten
terhadap polimiksin B.
2. V. cholera O139 sangat mirip dengan V. cholera O1 biotipe El Tor.
a.
air yang aman melalui program Pembangunan dan Kelangsungan Hidup Anak.
Disamping itu, UNICEF juga membantu gerakan Suplai Air Bersih dan Kebersihan
Dasar. Gerakan ini mencakup rehabilitasi dan konstruksi sumur dangkal, tanki
penampungan air hujan dan sistem pipa gravitasi. Pembangunan toilet, fasilitas mandi
cuci dan pembuangan sampah di sekolah-sekolah, di pusat kesehatan masyarakat dan di
bangunan keagamaan bersama mitra kerjanya, UNICEF juga menyediakan air minum.
DEFINISI KASUS
E. Definisi Kasus Kolera
Kolera adalah penyakit Re-Emergin yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae
. Meskipun sejumlah besar orang yang terinfeksi mengalami gejala hanya ringan dan
tidak memerlukan perhatian medis atau bahkan tidak ada gejala sama sekali. Namun,
cholera dalam banyak kasus menyebabkan diare akut, yang pada gilirannya menyebabkan
dehidrasi progresif dan yang paling parah kasus kematian. Bahkan , kolera masih
merupakan ancaman global bagi kesehatan masyarakat terutama di negara-negara di mana
infrastruktur untuk menyediakan akses ke air bersih dan sanitasi dasar berkembang
kurang . Data terbaru yang disediakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menunjukkan pada fakta bahwa lebih dari 220 000 kasus telah dilaporkan di seluruh
dunia pada tahun 2009, dengan sekitar 5000 korban dengan Case fatality Rate sebesar
2.24%. Namun, angka-angka ini mungkin bahkan serius dan tidak dapat diremehkan ,
karena masih kurangnya pelaporan, kurangnya pengawasan dan inkonsistensi dalam
definisi kasus (Bertuzzo dkk, 2011).
F. Gambaran Klinik
Diare cair dan muntah timbul sesudah masa inkubasi 6 jam sampai 72 jam (ratarata 2-3 hari) kadang-kadang sampai 7 hari. Kolera dimulai dengan awitan diare berair
tanpa rasa nyeri (tenesmus) dengan tiba-tiba yang mungkin cepat menjadi sangat banyak
dan sering langsung disertai muntah. Feses memiliki penampakan yang khas yaitu cairan
agak keruh dengan lendir, tidak ada darah dan berbau agak amis. Kolera di juluki air
cucian beras (rise water stool) karena kemiripannya dengan air yang telah digunakan
untuk mencuci beras. nyeri abdominal di daerah umbilikal sering terjadi. Pada kasuskasus berat sering dijumpai muntah-muntah, biasanya timbul setelah awitan diare kurang
lebih 25 % penderita anak-anak mengalami peningkatan suhu rektum (38-39C), pada
saat dirawat atau pada 24 jam pertama perawatan gejala klinisnya sesuai dengan
6
penurunan volume cairan, pada kehilangan 3-5 % BB normal, mulai timbul rasa haus.
Kehilangan 5-8 %, hipotensi postural, kelemahan, takikardia dan penurunan
turgor kulit, di atas 10% BB atau lebih merupakan diare masif, dimana terdapat dehidrasi
berat dan kolaps peredaran darah, dengan tanda-tanda tekanan darah menurun (hipotensi)
dan nadi lemah dan sering tak terukur, pernafasan cepat dan dalam, oliguria, mata
cekung pada bayi, ubun-ubun cekung, kulit terasa dingin dan lembab disertai turgor yang
buruk, kulit menjadi keriput, terjadi sianosis dan nyeri kejang pada otot-otot anggota
gerak, terutama pada bagian betis. Penderita tampak gelisah, disertai letargi, somnolent
dan koma. Pengeluaran tinja dapat berlangsung hingga 7 hari. Manifestasi selanjutnya
tergantung pada pengobatan-pengobatan pengganti yang memadai atau tidak.
Komplikasi biasanya disebabkan karena penurunan volume cairan dan elektrolit.
Komplikasi dapat dihindari dan proses dapat dibatasi apabila diobati dengan cairan dan
garam yang menandai. Tanda awal penyembuhan biasanya adalah kembalinya pigmen
empedu di dalam tinja. Pada umumnya diare akan cepat berhenti.
G. Diagnosis
Dalam menegakan suatu diagnosis kolera meliputi gejala klinis, pemeriksaan fisik
,reaksi aglutinasi dengan anti serum spesifik dan kultur bakteriologis. Menegakkan
diagnosis penyakit kolera yang berat terutama diderah endemik tidaklah sukar. Kesukaran
menegakkan diagnosis biasanya terjadi pada kasus-kasus yang ringan dan sedang,
terutama di luar endemi atau epidemi.
1. Gejala klinik
Kolera yang tipik dan berat dapat dikenal dengan adanya berak-berak yang
sering tanpa mulas diikuti dengan muntah-muntah tanpa mual, cairan tinja berupa air
cucian beras, suhu tubuh yang tetap normal atau menurun dan cepat bertambah
buruknya keadaan pasien dengan gejala-gejala akibat dehidrasi, renjatan sirkulasi dan
asidosis yang jelas.
2. Pemeriksaan Fisik
Adanya tanda-tanda dehidrasi yaitu keadaan turgor kulit, mata cekung, Ubun ubun
besar yang cekung, mulut kering,denyut nadi lemah atau tiada, takikardi, kulit dingin,
sianosis, selaput lendir kering dan kehilangan berat badan
3. Kultur Bakteriologis
Diagnosis pasti kolera tergantung dari keberhasilan mengisolasi V. Kolera 01
7
dari tinja penderita penanaman pada media seletif agar gelatin tiosulfat-sitrat-empedusukrosa (TCBS) dan TTGA. Tampak pada TCBS organisme V. Kolera menonjol
sebagai koloni besar, kuning halus berlatar belakang medium hijau kebiruan. Pada
TTGA koloni kecil, opak dengan zone pengkabutan sekelilingnya.
4. Reaksi aglutinasi dengan antiserum spesifik
Yaitu melalui penentuan antibodi-antibodi vibriosidal, aglutinasi dan
penetralisasi toksin, titer memuncrat dan ke 3 antibodi tersebut akan terjadi 7-14 hari
setelah awitan penyakit-titer antibodi vibriosidal dan aglutinasi akan kembali pada
kadar awal dalam waktu 8-12 minggu setelah awitan penyakit, sedangkan titer
antitoksin akan tetap tinggi hingga 12-18 bulan. Kenaikan sebesar 4x atau lebih
selama masa penyakit akut atau penurunan titer selama masa penyembuhan.
5. Pemeriksaan darah
Pada darah lengkap ditemukan angka leukosit yang meninggi yang
menunjukkan adanya suatu proses infeksi, pemeriksaan terhadap pH, bikarbonat
didalam plasma yang menurun, dan pemeriksaan elektrolit untuk menentukan
gangguan keseimbangan asam basa.
6. Diagnosis Banding
Diagnosis banding kolera adalah diare sekretoris lainnya dengan gambaran
klinis yang mirip dengan kolera ialah diare yang disebabkan oleh enterotoxigenic E.
Coli (ETEC), Shigella, salmonela. Dapat dibedakan berdasarkan simtom, gejala
klinis dan sifat tinja yaitu berdasarkan tabel 2 Gray dkk, 1979.
E. coli
enteroinvasif
Salmonella
Shigella
V.
cholerae
Jarang
Jarang
+
Tenesmus
Kolik
Pusing
Simtom dan
gejala
Rotavirus
Mual dan
muntah
Panas
Dari
permulaan
+
Sakit
Tenesmus
Kadang-kadang
Sering distensi
abdomen
Gejala lain
+
Tenesmus
Tenesmus
Kolik
Kolik
Pusing
Bakteriemia, tokHipotensi
semia
sistemik
Kolik
Dapat ada
kejang
Sifat tinja :
- Volume
Sedang
Banyak
Sedikit
Sedikit
Sedikit
- Frekuensi
Sampai
10/ lebih
Sering
Sering
Sering
Sering
sekali
Sangat
banyak
Hampir
terus
Konsistensi
- Mukus
Berair
Berair
Kental
Berlendir
Kental
Berair
Jarang
Sering
Flacks
- Darah
+
Kadangkadang
- Bau
Bau tinja
Tidak
spesifik
Bau telur
Tak
berbau
Tidak berwarna
Hijau
Hijau
Hijau
- Warna
- Leukosit
Hijau
kuning
-
Sering
- Sifat lain
Anyir
Tinja
seperti
air
cucian
beras
Spesimen
Spesimen untuk biakan terdiri dari bintik-bintik mucus yang berasal dari feses
b.
Sediaan Apus
Gambaran mikroskopis sediaan apus yang diambil dari sampel feses tidak khas.
Mikroskopis lapangan-gelap atau kontras fase dapat menunjukkan adanya vibrio yang
bergerak cepat.
9
c.
Biakan
Pertumbuhan bakteri ini berlangsung cepat pada agar pepton, pada agar darah dengan
pH hamper 9, atau pada agar TCBS dan koloni yang khas dapat dilihat dalam waktu
18 jam. Untuk pengayaannya, beberapa tetes feses dapat diinkubasi selama 6-8 jam
dalam kaldu taurokolat pepton (pH 8,0-9,0); organism dari biakan ini dapat diberi
pewarnaan atau dilakukan pembiakan lebih lanjut.
d.
Uji spesifik
Organisme V. cholerae dapat diidentifikasikan lebih lanjut dengan uji aglutinasi
mikroskopik yang menggunakan antiserum anti-O grup 1 dan pola reaksi biokimia.
I. Klasifikasi Kasus
Adapun dalam klasifikasi kasus kolera, penulis tidak menemukan secara teori.
J. Konfirmasi Kasus Berat
Infeksi tanpa gejala biasanya lebih sering terjadi daripada infeksi dengan gejala,
terutama infeksi oleh biotipe El Tor; gejala ringan dengan hanya diare, umum terjadi,
terutama dikalangan anak-anak. Pada kasus berat yang tidak diobati (kolera gravis),
kematian bisa terjadi dalam beberapa jam, dan CFR-nya bisa mencapai 50 %. Dengan
pengobatan tepat, angka ini kurang dari 1 %.
Risiko terjadinya KLB sangat tinggi di daerah di suatu daerah endemis kolera,
apabila didaerah tersebut orang berkumpul bersama dalam jumlah besar tanpa
penanganan makanan yang baik serta tanpa tersedianya fasilitas sanitasi yang memadai.
Oleh karena itu, setiap kejadian yang di indikasi terdapat wabah kolera waji di Laporkan
kepada instansi kesehatan setempat: (umumnya Laporan kasus kolera diwajibkan)
K. Kemungkinan Komplikasi Kasus Kolera
Kolera bisa menjadi fatal. Dalam kasus-kasus kolera parah, hilangnya cairan
tubuh dengan cepat bisa menyebabkan kematian dalam dua atau tiga jam saja. Dalam
kasus yang kurang berbahaya, orang yang tidak mendapat penanganan medis bisa
meninggal karena dehidrasi dan shock dalam waktu 18 jam sampai beberapa hari setelah
terkena gejala kolera pertama. Meskipun shock dan dehidrasi parah adalah komplikasi
kolera yang paling mematikan, masalah masalah lain juga bisa muncul, misalnya: Kadar
gula darah rendah (hipoglikemia).
Anak-anak memiliki risiko paling tinggi terkena komplikasi, yang bisa
menyebabkan kejang, pingsan, bahkan kematian. Tingkat potasium rendah (hipokalemia).
10
Penderita kolera kehilangan banyak jumlah mineral, termasuk potasium selama mereka
buang-buang air. Tingkat potasium yang rendah akan mengganggu jantung dan fungsi
saraf dan kondisi ini mengancam keselamatan jiwa. Gagal ginjal. Ketika ginjal
kehilangan kemampuan untuk menyaring, kelebihan cairan, elektrolit dan hasil buangan
lainnya menumpuk di tubuh ini adalah kondisi yang membahayakan jiwa mengancam
keselamatan. Pada penderita kolera, gagal ginjal seringkali disertai dengan shock (Dok
Digital, 2014).
Sehingga, perawatan di rumah sakit dengan memperlakukan kewaspadan enterik
di perlukan untuk pasien berat; isolasi ketat tidak diperlukan. Untuk penderita yang tidak
begitu berat, dapat di perlakukan sebagai penderita rawat jalan, diberi rehidrasi oral dan
antibiotika yang tepat. Ruang perawatan kolera yang penuh sesak dengan penderita dapat
di operasikan tanpa perlu khawatir dapat menimbulkan ancaman penularan kepada
petugas kesehatan dan pengunjung asalkan prosedur cuci tangan secara efektif serta
prosedur kebersihan perorangan di laksanakan dengan baik. Pemberantasan terhadap lalat
juga perlu dilakukan.
M. Kegagalan Pengobatan.
Kegagalan dalam perlakuan atau pengobatan penyakit Kolera dapat diminimalisir
dengan pengobatan yang memadai dan spesifik seperti tiga cara pengobatan bagi
penderita Kolera :
1. Terapi rehidrasi agresif : Dasar dari terapi kolera adalah rehidrasi agresif
melalui oral dan intravena yang dilakukan untuk memperbaiki kekurangan
cairan dan elektrolit, juga untuk mengganti cairan akibat diare berat yang
sedang berlangsung.
2. Pemberian antibiotika yang efektif : pemberian antibiotika dapat mengurangi
volume dan lamanya diare dan dengan cepat mengurangi ekskresi dari vibrio
11
yang
tepat
dapat
memperpendek
lamanya
diare,
4 – 6 jam, agar jumlah yang diberikan dapat mengganti cairan yang
diperkirakan hilang (kira-kira 5 % dari berat badan untuk dehidrasi ringan dan
7 % pada dehidrasi sedang). Kehilangan cairan yang berlangsung terus dapat
digantikan dengan memberikan, selama lebih dari 4 jam, cairan per oral
sebanyak 1.5 kali dari volume tinja yang hilang selama 4 jam sebelumnya.
Penderita yang menderita renjatan sebaiknya diberi rehidrasi intra vena
cepat dengan larutan multielektrolit seimbang yang mengandung kira-kira 130
mEq/L Na+, 25 - 48 mEq/L bikarbonat, asetat atau ion laktat, dan 10-15
mEq/L K+. Larutan yang sangat bermanfaat antara lain Ringer’s laktat
atau Larutan Pengobatan Diare dari WHO (4 gr NaCl, 1 g KCl, 6.5 gr natrium
asetat dan 8 gr glukosa/L) dan “Larutan Dacca” (5 g NaCL, 4 gr
NaHCO3, dan 1 g KCL/L), yang dapat dibuat ditempat pada keadaan darurat.
Penggantian cairan awal sebaiknya diberikan 30ml/kg BB pada jam pertama
untuk bayi dan pada 30 menit pertama untuk penderita berusia diatas 1 tahun,
dan sesudahnya pasien harus di nilai kembali. Sesudah dilakukan koreksi
terhadap sistem cairan tubuh yang kolaps, kebanyakan penderita cukup
diberikan rehidrasi oral untuk melengkapi penggantian 10 % defisit awal
cairan dan untuk mengganti cairan hilang yang sedang berlangsung.
kelamin, tempat, golongan umur, gejala klinik, hasil diagnosis laboratorium baik makro
(pemeriksaan bau, bentuk, dan warna feces) maupun mikro (pemeriksaan leukosit,
eritrosit, lemak, lender dan menyatakan positif-negatif mengandung bakteri vibrio.C),
penyebab, dsb.
Rekomendasi Analisis Data
15
16