Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kolera adalah salah satu penyakit diare akut yang dalam beberapa jam
dapat mengakibatkan dehidrasi progresif yang cepat dan berat serta dapat
menimbulkan kematian yang disebabkan oleh Vibrio Kolera yang memproduksi
enteroksin dalam jumlah besar, sehingga memberikan pengaruh yang ekstrim pada
aktivitas sekresi dari sel epitel mukosa usus halus dan bentuk feses yang khas
seperti air tajin atau rice water stool. Sampai saat ini penyakit diare atau juga
sering disebut gastroenteritis masih merupakan salah satu masalah kesehatan
utama dari masyarakat di Indonesia. 1
Pada tahun 2015 dilaporkan oleh WHO terjadi 172.454 kasus dengan 1304
dilaporkan mengalami kematian (CFR 0,75%). Wabah terus terjadi di beberapa
negara. Secara keseluruhan dilaporkan 41% kasus terjadi di Afrika, 37% di Asia
dan 21% di Amerika. Kolera masih menjadi masalah utama kesehatan di dunia,
khususnya bagi negara-negara berkembang yang tidak memiliki sarana sanitasi
dan sumber daya air yang memadai.2
Di Asia 13 negara melaporkan adanya kasus kolera sebanyak 64.590
dengan 30 kasus kematian. Hal ini terjadi peningkatan sebanyak 14 % dari tahun
2014.2
Di Indonesia tercatat populasi yang beresiko kolera sebanyak 5.107.432
jiwa dengan tingkat kejadian 0.45 % per 1000 jiwa. Kasus kematian dilaporkan
1,00 % per tahun.2
Angka kejadian diare disebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini
masih tinggi. Di Indonesi, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau
sekitar 460 balita setiap harinya. Kepala Sub Direktorat Jenderal Diare dan
Kecacingan Depkes, mengatakan bahwa hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 2004 menunjukkan angka kematian akibat diare adalah 23 per 100
ribu penduduk dan pada balita adalah 75 per 100 ribu balita. Selama tahun 2006

1
sebanyak 41 kabupaten di 16 provinsi melaporkan KLB diare diwilayahnya.
Jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak 10.980 dan 277 diantaranya
menyebabkan kematian (CFR 2,5%).3
Berdasarkan laporan diperoleh bahwa jumlah penderita diare di Sumatera
Utara tahun 2007 adalah 182.922 penderita, dengan incidence rate (IR) 6,9/1000
penduduk dan angka kematian (CFR 0,016%) lebih rendah dari angka nasional
yaitu 1,2%. 3
Penyakit ini telah diketahui dan dialami sejak bertahun-tahun yang lalu
dan telah menyebar ke seluruh Asia dan sebagian besar Afrika. Pada umumnya
banyak menyebar ke negara-negara yang sedang berkembang. Penyakit ini dapat
dikatakan berhubungan dengan tingkat sosial ekonomi dan gizi penduduk.
Semakin rendah tingkat sosial ekonomi dan gizi penduduk besar kemungkinan
untuk menderita kolera. Makanan dan air yang terkontaminasi merupakan media
perantara penularan kolera. Penularan biasanya terjadi ditempat yang terlalu padat
penduduknya dan keadaan sanitasi lingkungan yang tidak bersih.1
Diagnosis kolera meliputi diagnosis klinis dan bakteriologis, dalam
menegakkan diagnosis pada penyakit kolera yang berat, terutama pada suatu
daerah endemik, tidaklah sukar. Kesukaran menegakkan diagnosis biasanya
terjadi pada kasus kasus yang ringan dan sedang, terutama di luar endemi atau
epidemi. Dasar pengobatan kolera ialah simtomatik dan kausal berupa
penggantian cairan dan elektrolit dengan segera. Dengan mengetahui keadaan
klinis yang cepat dan tepat maka pengobatan dapat dilakukan segera, sambil
menyiapkan diagnosis secara bakteriologis sehingga diharapkan dapat
menurunkan angka kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh wabah kolera.1

2
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui pemetaan penyakit kolera terkait dengan potensial PHEIC.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi dan etiologi penyakit kolera
2. Untuk mengetahui gejala klinis dan diagnosis penyakit kolera
3. Untuk mengetahui alur penentuan PHEIC

1.3 Manfaat Penulisan


Manfaat yang diharapkan dari penulisan ini adalah:
1. Bagi Penulis
Sebagai penambahan wawasan mengenai penyakit kolera terkait
potensial PHEIC.
2. Bagi Pembaca
Sebagai penambahan wawasan dan dapat digunakan sebagai dasar
untuk melakukan pembelajaran selanjutnya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Penyakit taun atau kolera (juga disebut Asiatic Cholera) adalah penyakit
menular di saluran pencernaan yang disebabkan oleh bakteri Vibrio Cholerae.
Kolera ditemukan pada tahun 1883, penemuan ini ditemukan oleh bakteriologi
Robert Koch (Jerman, 1843- 1910). 2
Sebagai ketua komisi, Koch pergi ke Mesir di mana epidemi sedang
berlangsung dan di sana ia menemukan beberapa jenis bakteri di usus yang
menyebabkan orang mati karena penyakit kolera tetapi ia tidak dapat mengisolasi
organisme atau hewan yang terinfeksi. Kemudian pada tahun 1883 Koch pergi ke
India, di mana ia menulis bahwa ia berhasil mengisolasi bakteri basil berbentuk
seperti koma. Ia menemukan bahwa bakteri tumbuh di pakaian kotor lembab dan
di dalam kotoran pasien dengan penyakit tersebut.
Kolera adalah suatu penyakit akut yang menyerang saluran pencernaan
yang disebabkan oleh suatu enterotoksin yang dihasilkan oleh vibrio Kolera,
ditandai dengan diare cair ringan sampai diare cair berat dengan muntah yang
dengan cepat menimbulkan syok hipololemik, asidosis metabolik dan tidak jarang
menimbulkan kematian.2

2.2 Etiologi
Penyebab kolera, adalah bakteri Vibrio cholerae, yang merupakan bakteri
gram negatif, berbentuk basil (batang) dan bersifat motil (dapat bergerak),
memiliki struktur antogenik dari antigen flagelar H dan antigen somatik O,
gamma-proteobacteria, mesofilik dan kemoorganotrof, berhabitat alami di
lingkungan akuatik dan umumnya berasosiasi dengan eukariot.
Kolera adalah mikroorganisme berbentuk batang, berukuran pendek,
sedikit melengkung dapat bergerak, bersifat gram negatif dan mempunyai flagela
polar tunggal. Terdapat berbagai serotipe V. Kolera yang dapat menimbulkan
diare akut. V. Kolera tumbuh dengan mudah pada bermacam media laboratorium
nonselektif yaitu agar Mac Conkey dan beberapa media selektif termasuk agar
garam empedu, agar gliserin-telurit-taurokholat serta agar trosulfat-sitrat-garam-
empedu-sukrosa (TCBS). Dikenal 2 biotipe V. Kolera diklasifikasikan sebagai

4
klasik dan Elthor berdasarkan atas hemolisin, hemaglutinasi, kerentanan terhadap
polimiksin B, dan kerentanan terhadap bakteriofag. Basil ini juga dibagi menjadi
serogrup (yaitu serovar) didasarkan pada aniten somatik atau O. V. Kolera
mempunyai dua tipe antigenik O mayor (Ogawa dan India) dan tipe intermediate
tidak stabil (Hikojima). Kuman V. Cholera akan mati pada suhu 50 0 C dalam
waktu 2 menit.2

Gambar 1.1 Morfologi Vibrio Cholera

2.3 Epidemiologi
Pandemi penyakit kolera pertama kali ditemukan di Gangga Delta, suatu
bagian dari distrik di India pada tahun 1817 dan berlangsung sampai tahun 1824.
Pada daerah ini, pandemi kolera telah terjadi sebanyak 7 kali selama 200 tahun
terakhir. Selanjutnya penyakit ini menyebar dari India ke Asia Tenggara, Cina,
Jepang, Timur Tengah, dan selatan Rusia. Pandemi kedua berlangsung dari tahun
1827-1835 yang tersebar di wilayah Amerika Serikat dan Eropa, yang dilanjutkan
dengan pandemi ketiga pada tahun 1839-1856, dimana wabah Kolera meluas
sampai Afrika Utara dan mencapai Amerika Selatan, dengan negara yang paling
parah terkena dampak wabah kolera di wilayah Amerika Selatan pada saat itu
adalah Brasil.
Pada tahun 1863-1875 terjadi pandemi keempat, wabah Kolera melanda
wilayah sub-Sahara Afrika. Pandemi kelima dan keenam berlangsung pada tahun
1881-1896 dan 1899-1923. Mesir, Jazirah Arab, Persia, India dan Filipina
merupakan negara yang terkena dampak paling parah epidemi. Sementara daerah
lain yang terkena wabah kolera, adalah Jerman pada tahun 1892 dan Naples 1910-
1911. Pandemi akhir atau pandemi ke tujuh terjadi pada tahun 1961 di Indonesia
yang ditandai oleh munculnya strain baru, yang dijuluki El Tor, dan masih
berlanjut hingga hari ini di negara-negara berkembang.
Pandemi ketujuh baru dimulai pada tahun 1961 ketika Vibrio pertama kali
muncul dan menyebabkan epidemi kolera di Sulawesi, Indonesia. Penyakit ini lalu

5
menyebar dengan cepat ke Negara Asia timur lainnya dan mencapai Bangladesh
pada tahun 1963, India pada tahun 1964 dan kawasan Soviet-Russia pada tahun
1965-1966. Pada januari 1991, epidemi kolera menyerang Amerika latin. Dimulai
di Peru, penyakit ini dibawa oleh nelayan ke Ekuador dan Kolombia dan dibawa
pelancong ke seluruh Amerika Tengah dan Selatan. Pada tahun pertama wabah ini
menyerang, sebanyak 400.000 kasus telah dilaporkan
Endemi dan epidemi kolera sering memperlihatkan suatu pola musiman.
Air serta makanan yang tercemar, terutama jenis kerang-kerangan, memegang
peranan besar dalam transmisi penyakit. Penyebaran dari orang ke orang jarang
ditemukan, tetapi mungkin terjadi di tempat terlalu padat penduduknya, karena
diperlukan jumlah organisme yang besar untuk menimbulkan infeksi, selain
hambatan asam lambung yang akan membunuh sebagian besar vibrio yang
tertular pada daerah-daerah endemis kolera, penyakit ini merupakan penyakit
anak-anak, di daerah pedesaan Banglades angka serangan penyakit adalah 5-10
kali lebih besar pada anak-anak berusia antara 2-9 tahun. Dibandingkan dengan
orang-orang dewasa, hal ini terjadi diakibatkan karena kekebalan yang timbul
karena paparan yang berulang terhadap V. Kolera. Kolera jarang dilaporkan terjadi
pada anak-anak berusia kurang dari 1 tahun, mungkin disebabkan oleh imunitas
pasif yang didapat dari ASI.3

2.4 Patogenesis
Setelah tertelan, vibrio harus melewati lingkungan asam lambung, apabila
berhasil vibrio akan membentuk koloni di usus kecil bagian atas yaitu pada
permukaan sel-sel epitel di dalam lapisan mukosa. Perlekatan terutama
diperantarai oleh Toxin Coregulated Pilus (TCP), dinamakan demikian karena
sintosis TCP diatur secara paralel dengan toksin kolera (Kolera Toxin, CT).
Toksin kolera adalah suatu toksin protein yang terutama menimbulkan
diare cair yang merupakan ciri khas kolera. Toksin kolera tersusun dari sebagian
enzimatikmonomerik (sub unit A) dan sebagian ikatan pentamerik (sub unit B).
Pentamer B berikatan pada ganglioside G M 1, suatu reseptor glikolipid
pada permukaan sel epitel jejenum, dan kemudian mengirim sub unit A ke target

6
sistoliknya. Sub unit A aktif (A 1) memindahkan secara irerversibel ribosa ADP
dan nikotinamid adenin dinukleotida (NAD) ke target protein spesifiknya,
komponen pengaturan ikatan GTP dari adenilat siklase dalam sel epitel usus.
Ketika rebosilasi ADP yang disebut protein G menaikan pengaturan sub unit
katalitik siklase, hasilnya adalah tingginya kadar AMP siklik (CAMP) dalam
akumulasi intraseluler.
CAMP sebaliknya menghambat sistem transpor ekskresi florida dalam sel
kriptus sehingga menimbulkan akumulasi natrium klorida dalam lumen usus.
Sejak air bergerak pasif untuk mempertahankan osmolitas, cairan isotonik
terakumulasi dalam lumen. Ketika volume cairan melebihi kapasitas penyerapan
usus, terjadi diare cair. Cairan diare yang hilang bersifat isotonis terhadap plasma
dan relatif mengandung konsentrasi tinggi bikarbonat dan kalium. Kehilangan
cairan dengan cara demikian ini biasanya mengakibatkan defisit isotonus natrium
dalam air, asidosis terjadi karena defisit biasa dan pengosongan kalium. Jika
cairan dan elektrolit yang keluar tidak diganti secara adekuat, dapat terjadi syok
karena dehidrasi berat dan asidosis karena kehilangan bikarbonat.3
Keparahan kehilangan cairan dan elektrolit pada kolera diansdingkan
dengan kehilangan karena enteropatogen lain yang menghasilkan enterotoksin yan
sangat terkait dengan toksin kolera misalnya E. coli, salmonella dapat akibat dari
toksin lain dalam virulensi V. kolera.3

2.5 Manifestasi Klinis


Diare cair dan muntah timbul sesudah masa inkubasi 6 jam sampai 72 jam
(rata-rata 2-3 hari) kadang-kadang sampai 7 hari. Kolera dimulai dengan awitan
diare berair tanpa rasa nyeri (tenesmus) dengan tiba-tiba yang mungkin cepat
menjadi sangat banyak dan sering langsung disertai muntah. Feses memiliki
penampakan yang khas yaitu cairan agak keruh dengan lendir, tidak ada darah dan
berbau agak amis. Kolera di juluki air cucian beras (rise water stool) karena
kemiripannya dengan air yang telah digunakan untuk mencuci beras. nyeri
abdominal di daerah umbilikal sering terjadi. Pada kasus-kasus berat sering
dijumpai muntah-muntah, biasanya timbul setelah awitan diare kurang lebih 25 %

7
penderita anak-anak mengalami peningkatan suhu rektum (38-39C), pada saat
dirawat atau pada 24 jam pertama perawatan gejala klinisnya sesuai dengan
penurunan volume cairan, pada kehilangan 3-5 % BB normal, mulai timbul rasa
haus.
Kehilangan 5-8 %, hipotensi postural, kelemahan, takikardia dan
penurunan turgor kulit, di atas 10% BB atau lebih merupakan diare masif, dimana
terdapat dehidrasi berat dan kolaps peredaran darah, dengan tanda-tanda tekanan
darah menurun (hipotensi) dan nadi lemah dan sering tak terukur, pernafasan
cepat dan dalam, oliguria, mata cekung pada bayi, ubun-ubun cekung, kulit terasa
dingin dan lembab disertai turgor yang buruk, kulit menjadi keriput, terjadi
sianosis dan nyeri kejang pada otot-otot anggota gerak, terutama pada bagian
betis. Penderita tampak gelisah, disertai letargi, somnolen dan koma. Pengeluaran
tinja dapat berlangsung hingga 7 hari. Manifestasi selanjutnya tergantung pada
pengobatan-pengobatan pengganti yang memadai atau tidak. Komplikasi biasanya
disebabkan karena penurunan volume cairan dan elektrolit. Komplikasi dapat
dihindari dan proses dapat dibatasi apabila diobati dengan cairan dan garam yang
menandai. Tanda awal penyembuhan biasanya adalah kembalinya pigmen empedu
di dalam tinja. Pada umumnya diare akan cepat berhenti.3

2.6 Diagnosis
Dalam menegakan suatu diagnosis kolera meliputi gejala klinis,
pemeriksaan fisik ,reaksi aglutinasi dengan anti serum spesifik dan kultur
bakteriologis. Menegakkan diagnosis penyakit kolera yang berat terutama diderah
endemik tidaklah sukar. Kesukaran menegakkan diagnosis biasanya terjadi pada
kasus-kasus yang ringan dan sedang, terutama di luar endemi atau epidemi.

1. Gejala klinik
Kolera yang tipik dan berat dapat dikenal dengan adanya berak-berak yang
sering tanpa mulas diikuti dengan muntah-muntah tanpa mual, cairan tinja
berupa air cucian beras, suhu tubuh yang tetap normal atau menurun dan

8
cepat bertambah buruknya keadaan pasien dengan gejala-gejala akibat
dehidrasi, renjatan sirkulasi dan asidosis yang jelas.4
2. Pemeriksaan Fisik.
Adanya tanda-tanda dehidrasi yaitu keadaan turgor kulit, mata cekung,
Ubun ubun besar yang cekung, mulut kering,denyut nadi lemah atau tiada,
takikardi, kulit dingin, sianosis, selaput lendir kering dan kehilangan
berat badan
3. Kultur Bakteriologis
Diagnosis pasti kolera tergantung dari keberhasilan mengisolasi V. Kolera
0 dari tinja penderita penanaman pada media seletif agar gelatin tiosulfat-
sitrat-empedu-sukrosa (TCBS) dan TTGA. Tampak pada TCBS organisme
V. Kolera menonjol sebagai koloni besar, kuning halus berlatar belakang
medium hijau kebiruan. Pada TTGA koloni kecil, opak dengan zone
pengkabutan sekelilingnya.
4. Reaksi aglutinasi dengan antiserum spesifik
Yaitu melalui penentuan antibodi-antibodi vibriosidal, aglutinasi dan
penetralisasi toksin, titer memuncrat dan ke 3 antibodi tersebut akan terjadi
7-14 hari setelah awitan penyakit-titer antibodi vibriosidal dan aglutinasi
akan kembali pada kadar awal dalam waktu 8-12 minggu setelah masa
ikubasi penyakit, sedangkan titer antitoksin akan tetap tinggi hingga 12-18
bulan. Kenaikan sebesar 4x atau lebih selama masa penyakit akut atau
penurunan titer selama masa penyembuhan.4
5. Pemeriksaan darah
Pada darah lengkap ditemukan angka leukosit yang meninggi yang
menunjukkan adanya suatu proses infeksi, pemeriksaan terhadap pH,
bikarbonat didalam plasma yang menurun, dan pemeriksaan elektrolit
untuk menentukan gangguan keseimbangan asam basa. 4
2.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding kolera adalah diare sekretoris lainnya dengan gambaran
klinis yang mirip dengan kolera ialah diare yang disebabkan oleh enterotoxigenic

9
E. Coli (ETEC), Shigella, salmonela. Dapat dibedakan berdasarkan simtom, gejala
klinis dan sifat tinja yaitu berdasarkan tabel berikut:5

Tabel 1. Simtom, gejala klinis dan sifat tinja

2.8 Penatalaksaan
Dengan mengetahui patogenesis dan patofisiologi penyakit kolera, maka
pengobatan pada kolera dapat di terapi secara tepat. Dasar pengobatan kolera
yaitu pengobatan yang bersifat simtomatik, causal, penggantian cairan dan
dietetik.6
a. Terapi cairan

10
Pengobatan utama pada kolera adalah penggantian cairan elektrolit dan
keseimbangan asam basa yang cepat dan adekuat, yaitu dengan
pemberian cairan yang tergantung pada dehidrasi ringan, sedang, berat
menurut WHO yaitu sebagai berikut : (tabel 2).

Tabel 2. Penentuan Derajat Dehidrasi Menurut WHO

Rehidrasi dilaksanakan dua tahap yaitu : terapi rehidrasi dan maintenance.


Penderita dehidrasi berat dengan shock hipovolemik harus segera diberi cairan
pengganti secara intravena. Pada anak yang berusia lebih muda dapat menerima
cairan kurang lebih 30 ml/tts selama satu jam pertama, 40 ml/ts/dalam 2 jam
berikutnya serta kurang lebih 40 mg/kg selama jam ketiga dan selanjutnya pada
anak-anak yang berusia lebih lanjut dan orang dewasa biasanya diberikan jumlah

11
keseluruhan tersebut dalam 3-4 jam sedangkan kecepatan dan jumlah yang tepat
dari cairan pengganti serta pemeliharaan selanjutnya disesuaikan dengan derajat
dehidrasi dan pengeluaran tinja yang terus berlangsung. Sesudah itu biasanya
dapat dimulai terapi oral dengan tujuan mempertahankan cairan yang masuk agar
sama dengan yang keluar. 6
Monitoring atau pemantauan yang cermat dan teliti terhadap tanda-tanda
vital seperti tensi, nadi, respirasi, suhu serta perlu diperhatikan adanya ronkhi
paru-paru yang sering akibat edema paru dan edema kelopak mata, untuk
mencegah terjadinya hidrasi berlebihan. cairan intravena yang dipilih yang dapat
menggantikan kehilangan cairan isotonus dan elektrolit yang terjadi melalui tinja
kolera dan WHO mengemukakan bahwa RL sebagai larutan yang terbaik dan
perlu ditambahkan kalium klorida (sebanyak 10 m Ek/l) atau diberikan per oral
jika fungsi ginjal baik untuk mencegah hipokalemia berat. Rehidrasi oral dapat
diberikan secukupnya adalah tindakan utama kecuali apabila anak kesadarannya
kurang, muntah terus menerus, menderita ileus dan dalam keadaan syok pada
keadaan ini yang paling tepat adalah rehidrasi intravena.
Penderita dengan derajat dehidrasi sedang atau ringan mula-mula dapat
diberikan cairan pengganti oral dengan tujuan mempertahankan cairan yang
masuk agar sama dengan yang keluar. Larutan tersebut dapat dibuat dengan
menggunakan air minum biasa yang bersih (Oralit).
Penderita dengan dehidrasi sedang mendapatkan 100 mg/kg larutan garam
dehidrasi oral selama 4 jam dan 50 ml/kg dalam waktu yang sama diberikan
kepada penderita dengan dehidrasi ringan. 6
Penderita dengan derajat dehidrasi ringan larutan oral dapat diberikan
sebanyak 100 m/kg/hari hingga diare berhenti. Bayi yang disusui ASI hendaknya
dipertahankan untuk menyusui secara libitum selama pengobatan. Serta ibu harus
menjaga kebersihan dirinya, seperti sebelum dan sesudah menyusui ibu harus
mencuci tangan dengan sabun dibawah air berish dan sabun serta ibu harus
menjaga kebersihan putting susu ibu.

b. Terapi causal

12
Pengobatan berdasarkan causal yaitu pemberian antibiotika merupakan obat
utama untuk membunuh kuman vibrio dan memperpendek masa dan volume diare
secara bermakna. Tetrasiklin dengan dosis 50 mg/kgBB/hari selama 3 hari, atau
chloramphenikol dengan dosis 50-100 ml/kgBB/hari selama 5 hari atau dapat
diberikan doksisiklin 4 mg/kgBB/selama 3 hari. 6

c. Terapi berdasarkan simtomatik


Pemberian antipiretik dengan preparat salisilat (asetosal, aspirin) yang
berguna untuk menurunkan panas yang terjadi akibat dehidrasi atau panas karena
infeksi penyerta, juga dapat mengurangi sekresi cairan yang keluar bersama tinja
Pemberian antiemetik seperti chlorpromazine (largactil) terbukti selain mencegah
muntah dapat juga mengurangi sekresi dan kehilangan cairan bersama tinja.
Pemberian dalam dosis adekuat 1 mg/kgBB/hari. 6

d. Terapi dietetik
Bahan makanan yang kaya energi atau tinggi kalori, protein dan mengandung
kalium dapat diberikan. Perhatian pada masukan makanan sangat penting dan
harus dimulai sesegera difisit telah terganti untuk meminimalkan dampak nutrisi
pada penyakit. Bayi yang disusui ASI tetap diberikan secara libitum untuk
mengatasi kehilangan cairan dan mencegah gangguan status gizi penderita. 6

2.9 Pencegahan
Tindakan pencegahan terbaik terhadap kolera adalah menghindari
makanan dan air yang tercemar dengan pengadaan air bersih, fasilitas
pembuangan feses yang bersih, peningkatan gizi, dan perhatian pada persiapan
makan dan penyimpanan di rumah dapat menurunkan insidensi kolera secara
bermakna. 7
Pemberian vaksin dapat diberikan pada individu-individu yang berisiko
tinggi pada suatu daerah endemik kolera. Dengan imunisasi dengan vaksin
standard yaitu pemberian seluruh sel bakteri mati yang mengandung 10 biliun
vibrio mati per ml, hanya memberikan proteksi 60-80% untuk masa 3-6 bulan.
Vaksin disini tidak berpengaruh pada carier dalam pencegahan penularan,

13
sehingga vaksin kolera tidak efektif untuk mengatasi suatu keadaan endemik.
Hingga saat ini higieni saja yang memberikan pencegahan yang mantap. 7
Dengan adanya pengendalian terhadap wabah dengan mengusahakan
untuk mengenali kontak kasus dan mengobati karier yang membawanya, sehingga
keduanya merupakan hal yang sangat penting untuk mengurangi angka kesakitan
dan kematian. 7
Dua jenis vaksin secara oral tersedia saat ini yaitu an attenuated live
vaccine berdasarkan genetically modified V.cholerae galur O1 (Orochol) yang
diberikan dalam dosis tunggal dan sel dari galur O1 V.cholerae yang sudah
dimatikan dengan purified cholera toxin (Dukoral) yang memberikan pencegahan
yang sangat kuat diberikan dalam 2 dosis 1-6 minggu secara terpisah. Orochol
tidak dianjurkan bagi wisatawan untuk penggunaan secara rutin bila berkunjung
ke daerah endemik kolera, kecuali mereka yang mempunyai risiko tinggi seperti
petugas kesehatan yang bertugas di derah endemik. Wisatawan dianjurkan makan
dan minum yang bersih. Dosis ulang dibutuhkan karena imunitas tidak
berlangsung lama. Vaksin Dokoral saat ini sedang dicoba di Mozambique untuk
menurunkan insidens pada populasi yang berisiko tinggi. Vaksin baru sedang
dicoba berdasarkan pemahaman molekuler dari patognenitas kolera.
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk kolera adalah:
1. Hanya minum air yang matang dan air kemasan yang di jual di toko.
2. Gunakan air bersih untuk memasak, mencuci piring, sikat gigi, mandi,
mencuci baju.
3. Hati-hati jika mencampur minuman dengan es batu, jangan menggunakan es
batu dengan air mentah.
4. Jangan makan daging mentah atau makanan laut yang kurang matang.
5. Cuci dan kupas buah atau sayuran saat akan mengkonsumsinya.
6. Selalu cuci tangan pakai sabun sebelum dan sesudah makan.
7. Miliki fasilitas MKC dengan pembuangan limbah yang baik agar tidak
mengkontaminasi air bersih di sumur.

2.10 Prognosis

14
Prognosis tergantung pada kecepatan dimulainya pemberian terapi yang sesuai.
Dengan pengobatan yang adekuat, hampir semua pasien kolera benar-benar
sembuh dan angka kematian dapat diturunkan sampai 0%.8

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 IHR dan PHEIC


IHR (International Health Regulation) adalah suatu instrumen
internasional yang secara resmi mengikat untuk diberlakukan oleh seluruh negara
anggota WHO, maupun bukan negara anggota WHO tetapi setuju untuk
dipersamakan dengan negara anggota WHO.9

15
Dalam IHR (2005) dipersiapkan Legal Framework guna pengumpulan
informasi secara cepat dan tepat dalam menentukan apakah suatu kejadian
merupakan Public Health Emergency of International Concern
(PHEIC)/Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia, yang
diharapkan berguna bagi suatu negara untuk mendapatkan bantuan. Di samping
itu, dipersiapkan pula prosedur pelaporan baru yang bertujuan untuk mempercepat
alur informasi secara cepat dan akurat kepada WHO tentang potensi PHEIC yang
dapat dilaksanakan oleh suatu negara yang mengalami PHEIC, negara lainnya dan
pengelola transportasi. 9
Setiap negara anggota diwajibkan untuk mengembangkan, memperkuat,
dan mempertahankan kem ampuan dasar pada setiap level administrasi, agar dapat
mendeteksi melaporkan, serta menangani risiko kesehatan masyarakat yang
berpotensi menimbulkan PHEIC. Di samping itu, juga dibutuhkan kemampuan
khusus untuk melaksanakan pemeriksaan di bandara, pelabuhan dan lintas batas
darat.
Untuk membantu suatu negara mengidentifikasi apakah suatu keadaan
merupakan PHEIC, IHR (2005) mempersiapkan instrumen yang mengarahkan
negara untuk mengkaji suatu kejadian di wilayahnya dan menginformasikan
kepada WHO setiap kejadian yang merupakan PHEIC sesuai dengan kriteria
sebagai berikut : 9
1. Berdampak/berisiko tinggi bagi kesehatan masyarakat
2. KLB atau sifat kejadian tidak diketahui
3. Berpotensi menyebar secara internasional
4. Berisiko terhadap perjalanan ataupun perdagangan

Apabila suatu kejadian dianggap sebagai PHEIC, WHO akan membentuk


Emergency Commitee yang independen untuk mengkaji dan menginformasikan
perkembangannya dengan memberi saran kepada Direktur Jenderal WHO. 9

16
Gambar 1.2. Kriteria Penentuan PHEIC
Sumber : Global Health, Buku Saku IHR, pdf
3.2 Telaah Kolera Terkait Potensial PHEIC
Salah satu tujuan IHR (2005) yakni mencegah, melindungi terhadap dan
menanggulangi penyebaran penyakit antar negara tanpa pembatasan perjalanan
dan perdagangan yang tidak perlu. Penyakit yang dimaksud ialah penyakit
menular yang sudah ada, baru dan yang muncul kembali serta penyakit tidak
menular yang bisa menyebabkan PHEIC/Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang
Meresahkan Dunia. 10
Makin canggihnya alat transportasi dan komunikasi. Hal ini menyebabkan
dunia manusia bebas bergerak dan bepergian keseluruh pelosok dunia dengan

17
mudah dan cepat. Hal ini antara lain mengakibatkan makin mudah berpindahnya
penyakit menular khususnya kolera sehingga berpotensi sebagai PHEIC.
Kontaminasi air yang dikonsumsi oleh manusia oleh feses yang
mengandung kuman kolera merupakan penyebab penyakit kolera. Selain itu,
makanan seperti sayuran yang dipupuk dengan kotoran manusia dan tidak
dibersihkan pada waktu mengkonsumsinya. Pada feses penderita kolera dijumpai
jutaan atau lebih kuman Vibrio cholerae dalam setiap mililiter fesesnya.
Penyebaran penyakit kolera ini dapat melalui jalur trtansportasi baik laut maupun
udara, rute perdagangan dan rute perpindahan penduduk. penyakit ini menyebar
melalui kontak orang ke orang yang melibatkan individu yang terinfeksi ringan
atau asimptomatis (carrier), melalui air, makanan yang terkontaminasi dengan
tinja. Kuman ini dapat bertahan hidup di air selama 3 minggu. 10
Kolera ditransmisikan melalui meminum air atau memakan makanan yang
terkontaminasi dengan bakteri kolera. Wabah kolera dapat terjadi secara sporadis
diberbagai belahan dunia, dimana suplai air, sanitasi, dan higienitasnya tidak
memadai. Wilayah dengan jumlah penduduk yang sangat padat dan tingkat
sanitasi yang sangat rendah seringkali menjadi langganan tempat persinggahan
bagi penyakit ini.
Keadaan wilayah di Indonesia dan didukung dengan pola hidup
masyarakat didaerah daerah pinggiran yang kurang memperhatikan kesehatan
lingkungan akan membuat penyebaran penyakit ini berlangsung cepat. Karena
selain air yang terkontaminasi oleh bakteri V.Cholera, penyakit ini juga
diperantarai oleh lalat. Jika lalat tersebut hinggap ditempat yang ada feces orang
yang terinfeksi kolera dan kemudian terbang kemakanan yang tidak ditutup rapat,
maka akan sangat mungkin sekali orang yang memakan makanan tersebut akan
terjangkit kolera, dengan gejala awalnya adalah menderita diare akut. Setiap orang
bisa terkena kolera, namun anakanak lebih banyak yang meninggal akibat
penyakit ini, karena mereka lebih cepat mengalami dehidrasi dibandingkan
dengan orang dewasa. Tanpa penanganan yang tepat, tingkat kematian akibat
penyakit ini bisa mencapai 50%. Sehingga apabila terjadi endemik kolera

18
penanganan yang tepat dan akurat dari pemerintah merupakan hal sangat penting
dilakukan. 10

3.3 Telaah Pemetaan Penyakit Cholera Terkait Potensial PHEIC

Pada tahun 2015 dilaporkan oleh WHO terjadi 172.454 kasus dengan 1304
dilaporkan mengalami kematian (CFR 0,75%). Wabah terus terjadi di beberapa
negara. Secara keseluruhan dilaporkan 41% kasus terjadi di Afrika, 37% di Asia
dan 21% di Amerika. Kolera masih menjadi masalah utama kesehatan di dunia,
khususnya bagi negara-negara berkembang yang tidak memiliki sarana sanitasi
dan sumber daya air yang memadai.
Pada tahun 2015 di benua Afrika, 16 negara melaporkan total 71.176
kasus, dengan 937 kasus kematia. Dibandingkan dengan tahun 2014 jumlah kasus
105.287, menurun 32%.10
Di benua amerika dilaporkan sebanyak 36.664 kasus dan 337 kematian.
Lima negara yang melaporkan adanya kasus kolera adalah Kuba, Rrepublik
Dominika, Haiti, Meksiko dan Amerika Serikat.beberapa kasus berkaitan dengan
konsumsi makanan laut (seafood) yang di impor dari luar negeri.
Di Asia 13 negara melaporkan adanya kasus kolera sebanyak 64.590
dengan 30 kasus kematian. Hal ini terjadi peningkatan sebanyak 14 % dari tahun
2014.
Berdasarkan pengalaman, menunjukkan bahwa karantina dan embargo
pada pergerakan orang dan barang tidak efektif dalam mengendalikan penyebaran
penyakit kolera. Negara dengan yang terkena kolera di harapkan kesigapannya
untuk dapat mendeteksi dan menanggapi wabah kolera yang ada. Edukasi harus
diberikan kepada masyarakat dan wisatawan tentang resiko kolera, gejala,
pencegahan dan kapan serta dimana melaporkan kasus yang terjadi.

19
Gambar 2. Distribusi Negara Dengan Kolera Tahun 2010-2015

Tabel 4. Negara-Negara Terkait Kasus Kolera di Wilayah Afrika8


Perkiraan Perkiraan
Tingkat Kasus
N Populasi Jumlah Jumlah
Negara Kejadian
Kasus
Kematian
Kematian
O Berisiko /1000 (%)
Tahunan Pertahun
1 Nigeria 110.198.36 2.00 220.397 3,80 8.375
8
2 Ghana 20.866.095 2.00 41.732 3,80 1.586
3 Madagaskar 17.917.602 2.00 35.835 3,80 1.362
4 Niger 14.463.309 2.00 28.927 3,80 1.099
5 Bukina Faso 12.898.436 2.00 25.797 3,80 980
6 Mali 10.909.050 2.00 21.818 3,80 829
7 Kamerun 10.518.415 2.00 21.037 3,80 799
8 Chad 10.197.079 2.00 20.394 3,80 775
9 Guinea 8.918.347 2.00 17.837 3,80 678
10 Benin 8.273.524 2.00 16.547 3,80 629
11 Angola 8.210.632 2.00 16.421 3,80 624
12 Senegal 6.216.271 2.00 12.433 3,80 472
13 Togo 5.486.232 2.00 10.972 3,80 417
14 Sierra Leone 5.004.219 2.00 10.008 3,80 380
15 Liberia 3.245.552 2.00 6.491 3,80 247
16 Mauritania 2.670.971 2.00 5.342 3,80 203
17 Guinea-Bissau 1.269.299 2.00 2.539 3,80 96
18 Gabon 1.042.669 2.00 2.085 3,80 79
19 Gambia 537.805 2.00 1.036 3,80 41

20
20 Comoros 437.172 2.00 874 3,80 33
21 Cape Verde 190.164 2.00 380 3,80 14
22 Sao Tome and 131.889 2.00 264 3,80 10
Principe
23 Ethiopia 68.805.272 4,00 275.221 3,80 10.458
24 Democratic 47.265.282 4,00 189.061 3,80 7.184
Republic of Congo
25 United Republic of 40.475.997 4,00 161.904 3,80 6.152
Tanzania
26 Kenya 27.818.252 4,00 111.273 3,80 4.228
27 Uganda 22.431.561 4,00 89.726 3,80 3.410
28 Mozambique 19.653.157 4,00 78.613 3,80 2.987
29 Cote Divoire 14.422.207 4,00 57.689 3,80 2.192
30 Zimbabwe 7.846.187 4,00 31.385 3,80 1.193
31 Malawi 7.356.710 4,00 29.427 3,80 1.118
32 South Sudan 7.356.287 4,00 29.425 3,80 1.118
33 Zambia 6.872.832 4,00 27.491 3,80 1.045
34 Eritrea 5.454.101 4,00 21.816 3,80 829
35 Burundi 4.985.687 4,00 19.943 3,80 758
36 Rwanda 4.876.529 4,00 19.506 3,80 741
37 Congo 3.371.606 4,00 13.486 3,80 512
38 Central African 2.870.948 4,00 11.484 3,80 436
Republic
39 Lesotho 1.486.602 4,00 5.946 3,80 226
40 Namibia 1.481.698 4,00 5.927 3,80 225
41 Swaziland 513.054 4,00 2.052 3,80 78
Keterangan: Nigeria merupakan negara dengan endemik kolera terbesar di
Afrika. Negara-negara di afrika beresiko besar terkena penyakit kolera karena
mayoritas masyarakatnya memiliki sanitasi yang buruk dan sosio-ekonomi yang
rendah.

Tabel 5. Negara-Negara Terkait Kasus di Wilayah Amerika 8


Perkiraan Perkiraan
Tingkat Kasus
Populasi Jumlah Jumlah
NO Negara Kejadian
Kasus
Kematian
Kematian
Berisiko /1000 (%)
Tahunan Pertahun
42 Dominican Republic 1.702.855 5,70 9.639 1,40 138
43 Jamaica 548.297 0,10 55 1,00 1
44 Saint Lucia 62.089 0,10 6 1,00 0
45 Haiti 8.214.012 26,00 210.589 1,20 2.584
Keterangan : Di benua Amerika Haiti merupakan negara terbesar endemis kolera.
Terakhir pada tahun 2016 terjadi wabah kolera di haiti yang di akibatkan oleh

21
tindakan pasukan perdamaian PBB yang mengalirkan selokan yang terinfeksi ke
sungai.

Tabel 6. Negara-Negara Terkait Kasus Kolera di Wilayah


Mediterania Tinur8
Perkiraan Perkiraan
Tingkat Kasus
Populasi Jumlah Jumlah
NO Negara Kejadian
Kasus
Kematian
Kematian
Berisiko /1000 (%)
Tahunan Pertahun
46 Sudan 26.382.481 1,64 43.267 3,20 1.358
47 Afghanistan 17.890.622 1,64 29.341 3,20 939
48 Yemen 10.698.614 1,64 17.546 3,20 561
49 Somalia 7.419.853 1,64 12.169 3,20 389
50 Djibouti 417.018 1,64 684 3,20 22
Keterangan : sudan merupakan negara terbanyak dengan kasus kejadian kolera.

Tabel 7. Negara-Negara Terkait Kasus Kolera di Wilayah Eropa8


Perkiraan Perkiraan
Tingkat Kasus
Populasi Jumlah Jumlah
NO Negara Kejadian
Kasus
Kematian
Kematian
Berisiko /1000 (%)
Tahunan Pertahun
51 Tajikistan 457.640 0,10 46 1.00 0
Keterangan : Tajikistan berbatasan dengan Afganistan yang merupakan negara
endemis kolera. Kasus terakhir kolera dilaporkan sebanyak 7 kasus pada tahun
2009.

Tabel 8. Negara-Negara Terkait Kasus Kolera di Wilayah Asia Tenggara 8


Perkiraan Perkiraan
Tingkat Kasus
Populasi Jumlah Jumlah
NO Negara Kejadian
Kasus
Kematian
Kematian
Berisiko /1000 (%)
Tahunan Pertahun
52 Indonesia 5.107.432 0,45 2.298 1,00 23
53 India 411.700.175 1,64 675.188 3,00 20.256
54 Bangladesh 66.495.209 1,64 109.052 3,00 3.272
55 Nepal 18.523.751 1,64 30.379 3,00 911
56 Timor-Leste 572.109 1,64 938 3,00 28
57 Bhutan 401.486 1,64 658 3,00 20

22
Keterangan: India merupakan negara dengan jumlah kolera terbesar karena
merupakan salah satu negara berkembang dengan sarana air bersih yang minim
dan sanitasi yang buruk.

Tabel 9. Negara-Negara Terkait Kasus Kolera di Wilayah Pasifik Barat8


Perkiraan Perkiraan
Tingkat Kasus
Populasi Jumlah Jumlah
NO Negara Kejadian
Kasus
Kematian
Kematian
Berisiko /1000 (%)
Tahunan Pertahun
58 China 10.838.800 0,10 9.084 1,00 91
59 Philippines 24.295.524 0,10 2.430 1,00 24
60 Combodia 9.911.802 0,10 991 1,00 10
61 Papua New 3.772.420 0,10 377 1,00 4
Guinea
62 Lao Poeples 3.325.771 0,10 333 1,00 3
Democratic
Republic
63 Solomon Islands 357.984 0,10 36 1,00 0
64 Vanuatu 101.609 0,10 10 1,00 0
65 Micronesia (Fed. 77.714 0,10 8 1,00 0
States of)
66 Kiribati 65.488 0,10 7 1,00 0
67 Marshall Islands 13.107 0,10 1 1,00 0
68 Palau 6.755 0,10 1 1,00 0
69 Nauru 3.509 0,10 1 1,00 0
TOTAL 1.264.311.192 2.855.714 95.284
Keterangan: Filipina merupakan negara dengan jumlah kolera terbesar karena
merupakan salah satu negara berkembang dengansanitasi yang buruk. Dilaporkan
pada tahun 2011 sebanyak 210.700 kasus.
BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
1. Kolera adalah suatu penyakit akut yang menyerang saluran pencernaan yang
disebabkan oleh kelompok enterotoksin yang dihasilkan oleh vibrio Kolera
yang ditandai dengan diare cair ringan, diare cair berat dengan muntah yang

23
dengan cepat dapat menimbulkan syok hipovolemik, asidosis metabolik dan
tidak jarang menimbulkan kematian.
2. Penyebab kolera adalah mikroorganisme berbentuk batang, berukuran pendek,
sedikit melengkung, dapat bergerak, bersifat gram negatif dan mempunyai
flagela polar tunggal. Biasanya penyebaran melalui makanan dan air yang
terkontaminasi merupakan media perantara penularan kolera. Penularan
biasanya terjadi di tempat yang padat penduduknya dengan tingkat sosial
ekonomi dan gizi penduduk yang rendah dan keadaan sanitasi lingkungan
yang tidak bersih.
3. Manifestasi klinisnya diare cair dan muntah biasanya timbul sesudah masa
inkubasi 6 jam sampai 72 jam. Diare tanpa rasa nyeri (tenesmus). Feses yang
khas yaitu cairan agak keruh dengan lendir, tidak ada darah dan berbau agak
amis atau seperti cucian air beras (Rice Water Stool).
4. Salah satu tujuan IHR (2005) yakni mencegah, melindungi terhadap dan
menanggulangi penyebaran penyakit antar negara tanpa pembatasan
perjalanan dan perdagangan yang tidak perlu. Penyakit yang dimaksud ialah
penyakit menular yang sudah ada, baru dan yang muncul kembali serta
penyakit tidak menular yang bisa menyebabkan PHEIC/Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia

4.2 Saran
4.2.1 Untuk KKP :
1. KKP perlu sosialisasi kepada masyarakat di sekitar pelabuhan ataupun
bandar udara terkait penyakit kolera.
2. Mengecek dan mengamati secara teliti setiap orang yang akan ataupun
yang pulang dari negara yang endemik kolera.

24
4.2.2 Untuk Lintas Sektor :
1. Dinas Kesehatan : Meningkatkan upaya promitif dan preventif
terhadap penyakit kolera terutama bagi masyarakat ekonomi
menengah kebawah.
2. DIRJEN Imigrasi : perlu mengetahui negara-negara yang endemik
penyakit kolera serta berkoordinasi dengan pihak KKP untuk
melakukan tindakan selanjutnya.
3. Pemerintah Kab/Kota/Provinsi/Pusat : Memberikan perhatian lebih
kepada lingkungan masyarakatnya baik lingkungan fisik, lingkungan
sosial dan meningkatkan perekonomian masyarakat.

4.2.3 Untuk pelaku perjalanan Internasional :


1. Perlu dilakukan vaksinasi sebelum berangkat ke negara endemik
kolera.
2. Hati-hati dalam mengkonsumsi makanan dan minuman.
3. Sering mencuci tangan dengan air bersih dan sabun.

4.2.4 Untuk masyarakat :


8. Hanya minum air yang matang dan air kemasan yang di jual di toko.
9. Gunakan air bersih untuk memasak, mencuci piring, sikat gigi, mandi,
mencuci baju.
10. Hati-hati jika mencampur minuman dengan es batu, jangan
menggunakan es batu dengan air mentah.
11. Jangan makan daging mentah atau makanan laut yang kurang matang.
12. Cuci dan kupas buah atau sayuran saat akan mengkonsumsinya.
13. Selalu cuci tangan pakai sabun sebelum dan sesudah makan.
14. Miliki fasilitas MKC dengan pembuangan limbah yang baik agar tidak
mengkontaminasi air bersih di sumur.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Noersahid H Suraatmadja S dan Asnil P.O, Gastroenteritis Akut


Gastroenterologi Anak Praktis, FKUI 1988, hal 51-70.
2. Cholera. [available at : http//www.who.int/cholera/en/] diakses 10-02-
2017.

26
3. Riskesdas tahun 2013. [Available at : http/www.depkes.go.id/] diakses 10-
02-2017
4. Gomez H.F dan Cleary T.G., Kolera, Nelson, Ilmu Kesehatan Anak,
Bagian 2, edisi 12, EGC, Jakarta, 1992, hal 102
5. Keusch G.T dan Deresiewicz R.L., Kolera, Harrison Prinsip-prinsip Ilmu
Penyakit Dalam, Volume 4, Edisi 5, EGC, Jakarta, 2000, hal 766-768.

6. Puspandari N. Investigasi Penyebab Kejadian Luar Biasa Kolera di Jember


Terkait Cemaran Sumber Air. 2012. Purworejo. [available at: http://e-
journal.akbid-purworejo.ac.id/index.php/jkk2/article/view/47] diakses 11-
02-2017
7. Soemarsono H.S., Kolera, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi 3,
Buku Penerbit FKUI, Jakarta, 1996, hal 443

8. Hassan R dkk, Kholerae, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1985, hal
302-306.
9. Rohde J.E dan Baswedan S, Diare, Prioritas Pediatri di Negera Sedang
Berkembang, Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta, 1979, hal 203-211.
10. Country-specific cholera cases and deaths. [Available at :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4455997/table/pntd.00038
32.t002/] Diakses 10-02-2017.

27

Anda mungkin juga menyukai