Me Is Midwife
7 years ago
Advertisements
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
1. Rumusan Masalah
1. Bagaimana strategi seorang bidan membantu klien dalam mengambil keputusan?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan?
3. Apa saja tipe pengambilan keputusan?
4. Bagaimana cara kita memberikan informasi yang efektif?
5. Apa saja jenis-jenis keputusan yang dapat diambil oleh klien?
6. Jelaskan saat-saat sulit dalam penerapan KIP/K!
7. Apa saja elemen-elemen dasar pengambilan keputusan?
8. Bagaimana kesulitan-kesulitan saat konseling?
9. Bagaimana upaya untuk mengatasi kesulitan pengambilan keputusan?
1. Tujuan Penulisan
2. Untuk mengetahui strategi seorang bidan membantu klien dalam mengambil keputusan
3. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan
4. Untuk mengetahui tipe pengambilan keputusan
5. Untuk mengetahui cara memberikan informasi yang efektif pada klien
6. Untuk mengetahui jenis-jenis keputusan yang dapat diambil oleh klien
7. Untuk mengetahui saat-saat sulit dalam penerapan KIP/K
8. Untuk mengetahui elemen-elemen dasar pengambilan keputusan
9. Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan saat memberikan konseling
10. Untuk mengetahui upaya untuk mengatasi kesulitan pengambilan keputusan.
1. Manfaat Penulisan
1. Dapat mengetahui strategi seorang bidan membantu klien dalam mengambil keputusan
2. Dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan
3. Dapat mengetahui tipe pengambilan keputusan
4. Dapat mengetahui cara memberikan informasi yang efektif pada klien
5. Dapat mengetahui jenis-jenis keputusan yang dapat diambil oleh klien
6. Dapat mengetahui saat-saat sulit dalam penerapan KIP/K
7. Dapat mengetahui elemen-elemen dasar pengambilan keputusan
8. Dapat mengetahui kesulitan-kesulitan saat memberikan konseling
9. Dapat mengetahui upaya untuk mengatasi kesulitan pengambilan keputusan.
BAB II
PEMBAHASAN
Kemampuan dalam mengambil keputusan adalah sangat penting bagi klien untuk
menyelesaikan masalah kegawatdaruratan terutama yang berhubungan dengan
kebidanan. Dalam konseling pengambilan keputusan mutlak diambil oleh klien, bidan
hanya membantu agar keputusan yang diambil klien tepat.
(3) Analisis keputusan (Decision Analysis): didasarkan pada pola berpikir mengambil
pilihan.
Lingkungan eksternal meliputi aspek sosial, budaya, ekonomi, politik, alam dan
pembatasan-pembatasan suatu negara berupa “quota”. Sedangkan lingkungan internal
meliputi mutu rendah, kurangnya promosi, pelayanan konsumen tidak memuaskan dan
sales/ agen tidak bergairah.
kondisi
kehendak
konsekuensinya
2. Bantu klien dalam pengambilan keputusan dengan memberikan saran yang sesuai
dengan riwayat kesehatannya, keinginan pribadi dan situasi.
1. Fisik
Pengambilan keputusan berdasarkan pertimbangan fisik (tidak berat dan tidak memforsir
tenaga).
2. Emosional
3. Rasional
4. Praktikal
5. Interpersonal
Hubungan antara satu orang dan orang lain mempengaruhi tindakan individu.
6. Struktural
4. Pengambilan keputusan yang reaktif. Sering kali dilakukan dalam situasi marah
dan tergesa-gesa.
d. Beri kesempatan klien bertanya dan minta klien mengulang hal-hal penting.
Tiga langkah dasar dalam memberikan nasihat atau penyuluhan pada klien:
1. memberi penjelasan, misalnya cara memberi salep mata, mengeringkan telinga, mengobati
luka di mulut, menyiapkan larutan oralit, atau melegakan tenggorok.
2. Memberi contoh, misalnya cara memegang anak pada saat di beri salep mata, menyiapkan
sumbu untuk mengeringfkan telinga, cara mencampur satu bungkus oralit dalam air yang
benar, cara membubuhi gention violet di mulut anak, cara melegakan tenggorok dengan
bahan atau obat yang aman dan dapat dibuat sendiri di rumah.
3. Memberi kesempatan untuk mempraktikan, misalnya cara membubuhi salep pada mata
bayi, mencampur dan melarutkan oralit, memberi dosis pertama anti biotik
E. Jenis-jenis Keputusan
Keputusan yang diprogram merupakan keputusan yang bersifat rutin dan dilakukan
secara berulang-ulang sehingga dapat dikembangkan suatu prosedur tertentu. Keputusan
yang diprogram terjadi jika permasalahan terstruktur dengan baik dan orang-orang tahu
bagaimana mencapainya. Permasalahan ini umumnya agak sederhana dan solusinya
relatif mudah. Di perguruan tinggi keputusan yang diprogram misalnya keputusan
tentang pembimbingan KRS, penyelenggaraan Ujian Akhir Semester, pelaksanaan
wisuda, dan lain sebagainya (Gitosudarmo, 1997).
Keputusan yang tidak diprogram adalah keputusan baru, tidak terstrutur dan tidak dapat
diperkirakan sebelumnya. Tidak dapat dikembangkan prosedur tertentu untuk
menangani suatu masalah, apakah karena permasalahannya belum pernah terjadi atau
karena permasalahannya sangat kompleks dan penting. Keputusan yang tidak diprogram
dan tidak terstruktur dengan baik, apakah karena kondisi saat itu tidak jelas,metode
untuk mencapai hasil yang diingankan tidak diketahui,atau adanya ketidaksamaan
tentang hasil yang diinginkan (Wijono,1999).
Keputusan yang tidak diprogram memerlukan penanganan yang khusus dan proses
pemecahan masalah dengan intuisi dan kreatifitas. Tehnik pengambilan keputusan
kelompok biasanya dilakukan untuk keputusan yang tidak diprogram. Hal ini
disebabkan oleh karena keputusan yang tidak diprogram biasanya bersifat unik dan
kompleks, dan tanpa kriteria yang jelas, dan umumnya dilingkari oleh kontroversi dan
manuver politik (Wijono, 1999). Gillies (1996), menyebutkan bahwa keputusan yang
tidak diprogram adalah keputusan kreatif yang tidak tersusun, bersifat baru, dan dibuat
untuk menangani suatu situasi dimana strategi/ prosedur yang ditetapkan belum
dikembangkan.
Pengambilan keputusan yang terpaksa, karena sudah kritis: sesuatu yang harus
segera dilaksanakan.
Pengambilan keputusan yang reaktif: ”kamu telah melakukan hal itu untuk saya,
karenanya saya akan melakukan itu untukmu” sering kali dilakukan dalam situasi marah
atau tergesa-gesa.
Menetapkan tujuan
Mengidentifikasi permasalahan
Melaksanakan keputusan
Jika salah satu dari alternatif yang terbaik telah dipilih, maka keputusan tersebut
kemudian harus diterapkan. Sekalipun langkah ini sudah jelas, akan tetapi sering kali
keputusan yang baik sekalipun mengalami kegagalan karena tidak diterapkan dengan
benar. Keberhasilan penerapan keputusan yang diambil oleh pimpinan bukan semata-
mata tanggung jawab dari pimpinan akan tetapi komitmen dari bawahan untuk
melaksanakannya juga memegang peranan yang penting (Gillies, 1996; Gitosudarmo,
1997). Dalam mengevaluasi dan memilih alternatif suatu keputusan seharusnya juga
mempertimbangkan kemungkinan penerapan dari keputusan tersebut. Betapapun
baiknya suatu keputusan apabila keputusan tersebut sulit diterapkan maka keputusan itu
tidak ada artinya. Pengambil keputusan membuat keputusan berkaitan dengan tujuan
yang ideal dan hanya sedikit mempertimbangkan penerapan operasionalnya
(Gitosudarmo, 1997).
Setelah keputusan diterapkan, pengambil keputusan tidak dapat begitu saja menganggap
bahwa hasil yang diinginkan akan tercapai. Mekanisme sistem pengendalian dan
evaluasi perlu dilakukan agar apa yang diharapkan dari keputusan tersebut dapat
terealisir. Penilaian didasarkan atas sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan
yang bersifat khusus dan mudah diukur dapat mempercepat pimpinan untuk menilai
keberhasilan keputusan tersebut. Jika keputusan tersebut kurang berhasil, dimana
permasalahan masih ada, maka pengambil keputusan perlu untuk mengambil keputusan
kembali atau melakukan tindakan koreksi. Masing-masing tahap dari proses
pengambilan keputusan perlu dipertimbangkan dengan hati-hati, termasuk dalam
penetapan sasaran tujuan (Wijono, 1999; Gitosudarmo, 1997).
1. Diam
Klien dan konselor telah mencapai akhir suatu ide dan semata-mata ragu
mengatakan apa selanjutnya.
Klien tidak mau berbicara selama beberapa waktu klien merasa cemas atau marah.
Bila terjadi di awal pertemuan setelah beberapa saat, konselor bisa mengatakan :
“saya mengerti hal ini sulit untuk dibicarakan, biasanya pada pertemuan pertama klien-
klien saya juga merasa begitu. Apakah ibu merasa cemas?”
Bila klien diam karena marah konselor dapat berkata : “bagaimana perasaan ibu
sekarang?”, diikuti hening beberapa saat, pandang klien dan perlihatkan sikap tubuh
yang menunjukkan perhatian.
Bila klien diam karena berfikir tidak perlu berusaha memecah kesunyian atau
menunjukkan sikap tidak menerima.
2. Klien Menangis
Konselor dapat mengatakan pada klien bahwa dia akan selalu menyediakan waktu
untuk klien menghadapi saat-saat sulit meskipun konselor tidak dapat mengubah
keadaan.
Hal terpenting untuk menciptakan hubungan baik adalah jujur. Mengakui bahwa
konselor salah dan minta maaf adalah cara untuk menghargai klien.
Konselor dapat mengatakan bahwa ia tidak dapat menjawab pertanyaan klien, tetapi
akan berusaha mencari informasi tersebut untuk klien.
Ditunjukkan dengan klien enggan bicara. Tekankan hal positif, paling tidak klien telah
datang dan berkenalan dengan konselor, mungkin klien mau mempertimbangkan
kembali. Sarankan untuk melakukan pertemuan lanjutan.
Konselor meminta pendapat kepada teman sesame petugas klinik untuk mengamati
pertemuan dan melihat dimana letak kesulitannya, apakah ada sikap klien yang membuat
konselor merasa ditolak klien.
Konselor melayani seperti pada umumnya, tekankan bahwa kerahasiaan akan tetap
terjaga, jelaskan bahwa konselor akan bersikap sedikit berbeda dengan sikap diluar
konseling terhadap klien sebagai temannya.
Potong pembicaraannya setelah beberapa saat bila klien terus menerus mengulang
pembicaraannya.
Nyatakan pada klien bahwa cerita konselor tentang dirinya tidak akan membantu klien,
oleh karena itu lebih baik tidak bercerita.
Sebaiknya jujur kepada klien, terutama bila konselor bereaksi secara emosional pada
klien, karena klien akan mengamati hal itu.
Komunikasikan dengan tegas tapi sopan keadaan darurat kepada keluarga. Berikan
penjelasan dengan singkat tapi jelas langkah-langkah yang harus dilakukan bersama
untuk mengatasi keadaan.
Beberapa kesulitan tersembunyi yang disadari oleh konselor, terutama konselor pemula.
Antara lain :
1. Tiap individu memahami dirinya, dengan memahami diri sendiri maka akan bisa
mengatasi kesulitan-kesulitan bidan sendiri.
Kearifan merupakan satu perangkat cirri kognitif dan afektif tertentu yg secara langsung
pada ketrampilan dan pemahaman hidup. Karakteristiknya meliputi :
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kemampuan dalam mengambil keputusan adalah sangat penting bagi klien untuk
menyelesaikan masalah kegawatdaruratan terutama yang berhubungan dengan
kebidanan. Dalam konseling pengambilan keputusan mutlak diambil oleh klien, bidan
hanya membantu agar keputusan yang diambil klien tepat. Oleh karena itu seorang bidan
harus mampu memahami keadaan klien, sehingga dalam pengambilan keputusan, klien
bisa mengambil keputusan yang terbaik untuk dirinya.
Advertisements
Categories: Uncategorized
Leave a Comment
me is midwife
Blog at WordPress.com.
Back to top
Advertisements