Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH HUMANIORA

Tugas Makalah kelompok Humaniora

TEORI KEPRIBADIAN BEHAVIORISTIK

Oleh

- Eti Rosmalia (NIM : 45440416168)


- Neni Tohaeni
- Siti Munawaroh

AKADEMI KEBIDANAN POLTEKES BHAKTI PERTIWI HUSADA CIREBON

2016/2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat,
dan anugerah-Nya kami dapat menyusun Makalah ini dengan judul TEORI
KEPRIBADIAN BEHAVIORISTIK yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
HUMANIORA.
Saya menyadari bahwa untuk meningkatkan kualitas Makalah ini, saya membutuhkan
kritik dan saran demi perbaikan Makalah diwaktu yang akan datang. Akhir kata, besar
harapan saya agar makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

16 Desember 2016

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .. i
DAFTAR ISI ... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang . 1
B. ...
C. ..
BAB II PEMBAHASAN
....
....
...
....
......
...
..
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran ..
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kepribadian (personality) merupakan salah satu kajian psikologi yang lahir
berdasarkan pemikiran, kajian atau temuan temuan (hasil praktik penanganan kasus) para
ahli. Objek kajian kepribadian adalah human behavior, prilaku manusia, yang
pembahasannya terkait dengan apa, mengapa, dan bagaimana prilaku tersebut.
Hasil pemikiran dan temuan para ahli ternyata beragam, sehingga melahirkan teori-teori yang
beragam pula. Adanya keragaman tersebut sangat dipengaruhi oleh aspek personal (refleksi
pribadi), kehidupan beragama, lingkungan social budaya, dan filsafat yang dianut teori
tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Sebutkan pengertian teori kepribadian
2. Sebutkan pengertian teori kepribadian behavioristik
3. Sebutkan bentuk bentuk kepribadian behavioristik

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian teori kepribadian
2. Untuk mengetahui pengertian teori kepribadian behavioristik
3. Untuk mengetahui bentuk bentuk kepribadian behavioristik

4
BAB II
PEMBAHASAN

Untuk memahami teori kepribadian, terlebih dahulu dijelaskan tentang pengertian


teori. Teori dapat diartikan sebagai model tentang kenyataan yang membantu kita untuk
memahami, menjelaskan, memprediksi, dan mengontrol tentang kenyataan tersebut (C.
George Boeree, 2005:1).
Teori juga dapat diartikan sebagai (a) sekumpulan atau seperangkat asumsi (dugaan,
perkiraan, atau anggapan) yang relevan, dan secara sistematis saling berkaitan; (b) hipotesis
atau spekulasi tentang kenyataan (realitas) yang belum diketahui kebenarannya secara pasti,
sebelum di verifikasi melalui pengujian dalam kenyataan, dan (c) sekumpulan asumsi tentang
keterkaitan antara peristiwa-peristiwa empiris (fenomena).
Sedangkan Kepribadian (personality) merupakan salah satu kajian Psikologi yang
lahir berdasarkan pemikiran, kajian atau temuan-temuan (hasil praktek penanganan kasus)
para ahli. Objek kaian kepribadian adalah human behavior, perilaku manusia, yang
pembahasannya terkait dengan apa, mengapa, dan bagaimana perilaku tersebut. kepribadian
merupakan terjemahan dari bahasa Inggris personality. Kata personality sendiri berasal dari
bahasa Latin persona yang berarti topeng yang digunakan oleh para aktor dalam suatu
permainan atau pertunjukan. Di sini para aktor menyembunyikan kepribadiannya yang asli,
dan menampilkan dirinya sesuai dengan topeng yang digunakannya.
Berdasarkan pengertian teori dan kepribadian di atas, maka istilah teori kepribadian
dapat diartikan sebagai seperangkat asumsi tentang kualitas tingkah laku manusia beserta
definisi empirisnya. Adapun salah satu jenis teori kepribadian adalah Teori Kepribadian
Behavioristik.
Behavioristik merupakan orientasi teoritis yang didasarkan pada premis bahwa
psikologi ilmiah harus berdasarkan studi tingkah laku yang teramati (observeable behavior).
Teori ini telah berkembang sejak 1913, yaitu ketika John B. Watson mempublikasikan artikel
yang cukup berpengaruh. Dalam artikel tersebut, Watson mengemukakan bahwa psikologi
harus meninggalkan fokus kajian yang terkait dengan proses mental, dan mengalihkan fokus
kajiannya kepada tingkal laku yang tampak (over behavior). Dia beralasan bahwa psikologi
tidak dapat meneliti proses mental secara ilmiah, sebab proses tersebut bersifat pribadi dan
tidak dapat diamati oleh publik.
Para ahli behavioristik kurang memiliki perhatian terhadap struktur kepribadian
internal, seperti ide, ego, superegonya Freud, karena struktur seperti ini tidak dapat
diobservasi. Mereka lebih memperhatikan kecenderungan kecenderungan respon yang dapat

5
diamati. Mereka memandang kepribadian individu sebagai Koleksi kecenderungan respon
yang terkait dengan berbagai situasi rangsangan yang beragam.
Walaupun para behavioris kurang memiliki perhatian terhadap struktur
kepribadian,tetapi mereka ,mempunyai perhatian yang cukup besar terhadap perkembangan
kepribadian. Mereka menjelaskan bahwa perkembangan itu melalui belajar. Konsep belajar
ini digunakan dalam hal hal yang merujuk kepada perubahan tingkah laku yang tahan lama
sebagai hasil pengalaman.
Sebagian behavioris, seperti Dollar & Miller (1950) menyetujui pendapat Freud
tentang pentingnya pengalaman masa kecil. Mereka berpendapat bahwa kepribadian dibentuk
melalui proses evolusi yang berkesinambungan. Namun mereka kurang memperhatikan
tahapan perkembangan. Mereka memfokuskan pengkajiannya kepada bagaimana
kecenderungan respon dibentuk melalui pembiasaan klasik (classical conditioning),
pembiasaan operan (operan conditioning), dan belajar mengamati (observational learning).

URAIAN MATERI

BENTUK-BENTUK KEPRIBADIAN BEHAVIORISTIK


1. Pembiasaan klasik: Pavlov
Pembiasaan klasik (classical conditioning) merupakan tipe belajar yang menekankan stimulus
netral memerlukan kapasitas untuk merangsang respon yang secara orsinil terangsang oleh
stimulus yang lain. Proses ini dinamakan juga respondent conditioning yang pertama kali
diperkenalkan oleh Ivan Pavlon pada tahun 1903.
Pavlon adalah ahli fisiologi ternama Rusia yang mendapatkan penghargaan Nobel
(dalam penelitian tentang pencernaan). Dia seorang ilmuan yang penuh dedikasi, yang
terobsesi dengan penelitian nya. Dia telah meneliti tentang proses pencernaan anjing, ketika
dia mengetahui bahwa anjing dapat dilatih untuk mengeluarkan air liur untuk merespon bunyi
bell. Sebagai stimulus netral, bunyi bell memang tidak menghasilkan respon air liur anjing.
Untuk mengubah agar bunyi bell itu dapat menghasilkan respon, maka pavlon menyertakan
(memasangkan) bell dengan bubuk daging (stimulus yang melahirkan respon keluarnya air
liur). Melalui proses ini, bell mempunyai kemampuan untuk menghasilkan respon keluarnya
air liur. Proses ini juga menunjukkan, bahwa refleks-refleks itu dapat dipelajari.
Dalam uji coba pavlon, keterkaitan antara bubuk daging dengan air liur merupakan
hubungan yang alami (natural) yang tidak diciptakan melalui conditioning. Bubuk daging
ini merupakan stimulus tak bersyarat (unconditioned stimulus: UCS), sementara keluarnya air
liur merupakan respon tak bersyarat (unconditioned response: UCR).

6
UCS merupakan stimulus yang membangkitkan UCR tanpa didahului
conditioning. Sementara UCR adalah reaksi yang tidak dipelajari terhadap UCS yang
terjadi tanpa didahului conditioning. Hubungan antara bell dengan air liur terjadi melalui
conditioning, sehingga bell menjadi conditioned stimulus(CS), yaitu stimulus netral
yang memiliki kapasitas untuk membangkitkan conditioned response melalui
conditioning. sementara conditioned response (CR) merupakan reaksi yang dipelajari
terhadap CS yang terjadi, karena didahului dengan conditioning .Dalam percobaan pavlon,
air liur anjing merupakan UCR ketika terangsang oleh UCS (bubuk daging), dan CR (air
liur) keluar karena terangsang oleh CS (bell).
Proses classical conditioning palpov ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Sebelum conditioning
UCS menghasilkan UCR NS Tidak ada respon
(neutral stimulus)
Bell

Sementara NS tidak menghasilkan respon. UCS UCR


Selama conditioning Tepung daging Air Liur
NS (Neutral Stimulus) Dipasang NS
Dengan UCS Bell

UCS UCR
Tepung Daging Air Liur

Setelah conditioning
NS menghasilkan respon, CS
NS sekarang menjadi CS, Bell
dan responnya menjadi CR.
CR
Air Liur

Gambar 1.1 (Proses Classical Conditioning)

Penemuan pavlon ini juga terkenal dengan sebutan contioned reflex. Respon yang
bersyarat dipandang sebagai refleks, sebab kebanyakan dari respon respon tersebut relative
tidak di sengaja atau diluar kemauan.
Apakah peran classical conditioning dalam membentuk kepribadian ?
Perannya adalah memberikan kontribusi terhadap pembentukan respon-respon emosional,
seperti rasa takut, cemas atau phobia. Kontribusi ini relative kecil, namun sangat penting
dalam pembentukan reaksi-reaksi emosional yang maladaptif. Contoh: seorang wanita usia

7
tengah baya yang mengalami phobia akan jembatan (bridge phobia), yaitu merasa takut untuk
menyebrang dijembatan jalan layang, karena mempunyai pengalaman yang sangat
menakutkan pada waktu kecil. Contoh lain, seorang reporter surat kabar mengalami rasa
cemas dalam kerjanya, penyebabnya dia sering mendapat teguran, kritikan, atau peringatan
yang negative dari bos nya, setiap dia berada ruang kerjanya (news room). Disini teguran
yang negative dari bosnya (UCS) dipasangkan dengan newsroom, sehingga newsroom
menjadi CS yang menimbulkan kecemasan, meskipun bosnya sedang tidak ada di news room
tersebut. Jika digambarkan proses terjadinya kecemasan tersebut (contoh terakhir) adalah
sebagai berikut.

CS
Newsroom

UCS CR
Teguran Kecemasan
UCR
Gambar 1.2 (Proses Terjadinya Kecemasan)

2. Pengkondisian operan : Skinner


Burrhus prederic skinner lahir pada tahun 1904 di Susquehanna Pennsylvania dan
meninggal dunia pada tahun 1990. Dia anak sulung dari dua bersaudara, dan adiknya
meninggal dunia pada usia 16 tahun. Ayahnya seorang praktisi hokum (pengacara), yang
mendidik anaknya dengan etika berprilaku yang diharapkan. Dalam hal ini, skinner
mengatakan bahwa dia diajar oleh orang tua nya agar takut kepada Tuhan, dan Polisi, serta
bagaimana cara berfikir. Ayahnya mengajarkan tentang bagaimana nasib kehidupan para
criminal yang dimasukan ke penjara di amerika serikat.
Skinner adalah seorang ahli psikologi amerika yang banyak menghabiskan waktunya bekerja
di universitas Harvard. Dia masuk universitas Harvard pada tahun 1928 dan memperoleh
gelar ph.D. dalam bidang psikologi pada tahun 1931. Selama 5 tahun dia menghabiskan
waktunya di laboratorium W.J.Crozier, seorang biolog eksperimental.
Pilihannya terhadap pendekatan behaviorisme mengarahkannya untuk menolak kekuatan
kekuatan mental dan emosional.
Pada tahun 1936 bersama istrinya Eve blue pindah ke Minneapolis untuk bekerja di
department psikologi universitas Minnesota. Selama 9 tahun dia menghabiskan waktunya

8
bekerja di universitas ini, dan semakin bersemangat untuk mendedikasikan dirinya untuk
mendalami teorinya. Dia mengatur kebiasaan atau kegiatannya dirumah, yaitu: pergi tidur
pada pukul 10,00 setiap malamnya, tidur selama 3 jam,bekerja selama empat jam, dan
bangun pada pukul 5.00 pagi, kemudia pergi berjalan kaki sepanjang satu mil ke kantornya,
Universitas Harvar. Dia berupaya untuk memperoleh reinforcement positifnya setiap minggu
dengan mendengarkan musik.
Pada bulan agustus tahun 1990, delapan hari sebelum meninggal karena penyakit
leukemia, dia menyajikan makalah pada acara konvensi asosiasi psikologi amerika di Boston.
Dalam ceramah akhirnya, dia mengkritik habis- habisan gerakan psikologi kognitif yang telah
menyerang pendekatan behaviorisnya dalam mendekati tingkah laku manusia.
Para tokoh terkemuka yang mempengaruhi pikirannya, diantaranya Ivan Pavlop, B Waston
dan E.L Thorndike.
a. Tipe Tingkah Laku
Skinner membagi tingkah laku kedalam dua tipe, yaitu responden dan operan.
Tingkah laku responden ( respondent behavior ) adalah respon atau tingkah laku yang
dibangkitkan atau dirangsang oleh stimulus tertentu. Tingkah laku responden ini
wujudnya adalah refleks. Contohnya : mata berkedip karena kena debu, menarik tangan
pada saat terkena sengatan strum listrik. Berkedip dan menarik tangan adalah respon (
repleks ), sedangkan debu dan sengatan setrum adalah stimulus.
Tingkah laku responden ini ternyata dapat juga dibentuk melalui proses conditioning atau
melalui belajar, konsep ini aslinya berasal dari ivan pavlop, dan pavlop sendiri
mengadopsinya dari john B.Waston ( ahli psikologi amerika ) yang mengembangkan
metode penelitian tentang teori behaviorisme.
Tingkah laku ini bergantung pada reinforcement dan secara langsung merespon
stimulus yang bersifat fisik. Setiap respon dirangsang oleh stimulus tertentu. Tingkah
laku ini juga tidak memberikan dampak apa-apa terhadap lingkungan, seperti : respon air
liur anjing terhadap stimulus ( bunyi bell ) tidak mengubah bell atau reinforce (makanan)
yang mengikutinya. Dalam hal ini skinner merasa yakin bahwa tingkah laku responden
kurang begitu penting dibandingkan dengan tingkah laku operan.
Tingkah laku operan ( operan behavior ) adalah respon atau tingkah laku yang bersifat
spontan ( sukarela ) tanpa stimulus yang mendorongnya secara langsung. Tingkah laku ini
ditentukan atau dimodifikasi oleh reinforcement yang mengikutinya.
b. Pengkondisian Tingkah Laku Operan ( Operant Conditioning )
Teori yang dikembangkan skinner terkenal dengan operant conditioning yaitu
bentuk belajar yang menekankan respon- respon atau tingkah laku yang sukarela

9
dikontrol oleh konsekuen konsekuennya. Proses Operant Conditioning dijelaskan
oleh Skinner melalui eksperimennya terhadap tikus, yang terkenal dengan Skinner box.
Ketika tikus yang dimasukkan di dalam peti (box) tidak diberi makan untuk beberapa
waktu lamanya (tikus menjadi lapar), dia bertingkah laku secara spontan dasn acak, dia
aktif, mendengus, mendorong, dan mengeksplorasi lingkungannya. Tingkah laku ini
bersifat sukarela (emitted) tidak dirangsang (elicited), dalam arti respon tikus itu tidak
dirangsang oleh stimulus tertentu dari lingkungannya.
Setelah beberapa lama beraktivitas, tikus secara kebetulan menekan pengungkit yang
terletak pada salah satu sisi peti, yang menyebabkan makanan jatuh ke dalam kotak.
Makanan tersebut menjadi reinforce (penguat) bagi tingkah laku (respon) menekan
pengungkit. Tikus mulai menekan pengungkit dalam frekuensi yang lebih sering.
Mengapa? Karena tikus menerima lebih banyak makanan. Tingkah laku tikus sekarang
berada di bawah control reinforcement. Kegiatannya sekarang tidak lagi bersifat spontan
atau acak, tetapi lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menekan pengungkit dan
kemudian makan.
Berdasarkan eksperimennya, Skinner berkesimpulan bahwa Operant Conditioning
lebih banyak membentuk tingkah laku manusia daripada Classical Conditioning karena
kebanyakan respon-respon manusia lebih bersifat disengaja daripada yang reflektif.
Skinner telah melakukan penelitian sederhana, namun mempunyai pengaruh yang sangat
besar, terutama terhadap pemikiran dalam psikologi, termasuk kepribadian. Namun dalam
hal teori kepribadian, seperti halnya Pavlov, dia tidak secara langsung
mengembangkannya.
Skinner mengemukakan bahwa organisme cederung mengulangi respon yang diikuti
oleh konsekuen (dampak) yang menyenangkan, dan mereka cenderung tidak mengulang
respon yang berdampak netral atau tidak menyenangkan.
Menurut Skinner, konsekuen (dampak) yang menyenangkan, netral, dan tidak
menyenangkan melibatkan reinforcement, ekstingsi (extinction), dan hukuman.
c. Kekuatan Reinforcement
menurut skinner reinforcement dapat terjadi dalam dua cara : positif dan negatif.
Yang positif terjadi, ketika respon diperkuat ( muncul lebih sering ) sebab diikuti oleh
kehadiran stimulus yang menyenangkan. Reinforcement positif ini sinonim dengan
reward (Penghargaan).
Reinforcement positif memotivasi banyak tingkah laku sehari-hari. Seperti anda
belajar keras karena mendapat nilai yang bagus, atau bekerja extra keras karena ingin

10
memenangkan promosi. Jdalam kedua contoh ini, respon terjadi karena respon-respon
mengarahkan pada hasil-hasil yang positif di masa lalu.
Reinforcement positif juga mempengaruhi perkembangan kepribadian. Respon-respon
diikuti oleh hasil yang menyenangkan diperkuat dan cenderung menjadi pola kebiasaan
bertingkah laku. Contohnya, seorang anak suka melucu di kelas dan memperoleh
apresiasi dan senyuman dari teman-temannya. Persetujuan social (penghargaan dari
teman-temannya) memperkuat siswa tersebut menjadi terbiasa untuk melucu. Jika tingkah
laku tersebut diperkuat secara teratur maka akan menjadi elemen kepribadiannya.
Bagaimanapun seorang anak akan dapat mengembangkan sifat-sifat dirinya seperti :
independensi, asertif, atau selfish (egois) bergantung pada reinforcement dari orang tua
atau orang lain yang berpengaruh baginya.
Sementar reinforcement negatif terjadi ketika respon diperkuat (sering dilakukan),
karena diikuti oleh stimulus yang tidak menyenangkan. Reinforcement ini memainkan
peranan dalam perkembangan kecenderungan-kecenderungan untuk menolak
(menghindar). Pada umumnya orang cenderung menghindar dari situasi yang kaku, atau
masalah pribadi yang sulit.
Sifat kepribadian ini berkembang, karena tingkah laku mengindar dapat melepaskan
diri dari kecemasan. Kembali pada contoh, sorang reporter surat kabar yang mengalami
rasa cemas. Dia mecoba untuk menghindar dari ruang kerjanya, sehingga rasa cemasnya
menurun.
Apabila tingkah laku menghindar itu terus menerus dilakukan dan berhasil
menghilangkan kecemasan, maka hal itu dapat memberikan dampak yang meluas
terhadap aspek kehidupan yang lainnya, dan kebiasaan tersebut akan menjadi aspek
kepribadiannya.
d. Ekstingsi dan Hukuman (Extinction & Punishment)
Seperti dampak dari classiacal Conditioning, dampak dari Operant Conditioning
pun tidak berlangsung lama (bersifat lemah dan bisa lenyap). Terjadinya ekstingsi dimulai
ketika respon-respon yang diperkuat mengakhiri dampak yang positif. Seperti anak yang
suka melucu akan menghentikan melucunya, apabila dia tidak lagi mendapatkan apresiasi
atau penghargaan dari teman-temannya.
Beberapa respon mungkin dapat diperlemah dengan hukuman. Menurut Skinner
hukuman ini terjadi ketika respon diperlemah (menurun frekuensinya dan bahkan
menghilang), karena diikuti oleh kehadiran stimulus yang tidak menyenagkan.
Perbedaan antara reinforcement negatif dengan hukuman adalah bahwa respon dalam
reinforcement negative mengarah kepada proses menghilangkan sesuatu yang tidak

11
menyenangkan, sehingga respon tersebut diperkuat, sedangkan respon pada hukuman
mengarah kepada hadirnya sesuatu yang tidak menyenangkan, sehingga respon
diperlemah, atau mengarah kepada konsekuensi yang negatif.

3. Teori Belajar Sosial: Bandura


Albert Bandura adalah salah seorang behavioris yang menambahkan aspek kognitif
terhadap behaviorisme sehak tahun 1960. Pengembangan teorinya merujuk kepada
pandangan Skinner. Meskipun begitu Bandura memiliki pendapat (asumsi) tersendiri dalam
kaitannya dengan hakikat manusia dan kepribadian. Asumsinya itu adalah sebagai berikut.
a. Manusia pada hakikatnya adalah mahluk yang sadar, berfikir, merasa dan mengatur
tingkah lakunya sendiri. Dengan demikian manusia bukan seperti pion atau bidak yang
mudah sekali dipengaruhi atau dimanipulasi oleh lingkungan. Hubungan antara manusia
dengan lingkungan bersifat saling mempengaruhi satu sama lainnya.
b. Kepribadian berkembang dalam konteks sosial, interaksi antara satu sama lainnya.
Dengan demikian teori kepribadian yang tepat adalah mempertimbangkan konteks social
tersebut.

Teori belajar social Bandura tentang kepribadian didasarkan kepada formula bahwa
tingkah laku manusia merupakan hasil interaksi timbal balik yang terus menerus antara
factor-faktor penentu: internal (kognisi, persepsi, dan faktor lainnya yang mempengaruhi
kegiatan manusia), dan eksternal (lingkungan). Proses ini disebut reciprocal determinism,
dalam mana manusia mempengaruhi nasibnya dengan mengontrol kekuatan lingkungan,
tetapi mereka juga dikontrol oleh kekuatan-kekuatan lingkungan tersebut. Interaksi di antara
faktor-faktor tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
P
P = Person (Faktor Internal)
E = Environment (Faktor External)
B = Behavior
B E
Gambar 1.3 (interaksi antara Person, Environment, dan Behavior)

Teori belajar sosial menempatkan reciprocal determinism sebagai prinsip dasar untuk
menganalisis fenomena psikososial dalam berbagai tingkat yang kompleks, terentang dari

12
perkembangan intrapersonal, tingkah laku interpersonal , fungsi interaksi organisasi sampai
ke system sosial.
Dalam hal lain, Bandura menyetujui keyainan dasar behaviorisme yang mempercayai
bahwa kepribadian dibentuk melalui belajar. Namun dia berpendapat bahwa conditioning
bukan proses yang mekanis, manusia menjadi partisipan yang pasif. Sebaliknya, manusia itu
aktif mencari dan memproses informasi tentang lingkungannya, agar dapat memaksimalkan
hasil yang menyenangkan.
a. Belajar Melalui Observasi
Belajar melalui observasi terjadi ketika respon organisme dipengaruhi oleh hasil
observasinya terhadap orang lain, yang disebut model. Bentuk belajar ini memerlukan
perhatian (attention) terhadap tingkah laku model yang diobservasi, sehingga dipahami
dampak-dampaknya, dan menyimpan informasi tentang tingkah laku model itu ke dalam
memori. Jelas sekali, bahwa perhatian, pemahaman, informasi, dan memori merupakan
unsure-unsur kognisi, yang oleh para behavioris diabaikannya.
Beberapa model mugkin lebih berpengaruh dari model yang lainnya. Anak atau orang
dewasa cenderung mengimitasi orang (model) yang dia senangi karena memiliki daya
tarik tertentu (seperti penampilannya, perilakunya, atau kepopulerannya). Proses imitasi
ini dipengaruhi oleh adanya kesamaan antara yang mengimitasi dengan model (seperti
kesamaan seks), atau karena tingkah laku model itu memeberikan dampak yang positif.
Menurut teori belajar sosial, model itu memiliki dampak yang sangat besar terhadap
perkembangan kepribadian. Anak-anak belajar untuk bersikap asertif, percaya diri, atau
mandiri melalui observasi kepada orang lain yang menampilkan sikap-sikap seperti itu.
Orang lain yang menjadi model anak adalah orang tua, saudara, guru, atau teman.
Dalam kehidupan masyarakat dewasa ini, banyak perilaku model itu diambil dalam
bentuk simbolik. Film dsan televisi menayangkan contoh-contoh tingkah laku yang dapat
mempengaruhi para observer (penonton). Bandura, Ross, dasn Ross (1963) menemukan
bahwa model-model hidup, film, bahkan kartoon animasi dapat menjadi model yang
diimitasi oleh anak-anak yang menontonya.
Bandura dan koleganya telah melakukan penelitian secara meluas tentang betapa
berpengaruhnya model itu terhadap agresivitas, peranan gender, dan standar moral anak.
Dalam studi kalsik, Bandura, Ross, dan Ross (1963) menemukan bahwa observasi anak
terhadap para bintang film (model yang memerankan kekerasan) dapat mempengaruhi
perkembangan tingkah laku agresifnya.
b. Self efficacy

13
Self efficacy merupakan komponen kunci self system. Yang dimaksud self system ini
bukan faktor psikis yang megontrol tingkah laku, namun merujuk kepada struktur kognisi
yang memberikan mekanisme rujukan, dan yang meranang fungsi-fungsi persepsi,
evaluasi, dan regulasi tingkah laku.
Bandura meyakini bahwa Self efficacy merupakan elemen kepribadian yang krusial.
Self afficacy ini merupakan keyakinan diri ( sikap percaya diri ) terhadap kemampuan
sendiri untuk menampilkan tingkah laku yang akan mengarahkannya kepada hasil yang
diharapkan.
Ketika self efficacy tinggi, kita merasa percaya diri bahwa kita dapat melakukan
respon tertentu untuk memperoleh reinforcement. Sebaliknya apabila rendah, maka kita
merasa cemas bahwa kita tidak mampu melakukan respon tersebut.
Persepsi tentang self efficacy bersifat subjektif dank has terhadap bermacam
macam hal. Kita mungkin merasa sangat percaya diri terhadap kemampuan sendiri untuk
mengatasi kesulitan sosial, namun sangat cemas untuk mengatasi masalah masalah
akademik. Walaupun persepsi tentang self efficacy dapat memprediksi tingkah laku
secara baik, namun persepsi tersebut dipengaruhi oleh perasaan umum dari self
efficacy sendiri. Persepsi self efficacy dapat mempengaruhi tantangan mana yang
harus diatasi ( dihadapi ), dan bagaimana menampilkan perilaku yang lebih baik.
Beberapa study tentang self efficacy ini telah banyak dilakukan oleh para ahli,
seperti leary dan atherson ( 1986 ) tentang hubungan persepsi self efficacy dengan
perasaan cemas dalam pertemuan sosial ; Betz dan Hackett ( 1986 ) tentang hubungan
persepsi self efficacy ) dengan keberhasilan dalam atletik.

4. Komentar
Teori behavioristik ( pendekatan tingkah laku ) dibangun atas dasar penelitian
empirik, bukan hasil intuisi klinik. Karena bersifat empiric, pendekatan tingkah lakuterbuka
terhadap penemuan penemuan atau gagasas gagasan baru. Teori behavioristik telah
memberikan pemahaman tentang gangguan gangguan psikologis melalui penjelasan bahwa
banyak gangguan psikologis, seperti pobi merupakan hasil dari proses belajar yang normal.
Para behavioris meyakini bahwa tingkah laku manusia itu yidak selalu konsisten, karena
manusia berperilaju dengan cara cara yang mengarah kepada reinforcement dalam situasi
yang dihadapi. Dalam kata lain, faktor faktor situasional mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap perubahan perilaku.
Berikut merupakan kritik terhadap teori behavioristik.

14
a. Prinsip prinsip dalam teori tingkah laku ditemukan melalui penelitian terhadap
binatang. Dengan demikian prinsip prinsip tersebut ( tingkah laku binatang ) tidak
bisa digeneralisasi kepada tingkah laku manusia.
b. Para behavioris mengabaikan proses kognitif, padahal faktor ini sangat penting
dalam perilaku manusia.
c. Para behavioris memandang kepribadian secara pragmentaris ( terpecah pecah,
tidak utuh ).
Kepribadian dirumuskan secara sederhana, hanya sebagai hasil asosiasi stimulus
respon.

5. Implikasi teori kepribadian Behavioristik terhadap Bimbingan dan Konseling


a. Tujuan Bimbingan dan Konseling
Tujuan bimbingan dan konseling menduduki suatu tempat yang amat penting
dalam bimbingan dan konseling behavioristik. Klien menyeleksi tujuan bimbingan
dan konseling secara spesifik, ditentukan pada permulaan proses bimbingan dan
konseling. Penilaian dilakukan secara terus menerus sepanjang bimbingan dan
konseling untuk menentukan sejauh mana tujuan bimbingan dan konseling itu efektif.
Tujuan umum bimbingan dan konseling behavioristik adalah menciptakan kondisi
baru bagi proses belajar. Dasar alasanya adalah seluruh perilaku itu hasil belajar,
termasuk perilaku yang salah sesuai. Jika perilaku salah sesuai itu hasil belajar, maka
perilaku itu dapat dihapus dari ingatan dan dapat diperbaiki.
Bimbingan dan konseling behavioristik pada intinya terdiri atas proses
penghapusan hasil belajar yang tidak sesuai dan pemberian pengalaman belajar yang
sesuai yang belum dipelajari. Secara khusus tujuan bimbingan dan konseling
behavioristik adalah membantu klien agar memiliki kemampuan untuk; ( 1 )
memperkuat perilaku yang adaptif ( 2 ) memperlemah atau menghilangkan perilaku
yang maladaptf ( 3) mengurangi reaksi kecemasan ( 4 ) memperkuat kapasitas
relaksasi ( 5 ) bersikap asertf ( 6 ) berhubungan sosial secara efektif dan ( 7 )
memperkuat kapasitas pengendalian diri ( self control ).
Tujuan yang luas dan umum tidak dapat diterima oleh para konselor
behavioristik. Tujuan umum itu perlu dijabarkan ke dalam perubahan perilaku yang
spesifik yang diinginkan klien. Selanjutnya perilaku yang spesifik itu dianalisis ke
dalam tindakan yang spesifik yang diharapkan oleh klien sehingga konselor maupun
klien dapat menilai secara nyata kemana dan bagaimana mereka bergerak.

15
Para tokoh perintis bimbingan dan konseling behavioristik menekankan
pentingnya kemampuan konselor dalam menetapkan tujuan bimbingan dan konseling.
Adapun para tokoh kontemporer aliran bimbingan dan konseling behavioristik
menekankan pada keaktipan klien dalam memilih tujuan bimbingan dan konseling
dan keterlibatan klien dalam proses bimbingan dan konseling . para tokoh
kontemporer menjelaskan bahwa bimbingan dan konseling tidak dapat dipaksakan
kepada klien yang tidak bersedia. Selanjutnya konselor dank lien perlu bekerjasama
untuk mencapai sasaran bersama.

b. Fungsi dan Peran Konselor


Konselor behavioristik harus memainkan peran aktif dan direktif dala proses
bimbingan dan konseling . konselor menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencairan
pemecahan masalah klienya. Konselor behavioristik berfungsi sebagai guru,
pengarah, dan seorang ahli dalam mendiagnosis perilaku yang salah sesuai dan ahli
dalam menentukan prosedur perbaikan yang diharapkan yang mengarah pada perilaku
baru yang sesuai.
Goodstein menyebutkan bahwa peran konselor adalah pemberi perkuatan .
peran konselor adalah menunjang perkembangan perilaku klien yang secara sosial
dapat diterima. Konselor secara sistematis memperkuat jenis peilaku klien yang dapat
diterima secara sosial. Minat, perhatian, dan persetujuan konselor adalah pemerkuat
yang hebat bagi perilaku klien . pemerkuat tersebut bersifat interpersonal dan
melibatkan bahasa baik verbal maupun non verbal.
Satu peran penting lainya adalah konselor sebagai model bagi klien. Konselor
sebagai pribadi menjadi model penting bagi klien, karena klien memandang konselor
sebagai seorang yang patut diteladani. Klien meniru pola pikir, cara bersikap, dan
perilaku konselor.

16
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

B. SaranAgar setiap mahasiswa kebidanan memahami pengertian TEORI KEPRIBADIAN


BEHAVIORISTIK,

DAFTAR PUSTAKA

17

Anda mungkin juga menyukai