Oleh
2016/2017
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat,
dan anugerah-Nya kami dapat menyusun Makalah ini dengan judul TEORI
KEPRIBADIAN BEHAVIORISTIK yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
HUMANIORA.
Saya menyadari bahwa untuk meningkatkan kualitas Makalah ini, saya membutuhkan
kritik dan saran demi perbaikan Makalah diwaktu yang akan datang. Akhir kata, besar
harapan saya agar makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
16 Desember 2016
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .. i
DAFTAR ISI ... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang . 1
B. ...
C. ..
BAB II PEMBAHASAN
....
....
...
....
......
...
..
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran ..
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepribadian (personality) merupakan salah satu kajian psikologi yang lahir
berdasarkan pemikiran, kajian atau temuan temuan (hasil praktik penanganan kasus) para
ahli. Objek kajian kepribadian adalah human behavior, prilaku manusia, yang
pembahasannya terkait dengan apa, mengapa, dan bagaimana prilaku tersebut.
Hasil pemikiran dan temuan para ahli ternyata beragam, sehingga melahirkan teori-teori yang
beragam pula. Adanya keragaman tersebut sangat dipengaruhi oleh aspek personal (refleksi
pribadi), kehidupan beragama, lingkungan social budaya, dan filsafat yang dianut teori
tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Sebutkan pengertian teori kepribadian
2. Sebutkan pengertian teori kepribadian behavioristik
3. Sebutkan bentuk bentuk kepribadian behavioristik
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian teori kepribadian
2. Untuk mengetahui pengertian teori kepribadian behavioristik
3. Untuk mengetahui bentuk bentuk kepribadian behavioristik
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
diamati. Mereka memandang kepribadian individu sebagai Koleksi kecenderungan respon
yang terkait dengan berbagai situasi rangsangan yang beragam.
Walaupun para behavioris kurang memiliki perhatian terhadap struktur
kepribadian,tetapi mereka ,mempunyai perhatian yang cukup besar terhadap perkembangan
kepribadian. Mereka menjelaskan bahwa perkembangan itu melalui belajar. Konsep belajar
ini digunakan dalam hal hal yang merujuk kepada perubahan tingkah laku yang tahan lama
sebagai hasil pengalaman.
Sebagian behavioris, seperti Dollar & Miller (1950) menyetujui pendapat Freud
tentang pentingnya pengalaman masa kecil. Mereka berpendapat bahwa kepribadian dibentuk
melalui proses evolusi yang berkesinambungan. Namun mereka kurang memperhatikan
tahapan perkembangan. Mereka memfokuskan pengkajiannya kepada bagaimana
kecenderungan respon dibentuk melalui pembiasaan klasik (classical conditioning),
pembiasaan operan (operan conditioning), dan belajar mengamati (observational learning).
URAIAN MATERI
6
UCS merupakan stimulus yang membangkitkan UCR tanpa didahului
conditioning. Sementara UCR adalah reaksi yang tidak dipelajari terhadap UCS yang
terjadi tanpa didahului conditioning. Hubungan antara bell dengan air liur terjadi melalui
conditioning, sehingga bell menjadi conditioned stimulus(CS), yaitu stimulus netral
yang memiliki kapasitas untuk membangkitkan conditioned response melalui
conditioning. sementara conditioned response (CR) merupakan reaksi yang dipelajari
terhadap CS yang terjadi, karena didahului dengan conditioning .Dalam percobaan pavlon,
air liur anjing merupakan UCR ketika terangsang oleh UCS (bubuk daging), dan CR (air
liur) keluar karena terangsang oleh CS (bell).
Proses classical conditioning palpov ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Sebelum conditioning
UCS menghasilkan UCR NS Tidak ada respon
(neutral stimulus)
Bell
UCS UCR
Tepung Daging Air Liur
Setelah conditioning
NS menghasilkan respon, CS
NS sekarang menjadi CS, Bell
dan responnya menjadi CR.
CR
Air Liur
Penemuan pavlon ini juga terkenal dengan sebutan contioned reflex. Respon yang
bersyarat dipandang sebagai refleks, sebab kebanyakan dari respon respon tersebut relative
tidak di sengaja atau diluar kemauan.
Apakah peran classical conditioning dalam membentuk kepribadian ?
Perannya adalah memberikan kontribusi terhadap pembentukan respon-respon emosional,
seperti rasa takut, cemas atau phobia. Kontribusi ini relative kecil, namun sangat penting
dalam pembentukan reaksi-reaksi emosional yang maladaptif. Contoh: seorang wanita usia
7
tengah baya yang mengalami phobia akan jembatan (bridge phobia), yaitu merasa takut untuk
menyebrang dijembatan jalan layang, karena mempunyai pengalaman yang sangat
menakutkan pada waktu kecil. Contoh lain, seorang reporter surat kabar mengalami rasa
cemas dalam kerjanya, penyebabnya dia sering mendapat teguran, kritikan, atau peringatan
yang negative dari bos nya, setiap dia berada ruang kerjanya (news room). Disini teguran
yang negative dari bosnya (UCS) dipasangkan dengan newsroom, sehingga newsroom
menjadi CS yang menimbulkan kecemasan, meskipun bosnya sedang tidak ada di news room
tersebut. Jika digambarkan proses terjadinya kecemasan tersebut (contoh terakhir) adalah
sebagai berikut.
CS
Newsroom
UCS CR
Teguran Kecemasan
UCR
Gambar 1.2 (Proses Terjadinya Kecemasan)
8
bekerja di universitas ini, dan semakin bersemangat untuk mendedikasikan dirinya untuk
mendalami teorinya. Dia mengatur kebiasaan atau kegiatannya dirumah, yaitu: pergi tidur
pada pukul 10,00 setiap malamnya, tidur selama 3 jam,bekerja selama empat jam, dan
bangun pada pukul 5.00 pagi, kemudia pergi berjalan kaki sepanjang satu mil ke kantornya,
Universitas Harvar. Dia berupaya untuk memperoleh reinforcement positifnya setiap minggu
dengan mendengarkan musik.
Pada bulan agustus tahun 1990, delapan hari sebelum meninggal karena penyakit
leukemia, dia menyajikan makalah pada acara konvensi asosiasi psikologi amerika di Boston.
Dalam ceramah akhirnya, dia mengkritik habis- habisan gerakan psikologi kognitif yang telah
menyerang pendekatan behaviorisnya dalam mendekati tingkah laku manusia.
Para tokoh terkemuka yang mempengaruhi pikirannya, diantaranya Ivan Pavlop, B Waston
dan E.L Thorndike.
a. Tipe Tingkah Laku
Skinner membagi tingkah laku kedalam dua tipe, yaitu responden dan operan.
Tingkah laku responden ( respondent behavior ) adalah respon atau tingkah laku yang
dibangkitkan atau dirangsang oleh stimulus tertentu. Tingkah laku responden ini
wujudnya adalah refleks. Contohnya : mata berkedip karena kena debu, menarik tangan
pada saat terkena sengatan strum listrik. Berkedip dan menarik tangan adalah respon (
repleks ), sedangkan debu dan sengatan setrum adalah stimulus.
Tingkah laku responden ini ternyata dapat juga dibentuk melalui proses conditioning atau
melalui belajar, konsep ini aslinya berasal dari ivan pavlop, dan pavlop sendiri
mengadopsinya dari john B.Waston ( ahli psikologi amerika ) yang mengembangkan
metode penelitian tentang teori behaviorisme.
Tingkah laku ini bergantung pada reinforcement dan secara langsung merespon
stimulus yang bersifat fisik. Setiap respon dirangsang oleh stimulus tertentu. Tingkah
laku ini juga tidak memberikan dampak apa-apa terhadap lingkungan, seperti : respon air
liur anjing terhadap stimulus ( bunyi bell ) tidak mengubah bell atau reinforce (makanan)
yang mengikutinya. Dalam hal ini skinner merasa yakin bahwa tingkah laku responden
kurang begitu penting dibandingkan dengan tingkah laku operan.
Tingkah laku operan ( operan behavior ) adalah respon atau tingkah laku yang bersifat
spontan ( sukarela ) tanpa stimulus yang mendorongnya secara langsung. Tingkah laku ini
ditentukan atau dimodifikasi oleh reinforcement yang mengikutinya.
b. Pengkondisian Tingkah Laku Operan ( Operant Conditioning )
Teori yang dikembangkan skinner terkenal dengan operant conditioning yaitu
bentuk belajar yang menekankan respon- respon atau tingkah laku yang sukarela
9
dikontrol oleh konsekuen konsekuennya. Proses Operant Conditioning dijelaskan
oleh Skinner melalui eksperimennya terhadap tikus, yang terkenal dengan Skinner box.
Ketika tikus yang dimasukkan di dalam peti (box) tidak diberi makan untuk beberapa
waktu lamanya (tikus menjadi lapar), dia bertingkah laku secara spontan dasn acak, dia
aktif, mendengus, mendorong, dan mengeksplorasi lingkungannya. Tingkah laku ini
bersifat sukarela (emitted) tidak dirangsang (elicited), dalam arti respon tikus itu tidak
dirangsang oleh stimulus tertentu dari lingkungannya.
Setelah beberapa lama beraktivitas, tikus secara kebetulan menekan pengungkit yang
terletak pada salah satu sisi peti, yang menyebabkan makanan jatuh ke dalam kotak.
Makanan tersebut menjadi reinforce (penguat) bagi tingkah laku (respon) menekan
pengungkit. Tikus mulai menekan pengungkit dalam frekuensi yang lebih sering.
Mengapa? Karena tikus menerima lebih banyak makanan. Tingkah laku tikus sekarang
berada di bawah control reinforcement. Kegiatannya sekarang tidak lagi bersifat spontan
atau acak, tetapi lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menekan pengungkit dan
kemudian makan.
Berdasarkan eksperimennya, Skinner berkesimpulan bahwa Operant Conditioning
lebih banyak membentuk tingkah laku manusia daripada Classical Conditioning karena
kebanyakan respon-respon manusia lebih bersifat disengaja daripada yang reflektif.
Skinner telah melakukan penelitian sederhana, namun mempunyai pengaruh yang sangat
besar, terutama terhadap pemikiran dalam psikologi, termasuk kepribadian. Namun dalam
hal teori kepribadian, seperti halnya Pavlov, dia tidak secara langsung
mengembangkannya.
Skinner mengemukakan bahwa organisme cederung mengulangi respon yang diikuti
oleh konsekuen (dampak) yang menyenangkan, dan mereka cenderung tidak mengulang
respon yang berdampak netral atau tidak menyenangkan.
Menurut Skinner, konsekuen (dampak) yang menyenangkan, netral, dan tidak
menyenangkan melibatkan reinforcement, ekstingsi (extinction), dan hukuman.
c. Kekuatan Reinforcement
menurut skinner reinforcement dapat terjadi dalam dua cara : positif dan negatif.
Yang positif terjadi, ketika respon diperkuat ( muncul lebih sering ) sebab diikuti oleh
kehadiran stimulus yang menyenangkan. Reinforcement positif ini sinonim dengan
reward (Penghargaan).
Reinforcement positif memotivasi banyak tingkah laku sehari-hari. Seperti anda
belajar keras karena mendapat nilai yang bagus, atau bekerja extra keras karena ingin
10
memenangkan promosi. Jdalam kedua contoh ini, respon terjadi karena respon-respon
mengarahkan pada hasil-hasil yang positif di masa lalu.
Reinforcement positif juga mempengaruhi perkembangan kepribadian. Respon-respon
diikuti oleh hasil yang menyenangkan diperkuat dan cenderung menjadi pola kebiasaan
bertingkah laku. Contohnya, seorang anak suka melucu di kelas dan memperoleh
apresiasi dan senyuman dari teman-temannya. Persetujuan social (penghargaan dari
teman-temannya) memperkuat siswa tersebut menjadi terbiasa untuk melucu. Jika tingkah
laku tersebut diperkuat secara teratur maka akan menjadi elemen kepribadiannya.
Bagaimanapun seorang anak akan dapat mengembangkan sifat-sifat dirinya seperti :
independensi, asertif, atau selfish (egois) bergantung pada reinforcement dari orang tua
atau orang lain yang berpengaruh baginya.
Sementar reinforcement negatif terjadi ketika respon diperkuat (sering dilakukan),
karena diikuti oleh stimulus yang tidak menyenangkan. Reinforcement ini memainkan
peranan dalam perkembangan kecenderungan-kecenderungan untuk menolak
(menghindar). Pada umumnya orang cenderung menghindar dari situasi yang kaku, atau
masalah pribadi yang sulit.
Sifat kepribadian ini berkembang, karena tingkah laku mengindar dapat melepaskan
diri dari kecemasan. Kembali pada contoh, sorang reporter surat kabar yang mengalami
rasa cemas. Dia mecoba untuk menghindar dari ruang kerjanya, sehingga rasa cemasnya
menurun.
Apabila tingkah laku menghindar itu terus menerus dilakukan dan berhasil
menghilangkan kecemasan, maka hal itu dapat memberikan dampak yang meluas
terhadap aspek kehidupan yang lainnya, dan kebiasaan tersebut akan menjadi aspek
kepribadiannya.
d. Ekstingsi dan Hukuman (Extinction & Punishment)
Seperti dampak dari classiacal Conditioning, dampak dari Operant Conditioning
pun tidak berlangsung lama (bersifat lemah dan bisa lenyap). Terjadinya ekstingsi dimulai
ketika respon-respon yang diperkuat mengakhiri dampak yang positif. Seperti anak yang
suka melucu akan menghentikan melucunya, apabila dia tidak lagi mendapatkan apresiasi
atau penghargaan dari teman-temannya.
Beberapa respon mungkin dapat diperlemah dengan hukuman. Menurut Skinner
hukuman ini terjadi ketika respon diperlemah (menurun frekuensinya dan bahkan
menghilang), karena diikuti oleh kehadiran stimulus yang tidak menyenagkan.
Perbedaan antara reinforcement negatif dengan hukuman adalah bahwa respon dalam
reinforcement negative mengarah kepada proses menghilangkan sesuatu yang tidak
11
menyenangkan, sehingga respon tersebut diperkuat, sedangkan respon pada hukuman
mengarah kepada hadirnya sesuatu yang tidak menyenangkan, sehingga respon
diperlemah, atau mengarah kepada konsekuensi yang negatif.
Teori belajar social Bandura tentang kepribadian didasarkan kepada formula bahwa
tingkah laku manusia merupakan hasil interaksi timbal balik yang terus menerus antara
factor-faktor penentu: internal (kognisi, persepsi, dan faktor lainnya yang mempengaruhi
kegiatan manusia), dan eksternal (lingkungan). Proses ini disebut reciprocal determinism,
dalam mana manusia mempengaruhi nasibnya dengan mengontrol kekuatan lingkungan,
tetapi mereka juga dikontrol oleh kekuatan-kekuatan lingkungan tersebut. Interaksi di antara
faktor-faktor tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
P
P = Person (Faktor Internal)
E = Environment (Faktor External)
B = Behavior
B E
Gambar 1.3 (interaksi antara Person, Environment, dan Behavior)
Teori belajar sosial menempatkan reciprocal determinism sebagai prinsip dasar untuk
menganalisis fenomena psikososial dalam berbagai tingkat yang kompleks, terentang dari
12
perkembangan intrapersonal, tingkah laku interpersonal , fungsi interaksi organisasi sampai
ke system sosial.
Dalam hal lain, Bandura menyetujui keyainan dasar behaviorisme yang mempercayai
bahwa kepribadian dibentuk melalui belajar. Namun dia berpendapat bahwa conditioning
bukan proses yang mekanis, manusia menjadi partisipan yang pasif. Sebaliknya, manusia itu
aktif mencari dan memproses informasi tentang lingkungannya, agar dapat memaksimalkan
hasil yang menyenangkan.
a. Belajar Melalui Observasi
Belajar melalui observasi terjadi ketika respon organisme dipengaruhi oleh hasil
observasinya terhadap orang lain, yang disebut model. Bentuk belajar ini memerlukan
perhatian (attention) terhadap tingkah laku model yang diobservasi, sehingga dipahami
dampak-dampaknya, dan menyimpan informasi tentang tingkah laku model itu ke dalam
memori. Jelas sekali, bahwa perhatian, pemahaman, informasi, dan memori merupakan
unsure-unsur kognisi, yang oleh para behavioris diabaikannya.
Beberapa model mugkin lebih berpengaruh dari model yang lainnya. Anak atau orang
dewasa cenderung mengimitasi orang (model) yang dia senangi karena memiliki daya
tarik tertentu (seperti penampilannya, perilakunya, atau kepopulerannya). Proses imitasi
ini dipengaruhi oleh adanya kesamaan antara yang mengimitasi dengan model (seperti
kesamaan seks), atau karena tingkah laku model itu memeberikan dampak yang positif.
Menurut teori belajar sosial, model itu memiliki dampak yang sangat besar terhadap
perkembangan kepribadian. Anak-anak belajar untuk bersikap asertif, percaya diri, atau
mandiri melalui observasi kepada orang lain yang menampilkan sikap-sikap seperti itu.
Orang lain yang menjadi model anak adalah orang tua, saudara, guru, atau teman.
Dalam kehidupan masyarakat dewasa ini, banyak perilaku model itu diambil dalam
bentuk simbolik. Film dsan televisi menayangkan contoh-contoh tingkah laku yang dapat
mempengaruhi para observer (penonton). Bandura, Ross, dasn Ross (1963) menemukan
bahwa model-model hidup, film, bahkan kartoon animasi dapat menjadi model yang
diimitasi oleh anak-anak yang menontonya.
Bandura dan koleganya telah melakukan penelitian secara meluas tentang betapa
berpengaruhnya model itu terhadap agresivitas, peranan gender, dan standar moral anak.
Dalam studi kalsik, Bandura, Ross, dan Ross (1963) menemukan bahwa observasi anak
terhadap para bintang film (model yang memerankan kekerasan) dapat mempengaruhi
perkembangan tingkah laku agresifnya.
b. Self efficacy
13
Self efficacy merupakan komponen kunci self system. Yang dimaksud self system ini
bukan faktor psikis yang megontrol tingkah laku, namun merujuk kepada struktur kognisi
yang memberikan mekanisme rujukan, dan yang meranang fungsi-fungsi persepsi,
evaluasi, dan regulasi tingkah laku.
Bandura meyakini bahwa Self efficacy merupakan elemen kepribadian yang krusial.
Self afficacy ini merupakan keyakinan diri ( sikap percaya diri ) terhadap kemampuan
sendiri untuk menampilkan tingkah laku yang akan mengarahkannya kepada hasil yang
diharapkan.
Ketika self efficacy tinggi, kita merasa percaya diri bahwa kita dapat melakukan
respon tertentu untuk memperoleh reinforcement. Sebaliknya apabila rendah, maka kita
merasa cemas bahwa kita tidak mampu melakukan respon tersebut.
Persepsi tentang self efficacy bersifat subjektif dank has terhadap bermacam
macam hal. Kita mungkin merasa sangat percaya diri terhadap kemampuan sendiri untuk
mengatasi kesulitan sosial, namun sangat cemas untuk mengatasi masalah masalah
akademik. Walaupun persepsi tentang self efficacy dapat memprediksi tingkah laku
secara baik, namun persepsi tersebut dipengaruhi oleh perasaan umum dari self
efficacy sendiri. Persepsi self efficacy dapat mempengaruhi tantangan mana yang
harus diatasi ( dihadapi ), dan bagaimana menampilkan perilaku yang lebih baik.
Beberapa study tentang self efficacy ini telah banyak dilakukan oleh para ahli,
seperti leary dan atherson ( 1986 ) tentang hubungan persepsi self efficacy dengan
perasaan cemas dalam pertemuan sosial ; Betz dan Hackett ( 1986 ) tentang hubungan
persepsi self efficacy ) dengan keberhasilan dalam atletik.
4. Komentar
Teori behavioristik ( pendekatan tingkah laku ) dibangun atas dasar penelitian
empirik, bukan hasil intuisi klinik. Karena bersifat empiric, pendekatan tingkah lakuterbuka
terhadap penemuan penemuan atau gagasas gagasan baru. Teori behavioristik telah
memberikan pemahaman tentang gangguan gangguan psikologis melalui penjelasan bahwa
banyak gangguan psikologis, seperti pobi merupakan hasil dari proses belajar yang normal.
Para behavioris meyakini bahwa tingkah laku manusia itu yidak selalu konsisten, karena
manusia berperilaju dengan cara cara yang mengarah kepada reinforcement dalam situasi
yang dihadapi. Dalam kata lain, faktor faktor situasional mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap perubahan perilaku.
Berikut merupakan kritik terhadap teori behavioristik.
14
a. Prinsip prinsip dalam teori tingkah laku ditemukan melalui penelitian terhadap
binatang. Dengan demikian prinsip prinsip tersebut ( tingkah laku binatang ) tidak
bisa digeneralisasi kepada tingkah laku manusia.
b. Para behavioris mengabaikan proses kognitif, padahal faktor ini sangat penting
dalam perilaku manusia.
c. Para behavioris memandang kepribadian secara pragmentaris ( terpecah pecah,
tidak utuh ).
Kepribadian dirumuskan secara sederhana, hanya sebagai hasil asosiasi stimulus
respon.
15
Para tokoh perintis bimbingan dan konseling behavioristik menekankan
pentingnya kemampuan konselor dalam menetapkan tujuan bimbingan dan konseling.
Adapun para tokoh kontemporer aliran bimbingan dan konseling behavioristik
menekankan pada keaktipan klien dalam memilih tujuan bimbingan dan konseling
dan keterlibatan klien dalam proses bimbingan dan konseling . para tokoh
kontemporer menjelaskan bahwa bimbingan dan konseling tidak dapat dipaksakan
kepada klien yang tidak bersedia. Selanjutnya konselor dank lien perlu bekerjasama
untuk mencapai sasaran bersama.
16
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
17