Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN

DIABETES MELETUS

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut penelitian epidemiologi tahun delapan puluhan di berbagai kota di Indonesia, prevalensi
diabetes berkisar antara 1,5 s.d. 2,3%. Hasil penelitian epidemiologis berikutnya tahun 1993 di
Jakarta membuktikan adanya peningkatan prevalensi DM dari 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7%
pada tahun 1993, kemudian pada tahun 2001 di Depok, daerah sub-urban di selatan Jakarta,
menjadi 12,8% (Sastro Asmoro, 2009).
Penelitian terakhir oleh Litbang Depkes di seluruh provinsi Indonesia yang hasilnya dikeluarkan bulan
Desember 2008 menunjukkan bahwa prevalensi DM secara nasional tahun 2007 adalah 5,7 % (1,5
% terdiri dari pasien diabetes yang sudah terdiagnosis sebelumnya, sedangkan sisanya 4,2% baru
ketahuan diabetes saat penelitian) (Soegondo S., 2009).

Diabetes “gestasional” mengisyaratkan bahwa gangguan ini dipicu oleh kehamilan yang merupakan
akibat dari perubahan-perubahan fisiologis berlebihan pada metabolisme glukosa. Penjelasan
lainnya adalah bahwa diabetes gestasional adalah diabetes awitan-dewasa atau tipe 2 yang
terungkap atau muncul selama kehamilan (Cunningham FG, 2005).
Prevalensi Diabetes Melitus Gestasional (DMG) merupakan gambaran dari prevalensi DM Tipe 2 di
masyarakat. Di mana terdapat beberapa faktor risiko DMG antara lain umur ibu, obesitas, dan
riwayat keluarga diabetes (Assiamira Ferrara, 2000). Saat ini di US, 21 juta penduduk (7% dari total
penduduk) telah terdiagnosa diabetes. Sedangkan 6 juta penduduk lainnya mungkin belum
terdiagnosa. Diperkirakan 3-10% dari kehamilan di US merupakan penderita DM, yang mana 90%
adalah DMG dan 8% adalah diabetes sebelum hamil (Moore,2010).
Pada penelitian yang dilakukan The Framingham offsprings Study tentang Parenteral Transmission
of Type 2 Diabetes didapatkan keturunan dengan ibu diabetes mempunyai risiko 2,5-3,5 kali untuk
menderita diabetes dibandingkan tanpa orang tua diabetes, bila kedua orang tua penyandang
diabetes mempunyai risiko 3-6 kali menderita diabetes pada keturunannya dibandingkan tanpa
kedua orang tua penyandang diabetes (Sylvawani, 2009).
Pada suatu studi analisis cross-sectional, riwayat keluarga diabetes mellitus tipe 2 mempunyai
hubungan dengan resistensi insulin (Heart, 2010). Dimana beberapa gen diduga sebagai penyebab
resistensi insulin, obesitas dan sekresi insulin. Salah satu gen yang terlibat pada resistensi insulin,
adipogenesis dan DM tipe 2 adalah gen peroxisome proliferator activated reseptor (PPAR), gen
tersebut merupakan faktor transkripsi yang terlibat pada adipogenesis, pengaturan ekspresi gen
adipose dan metabolisme glukosa (Sylvawani, 2009).
Darvey dan Hamblin (2001) mengidentifikasi beberapa wanita berisiko tinggi menderita diabetes
gestasional yaitu ibu yang memiliki faktor risiko berikut ini : 1) usia ibu >25 tahun, 2) DM terjadi pada
kerabat tingkat pertama, 3) risiko tinggi yang diturunkan melalui ras, mis., Asia-India, Timur Tengah,
Afro-karibia, dan 4) BMI >27 kg/m 2 (Fraser, 2009). Disebutkan juga dalam Buku Ajar Asuhan
Kebidanan, diabetes patut dicurigai pada kasus yang mempunyai ciri gemuk, riwayat keluarga
diabetes, riwayat melahirkan bayi > 4 kg, riwayat lahir mati, dan abortus berulang (Wiknjosastro,
2009).
Penapisan diabetes mellitus gestasional harus dilakukan terhadap setiap wanita hamil. Panduan
yang digunakan dapat diambil dari ADA ( American Diabetes Association) dan hasil Konferensi
Lokakarya Internasional Keempat tentang Diabetes Kehamilan. Setiap bidan harus memahami
panduan yang digunakan untuk penapisan dan pengkajian laboratorium di lahan klinik. Adapun
metode yang digunakan, penapisan awal diabetes kehamilan dimulai pada kunjungan pertama
berupa pengkajian riwayat (Varney, 2006).
Beberapa penilaian terhadap faktor risiko dan penyempurnaan dalam penatalaksanaan wanita
diabetik dengan janin atau bayinya tetap diusahakan, sehingga harapannya adalah kejadian diabetes
dapat terdeteksi sejak awal pada semua kehamilan dan mendapatkan penatalaksanaan yang sesuai,
untuk mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Penulis mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dengan diabetes melitus gestasioanl
menggunakan pola pikir ilmiah melalui pendekatan manajemen kebidanan menurut Varney serta
mendokumentasikan asuhan kebidanan menggunakan SOAP.
1.2.2 Tujuan Khusus
Dalam memberikan asuhan kebidanan penulis diharapkan mampu :
1. melakukan pengkajian (data subyektif dan obyektif)
2. interpretasi data dasar (mengidentifikasi diagnosa dan masalah aktual)
3. mengidentifikasi diagnosa dan masalah potensial
4. mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera
5. mengembangkan rencana asuhan kebidanan
6. melaksanakan rencana asuhan kebidanan
7. mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan
8. mendokumentasikan asuhan kebidanan menggunakan SOAP
1.3 Pelaksanaan
Pelaksanaan praktik profesi tanggal 21 Desember 2013 sampai dengan 11 Januari 2014 di Poli
Hamil I RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
1.4 Sistematika Penulisan
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 3 TINJAUAN KASUS
BAB 4 PEMBAHASAN
BAB 5 PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Diabetes Mellitus Gestasional
2.1.1 Pengertian Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes mellitus gestasional didefinisikan sebagai intoleransi karbohidrat dengan keparahan
bervariasi dan awitan atau pertama kali diketahui saat hamil (Cunningham FG, 2005).
Diabetes mellitus gestasional adalah kenaikan glukosa darah hanya muncul saat kehamilan
(Manuaba IBG, 2007).
Diabetes mellitus gestasional didefinisikan sebagai intoleransi karbohidrat yang menyebabkan
hiperglikemia dengan berbagai tingkat keparahan, yang awitannya dimulai atau diketahui selama
kehamilan (WHO 1999 dalam Fraser DM, 2009).
2.1.2 Fisiologi Diabetes Mellitus Gestasional
Fisiologi diabetes mellitus gestasional dalam Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Helen Varney (2006)
yaitu diabetes terjadi karena produksi insulin tidak ada atau tidak cukup. Insulin adalah hormon yang
diproduksi oleh sel beta pulau Langerhans di dalam pankreas. Fungsi insulin adalah mengangkut
glukosa ke dalam sel. Keberadaan sel bergantung pada jumlah glukosa yang masuk, yang kemudian
diubah menjadi energi. Pada diabetes, tidak terjadi kekurangan glukosa di dalam darah, melainkan
glukosa tak dapat diangkut ke dalam sel tanpa persediaan insulin yang cukup. Keadaan ini pada
akhirnya akan mengakibatkan hiperglikemia.
Pada diabetes Tipe I klasik, insulin tidak ada. Akibatnya, sel harus memetabolisasi lemak dan protein
untuk dijadikan sumber energi. Salah satu hasil pemecahannya adalah keton, yang bersifat asam,
yang kemudian memerlukan pergerakan dapar untuk menetralkannya. Sekali waktu, pada saat
asidosis sudah menjalar ke seluruh tubuh, pasien akan mengalami koma, yang pada akhirnya dapat
menyebabkan kematian.
Pada diabetes Tipe II, insulin diproduksi, tetapi sel resisten terhadap insulin, sehingga dibutuhkan
sekresi insulin dalam jumlah lebih besar. Pada akhirnya, pankreas tidak mampu memenuhi
peningkatan kebutuhan insulin dan terjadilah hiperglikemia. Keracunan keton merupakan hal yang
tidak lazim pada diabetes TipeII.

Gambar 2.1 Proses terjadinya Diabetes Mellitus Tipe 2


Diabetes kehamilan sama dengan diabetes Tipe II, dalam hal bahwa ada persediaan insulin. Akan
tetapi, perubahan hormon selama kehamilan akan mengubah kemampuan toleransi tubuh terhadap
insulin. Pada kehamilan dini (sebelum usia 20 minggu), sel-sel sangat responsif terhadap insulin, dan
kadar glukosa di dalam darah kemungkinan akan lebih rendah dari biasanya. Hal ini juga yang
menjadi alasan beberapa wanita hamil mengalami mual dan muntah jika tidak ada asupan makanan
selama kurun waktu yang lama, misalnya sepanjang malam.
Seiring perkembangan plasenta, produksi hormon kehamilan akan meningkat, terutama HPL
(Human Placenta Lactogen). Peningkatan HPL akan meningkatkan resistensi sel terhadap insulin
sehingga muncul kondisi diabetes. Pada kebanyakan wanita, pankreas mampu memenuhi
peningkatan kebutuhan insulin ini. Akan tetapi, ketika pankreas tidak lagi sanggup memproduksi
insulin, terjadilah hiperglikemia. Efek puncak HPL terjadi pada usia kehamilan sekitar 26 hingga 28
minggu. Waktu tersebut merupakan saat yang tepat untuk melakukan penapisan.
Hiperglikemia menimbulkan banyak efek merugikan pada kehamilan. Untuk diabetes Tipe I dan II,
dengan kontrol glikemia yang jarang, peningkatan kadar keton dan glukosa terbukti bersifat
teratogenik sehingga mengakibatkan anomali kongenital, seperti defek jantung, defek sistem saraf
pusat, sindrom penurunan kaudal (caudal regression syndrome). Angka aborsi spontan dan lahir mati
juga meningkat. Kematian pembuluh darah pada diabetes Tipe I menyebabkan penurunan aliran
darah ke uterus dan plasenta sehingga meningkatkan insufisiensi uteroplasenta, yang
mengakibatkan IUGR dan efek-efek lain. Pada sejumlah besar wanita juga, ditemukan hipertensi dan
preeklamsia.
Pada wanita hamil, karena kebutuhan insulin meningkat, hiperglikemia juga meningkat. Insulin
adalah hormon yang sama persis dengan hormon pertumbuhan manusia (human growth hormone,
HGH). Glukosa darah ibu yang meningkat akan disalurkan ke janin melalui plasenta. Janin memang
tidak menderita diabetes, tetapi harus meningkatkan produksi insulinnya guna memetabilisasi
glukosa yang ada. Akibatnya peningkatan kadar insulin dan glukosa, terjadilah pertumbuhan fisik
yang dramatis, yang menghasilkan bayi besar (makrosomia). Makrosomia disebabkan oleh
hyperplasia, peningkatan jumlah sel, hipertrofi, dan terbukti meningkatkan kemungkinan obesitas
pada masa kanak-kanak dan dewasa sekaligus meningkatkan risiko diabetes di kemudian hari.
Makrosomia dianggap sebagai komplikasi pada periode intrapartum, menempatkan janin dan ibu
pada risiko persalinan yang lama, distosia bahu, dan pelahiran operatif.
2.1.3 Penapisan Diabetes Mellitus Gestasional
Penapisan diabetes mellitus gestasional harus dilakukan terhadap setiap wanita hamil. Panduan
yang digunakan dapat diambil dari ADA ( American Diabetes Association) dan hasil Konferensi
Lokakarya Internasional Keempat tentang Diabetes Kehamilan. Setiap bidan harus memahami
panduan yang digunakan untuk penapisan dan pengkajian laboratorium di lahan klinik. Adapun
metode yang digunakan, penapisan awal diabetes kehamilan dimulai pada kunjungan pertama
berupa pengkajian riwayat (Varney, 2006).
Menurut ADA, penapisan laboratorium tidak perlu dilakukan pada wanita hamil yang diidentifikasi
tanpa faktor risiko. Wanita yang termasuk dalam kelompok ini memiiki semua kriteria berikut : 1)
umur kurang dari 25 tahun, 2)berat badan normal sebelum hamil, 3) lahir dalam kelompok etnis
dengan angka prevalensi GDM rendah (orang Amerika kulit putih dan Eropa Barat), 4) tidak ada
riwayat diabetes pada kerabat tingkat pertama, 5) tidak ada riwayat intoleransi glukosa, dan 6) tidak
ada riwayat hasil akhir kehamilan yang buruk (Helen Varney, 2006).
Darvey dan Hamblin (2001) mengidentifikasi beberapa wanita berisiko tinggi menderita diabetes
gestasional yaitu ibu yang memiliki faktor risiko berikut ini : 1) usia ibu >25 tahun, 2) DM terjadi pada
kerabat tingkat pertama, 3) risiko tinggi yang diturunkan melalui ras, mis., Asia-India, Timur Tengah,
Afro-karibia, dan 4) BMI >27 kg/m2 (Fraser, 2009).
Dalam buku Pengantar Kuliah Obstetri, Manuaba (2007), dugaan ibu hamil dengan diabetes mellitus
adalah : 1) riwayat keluarga, 2) sering mengalami abortus tanpa sebab yang jelas, 3) persalinan sulit
dengan janin besar, 4) kematian janin intrauterine, 5) intrautery growth retardation, 6) prematuritas,
dan 7) terdapat kelainan kongenital bayi.
Tabel 2.1 Fourth International Workshop-Conference on Gestasional Diabetes
Strategi penapisan yang Dianjurkan Berdasarkan Penilaian Risiko
Untuk Mendeteksi Diabetes Gestasional (DMG)
No. Kelompok Faktor Pemeriksaan
Risiko Risiko/karakteristik

1. Risiko rendah 1. Berasal dari Glukosa darah tidak


kelompok etnik yang diperlukan secara
prevalensi diabetes rutin
gestasionalnya rendah 
2. Tidak ada anggota
keluarga dekat yang
mengidap diabetes 
3. Usia kurang dari 25
tahun 
4. Berat sebelum hamil
normal 
5. Tidak ada riwayat
kelainan metabolisme
glukosa 
6. Tidak memiliki
riwayat obstetri yang
buruk

2. Risiko rata-rata 1. Wanita keturunan Glukosa darah pada


Hispanik, Afrika, minggu ke 24-28
pribumi Amerika, Asia
Selatan atau Timur

3. Risiko tinggi 1. Wanita yang jelas Glukosa darah segera


kegemukan  mungkin (saat
2. Jelas memiliki pertama kali datang
riwayat diabetes pada ANC). Apabila DM
anggota keluarga  tidak terdiagnosis,
3. Riwayat diabetes pemeriksaan glukosa
gestasional  darah harus diulang
4. Glukosuria pada minggu ke 24-28
atau setiap saat pasien
memperlihatkan
gejala/ tanda yang
mengarah ke
hiperglikemia

Dari Metzger dan Coustan (1998) dalam Cunningham FG, 2005.


Body Mass Indeks (BMI) adalah quetelet’s index, yang telah dipakai secara luas, yaitu berat badan
(kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m 2) (Narendra, 2008). Menurut Supariasa (2001), di Indonesia
istilah Body Mass Indeks (BMI) diterjemahkan menjadi Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT merupakan
alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan
kelebihan dan kekurangan berat badan.
Rumus BMI/IMT = berat badan (kg) : (tinggi badan(m) x tinggi badan(m))

Tabel 2. 2 Rekomendasi penambahan berat badan selama kehamilan berdasarkan Indeks Masa
Tubuh (IMT)
Kategori IMT Rekomen Penambahan Penambahan
-dasi BB pada BB pada
( kg ) trimester I
trimester II

Rendah < 19,8 12,5 -18 2,3 0,49

Normal 19,8 – 11,5 – 16 1,6 0,44


26

Tinggi 26 – 7 - 11,5 0,9 0,3


29

Obesitas >29 <7

Gemelli 16 – 20,5

Di kutip dari Cunningham , 2005

Tabel 2.3 Klasifikasi BMI menurut WHO Juni 2012


BMI Classification

< 18,5 Underweight

18,5 – 24,9 Normal Weight

25,0 – 29,9 Overweight


30,0 – 34,9 Class I Obesity

35,0 – 39,9 Class II Obesity

< 40,0 Class III Obesity

2.1.4 Klasifikasi
White (1965) dalam Manuaba (2007) membagi diabetes berdasarkan kemungkinan komplikasi ibu
hamil dengan diabetes mellitus. Pembagian berdasarkan fungsional diabetes melitus gestasional
adalah :
2.1.4.1 D.M.Gestasional
1) Kelas A.1 : masih dalam batas normal dan dapat dikendalikan dengan diet
2) Kelas A.2 : hiperglikemia pada saat puasa dan post prandial. Terapi memerlukan insulin.
Tabel 2.3 Klasifikasi diabetes mellitus gestasional
Kelas Onset Glukosa 2 jam Terapi
Puasa Posprandial
dalam dalam plasma
Plasma

A.1 Gestas <105 mg/dl <120 mg/dl Diet


i

A.2 Gestas >105 mg/dl >120 mg/dl Diet & Insulin


i

2.1.4.2 Prakonsepsi dan D.M.


1) Tanpa komplikasi : DM Tipe I dan DM Tipe II
2) Disertai komplikasi dalam bentuk : retinopati, nefropati, neuropati autonomik, dan penyakit jantung
koroner.
2.1.5 Diagnosis Diabetes Mellitus Gestasional
Skrining awal diabates mellitus gestasional adalah dengan cara melakukan pemeriksaan beban 50 g
glukosa pada kehamilan 24-28 minggu. Untuk tes ini pasien tidak perlu puasa.
Kadar glukosa serum atau plasma yang normal harus kurang dari 130 mg per dl (7,2 mmol per l)
atau kurang dari 140 mg per dl (7,8 mmol per l). Dengan memakai nilai 130mg per dl atau lebih akan
meningkatkan sensitivitas tes sekitar 80-90%, tetapi menurunkan spesivitasnya di banding bila
dipakai nilai 140 mg per dl atau lebih.
Apabila yang dipakai hanya nilai 130 mg per dl, ha ini akan menigkatkan terdeteksinya kasus
diabetes militus gestasional yang berarti akan meningkatkan hasil postif palsu. Oleh karena itu, untuk
mendeteksi adanya diabetes melitus gestasional sebaikanya dipakai tidak hanya satu nilai, akan
tetapi keduanya yaitu 130 mg per dl atau 140 mg per dl.
Hasil tes satu jam yang abnormal harus dilanjutkan dengan pemeriksaan beban 100 g glukosa.
Selama tiga hari pasien disuruh diet yang tidak ketat, kemudian dilakukan darah puasa yang diambil
dari pembuluh dara vena, setelah 1, 2 dan 3 jam pemberian 100 g glukosa. Selama periode
pemeriksaan pasien harus tetap duduk dan tidak boleh merokok.
Untuk kriteria diagnostik sering dipakai kriteria dari the national diabetes data group (NDDG), tetapi
beberapa memakai kriteria dari carpenter dan coustan. Diagnosis diabetes melitus gestasional
ditegakan apabila didapatakan 2 atau lebih nilai yang abnormal.

Tabel 2.4 Kriteriahasil abnormal setelah pemberian 100 g glukosa Three Hour Glukosa Tolerance
Test (OGTT)pada perempuan hamil
Darah National Diabeter Data Carpenter and Coustan
Group

Puasa 105 mg per dl (5,8 mmol 95 mg per dl (5,3 mmol


per l) per l)

1-jam 190 mg per dl (10,5 180 mg per dl (10,0 mmol


PP mmol per l) per l)

2-jam 165 mg per dl (9,2 mmol 155 mg per dl (8,6 mmol


PP per l) per l)

3-jam 145 mg per dl (8,0 mmol 140 mg per dl (7,8 mmol


PP per l) per l)

Catatan : Diagnosisi diabeter mellitus gestasional ditegakkan apabila ada dua atau lebih nilai
abnormal (kadar glukosa serum atau plasma)

Diagnosis yang praktis ialah menggunakan beban 75 g glukosa dan apabila ditemukan
nilai > 140 mg/dl dianggap DMG dan nilai > 200 mg/dl merupakan DM yang jelas (berat).
2.1.6 Komplikasi pada Ibu dan Bayi
Prinsip dasarnya adalah kadar gula darah yang melebihi ambang batas normal dapat menyebabkan :
1) induksi proliferasi sel sehingga memungkinkan terjadinya makrosomia, 2) toksik terhadap sel
endotel sehingga terjadi kerusakan sel endotel dan terjadi hipoperfusi yang mengakibatkan terjadinya
pertumbuhan terhambat, preeklampsia, IUFD, 3) toksik terhadap sel-sel germinal sehingga jika
terjadi pada masa konsepsi dan embriogensis dapat mengakibatkan kelainan kongenital.
Kadar gula darah yang berfluktuasi tajam dapat mengakibatkan terjadinya ketoasidosis pada janin
yang dapat menyebabkan kematian janin. Sedangkan kadar gula yang terkontrol dalam batas normal
(80 – 120 mg) memberikan hasil yang sama dengan populasi normal. Pengontrolan gula darah
dalam kehamilan harus sesegera mungkin baik dengan diit maupun insulin.
Masalah yang ditemukan pada bayi yang ibunya menderita diabetes dalam kehamilan adalah
kelainan bawaan, makrosomia (bayi besar > 4 kg), hipoglikemia (kadar gula darah rendah),
hipokalsemia (kadar kalsium dalam tubuh rendah), hiperbilirubinemia (bilirubin berlebihan dalam
tubuh), sindrom gawat napas, dan kematian janin. Faktor maternal (pada ibu) yang berkaitan dengan
peningkatan angka kejadian makrosomia adalah obesitas, hiperglikemia, usia tua, dan multiparitas
(jumlah kehamilan > 4). Makrosomia memiliki risiko kematian janin saat dilahirkan karena ketika
melahirkan, bahu janin dapat menyangkut dan peningkatan jumlah operasi caesar. Hipoglikemia
pada bayi dapat terjadi beberapa jam setelah bayi dilahirkan. Hal ini terjadi karena ibu mengalami
hiperglikemia (kadar gula darah berlebihan) yang menyebabkan bayi menjadi hiperinsulinemia (kadar
hormon insulin dalam tubuh janin berlebihan).
Komplikasi yang didapatkan pada ibu dengan diabetes gestasional berkaitan dengan hipertensi, pre-
eklampsia, dan peningkatan risiko operasi caesar. Wanita dengan diabetes gestasional memiliki
risiko meningkat untuk mengalami diabetes tipe 2 setelah melahirkan. Kadar glukosa darah ibu harus
diperiksa 6 minggu setelah melahirkan dan setiap 3 tahun ke depan.
2.1.7 Terapi
Pengawasan sendiri kadar gula darah sangat dianjurkan pada wanita dengan diabetes dalam
kehamilan. Tujuan utama monitoring adalah mendeteksi konsentrasi glukosa yang tinggi yang dapat
menyebabkan peningkatan angka kejadian kematian janin. Selain monitoring, terapi diabetes dalam
kehamilan adalah :
2.1.7.1 Diet
Terapi nutrisi adalah terapi utama di dalam penatalaksanaan diabetes. Tujuan utama terapi diet
adalah menyediakan nutrisi yang cukup bagi ibu dan janin, mengontrol kadar glukosa darah, dan
mencegah terjadinya ketosis (kadar keton meningkat dalam darah). Penderita diabetes menurut
Lokakarya LIPI/NAS (1968) dengan berat badan rata-rata cukup diberi diet 1200 – 1800 kalori sehari
selama kehamilan. Pada wanita diabetes gestasional dengan berat badan normal dibutuhkan
31kkal/kg/hari. Pada wanita dengan obesitas (Indeks Massa Tubuh > 31 kg/m 2) dibutuhkan 25
kkal/kg/hari
Pola makan 3 kali makan besar diselingi 3 kali makanan kecil dianjurkan dalam sehari. Pembatasan
jumlah karbohidrat 40% dari jumlah makanan dalam sehari dapat menurunkan kadar glukosa darah
postprandial (2 jam setelah makan).
2.1.7.2 Olahraga
Bersepeda dan olah tubuh bagian atas direkomendasikan pada wanita dengan diabetes gestasional.
Para wanita dianjurkan meraba sendiri rahimnya ketika berolahraga, apabila terjadi kontraksi maka
olahraga segera dihentikan. Olahraga berguna untuk memperbaiki kadar glukosa darah.
2.1.7.3 Pengobatan insulin
Penderita yang sebelum kehamilan memerlukan insulin diberikan insulin dengan dosis yang sama
seperti sebelum kehamilan sampai didapatkan tanda-tanda perlu ditambah atau dikurangi. Terapi
insulin direkomendasikan oleh The American Diabetes Association (1999) ketika terapi diet gagal
untuk mempertahankan kadar gula darah puasa < 95 mg/dl atau 2 jam setelah makan kadar gula
darah < 120 mg/dl.
Terapi obat pengendali glukosa darah oral pada diabetes gestasional tidak direkomendasikan oleh
ADA maupun ACOG karena obat-obat tersebut dapat melalui plasenta, merangsang pancreas janin,
dan menyebabkan hiperinsulinemia pada janin.
2.1.7.4 Terapi Obstetrik
Pada penderita diabetes gestational yang tidak berat, dapat dikendalikan gula darah melalui diet
saja, tidak memiliki riwayat melahirkan bayi makrosomia, maka ibu dapat melahirkan secara normal
dalam usia kehamilan 37 – 40 minggu selama tidak ada komplikasi lain. Apabila diabetesnya lebih
berat dan memerlukan pengobatan dengan insulin, maka sebaiknya kehamilan diakhiri lebih dini
pada kehamilan 36 – 38 minggu terutama bila kehamilannya diikuti oleh komplikasi lain seperti
makrosomia, pre-ekalmpsia, atau kematian janin. Pengakhiran kehamilan lebih baik lagi dengan
induksi (perangsangan) atau operasi Caesar.

2.2 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pada Klien dengan


Diabetes Mellitus Gestasional (DMG)
Manajemen kebidanan adalah metode pendekatan pemecahan masalah kesehatan ibu dan anak
yang khususnya dilakukan oleh bidan didalam memberikan asuhan kebidanan kepada individu,
keluarga dan masyarakat.
Dalam melaksanakan manajemen kebidanan ini menggunakan 7 langkah Varney yaitu :
2.2.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah pencatatan data lengkap untuk mengevaluasi pasien yaitu memeriksa
dengan memperoleh seluruh data yang dibutuhkan untuk penilaian secara sempurna dari klien.
A. Data Subyektif
1. Biodata
Biodata berisi tentang identitas klien beserta suaminya yang meliputi nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, penghasilan, suku bangsa, dan alamat. Dari biodata tersebut diharapkan
dapat memberikan gambaran tentang faktor risiko, keadaan sosial ekonomi, pendidikan klien dan
keluarga yang mempengaruhi kondisi klien.
DMG paling sering ditemukan pada ibu dengan umur > 25 tahun, tingkat ekonomi menengah ke atas
dan pekerjaan yang kurang gerak fisik. Tingkat ekonomi tersebut memungkinkan untuk gaya hidup
modern, pola konsumsi yang banyak mengandung karbohidrat. DMG juga dapat terjadi pada ibu
dengan aktivitas yang rendah atau kurang.
2. Keluhan Utama
Klien mengatakan sedang hamil dan pertama kali diketahui menderita diabetes mellitus saat hamil.
3. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang Lalu
Riwayat melahirkan dengan berat bayi lahir > 4000 gram, riwayat DMG pada kehamilan sebelumnya,
sering mengalami abortus tanpa sebab yang jelas, persalinan sulit dengan janin besar, kematian
janin intrauterine, intrautery growth retardation, prematuritas, dan terdapat kelainan kongenital bayi.
4. Riwayat Kehamilan Sekarang
Berapa umur kehamilan sekarang, kapan mulai merasakan gerak anak, berapa kali pasien periksa
hamil, apakah sudah mendapat suntik TT sebelum menikah, suntik TT hamil, adakah keluhan-
keluhan pada kehamilan ini.
Infeksi saluran kemih berulang-ulang selama hamil.
5. Riwayat Kesehatan Klien
Ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit menular dan menurun karena akan
mempengaruhi kondisi tubuh klien. Klien dengan diabetes mellitus merupakan faktor risiko bayi besar
dan memungkinkan lebih lama lahir.
Klien DMG dengan komplikasi Pre Eklamsia, kehamilannya harus diakhiri tanpa memandang
keadaan serviks.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada anggota keluarga yang menderita DM.
7. Riwayat Psikososial
Apakah kehamilan ini direncanakan, dan apa harapan keluarga selama kehamilan ini, siapa yang
diharapkan sebagai penolong persalinan, bagaimana keadaan pasien menghadapi kehamilan ini.
8. Pola Kehidupan Sehari-hari
Nutrisi : banyak mengkonsumsi karbohidrat dan gula.
Aktivitas : kurang.
BAK : lebih sering.
B. Data Obyektif
1) Pemeriksaan Umum
Identifikasi keadaan umum dan kesadaran.
Tekanan darah : DMG meningkatkan risiko untuk menjadi pre eklampsia
Nadi : 60 – 100 kali per menit
Suhu : 36,5 – 37,5 oC
RR : 16-24 kali per menit
BB : meningkat lebih dari 15 kg selama hamil/ BMI > 27 kg.m 2
2) Pemeriksaan Fisik
Abdomen : TFU : lebih besar karena bayi besar.
3) Pemeriksaan Penunjang
a. USG
Tampak bayi besar, mungkin juga ada kelainan bawaan.
b. Pemeriksaan gula darah
Skrining awal diabates mellitus gestasional adalah dengan cara melakukan pemeriksaan beban 50 g
glukosa pada kehamilan 24-28 minggu. Untuk tes ini pasien tidak perlu puasa.
Kadar glukosa serum atau plasma yang normal harus kurang dari 130 mg per dl (7,2 mmol per l)
atau kurang dari 140 mg per dl (7,8 mmol per l). Dengan memeakai nilai 130mg per dl atau lebih
akan meningkatkan sensitivitas tes sekitar 80-90%, tetapi menurunkan spesivitasnya di banding bila
dipakai nilai 140 mg per dl atau lebih.
Apabila yang dipakai hanya nilai 130 mg per dl, ha ini akan menigkatkan terdeteksinya kasus
diabetes militus gestasional yang berarti akan meningkatkan hasil postif palse. Oleh karena itu, untuk
mendeteksi adanya diabetes melitus gestasional sebaikanya dipakai tidak hanya satu nilai, akan
tetapi keduanya yaitu 130 mg per dl atau 140 mg per dl.
Hasil tes satu jam yang abnormal harus dilanjutkan dengan pemeriksaan beban 100 g glukosa.
Selama tiga hari pasien disuruh diet yang tidak ketat, kemudian dilakukan darah puasa yang diambil
dari pembuluh dara vena, setelah 1, 2 dan 3 jam pemberian 100 g glukosa. Selama periode
pemeriksaan pasien harus tetap duduk dan tidak boleh merokok.
Untuk kriteria diagnostik sering dipakai kriteria dari the national diabetes data group (NDDG), tetapi
beberapa memakai kriteria dari carpenter dan coustan. Diagnosis diabetes melitus stasional
ditegakan apabila didapatakan 2 atau lebih nilai yang abnormal.
Tabel 2.4 Kriteriahasil abnormal setelah pemberian 100 g glukosa Three Hour Glukosa Tolerance
Test (OGTT)pada perempuan hamil
Darah Nationla Diabeter Data Carpenter and Coustan
Group

Pusa 105 mg per dl (5,8 mmol 95 mg per dl (5,3 mmol


per l) per l)

1-jam 190 mg per dl (10,5 180 mg per dl (10,0 mmol


PP mmol per l) per l)
2-jam 165 mg per dl (9,2 mmol 155 mg per dl (8,6 mmol
PP per l) per l)

3-jam 145 mg per dl (8,0 mmol 140 mg per dl (7,8 mmol


PP per l) per l)

Catatan : Diagnosisi diabeter mellitus gestasional ditegakkan apabila ada dua atau lebih nilai
abnormal (kadar glukosa serum atau plasma)
Diagnosis yang praktis ialah menggunakan beban 75 g glukosa dan apabila ditemukan
nilai > 140 mg/dl dianggap DMG dan nilai > 200 mg/dl merupakan DM yang jelas (berat).

2.2.2 Diagnosa dan Masalah Aktual


1. Diagnosa : G..P... dengan diabetes mellitus gestasional
2. Masalah : takut saat melahirkan karena bayi besar
2.2.3 Diagnosa dan Masalah Potensial
1. Diagnosa potensial :
 Distosia bahu
 Gawat janin
 Premature
2. Masalah potensial : depresi

2.2.4 Kebutuhan Tindakan Segera


Kolaborasi dengan dokter spesialis obstetri ginekologi
2.2.5 Rencana Asuhan Kebidanan
1. menjelaskan hasil pemeriksaan dan kondisi kehamilan pada ibu dan keluarga.
R/: ibu dan keluarga mengetahui tentang keadaan kehamilannya sehingga dapat menentukan
tindakan yang tepat untuk menjaga kesehatan diri ibu dan janinnya.
2. kolaborasi dengan dokter untuk :
R/: ibu hamil dengan diabetes mellitus merupakan kondisi risiko tinggi yang memerlukan
penanganan terpadu oleh dokter Sp.OG, ahli gizi dan ahli penyakit dalam.
3. mengajarkan ibu untuk menghitung gerakan janin.
R/: gerakan janin pengting dikaji untuk memantau kesejahteraan janin dan mendeteksi adanya tanda
bahaya sehingga ibu segera dapat menghubungi tenaga kesehatan.
4. mengajarkan ibu untuk mengontrol diet sesuai dengan yang dianjurkan dan melakukan olah
raga/latihan yang optimal, seperti berjalan, berenang, latihan lengan dll 20-30 menit sehari.
R/: latihan dianjurkan untuk mengontrol gula darah
5. menginformasikan kepada ibu dan keluarga tentang tanda-tanda bahaya kehamilan, tanda-tanda
hipoglikemia, hiperglikemia dan tanda-tanda persalinan.
R/: ibu dan keluarga mengetahui tanda-tanda bahaya, tanda-tanda hipoglikemia dan tanda-tanda
persalinan sehingga dapat menghubungi tenaga kesehatan/RS tepat waktu.
6. Menganjurkan ibu untuk melakukan kunjungan antenatal secara teratur 2x seminggu sebelum
kehamilan 36 minggu, setiap seminggu sampai lahir untuk memantau kondisi ibu dan kesejahteraan
janin atau lebih sering jika ada indikasi.
R/: kunjungan antenatal terjadi perburukan kondisi ibu atau terjadi gangguan pertumbuhan janin
dapat diketahui dengan cepat dan dapat diantisipasi sebaik mungkin.
7. Mendiskusikan tentang rencana persalinan dan kemungkinan kegawatdaruratan.
R/: ibu dan keluarga harus mempersiapkan persalinan dan kemungkinan kegawatdarutan agar tidak
terjadi keterlambatan dalam penanganan jika terjadi kegawatdaruratan
2.2.6 Implementasi
Dilaksanakan sesuai dengan rencana
2.2.7 Evaluasi
Evaluasi seluruh asuhan baik proses dan hasilnya dan di catat dalam bentuk SOAP

DAFTAR PUSTAKA
Assiamira, Ferrara , 2005. Increasing Prevalence of Gestational Diabetes Melitus. Division of
Research, Kaiser Permanente Medical Care Program of Northern California, Oakland, California
Banjarnahor, Dharma PP. 2010. Laporan Penelitian Korelasi antara Homa-IR Ibu Hamil Trimester
tiga dengan Luaran Neonatal pada Diabetes Mellitus Gestasional. Surabaya : halaman 1.
 Cunningham FG. 2005. Williams Obstetrics. Ed. 21, Vol 2. Jakarta : EGC
Fraser, Diana M. 2009. Buku Ajar Bidan Myles. Jakarta : EGC.
Hamid, Reza Tabatabaee, 2007. Gestational diabetes risk factors modeling in pregnant women.
Volume 27. Department of Epidemiology, Health Faculty, Shiraz University of Medical Sciences,
Shiraz, Iran
Hermanto TJ, Pambudi A, 2007. Laporan Kasus : Keberhasilan Pananganan Diabetes Mellitus
Pragestasional dengan komplikasi berat. Bag / SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Bag /
SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unair-RSU Dr Soetomo Surabaya
Joslin, Elliott Proctor. 2005. Joslin’s Diabetes Melitus. USA : Library of Congress Cataloging-in-
Publication Data.
Manuaba, IBG. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC.
Meigs JB, Cupples LA, Wilson PWF. Parental Transmission of type 2 Diabetes. The Framingham Off
Springs Study. Diabetes. 2000; (49) : 2201-7.
Moore, Thomas R. 2010 . Diabetes Melitus and Pregnancy . Chairman, Professor, Department of
Reproductive Medicine, University of California at San Diego School of Medicine
Norwitz, errol R. dan Schorge, John O. 2008. At a Glance Obsteri dan Ginekologi. Jakarta :
Erlangga.
Sylvawani, Maharani. 2009. Perbandingan Kadar C-reaktif Protein Pada Keturunan Diabetes Mellitus
Tipe 2. Medan : USU Repository.
Varneys, Helen. Jan M kriebs, Caroline L gegor, 2006, Varneys midwifery, 4 th Ed, Jakarta: EGC.
Wiknjosastro H. 2009. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.
9Diabetes
MAKALAH KEHAMILAN DENGAN PENYAKIT HEPATITIS
 
MAKALAH
KEHAMILAN DENGAN PENYAKIT HEPATITIS

 
DISUSUN OLEH:
INDAH TIRTYA
12211227
II A
 
DOSEN PEMBIMBING:
DEVI SYARIEF,S.SI.T,M.Keb
NIDN.1013037501
 
PRODI DIII KEBIDANAN IIA
STIKES MERCUBAKTIJAYA PADANG
TAHUN AJARAN 2013/2014
 

BAB  I
PENDAHULUAN
 

1.1   Latar Belakang
Kehamilan adalah suatu fenomena fisiologis yang dimulai dengan pembuahan dan diakhiri dengan proses persalinan (Mansjoer,
2001). Selama masa kehamilan, ibu dan janin adalah unit fungsi yang tak terpisahkan. Selama kehamilan normal, saluran cerna dan
organ-organ penunjangnya mengalami perubahan, baik secara anatomis maupun fungsional, yang dapat mengubah secara bermakna
kriteria untuk diagnosis dan terapi untuk beberapa penyakit.

Hepatitis bermasalah di Indonesia, pertama oleh karena carrier-nya tergolong banyak, Kedua, imunisasi Hepatitis pada bayi
(Universal Immunization) di Indonesia baru dimulai beberapa tahun lampau (1996). Hal ketiga, belum semua orang berisiko tinggi
kena Hepatitis patuh meminta vaksinasi. Dengan kondisi seperti itu, berarti masyarakat yang telanjur tertular Hepatitis sudah sekian
banyak, dan kian tak terkontrol pula.

Masih banyak masyarakat kita yang belum tahu, bahwa hubungan seks bebas juga bisa menjadi sumber penularan Hepatitis.
Sembarang melacur, lalu seorang suami tanpa disadarinya sebab mungkin tidak tahu, menularkan penyakitnya kepada istrinya, lalu
kepada anak-anaknya lewat cemaran cairan tubuh antar-anggota keluarga, atau persalinan bayi.

Penyakit ini biasanya jarang terjadi pada wanita hamil. Namun, apabila timbul ikterus (gejala kuning) pada kehamilan, maka
penyebabnya yang paling sering adalah hepatitis virus.

Pada wanita hamil kemungkinan untuk terjangkit hepatitis virus adalah sama dengan wanita tidak hamil pada usia yang sama. Di
negara sedang berkembang, wanita hamil lebih mudah terkena hepatitis virus. Hal ini erat hubungannya dengan keadaan nutrisi dan
higiene sanitasi yang kurang baik. Hepatitis virus dapat timbul pada ketiga trimester kehamilan dengan angka kejadian yang
sama. Menurut sebuah penelitian, 9.5 persen hepatitis virus terjadi pada trimester I, 32 persen terjadi pada trimester II, dan 58.5
persen terjadi pada trimester III.

1.2 Tujuan
  1. Tujuan umum

Agar mahasiswa mengetahui dan mampu melakukan penapisan pada bumil khususnya Kehamilan dengan Hepatitis.

  2. Tujuan khusus

–          Agar mengetahui pengertian dan macam – macam penyakit dalam kehamilan, khususnya pada kasus ibu hamil dengan
hepatitis.

–          Agar   dapat melakukan manajemen pengkajian data.

–          Agar dapat melakukan diagnosis dari pengkajian data.


 

1.3 Metode Penulisan
Metode ini menggunakan metode study pustaka yaitu berasal dari bahan – bahan atau buku – buku yang erat hubungannya dengan
tugas ini.

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
     Penyakit Hepatitis adalah peradangan pada hati karena toxin, sepertikimia, obat atau agen penyebab infeksi. Penyakit ini
disebabkan oleh beberapa jenis virus yang menyerang dan menyebabkan peradangan serta merusak sel-sel organ hati
manusia. Hepatitis yang berlangsung kurang dari 6 bulan disebut hepatitis akut, hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut
hepatitis kronis. Hepatitis diketegorikan dalam beberapa golongan, diantaranya hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D,
hepatitis E, dan hepatitis  G.
         

2.2 Penyebab
       Hepatitis  diisebabkan oleh beberapa jenis virus  yang diketegorikan dalam beberapa golongan, diantaranya hepatitis A, hepatitis
B, hepatitis C, hepatitis D, hepatitis E, dan hepatitis  G. Hepatitis juga terjadi karena infeksi virus lainnya, seperti mononukleosis
itinfeksiosa, demam kuning  dan infeksiVirus Mumps, Virus Rubella, Virus Cytomegalovirus, Virus Epstein-Barr, Virus Herpes.
Penyebab hepatitis non – virus yang utama adalah alkohol dan obat-obatan.
Penyebab-penyebab tersebut antara lain :
a.    Infeksi virus ; hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, 
                             hepatitis E, hepatitis F, hepatitis G.
b.    Non virus ; Komplikasi dari penyakit lain, Alkohol, Obat-obatan  

                         kimia atau zat kimia, Penyakit autoimun.

 
 

2.3 Klasifikasi dan pengobatan Penyakit Hepatitis


       A. HEPATITIS A

1.        Definisi

       Penyakit Hepatitis A adalah golongan penyakit Hepatitis yang ringan dan jarang sekali menyebabkan kematian, Virus Hepatitis A
(VHA=Virus Hepatitis A).  Penyakit Hepatitis A disebabkan oleh virus yang disebarkan oleh kotoran / tinja penderita biasanya
dengan penularan  melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (fecal – oral), bukan melalui aktivitas seksual atau melalui
darah. Hepatitis A paling ringan dibanding hepatitis jenis lain (B dan C). Penyebaran melalui tinja / kotoran terjadi akibat buruknya
tingkat kebersihan. Di negara-negara berkembang sering terjadi wabah yang penyebarannya terjadi melalui air dan makanan. Sebagai
contoh, ikan atau kerang yang berasal dari kawasan air yang dicemari oleh kotoran manusia penderita.

2.        Masa inkubasi

       Penyakit Hepatitis A memiliki masa inkubasi 2 sampai 6 minggu sejak waktu terkespos atau terpapar terjadi, kemudian penderita
menunjukkan beberapa tanda dan gejala terserang penyakit Hepatitis A.

3.      Tanda dan Gejala

       Penderita akan mengalami gejala – gejala subyektif dan obyektif (berdasarkan pemeriksaan klinis).

 Gejala – gejala subyektif berupa  lemah, letih, lesu, hilang nafsu makan, seringkali terjadi mual dan muntah yang terus
menerus sehingga menyebabkan seluruh badan terasa lemas.
 Gejala – gejala obyektif yang ditemukan setelah pemeriksaan adalah Demam  ( suhu tubuh di atas 37,20C), mata dan kulit
menjadi kuning, urin berwarna  tua dan pekat, dan tinja pucat. Demam yang terjadi adalah demam yang terus menerus, tidak
seperti demam yang lainnya yaitu pada demam berdarah, tbc, thypus.
Berdasarkan stadium yang diderita Hepatitis A dibagi menjadi 3 stadium:

(1)  Pendahuluan (prodromal) dengan gejala letih, lesu, demam, kehilangan selera makan dan mual;

(2)  Stadium dengan gejala kuning (stadium ikterik); dan

(3)  Stadium kesembuhan (konvalesensi). Gejala kuning tidak selalu ditemukan. Untuk memastikan diagnosis dilakukan pemeriksaan
enzim hati, SGPT, SGOT karena pada hepatitis A bisa terjadi radang saluran empedu, maka pemeriksaan gama – GT dan alkali
fosfatase dapat dilakukan di samping kadar bilirubin.

4.      Masa Pengasingan yang disarankan

       Selama 2 minggu setelah gejala pertama atau 1 minggu setelah penyakit kuning muncul. Pasien juga diharapkan menjaga
kebersihan.

5.      Pencegahan

       Sebagai usaha pencegahan, menjaga kebersihan perorangan seperti mencuci tangan dengan teliti dan menggunakan prinsip 6
langkah diperlukan untuk meminimalisasi penyebaran mata rantai penyakit Hepatitis A. Jenis imunisasi hepatitis A dibagi menjadi :

1.      Imunisasi Hepatitis A bisa dilakukan dalam bentuk sendiri (Havrix)

2.      Kombinasi dengan vaksin Hepatitis B (Twinrix).


       Imunisasi hepatitis A dilakukan dua kali, yaitu vaksinasi dasar dan booster yang dilakukan 6 – 12 bulan kemudian. Imunisasi
hepatitis A dianjurkan bagi orang yang potensial terinfeksi seperti penghuni asrama dan mereka yang sering jajan di luar rumah.

6.      Pengobatan

       Penderita yang menunjukkan gejala Hepatitis A seperti minggu pertama munculnya yang disebut penyakit kuning, letih dan
sebagainya , diharapkan tidak banyak beraktivitas serta segera mengunjungi fasilitas pelayan kesehatan terdekat untuk mendapatkan
pengobatan dari gejala yang timbul seperti paracetamol sebagai penurun demam dan pusing,vitamin untuk meningkatkan daya tahan
tubuh dan nafsu makan dan obat mual.                                      

1. HEPATITIS B
1.      Definisi

       Hepatitis B merupakan salah satu penyakit menular yang tergolong berbahaya di dunia, Penyakit ini disebabkan oleh Virus
Hepatitis B (VHB), suatu anggota famili Hepadnavirus pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker
hati yang menyerang hati dan menyebabkan peradangan hati akut atau menahun. Seperti halnya Hepatitis C, kedua penyakit ini dapat
menjadi kronis dan akhirnya menjadi kanker hati.
       Penyebab Hepatitis ternyata tak semata-mata virus. Keracunan obat, dan paparan berbagai macam zat kimia seperti
karbon tetraklorida,chlorpromazine,chloroform, arsen, fosfor, dan zat-zat lain yang digunakan sebagai obat dalam industri modern,
bisa menyebabkan Hepatitis. Zat-zatkimia ini mungkin saja tertelan, terhirup atau diserap melalui kulitpenderita. Menetralkan suatu
racun yang beredar di dalam darah adalah pekerjaan hati. Jika banyak sekali zat kimia beracun yang masuk ke dalam tubuh, hati bisa
saja rusak sehingga tidak dapat lagi menetralkan racun-racun lain.
       Di daerah Timur dan Afrika, beberapa kasus hepatitis B berkembang menjadi hepatitis menahun, sirosis dan kanker hati. Mula-
mula dikenal sebagai serum hepatitis dan telah menjadi epidemi pada sebagian Asia danAfrika. Hepatitis B telah
menjadi endemik di Tiongkok dan berbagai negaraAsia.
2.      Proses Penularan

       Proses penularan Hepatitis B yaitu melalui pertukaran cairan tubuh atau kontak dengan darah dari orang yang terinfeksi Hepatitis
B. Penularannya tidak semudah virus hepatitis A. Virus hepatitis B ditularkan melalui darah atau produk darah. Hepatitis B dapat
menyerang siapa saja, tetapi umumnya bagi mereka yang berusia produktif akan lebih berisiko terkena penyakit.
Proses penularan penyakit Hepatitis B dibedakan menjadi dua :

 Secara vertikal, cara penularan vertikal terjadi dari Ibu yang mengidap virus Hepatitis B kepada bayi yang dilahirkan yaitu
pada saat persalinan atau segera setelah persalinan.
 Secara horizontal, terjadi akibat penggunaan alat suntik yang tercemar, tindik telinga, tusuk jarum, transfusi darah,
penggunaan pisau cukur dan sikat gigi secara bersama-sama (jika penderita memiliki penyakit mulut (sariawan, gusi
berdarah) atau luka yang mengeluarkan darah) serta hubungan seksual dengan penderita atau mitra seksual (baik
heteroseksual maupun pria homoseksual).
       Sebagai antisipasi, biasanya terhadap darah-darah yang diterima dari pendonor akan di tes terlebih dulu apakah darah yang
diterima reaktif terhadap Hepatitis, Sipilis dan HIV.   
3.      Tanda dan Gejala

        Secara khusus tanda dan gejala terserangnya hepatitis B yang akut adalah demam, sakit perut dan kuning (terutama pada area
mata yang putih / sklera). Penderita hepatitis B kronik cenderung tidak tampak tanda-tanda tersebut, sehingga penularan kepada orang
lain menjadi lebih berisiko.

       Pada umumnya, gejala penyakit Hepatitis B ringan. Gejala tersebut berupa selera makan hilang, rasa tidak enak di perut, mual
sampai muntah, demam ringan, kadang-kadang disertai nyeri sendi dan bengkak pada perut kanan atas. Setelah satu minggu akan
timbul gejala utama seperti bagian putih pada mata tampak kuning, kulit seluruh tubuh tampak kuning dan air seni berwarna seperti
teh.
4.      Diagnosa

       Hepatitis B kronis merupakan penyakit nekroinflamasi kronis hati yang disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis B persisten.
Hepatitis B kronis ditandai dengan HBsAg positif (> 6 bulan) di dalam serum, tingginya kadar HBV DNA dan berlangsungnya proses
nekroinflamasi kronis hati. CarrierHBsAg inaktif diartikan sebagai infeksi HBV persisten hati tanpa nekroinflamasi.

       Sedangkan Hepatitis B kronis eksaserbasi adalah keadaan klinis yang ditandai dengan peningkatan intermiten ALT>10 kali batas
atas nilai normal (BANN). Diagnosis infeksi Hepatitis B kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi, petanda virologi, biokimiawi
dan histologi.
       Secara serologi, pemeriksaan yang dianjurkan untuk diagnosis dan evaluasi infeksi Hepatitis B kronis adalah : HBsAg, HBeAg,
anti HBe dan HBV DNA (4,5). Pemeriksaan virologi, dilakukan untuk mengukur jumlah HBV DNA serum sangat penting karena
dapat menggambarkan tingkat replikasi virus. Pemeriksaan biokimiawi yang penting untuk menentukan keputusan terapi adalah kadar
ALT. Peningkatan kadar ALT menggambarkan adanya aktivitas kroinflamasi.
       Oleh karena itu pemeriksaan ini dipertimbangkan sebagai prediksi gambaran histologi. Pasien dengan kadar ALT yang
menunjukkan proses nekroinflamasi yang lebih berat dibandingkan pada ALT yang normal. Pasien dengan kadar ALT normal
memiliki respon serologi yang kurang baik pada terapi antiviral.

       Oleh sebab itu pasien dengan kadar ALT normal dipertimbangkan untuk tidak diterapi, kecuali bila hasil pemeriksaan histologi
menunjukkan proses nekroinflamasi aktif. Tujuan pemeriksaan histologi adalah untuk menilai tingkat kerusakan hati, menyisihkan
diagnosis penyakit hati lain, prognosis dan menentukan manajemen anti viral.

5.      Pencegahan

       Langkah-langkah pencegahan agar terhindar dari penyakit Hepatitis B adalah pemberian vaksin atau   imunisasi hepatitis B
dilakukan tiga kali, yaitu dasar, satu bulan dan 6 bulan kemudian. Hal ini ditujukan terutama pada orang-orang yang berisiko tinggi
terkena virus ini, seperti mereka yang berprilaku sex kurang baik (ganti-ganti pasangan / homosexual), pekerja kesehatan (perawat
dan dokter) dan mereka yang berada di daerah rentan banyak kasus Hepatitis B.

6.      Pengobatan

       Penderita yang diduga Hepatitis B, untuk kepastian diagnosa yang ditegakkan maka akan dilakukan periksaan darah. Setelah
diagnosa ditegakkan sebagai Hepatitis B, maka ada cara pengobatan untuk hepatitis B, yaitu pengobatan telan (oral) dan secara
injeksi.

a.    Pengobatan oral yang terkenal adalah

 Pemberian obat Lamivudine dari kelompok nukleosida analog, yang dikenal dengan nama 3TC. Obat ini digunakan bagi
dewasa maupun anak-anak, Pemakaian obat ini cenderung meningkatkan enzyme hati (ALT) untuk itu penderita akan
mendapat monitor bersinambungan dari dokter.
 Pemberian obat Adefovir dipivoxil (Hepsera). Pemberian secara oral akan lebih efektif, tetapi pemberian dengan dosis yang
tinggi akan berpengaruh buruk terhadap fungsi ginjal.
 Pemberian obat Baraclude (Entecavir). Obat ini diberikan pada penderita Hepatitis B kronik, efek samping dari pemakaian
obat ini adalah sakit kepala, pusing, letih, mual dan terjadi peningkatan enzyme hati. Tingkat keoptimalan dan kestabilan
pemberian obat ini belum dikatakan stabil.
b.        Pengobatan dengan injeksi / suntikan adalah

 Pemberian suntikan Microsphere yang mengandung partikel radioaktif pemancar sinar ß yang akan menghancurkan sel
kanker hati tanpa merusak jaringan sehat di sekitarnya.
 Injeksi Alfa Interferon (dengan nama cabang INTRON A, INFERGEN, ROFERON) diberikan secara subcutan dengan skala
pemberian 3 kali dalam seminggu selama 12-16 minggu atau lebih. Efek samping pemberian obat ini adalah depresi,
terutama pada penderita yang memilki riwayat depresi sebelumnya. Efek lainnya adalah terasa sakit pada otot-otot, cepat
letih dan sedikit menimbulkan demam yang hal ini dapat dihilangkan dengan pemberian paracetamol.
 Selain itu, pengobatan tradisional dapat dilakukan. Tumbuhan obat atauherbal yang dapat digunakan untuk mencegah dan
membantu pengobatan Hepatitis diantaranya mempunyai efek sebagai hepatoprotektor, yaitu melindungi hati dari
pengaruh zat toksik yang dapat merusak sel hati, juga bersifat anti radang, kolagogum dan khloretik, yaitu meningkatkan
produksi empedu oleh hati.
 Beberapa jenis tumbuhan obat yang dapat digunakan untuk pengobatan Hepatitis, antara lain yaitu
1.   Temulawak (Curcuma xanthorrhiza),
2.   Kunyit (Curcuma longa),
3.    Sambiloto (Andrographis paniculata),
4.    Meniran (Phyllanthus urinaria),
5.    Daun Serut/mirten,
6.   Jamur Kayu/lingzhi (Ganoderma lucidum),
7.   Akar alang-alang (Imperata cyllindrica),

8.   Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa),


9.   Pegagan (Centella asiatica),
10.  Buah Kacapiring (Gardenia augusta),
11.  Buah Mengkudu (Morinda citrifolia),
12.  Jombang (Taraxacum officinale).
 Selain itu juga ada pengobatan alternatif lain Hepatitis B sepertihijamah / bekam yang bisa menyembuhkan segala penyakit
hepatitis, asal dilakukan dengan benar dan juga dengan standar medis.
7.      Hasil Akhir Perawatan

       Ada 3 kemungkinan tanggapan kekebalan yang diberikan oleh tubuh terhadap virus Hepatitis B pasca periode akut.

1.   Kemungkinan pertama, jika tanggapan kekebalan tubuh adekuat maka akan terjadi pembersihan virus, pasien sembuh.

2.   Kedua, jika tanggapan kekebalan tubuh lemah maka pasien tersebut akan menjadi carrier inaktif.

3.   Ketiga, jika tanggapan tubuh bersifat intermediate (antara dua hal di atas) maka penyakit terus berkembang menjadi hepatitis B
kronis.
 

1. HEPATITIS C
1.       Definisi

       Hepatitis C adalah penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis C(VHC). Infeksi virus ini
menyebabkan peradangan hati atau hepatitis yang biasanya asimtomatik, tetapi hepatitis kronik yang berlanjut dapat
menyebabkan sirosis dan kanker hati.
2.        Proses Penularan

       Proses penularan penyakit  Hepatitis C sebanyak 80 % akibat transfusi darah dan jarum suntik yang terkontaminasi.
Virus hepatitis C ditularkan melalui pemakai obat yang menggunakan jarum bersama-sama. Jarang terjadi penularan melalui
hubungan seksual. Untuk alasan yang masih belum jelas, penderita penyakit hati alkoholik seringkali menderita hepatitis C.Proses
penularannya dapat pula melalui kontak darah serangga yang menggiti penderita lalu mengigit orang lain di sekitarnya. Hepatitis C
adalah akibat dari transplantasi hati di Amerika Serikat.
3.      Tanda dan Gejala

       Penderita Hepatitis C kadang tidak menampakkan gejala yang jelas, tetapi pada penderita Hepatitis C kronik menyebabkan
kerusakan / kematian sel-sel hati dan terdeteksi sebagai kanker (cancer) hati. Penderita Hepatitis C sering kali orang yang menderita
Hepatitis C tidak menunjukkan gejala, walaupun infeksi telah terjadi bertahun-tahun lamanya. Namun beberapa gejala yang samar
diantaranya adalah  Lelah, Hilang selera makan, Sakit perut, Urin menjadi gelap dan Kulit atau mata menjadi kuning yang
disebutjaundice (jarang terjadi).     

        Pada beberapa kasus dapat ditemukan peningkatan enzyme hati pada pemeriksaan urine, namun demikian pada penderita
Hepatitis C justru terkadang enzyme hati fluktuasi bahkan normal.Sejumlah 85% dari kasus, infeksi Hepatitis C menjadi kronis dan
secara perlahan merusak hati bertahun-tahun.

4.      Pencegahan

Sebagai usaha pencegahan, menjaga kebersihan perorangan seperti mencuci tangan dengan teliti dan menggunakan prinsip 6 langkah
diperlukan untuk meminimalisasi penyebaran mata rantai penyakit Hepatitis C.
5.      Pengobatan

       Saat ini pengobatan Hepatitis C dilakukan dengan pemberian obat seperti Interferon alfa, Pegylated interferon alfa dan Ribavirin.
Adapun tujuan pengobatan dari Hepatitis C adalah menghilangkan virus dari tubuh anda sedini mungkin untuk mencegah
perkembangan yang memburuk dan stadium akhir penyakit hati. Pengobatan pada penderita Hepatitis C memerlukan waktu yang
cukup lama bahkan pada penderita tertentu hal ini tidak dapat menolong, untuk itu perlu penanganan pada stadium awalnya.

1. HEPATITIS D
       Hanya terjadi sebagai rekan-infeksi dari virus hepatitis B dan virus hepatitis D ini menyebabkan infeksi hepatitis B menjadi lebih
berat. Yang memiliki risiko tinggi terhadap virus ini adalah pecandu obat. Hepatitis D menular melalui darah yang terinfeksi. Penyakit
ini hanya timbul pada orang-orang yang telah terinfeksi dengan hepatitis B sebelumnya.
       Orang-orang yang berisiko terkena hepatitis D adalah pengguna obat-obatan yang sering memakai jarum suntik bersama-sama.
Penderita hepatitis B juga berisiko terkena jika berhubungan seks dengan orang yang terinfeksi hepatitis D, atau jika mereka tinggal
dengan orang yang terinfeksi.        Untuk mencegahnya adalah dengan mencegah terkena hepatitis B, yaitu dengan imunisasi hepatitis
B; selain itu dengan menghindari terkena darah yang terinfeksi, jarum yang terkontaminasi, atau barang-barang pribadi penderita
(sikat gigi, pisau cukur, gunting kuku).

Hepatitis D kronik diterapi dengan interferon alfa.

1. HEPATITIS E
1. Defenisi       

Virus hepatitis E kadang menyebabkan wabah yang menyerupai hepatitis A, yang hanya terjadi di negara – negara
terbelakang. Hepatitis E adalah virus hepatitis (peradangan hati) yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis E (HEV). HEV memiliki
rute transmisi fecal-oral (kotoran ke mulut). Infeksi dengan virus ini pertama kali didokumentasikan pada tahun 1955 selama wabah di
New Delhi, India.
   2. Epidemiologi       
            Insiden hepatitis E tertinggi terdapat pada remaja dan orang dewasa berusia antara 15 – 40 tahun. Meskipun anak-anak sering
terkena infeksi ini juga, namun mereka jarang menunjukkan gejala. Tingkat kematian umumnya rendah, Hepatitis E biasanya akan
hilang dengan sendirinya dan pasien sembuh. Namun selama durasi infeksi (biasanya beberapa minggu), penyakit ini sangat
mengganggu aktivitas keseharian. Hepatitis E kadang-kadang berkembang menjadi sebuah penyakit hati akut yang parah, dan fatal
pada sekitar 2% dari semua kasus. Secara klinis, penyakit ini sebanding dengan hepatitis A, tetapi pada wanita hamil penyakit ini
lebih sering parah dan berhubungan dengan sindrom klinis yang disebut kegagalan hati fulminan. Wanita hamil, terutama pada
trimester ketiga, mengalami tingkat kematian tinggi dari penyakit ini (sekitar 20%).

Meskipun ada satu serotipe virus ini, empat genotipe yang berbeda telah dilaporkan. Genotipe 1 dan 2 hanya terbatas pada manusia
dan sering dikaitkan dengan wabah besar dan epidemi di negara-negara berkembang dengan kondisi sanitasi yang buruk. Genotipe 3
dan 4 menginfeksi manusia, babi dan spesies hewan lainnya dan telah bertanggung jawab untuk kasus-kasus sporadis hepatitis E di
negara-negara berkembang dan industri.

     3. Penyebaran         
           Hepatitis E adalah lazim di kebanyakan negara berkembang, dan umum di negara manapun dengan iklim panas. Hal ini meluas
di Asia Tenggara, Afrika bagian utara dan tengah, India, dan Amerika Tengah. Ini menyebar terutama melalui kontaminasi tinja pada
pasokan air atau makanan; transmisi orang-ke-orang jarang ditemukan, namun bisa terjadi saat berhubungan seks oral-anus (misalnya
menjilat anus). Wabah epidemi Hepatitis E paling sering terjadi setelah hujan lebat dan musim hujan karena gangguan pasokan air.

Hewan peliharaan telah dilaporkan sebagai reservoir untuk virus hepatitis E, dengan beberapa survei menunjukkan angka infeksi
melebihi 95% yang diantaranya berasal dari babi. Kemungkinan Ini berlaku juga jika seseorang mengkonsumsi daging babi hutan dan
daging rusa mentah. Namun, tingkat penularan pada manusia melalui rute ini masih diperdebatkan para ahli.

Sejumlah mamalia kecil lainnya telah diidentifikasi sebagai reservoir potensial: tikus Bandicoot lebih rendah (Bandicota bengalensis),
tikus hitam (Rattus rattus brunneusculus) dan cecurut rumah Asia (Suncus murinus).
Sebuah virus flu burung telah digambarkan terkait dengan gejala Hepatitis-Splenomegaly pada ayam. Virus ini secara genetis dan
antigenically terkait dengan HEV mamalia dan mungkin merupakan sebuah genus baru.

replikasi virus telah ditemukan dalam usus kecil, kelenjar getah bening, usus besar serta hati babi yang terinfeksi.

     4. Pencegahan        
           Perbaikan sanitasi adalah ukuran paling penting, yang terdiri dari perawatan kebersihan pada pembuangan limbah manusia;
juga penting standar yang lebih tinggi untuk persediaan air masyarakat, baik prosedur kebersihan pribadi maupun persiapan makanan
sanitasi.

Sebuah vaksin, berdasarkan protein-protein virus yang di-re-kombinasi, telah dikembangkan dan baru-baru ini diuji dalam suatu
populasi berisiko tinggi (personil militer dari negara berkembang). Vaksin tampak efektif dan aman, namun penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk menilai perlindungan vaksin jangka panjang dan efektifitas biaya vaksinasi hepatitis E.

1. HEPATITIS G
   1.      Definisi
       Hepatitis G adalah penyakit inflamasi hati yang baru ditemukan.

   2.      Penyebab
       Disebabkan oleh hepatitis G virus (HGV), yang mirip dengan virus hepatitis C. Kontak dengan darah yang terinfeksi HGV.

   3.      Gejala
       Kebanyakan orang tidak memiliki gejala akut. Sebanyak 20 % dari penderita hepatitis C juga menderita hepatitis ini.

   4.      Diagnosa
       Metode yang digunakan untuk mendeteksi HGV sangat komplek untuk mengetahui adanya antibodi HGV. Namun ketika antibodi
telah ditemukan, virus itu sendiri telah menghilang.

   5.      Pengobatan
         Tidak ada perawatan spesifik untuk penyakit hepatitis akut ini. Penderita harus banyak istirahat, menghindari alkohol dan makan
makanan bergizi.

   6.      Pencegahan
      Hepatitis G ditularkan melalui infeksi melalui darah. Pencegahannya dengan menghindari kontak dengan darah yang
terkontaminasi. Jangan gunakan jarum suntik atau peralatan lain secara bersamaan.

2.4 Hepatitis Dalam Masa Kehamilan


       Pada wanita hamil kemungkinan terjangkit virus Hepatitis dengan wanita tidak hamil pada wanita yang tidak hamil namun
memiliki klasifikasi usia yang sama. Kelainan hepar yang mempunyai hubungan langsung dengan peristiwa kehamilan ialah

1.         Acute fatty liver of pregnancy (Obstetric acute yellow-atrophy)


2.         Recurrent intra-hepatic cholestasis of pregnancy.
       Infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berhubungan langsung dengan peristiwa kehamilan, namun tetap memerlukan
penanganan khusus, mengingat penyulit-penyulit yang mungkin timbul baik untuk ibu maupun janin.

 Hepar dalam Kehamilan


       Pada kehamilan, hepar ternyata tidak mengalami pembesaran. Hal ini bertentangan dengan penelitian pada binatang yang
menunjukkan bahwa hepar membesar pada waktu kehamilan. Bila kehamilan sudah mencapai trimester ke III, sukar untuk melakukan
palpasi pada hepar, karena hepar tertutup oleh pembesaran rahim.
       Oleh karena itu bila pada kehamilan trimester ke III hepar dapat dengan mudah diraba, berarti sudah terdapat kelainan-kelainan
yang sangat bermakna. Perubahan-perubahan mikroskopik pada hepar akibat kehamilan adalah tidak khas. Pengaliran darah ke dalam
hepar tidak mengalami perubahan, meskipun terjadi perubahan yang sangat menyolok pada sistem kardio vaskuler.

       Wanita hamil sering menunjukkan tanda-tanda mirip adanya penyakit – penyakit hepar, misalnya : spider
naevi dan palmarerythema, yang wajar pada kehamilan, akibat meningkatnya kadar estrogen. Semua protein serum yang disintesis
dalam hepar mengalami perubahan pada waktu kehamilan. Jumlah protein serum menurun sekitar 20% pada trimester II, akibat
penurunan kadar albumin secara menyolok, sedangkan fibrinogen justru mengalami kenaikan.
 

 Pengaruh Hepatitis Pada Kehamilan dan Janin


      Bila hepatitis terjadi pada trimester I atau permulaan trimeseter II maka gejala-gejala nya akan sama dengan gejala hepatitis pada
wanita tidak hamil. Meskipun gejala-gejala yang timbul relatip lebih ringan dibanding dengan gejala-gejala yang timbul pada
trimester III, namun penderita hendaknya tetap dirawat di rumah sakit.

       Hepatitis terjadi pada trimester III menimbulkan gejala-gejala yang lebih berat dan penderita umumnya menunjukkan gejala-
gejala fulminant. Pada fase inilah acute hepatic necrosis sering terjadi, dengan menimbulkan mortalitas Ibu yang sangat tinggi. Pada
trimester III, adanya defisiensi faktor lipo tropik disertai kebutuhan janin yang meningkat akan nutrisi, menyebabkan penderita mudah
jatuh dalam acute hepatic necrosis. Tampaknya keadaan gizi ibu hamil sangat menentukan prognose.
       Berat ringan gejala hepatitis virus pada kehamilan sangat tergantung dari keadaan gizi Ibu hamil. Gizi buruk khususnya defisiensi
protein, ditambah pula meningkatnya kebutuhan protein untuk pertumbuhan janin, menyebabkan infeksi hepatitis pada kehamilan
memberi gejala-gejala yang jauh lebih berat.

       Pada wanita hamil, secara fisiologik terjadi perubahan-perubahan dalam proses pembekuan darah, yaitu dengan ke-naikan faktor-
faktor pembekuan dan penurunan aktivitas fibrinolitik, sehingga pada kehamilan mudah terjadiDIC (Disseminated Intra Vascular
Coagulation). Penularan virus ini pada janin terjadi dengan beberapa cara, yaitu:
1.    Melewati placenta

2.    Kontaminasi dengan darah dan tinja Ibu pada waktu persalinan

3.    Kontak langsung bayi baru lahir dengan Ibunya

4.    Melewati Air Susu Ibu, pada masa laktasi.

5.  Baik virus A maupun virus B dapat menembus placenta, sehingga terjadi hepatitis virus in utero dengan akibat janin lahir mati,
atau janin mati pada periode neonatal. Jenis virus yang lebih banyak dilaporkan dapat menembus placenta, ialah virus type B.

       Beberapa bukti, bahwa virus hepatitis dapat menembus placenta ialah ditemukannya hepatitis antigen dalam tubuh janin in utero
atau pada janin barulahir. Selain itu telah dilakukan pula autopsy pada janin-janin yang mati pada periode neonatal akibat infeksi
hepatitisvirus. Hasil autopsy menunjukkan adanya perubahan-perubahan pada hepar, mulai dari nekrosis sel-sel hepar sampai
suatubentuk cirrhosis.

       Perubahan-perubahan yang lanjut pada hepar ini, mungkin terjadi bila infeksi sudah mulai terjadi sejak janin dalam rahim.
Kelainan yang ditemukan pada hepar janin, lebih banyak terpusat pada lobus kiri. Hal ini membuktikan, bahwa penyebaran virus
hepatitis dari Ibu ke janin dapat terjadi secarahematogen.Angkakejadian penularan virus hepatitis dari Ibu ke janin atau bayinya,
tergantung dari tenggang waktu antara timbulnya infeksi pada Ibu dengan saat persalinan. Ibu hamil yang menderita hepatitis B
dengan gejala-gejala klinik yang jelas, akan menimbulkan penularan pada janinnya jauh lebih besar dibandingkan dengan Ibu-Ibu
hamil yang hanya merupakan carrier tanpa gejala klinik.
       Ibu hamil yang mengalami hepatitis B, dengan gejala yang jelas, 48% dari bayinya terjangkit hepatitis, sedang pada Ibu-lbu hamil
yang hanya sebagai carrier Hepatitis Virus B antigen, hanya 5% dari bayinya mengalami virus B antigenemia. Meskipun hepatitis
virus, belum jelas pengaruhnya terhadap kelangsungan kehamilan, namun dilaporkan bahwa kelahiran prematur terjadi pada 66%
kehamilan yang disertai hepatitisvirus B. Adanya icterus pada Ibu hamil tidak akan menimbulkan kern-icterus pada janin. Kem icterus
terjadi akibat adanya unconjugated bilirubin yang melewati placenta dari Ibu-Ibu hamil yang mengalami hemolitik jaundice.

       Bila penularan hepatitis virus pada janin terjadi pada waktu persalinan maka gejala-gejalanya baru akan nampak dua sampai tiga
bulan kemudian. Sampai sekarang belum dapat dibuktikan, bahwa hepatitis pada Ibu hamil dapat menimbulkan kelainan kongenital
janinnya. Pada pemeriksaan placenta, dari kehamilan yang disertai hepatitis, tidak dijumpai perubahan-perubahan yang menyolok,
hanya ditemukan bercak-bercak bilirubin. Bila terjadi penularan virus B in utero, maka keadaan ini tidak memberikan kekebalan pada
janin dengan kehamilan berikutnya.

 Pencegahan
     Semua Ibu hamil yang mengalami kontak langsung dengan penderita hepatitis virus A hendaknya diberi immuno globulin
sejumlah 0,1 cc/kg berat badan. Gamma globulin tidak efektif untuk mencegah hepatitis virus B. Gizi Ibu hamil hendaknya
dipertahankan seoptimal mungkin, karena gizi yang buruk mempermudah penularan hepatitis. Untuk kehamilan berikutnya diberi
jarak sekurang – kurangnya enam bulan setelah persalinan, dengan syarat setelah 6 bulan tersebut semua gejala dan pemeriksaan
laboratorium telah kembali normal. Setelah persalinan, pada penderita hendaknya tetap dilakukan pemeriksaan laboratorium dalam
waktu dua bulan, empat bulan dan enam bulan kemudian.

 Pengobatan
       Pengobatan infeksi hepatitis pada kehamilan tidak berbeda dengan wanita tidak hamil. Penderita harus tirah baring di rumah sakit
sampai gejala icterus hilang dan bilirubin dalam serum menjadi normal. Makanan diberikan dengan sedikit mengandung lemak
tetapitinggi protein dan karbohydrat. Pemakaian obat-obatan hepatotoxic hendaknya dihindari. Kortison baru diberikan bila terjadi
penyulit. Perlu diingat pada hepatitis virus yang aktif dan cukup berat, mempunyai risiko untuk terjadi perdarahan post-partum,
karena menurunnya kadar vitamin K. Janin baru lahir hendaknya tetap diikuti sampai periode post natal dengan dilakukan
pemeriksaan transaminase serum dan pemeriksaan hepatitis virus antigen secara periodik. Janin baru lahir tidak perlu diberi
pengobatan khusus bila tidak mengalami penyulit-penyulit lain.

 Penanganan Khusus
1.         Rawat inap dan tirah baring

2.         Isolasi pasien, lakukan pemeriksaan serologik

3.         Diet rendah lemak, tinggi karbohidrat dan protein

4.         Rehidrasi apabila terjadi defisit cairan akibat muntah yang    

           berlebihan dan demam

5.         Berikan vitamin K, glukosa dan kurkuma rhizoma

6.         Evaluasi profil biofisik atau kondisi janin

7.         Penatalaksanaan neonatal

8.         Evaluasi sistem pembekuan darah

           

     Tabel di bawah ini menyajikan Hepatitis dan risiko Ibu dan Neonatus

RISIKO POTENSIAL

JENIS VIRUS IBU NEONATUS

HEPATITIS A HEPATITIS BERAT HEPATITIS NEONATORUM

     

    ANTIGENEMIA PERSISTENS
HEPATITIS B

  HEPATITIS KRONIS

  SIROSIS HEPATITIS

   
NEKROSIS HEPATITIS
   
NEOPLASMA HEPATOSELULARE
    PRIMER

  PERLEMAKAN HATI  

HEPATITIS C ( FATTY LEVER ) SUBLIKINAL HEPATITIS

BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN
 
Langkah – Langkah Manajemen Asuhan Kebidanan
Langkah 1: pengkajian
1. Data subjektif
A. Biodata atau identitas klien dan suami.
Yang perlu di kaji : nama. umur, agama, suku, pendidikan, pekerjaan dan alamat.

Maksud pernyataan ini adalah untuk mengidentifikasikan (mengenal) klien.

2. Keluhan utama
Merupakan alasan utama klien untuk datang ke RS dan apa-apa saja yang di rasa kan klien.

Kemungkinan yang ditemui:klien lemas,cepat lelah,dan tampak kuning pada ekstermitas bagian atas dan bawah.

3. Riwayat perkawinan
Kemungkinan diketahui status perkawinan,umur waktu kawin ,berapa lama kawin baru hamil.

4. Riwayat mentruasi
Yang di nyatakan adalah HPHT untuk menentuksn tapsiran persalinan,siklus,lama,banyaknya,bau,warna,ada apakah nyeri saat
haid,serta kapan mendapatkan haid pertama kalinya.

5. Riwayat obstetric
–          Kehamilan yang lalu kemungkinan klien pernah mengalami mual dan muntah,perdarahan.

–          Persalinan yang lalu,kemungkinan klien mengalami persalinan spontan.

–          Lactasi berjalan dengan normal.

 
6. Riwayat kehamilan sekarang
–          Kemungkinan klien merasa mual dan muntah.

–          Kemungkinan klien merasakan lemas,cepat lelah.

–          Kemungkinan klien merasakan nyeri abdomen.

–          kemungkinan apakah ada pemeriksaan kehamilan pada tenaga kesehatan,mendapatkan imunisasi TT dan tablet fe.

7. Riwayat kesehatan
–          Riwayat kesehatan yang lalu: kemungkinan klien mengalami penyakit jantung,hipertensi,DM dan mengalami operasi dinding
rahim.

–          Riwayat kesehatan sekarang: kemungkinan klien mengalami penyakit jantung.

–          Kemungkinan ada anggota keluarga yang mengalami penyakit keturunan,penyakit menular,riwayat kehamilan kembar atau
riwayat kehamilan post-term.

8. Riwayat kontrasepsi
Kemungkinan klien pernah menggunakan alat kontrasepsi atau tidak.

9. Riwayat seksualitas
Kemungkinan klien mengalami apakah aktifitas nya normal atau ada gangguan.

1. Riwayat sosial,ekonomi,dan budaya


Kemungkinan hubungan klien dengan suami,keluarga dan masyarakat baik,kemungkinan ekonomi yang kurang mencukupi,adanya
kebudayaan klien yang mempengaruhi kesehatan kehamilan dan persalinannya.

1. Riwayat spiritual
Kemungkinan klien melakukan ibadah agama & kepercayaan nya dengan baik

2. Riwayat psikologis
Kemungkinan adanya tanggapan klien dan keluarga yang baik terhadap kehamilan dan persalinan ini. Kemungkinan klien dan suami
nya mengharapkan dan senang dengan kehamilan ini.atau kemungkinan klien cemas dan gelisah dengan kehamilannya.
 

3. Kebutuhan dasar
Kemungkinan pemenuhan kebutuhan bio-psiko yang meliputi pemenuhan nutrusi,proses eliminasi,aktifitas sehari-
hari,istirahat,personal hygiene dan kebiasaan-kebiasaan yang dapat mempengaruhi kesehatan saat hamil dan bersalin.

2. Data objektif.
Data dikumpulkan melalui pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus:

1. Pemeriksaan umum
Secara teoritis kemungkinan di temukan gambaran keadaan umum klien baik,yang mencakup kesadaran ,tekanan
darah,nadi,nafas,suhu,TB,BB,dan keadaan umum.

2. Pemeriksaan khusus
1)      Secara inspeksi yaitu pemeriksaan pandang yang di mulai dari kepala sampai kaki.
Yang dinilai adalah kemungkinan bentuk tubuh normal, kebersihan kulit,  rambut, muka kuning pucat, conjungtiva anemis , sklera,
ikterik  hidung dan telinga, mulut apakah ada caries, stomatitis, karang gigi, leher apakah ada pembesaran kelenjer gondok, payudara
apakah simetris kiri dan kanan, keadaan puting susu menonjol atau tidak, kolostrum ada atau tidak, perut membesar sesuai dengan
usia kehamilan, apakah ada bekas luka operasi, vulva apakah bersih, ada varises atau tidak, oedema dan pengeluaran dari vagina.
Anus apakah ada haemoroid, ekstremitas atas dan bawah kuning

2)      Secara palpasi dengan menggunakan cara leopold kemungkinan ditemukan ialah :

Leopold I         : TFU dalam cm, pada fundus kemungkinan teraba bagian    

                             kepala, bokong atau lainnya.

Leopold II        :  Pada dinding perut klien sebelah kiri atau kanan

                             kemungkinan teraba punggung, anggota gerak atau

                             bokong, kepala

Leopold III      : Pada bagian terbawah kemungkinan teraba kepala,

                           bokong ataupun yg lainnya.

Leopold IV      : Kemungkinan bagian terbawah janin telah masuk PAP

                           dan seberapa masuknya dihitung dengan perlimaan jari.

3)      Secara auskultasi kemungkinan dapat terdengar bunyi jantung janin, frekuensinya, teratur atau tidak

4)      Secar perkusia kemungkinan reflek patella kiri dan kanan positif

5)      Pemeriksaan ukuran panggul kemungkinan normal dengan pengukuran jangka panggul

6)      Pemeriksaan tafsiran berat janin normal

3. Pemeriksaan penunjang

a)      Laboratorium

Darah : Hb, Haematokrit, golongan darah

Urine : kemungkinan ditemukan urine berwarna kuning tua

b)      USG

Kemungkinan janin hidup, intrauterine, tunggal

c)      Pemeriksaaan Karditofografi (CTG)


 kemungkinan denyut jantung janin normal

d)     Pemeriksaan Amnioskopi

Kemungkinan air ketuban normal

Langkah II : Interprestasi Data


     Berdasarkan kasus ini,maka kemungkinan interprestasi data yang timbula adalah ;

1. Diagnosa kebidanan
Mis : Ibu G2P1A0H1 dengan di curigai terinfeksi virus hapatitis,janin hidup tunggal,intrauterin.

Dasar :

–                      Ibu mengatakan ini kehamilan ke dua

–                      Dari hasil pemeriksaan di dapat kan warna urin ibu kuning tua, ekstermitas atas dan bawah terlihat kuning atau pucat.

2. Masalah
Kemungkinan masalah yang timbul adalah gangguan fungsi hati.

3. Kebutuhan
1)      Nutrisi

2)      Istirahat

Langkah III : mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial.


     Kemungkinan diagnosa atau masalah potensial yang timbul adalah:

1. Abortus
2. Perdarahan pascapersalinan
 
 
Langkah IV : identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera.
Kemungkinan tindakan segera pada kasus ini adalah kolaborasi dengan dokter SpOG dan dokter spesialis penyakit dalam.

 
 
Langkah V : merencanakan asuhan yang menyeluruh.
Perencanaan tindakan yang mungkin di lakukan antara lain :

1. Beri tahu ibu hasil pemeriksaan, bahwa saat ini secara umum ibu dalam keadaan baik.
2.  Beri tahu ibu untuk makan makanan yang bergizi,banyak mengkonsumsi sayuran, dan makanan tinggi protein dan rendah
lemak.
3. Anjurkan ibu untuk tidak minum kopi dan tidak minum-minuman yang beralkohol.
4. Berikan ibu tablet fe serta waktu dan cara mengkonsumsi nya.
5. Anjurkan ibu untuk istirahat yang cukup,yaitu pada malam 8 jam dan siang hari 2 jam agar kondisi ibu tidak bertambah
buruk.
6. Anjurkan ibu untuk mencegah penularan penyakit kepada anggota keluarga yang lain dengan mengkhususkan peralatan
makanan,dan minuman ataupun barang habis pakai.
7. Berikan ibu motivasi dan semangat pada ibu bahwa ibu akan baik – baik saja selama ibu sering memeriksakan diri.
8. Kolaborasi dengan spesialis penyakit dalam dan dokter kandungan untuk dapat memberikan penanganan dan pencegahan
komplikasi kehamilan.
9. Beri tahu ibu kunjungan ulang satu minggu kemudian untuk mengetahui perkembangan ibu dan janin.
10. Dokumentasikan hasil pemeriksaan.
 

Langkah VI : melaksanakan perencanaan asuhan yang menyeluruh.


Pelaksanaan tindakan yang dapat di lakukan antara lain :

1. Memberi tahu ibu hasil pemeriksaan,bahwa saat ini secara umum ibu dalam keadaan baik.
2.  Memberi tahu ibu untuk makan makanan yang bergizi,banyak mengkonsumsi sayuran, dan makanan tinggi protein dan
rendah lemak.
3. Menganjurkan ibu untuk tidak minum kopi dan tidak minum-minuman yang beralkohol.
4. Memberikan ibu tablet fe serta waktu dan cara mengkonsumsi nya.
5. Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup,yaitu pada malam 8 jam dan siang hari 2 jam agar kondisi ibu tidak bertambah
buruk.
6. Menganjurkan ibu untuk mencegah penularan penyakit kepada anggota keluarga yang lain dengan mengkhususkan peralatan
makanan,dan minuman ataupun barang habis pakai.
7. Memberikan ibu motivasi dan semangat pada ibu bahwa ibu akan baik – baik saja selama ibu sering memeriksakan diri.
8. Berkolaborasi dengan spesialis penyakit dalam dan dokter kandungan untuk dapat memberikan penanganan dan pencegahan
komplikasi kehamilan.
9. Memberi tahu ibu kunjungan ulang satu minggu kemudian untuk mengetahui perkembangan ibu dan janin.
10. Mendokumentasikan hasil pemeriksaan.
 

Langkah VII : Evaluasi


Hasil evaluasi yang ditemukan :

1. Ibu mengerti hasil pemeriksaan, bahwa saat ini secara umum ibu dalam keadaan baik.
2. Ibu mau untuk makan makanan yang bergizi, banyak mengkonsumsi sayuran, dan makanan tinggi protein dan rendah lemak.
3. Ibu mau untuk tidak minum kopi dan tidak minum-minuman yang beralkohol.
4. Ibu mau mengkonsumsi tablet fe serta waktu dan cara mengkonsumsi nya.
5. Ibu mau untuk istirahat yang cukup,yaitu pada malam 8 jam dan siang hari 2 jam agar kondisi ibu tidak bertambah buruk.
6. Ibu mau untuk mencegah penularan penyakit kepada anggota keluarga yang lain dengan mengkhususkan peralatan
makanan,dan minuman ataupun barang habis pakai.
7. Ibu sudah termotivasi dan merasa baik – baik saja selama ibu sering memeriksakan diri.
8. Berkolaborasi dengan spesialis penyakit dalam dan dokter kandungan untuk dapat memberikan penanganan dan pencegahan
komplikasi kehamilan.
9. Ibu akan datang pada kunjungan ulang satu minggu kemudian untuk mengetahui perkembangan ibu dan janin.
10. Hasil pemeriksaan ibu sudah didokumentasikan.
 
 
 
 
 
 
BAB IV
PENUTUP
 
4.1 Kesimpulan
 Hepatitis di sebabkan oleh virus dan merupakan penyakit hati yang paling sering di jumpai dalam kehamilan. Pada wanita hamil,
peniyebab hepatitis terutama oleh virus hepatitis B walau kemungkinan juga dapat karena virus hepatitis A atau C . hepatitis juga
dapat terjadi pula setiap saat kehamilan dan mempunyai pengaruh buruk pada janin maupun ibunya. Hepatitis yang berlangsung
kurang dari 6 bulan disebut hepatitis akut, hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut hepatitis kronis.

Pada trimester I dapat terjadi keguguran pada trimester II dan III sering terjadi premature . adapun beberapa jenis virus hepatitis A, B,
C, D, E, dan G.
4.2 Saran
1. Penulis
                           Diharapkan menjadi koreksi diri dan juga bisa menjadi koreksi tentang pembuatan makalah yang benar

2. Pembaca
                  Diharapkan pembaca memahami tentang penyakit hepatitis pada ibu hamil dan persalinan.

3.    Pendidikan
                  Diharapkan makalah ini menjadi informasi bagi pendidikan untuk menjadi bahan ajar khususnya tentang asuhan kebidanan
penyakit hepatitis pada ibu hamil dan persalinan.

Anda mungkin juga menyukai