Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR

DENGAN BBLR DAN ASFIKSIA

Nama Penyusun :
Novira Bella Pradini
(P07224119018)

Dosen Pembimbing :
Novia Nurhassanah, S.ST

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KALIMANTAN TIMUR


JURUSAN KEBIDANAN PRODI DIII KEBIDANAN BALIKPAPAN
2021/2022
DASAR TEORI

A. Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)


1. Definisi BBLR
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi baru lahir yang saat dilahirkan memiliki
berat badan senilai < 2500 gram tanpa menilai masa gestasi. (Sholeh, 2014). Pada tahun 1961 oleh
World Health Organization (WHO) semua bayi yang telah lahir dengan berat badan saat lahir
kurang dari 2.500 gram disebut Low Birth Weight Infants atau Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
Banyak yang masih beranggapan apabila BBLR hanya terjadi pada bayi prematur atau bayi
tidak cukup bulan. Tapi, BBLR tidak hanya bisa terjadi pada bayi prematur, bisa juga terjadi pada
bayi cukup bulan yang mengalami proses hambatan dalam pertumbuhannya selama kehamilan
(Profil Kesehatan Dasar Indonesia, 2014).

2. Klasifikasi BBLR
Bayi BBLR dapat di klasifikasikan berdasarkan gestasinya, BBLR dapat digolongkan sebagai
berikut :
1. Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) prematuritas murni, yaitu BBLR yang mengalami
masa gestasi kurang dari 37 minggu. Berat badan pada masa gestasi itu pada umumnya biasa
disebut neonatus kurang bulan untuk masa kehamilan (Saputra, 2014).
2. Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dismatur, Yaitu BBLR yang memiliki berat badan
yang kurang dari seharusnya pada masa kehamilan. BBLR dismatur dapat lahir pada masa
kehamilan preterm atau kurang bulan-kecil masa kehamilan, masa kehamilan term atau cukup
bulan-kecil masa kehamilan, dan masa kehamilan post-term atau lebih bulan-kecil masa
kehamilan (Saputra, 2014).

3. Etiologi BBLR
Etiologi dari BBLR dapat dilihat dari faktor maternal dan faktor fetus. Etiologi dari maternal
dapat dibagi menjadi dua yaitu prematur dan IUGR (Intrauterine Growth Restriction). Yang
termasuk prematur dari faktor maternal yaitu Preeklamsia, penyakit kronis, infeksi, penggunaan
obat, KPD, polihidramnion, iatrogenic, disfungsi plasenta, plasenta previa, solusio plasenta,
inkompeten serviks, atau malformasi uterin. Sedangkan yang termasuk IUGR (Intrauterine
Growth Restriction) dari faktor maternal yaitu Anemia, hipertensi, penyakit ginjal, penyakit kronis,
atau pecandu alcohol atau narkortika. Selain etiologi dari faktor maternal juga ada etiologi dari
faktor fetus. Yang termasuk prematur dari faktor fetus yaitu Gestasi multipel atau malformasi.
Sedangkan, yang termasuk IUGR (Intrauterine Growth Restriction) dari faktor fetus yaitu
Gangguan kromosom, infeksi intrauterin (TORCH), kongenital anomali, atau gestasi multipel
(Bansal, Agrawal, dan Sukumaran, 2013).
Selain itu ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan bayi dengan berat badan lahir rendah
atau biasa disebut BBLR (Proverawati dan Ismawati, 2010) :
A. Faktor ibu :
1) Penyakit
Penyakit kronik adalah penyakit yang sangat lama terjadi dan biasanya kejadiannya bisa
penyakit berat yang dialami ibu pada saat ibu hamil ataupun pada saat melahirkan. Penyakit
kronik pada ibu yang dapat menyebabkan terjadinya BBLR adalah hipertensi kronik,
Preeklampsia, diabetes melitus dan jantung (England, 2014).
a. Adanya komplkasi - komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan antepartum,
preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
b. Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi atau darah tinggi,
HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.
c. Salah guna obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu (geografis)
a. Usia ibu saat kehamilan tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20 tahun atau lebih dari 35
tahun.
b. Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek dari anak satu ke anak yang akan
dilahirkan (kurang dari 1 tahun).
c. Paritas yang dapat menyebabkan BBLR pada ibu yang paling sering terjadi yaitu paritas
pertama dan paritas lebih dari 4.
d. Mempunyai riwayat BBLR yang pernah diderita sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
a. Kejadian yang paling sering terjadi yaitu pada keadaan sosial ekonomi yang kurang.
Karena pengawasan dan perawatan kehamilan yang sangat kurang.
b. Aktivitas fisik yang berlebihan dapat juga mempengaruhi keadaan bayi. diusahakan
apabila sedang hamil tidak melakukan aktivitas yang ekstrim.
c. Perkawinan yang tidak sah juga dapat mempengaruhi fisik serta mental.

B. Faktor janin
Faktor janin juga bisa menjadi salah satu faktor bayi BBLR disebabkan oleh : kelainan
kromosom, infeksi janin kronik (inklusi sitomegali, rubella bawaan, gawat janin, dan kehamilan
kembar).
C. Faktor plasenta
Faktor plasenta yang dapat menyebabkan bayi BBLR juga dapat menjadi salah satu faktor.
Kelainan plasenta dapat disebabkan oeh : hidramnion, plasenta previa, solutio plasenta, sindrom
tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah dini.
D. Faktor lingkungan
Banyak masyarakat yang menganggap remeh adanya faktor lingkungan ini. Faktor lingku
ngan yang dapat menyebabkan BBLR, yaitu : tempat tinggal di dataran tinggi, terkena radiasi,
serta terpapar zat beracun (England, 2014).

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis atau biasa disebut gambaran klinis biasanya digunakan untuk menggambarkan
sesuatu kejadian yang sedang terjadi. Manifestasi klinis dari BBLR dapat dibagi berdasarkan
prematuritas dan dismaturitas. Manifestasi klinis dari premataturitas yaitu :
1. Berat lahir bernilai sekitar < 2.500 gram, panjang badan < 45 cm, lingkaran dada < 30 cm,
lingkar kepala < 33 cm.
2. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
3. Kulit tipis dan mengkilap dan lemak subkutan kurang.
4. Tulang rawan telinga yang sangat lunak.
5. Lanugo banyak terutama di daerah punggung.
6. Puting susu belum terbentuk dengan bentuk baik.
7. Pembuluh darah kulit masih banyak terlihat.
8. Labia minora belum bisa menutup pada labia mayora pada bayi jenis kelamin perempuan,
sedangkan pada bayi jenis kelamin laki – laki belum turunnya testis.
9. Pergerakan kurang, lemah serta tonus otot yang mengalami hipotonik.
10. Menangis dan lemah.
11. Pernapasan kurang teratur.
12. Sering terjadi serangan apnea.
13. Refleks tonik leher masih lemah.
14. Refleks mengisap serta menelan belum mencapai sempurna (Saputra, 2014).
Selain prematuritas juga ada dismaturitas. Manifestasi klinis dari dismaturitas
sebagai berikut :
a. Kulit pucat ada seperti noda
b. Mekonium atau feses kering, keriput, dan tipis
c. Verniks caseosa tipis atau bahkan tidak ada
d. Jaringan lemak dibawah kulit yang masih tipis
e. Bayi tampak gersk cepat, aktif, dan kuat
f. Tali pusat berwarna kuning agak kehijauan (Saputra, 2014).
5. Dampak BBLR
a) Jangka Pendek
Dampak atau masalah jangka pendek yang terjadi pada BBLR (Izzah , 2018) adalah sebagai
berikut:
1. Gangguan metabolic
Gangguan metabolik yang diikuti dengan hipotermi dapat terjadi karena bayi BBLR memiliki
jumlah lemak yang sangat sedikit di dalam tubuhnya. Selain itu, pengaturan sistem suhu
tubuhnya juga belum matur. Yang sering menjadi masalah pada bayi BBLR yaitu
hipoglikemi. Bayi dengan asupan yang kurang dapat berdampak kerusakan sel pada otak yang
mengakibatkan sel pada otak mati. Apabila terjadi kematian pada sel otak, mengakibatkan
gangguan pada kecerdasan anak tesebut. Untuk memperoleh glukosa yang lebih harus dibantu
dengan ASI yang lebih banyak. Kebanyakan bayi BBLR kekurangan ASI karena ukuran bayi
kecil, lambung kecil dan energi saat menghisap sangat lemah.
2. Gangguan imunitas
a. Gangguan imunologik
Sistem imun akan berkurang karena diberikan rendahnya kadar Ig dan Gamma globulin.
Sehingga menyebabkan sering terkena infeksi. Bayi BBLR juga sering terinfeksi penyakit
yang ditularkan ibu melalui plasenta.
b. Kejang pada saat dilahirkan
Untuk menghindari kejang pada saat lahir, Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) harus
dipantai dalam 1 X 24 jam. Dan harus tetap dijaga ketat untuk jalan napasnya.
c. Ikterus (kadar bilirubin yag tinggi)
Ikterus pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan adanya gangguan pada
zat warna empedu yang dapat mengakibatkan bayi berwarna kuning ( Khoiriah, 2017).
3. Gangguan pernafasan
a. Sindroma gangguan pemafasan
Gangguan sistem pernapasan pada bayi BBLR dapat disebabkan karena kurang
adekuatnya surfaktan pada paru – paru.
b. Asfiksia
Pada bayi BBLR saat lahir biasanya dapat timbul asfiksia.
c. Apneu periodic
Terjadi apneu periodik karena kurang matangnya organ yang terbentuk pada saat bayi
BBLR dilahirkan.
d. Paru belum berkembang
Paru yang belum berkembang menyebabkan bayi BBLR sesak napas. Untuk
menghindari berhentinya jalan napas pada payi BBLR harus sering dilakukan resusitasi.
e. Retrolenta fibroplasia
Retrolenta fibroplasia dapat terjadi akibat berlebihnya gangguan oksigen pada bayi
BBLR (Kusparlina, 2016).
4. Gangguan sistem peredarah darah
a. Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi padi bayi BBLR karena terjadi gangguan pada pembekuan
darah. Gangguan fungsi pada pembukuh darah dapat menyebabkan tingginya tekanan
vaskuler pada otak dan saluran cerna. Untuk mempertahankan pembekuan darah normal
dapat diberikan suntikan vitamin K.
b. Anemia
Anemia dapat terjadi karena kekurangan zat besi pada bayi BBLR.
c. Gangguan jantung.
Gangguan jantung dapat terjadi akibat kurang adekuatnya pompa jantung pada bayi
berat lahir rendah (BBLR)
5. Gangguan cairan dan elektrolit
a. Gangguan eliminasi
Pada bayi BBLR kurang dapat mengatur pembuangan sisa metabolisme dan juga kerja
ginjal yang belum matang. Sehingga, menyebabkan adsorpsi sedikit, produksi urin
berkurang dan tidak mampunya mengeluarkan kelebihan air didalam tubuh. Edema dan
asidosis metabolik sering terjadi pada bayi BBLR.
a. Distensi abdomen
Distensi abdomen pada bayi BBLR dapat menyebkan kurangnya absopsi makanan di
dalam lambung. Akibatkan sari – sari makanan hanya sedikit yang diserap.
b. Gangguan pencernaan
Saluran pencernaan pada bayi BBLR kurang sempurna sehingga lemahnya otot – otot
dalam melakukan pencernaan dan kurangnya pengosongan dalam lambung (England,
2014).
b) Jangka Panjang
Dampak atau masalah jangka panjang yang terjadi pada BBLR (Izzah, 2018) adalah sebagai
berikut:
1. Masalah psikis
a. Gangguan perkembangan dan pertumbuhan
Pada bayi BBLR terdapat gangguan pada masa pertembuhan dan perkembangan sehingga
menyebabkan lambatnya tumbuh kembang Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
b. Gangguan bicara dan komunikasi
Gangguan ini menyebabkan Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) memiliki
kemampuan bicara yang lambat dibandingkan bayi pada umummnya.
c. Gangguan neurologi dan kognisi
Gangguan neurologi dan kognisi pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga sering
ditemukan (Lestari, 2018).
2. Masalah fisik
a. Penyakit paru kronis
Penyakit paru kronis disebabkan karena infeksi. Ini terjadi pada ibu yang merokok dan
terdapat radiasi pada saat kehamilan.
b. Gangguan penglihatan dan pendengaran
Pada bayi BBLR sering terjadi Retinopathy of prematurity (ROP) dengan BB 1500 gram
dan masa gestasi < 30 minggu.
c. Kelainan bawaan
d. Kelainan bawaan merupakan kelainan fungsi atubuh pada ibu yang dapat
ditularkan saat ibu melahirkan bayi BBLR ( Khoiriah, 2017).

6. Tata laksana BBLR


Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) menjadi perhatian yang cukup besar serta memerlukan
penanganan yang tepat dan cepat. Penanganan BBLR meliputi Hal – hal berikut :
1. Mempertahankan suhu dengan ketat.
BBLR mudah mengalami hipotermia. Maka, suhu sering diperhatikan dan dijaga ketat.
2. Mencegah infeksi dengan ketat.
Dalam penanganan BBLR harus memperhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi karena
sangat rentan. Bayi BBLR juga memiliki imunitas yang sangat kurang. Hal sekecil apapun harus
perlu diperhatikan untuk pencegahan bayi BBLR. Salah satu cara pencegahan infeksi, yaitu
dengan mencuci tangan sebelum memegang bayi.
3. Pengawasan nutrisi dan ASI.
Refleks menelan pada BBLR belum sempurna dan lemahnya refleks otot juga terdapat pada bayi
BBLR Oleh karena itu, pemberian nutrisi harus dilakukan dengan hati-hati.
4. Penimbangan ketat.
Penimbangan berat badan harus perlu dilakukan secara ketat karena peningkatan berat badan
merupakan salah satu status gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh
(Syafrudin dan Hamidah, 2009).
Ada juga penatalaksanaan menurut Proverawati, A. 2010 yaitu Penatalaksanaan umum pada bayi
dengan BBLR dapat dilakukan beberapa hal sebagai berikut:
5. Mempertahankan Suhu Tubuh Bayi
Keadaan bayi BBLR akan mudah mengalami rasa kehilangan panas badan dan menjadi
hipotermi, karena pada pusat pengaturan panas badan belum berfungsi secara baik dan optimal,
metabolismenya masih rendah, dan permukaan badannya yang sangat relatif luas. Maka, bayi
harus di rawat pasa suatu alat di dalam inkubator sehingga mendapatkan kehangatan atau panas
badan sesuai suhu dalam rahim. Inkubator terlebih dahulu dihangatkan, sampai sekitar 29,40C
untuk bayi dengan berat badan sebesar 1,7 kg dan suhu sebesar 32,2 0C untuk bayi yang memiliki
berat badan lebih kecil. Bila tidak memiliki alat atau tidak terdapat inkubator, bayi dapat
dibungkus menggunakan kain dan pada sisi samping dapat diletakkan botol ysng diisi dengan air
hangat. Selain itu, terdapat metode kanguru yang dapat dilakukan dengan cara menempatkan
atau menempelkan bayi secara langsung di atas dada ibu.
6. Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi
Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi yang dimaksud yaitu menentukan pilihan susu yang
sesuai, tata cara pemberian dan pemberan jadwal yang cocok dengan kebutuhan bayi dengan
BBLR. ASI (Air Susu Ibu) merupakan pilihan utama apabila bayi masih mampu mengisap.
Tetapi, jika bayi tidak mampu untuk mengisap maka dapat dilakukan dengan cara ASI dapat
diperas terlebih dahulu lalu diberikan kepada bayi dengan menggunakan sendok atau dapat
dengan cara memasang sonde ke lambung secara langsung. Jika ASI tidak dapat mencukupi atau
bahkan tidak ada, khusus pada bayi dengan BBLR dapat digunakan susu formula yang
komposisinya mirip ASI atau biasanya dapat disebut susu formula khusus untuk bayi BBLR
(Hartini, 2017).
7. Pencegahan Infeksi
Bayi BBLR memiliki imun dan daya tahan tubuh yang relatif kecil ataupun sedikit. Maka, sangat
berisiko bayi BBLR akan sering terkena infeksi. Pada bayi yang terkena infeksi dapat dilihat dari
tingkah laku, seperti memiliki rasa malas menetek, gelisah, letargi, suhu tubuh yang relatif
meningkat, frekuensi pernapasan cenderung akan meningkat, terdapat muntah, diare, dan berat
badan mendadak akan semakin turun.
Fungsi perawatan di sini adalah memberi perlindungan terhadap bayi BBLR dari bahaya infeksi.
Oleh karena itu, bayi tidak boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun.
Digunakan masker dan baju khusus dalam penanganan bayi, perawatan luka tali pusat,
perawatan mata, hidung, kulit, tindakan asepsis dan antisepsis alat- alat yang digunakan, rasio
perawat pasien ideal, menghindari perawatan yang terlalu lama, mencegah timbulnya asfiksia
dan pemberian antibotik yang tepat (Kusparlina, 2016).
8. Hidrasi
Pada bayi BBLR tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kekurangan cairan dan elektrolit.
Maka, perlu dilakukan tindakan hidrasi untuk menambah asupan cairan serta elektrolit yang
tidak cukup untuk kebutuhan tubuh.
9. Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen dapat dilakukan apabila diperlukan pada bayi BBLR. Pemberian oksigen ini
dilakukan untuk mengurangi bahaya hipoksia dan sirkulasi. Apabila kekurangan oksigen pada
bayi BLR dapat menimbulkan ekspansi paru akibat kurngnya surfaktan dan oksigen pada alveoli.
Konsentrasi oksigen yang dapt diberikan pada bayi BBLR sekitar 30%-35% dengan
menggunakan head box. Konsentrasi oksigen yang cukup tinggi dalam waktu yang panjang akan
dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan retina. Oksigen dapat dilakukan melalui tudung
kepala, dapat menimbulkan kebutaan pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Sebisa
mungkin lakukan dengan bahaya yang sangat kecil mungkin dapat dilakukan dengan pemberian
alat CPAP (Continous Positive Airway Pressure) atau dengan pipa endotrakeal untuk pemberian
konsentrasi oksigen yang cukup aman dan relatif stabil.
10. Pengawasan Jalan Nafas
Salah satu bahaya yang paling besar dalam bayi BBLR yaitu terhambatnya jalan nafas. Jalan
nafas tersebut dapat menimbulkan asfiksia, hipoksia, dan akhirnya kematian. Selain itu bayi
BBLR susah dalam beradaptasi apabila terjadi asfiksia selama proses kelahiran sehingga
menyebabkan kondisi pada saat lahir dengan asfiksia perinatal. Bayi BBLR memiliki resiko
mengalami serangan apneu dan defisiensi surfaktan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen
yang cukup yang sebelumnya diperoleh dari plasenta. Dalam kondisi seperti ini diperlukan
tindakan pemberian jalan nafas segera setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi
yang miring, merangsang pernapasan dengan cara menepuk atau menjentik tumit. Bila tindakan
ini dapat gagal, dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan jantung dan pemberian
oksigen dan selama pemberian intake dicegah untuk terjadinya aspirasi. Tindakan ini dapat
dicegah untuk mengatasi asfiksia sehingga dapat memperkecil kejadian kematian bayi BBLR
(Proverawati, 2010)

B. Asfiksia Neonatorium
1) Konsep Dasar
Asifiksia Neonatorium adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan
dan teratur setelah lahir (Ai yeyeh & Lia, 2013:249).
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis (Anik &
Eka, 2013:296).
Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernafasan secara spontan dan teratur
pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam kondisi
asfiksia (Asfiksia Primer) atau mungkin dapat bernafas tetapi kemudian mengalami asfiksia
beberapa saat setelah lahir ( Asfiksia Skunder) ( Icesmi & Sudarti, 2014:158).
2) Klasifikasi Asfiksia
Menurut Anik dan Eka (2013:296) klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR :
(1)Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3.
(2)Asfiksia ringan sedang dengan nilai 4-6.
(3)Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9.
(4)Bayi normal dengan nilai APGAR 10.
Menurut Icesmi dan Sudarti (2014:159) klasifikasi asfiksia dibagi menjadi:
1) Vigorous baby
Skor APGAR 7-10, bayi sehat kadang tidak memerlukan tindakan istimewa
2) Moderate asphyksia
Skor APGAR 4-6
3) Severe asphyksia
Skor APGAR 0-3
Menurut Vidia dan Pongki (2016:364) klasifikasi asfiksia terdiri dari :
1) Bayi normal atau tidak asfiksia : Skor APGAR 8-10. Bayi normal tidak
memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen secara terkendali.
2) Asfiksia Ringan : Skor APGAR 5-7. Bayi dianggap sehat, dan tidak
memerlukan tindakan istimewa, tidak memerlukan pemberian oksigen dan
tindakan resusitasi.
3) Asfiksia Sedang : Skor APGAR 3-4. Pada Pemeriksaan fisik akan terlihat
frekuensi jantung lebih dari 100 kali/menit, tonus otot kurang baik atau baik,
sianosis, refleks iritabilitas tidak ada dan memerlukan tindakan resusitasi serta
pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas normal.
4) Asfiksia Berat : Skor APGAR 0-3. Memerlukan resusitasi segera secara aktif
dan pemberian oksigen terkendali, karena selalu disertai asidosis, maka perlu
diberikan natrikus dikalbonas 7,5% dengan dosis 2,4 ml/kg berat badan, dan
cairan glukosa 40% 1-2 ml/kg berat badan, diberikan lewat vena umbilikus.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100
kali/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, refleks
iritabilitas tidak ada.

3) Etiologi dan faktor Resiko


Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan dan
melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat bergantung pada pertukaran
plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan pembuangan produk sisa sehingga
gangguan pada aliran darah umbilical maupun plasental hampir selalu akan
menyebabkan asfiksia (Anik & Eka, 2013:297).
Penyebab asfiksia menurut Anik & eka (2013:297) adalah :
(1)Asfiksia dalam kehamilan :
a. Penyakit infeksi akut
b. Penyakit infeksi kronik
c. Keracunan oleh obat-obat bius
d. Uremia dan toksemia gravidarum
e. Anemia berat
f. Cacat bawaan
g. Trauma
(2)Asfiksia dalam persalinan :
a. Kekurangan O2 :
 Partus lama (rigid serviks dan atonia /insersi uteri)
 Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus terus- menerus mengganggu
sirkulasi darah ke plasenta
 Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta
 Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepala dan panggul
 Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya
 Perdarahan banyak: plasenta previa dan solusio plasenta
 Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus, disfungsi uteri)
b. Paralisis pusat pernafasan :
 Trauma dari luar seperti tindakan forceps
 Trauma dari dalam seperti akibat obat bius

Menurut ai yeyeh & Lia (2013:250). Beberapa faktor yang dapat menimbulkan
gawat janin (Asfiksia) :
1) Gangguan sirkulasi menuju janin, menyebabkan adanya gangguan aliran pada
tali pusat seperti : lilitan tali pusat, simpul tali pusat, tekanan pada tali pusat,
ketuban telah pecah, kehamilan lewat waktu, pengaruh obat, karena narkoba
saat persalinan.
2) Faktor ibu misalnya, gangguan his: tetania uterihipertoni, turunnya tekanan
darah dapat mendadak, perdarahan pada plasenta previa, solusio plasenta, vaso
kontriksi arterial, hipertensi pada kehamilan dan gestosis preeklamsia-eklamsia,
gangguan pertukaran nutrisi/O2, solusio plasenta.
Menurut Vidia & Pongki (2016:362), beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil
dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan
oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan
dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir,
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia
pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat dan bayi berikut ini :
1) Faktor Ibu
a) Pre Eklamsi dan Eklamsi
b) Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c) Partus lama atau partus macet
d) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2) Faktor Tali Pusat
a) Lilitan Tali Pusat
b) Tali Pusat Pendek
c) Simpul Tali Pusat
d) Prolapsus Tali Pusat
3) Faktor Bayi
a) Bayi Prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep)
c) Kelainan bawaan (kongenital)
d) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

4) Patofisiologi
Menurut Anik & Eka (2013:298), patofisiologi asfiksia neonatorum, dapat dijelaskan dalam dua
tahap yaitu dengan mengetahui cara bayi memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir, dan
dengan mengetahui reaksi bayi terhadap kesulitan selama masa transisi normal, yang dijelaskan
sebagai berikut :
Cara bayi memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir :
a) Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk mengeluarkan
karbondioksida.
(1)Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan
oksigen (pO2) parsial rendah.
(2)Hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh
darah janin, sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu
duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta.
b) Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber utama oksigen.
(1)Cairan yang mengisi alveoli akan diserap kedalam jaringan paru, dan alveoli akan berisi
udara.
(2)Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir kedalam pembuluh darah
disekitar alveoli.
c) Arteri dan vena umbikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada sirkulasi plasenta
dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen
di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran
darah berkurang.
d) Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik, menyebabkan tekanan pada
arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan sistemik sehingga aliran darah paru
meningkat sedangkan aliran pada duktus arteriosus menurun.
(1)Oksigen yang diabsorbsi dialveoli oleh pembuluh darah divena pulmonalis dan darah yang
banyak mengandung oksigen kembali ke bagian jantung kiri, kemudian dipompakan
keseluruh tubuh bayi baru lahir.
(2)Pada kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen (21%) untuk menginisiasi relaksasi
pembuluh darah paru.
(3)Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus arteriosus
mulai menyempit.
(4)Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan
mengambil banyak oksigen untuk dialirkan keseluruh jaringan tubuh.
e) Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paru-parunya untuk
mendapatkan oksigen.
(1)Tangisan pertama dan tarikan nafas yang dalam akan mendorong cairan dari jalan nafasnya.
(2)Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru.
(3)Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari
abu-abu/biru menjadi kemerahan.
f) Reaksi bayi terhadap kesulitan selama masa transisi normal :
 Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara kedalam paru-parunya.
(1)Hal ini mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan insterstitial di paru
sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteriol pulmonal dan menyebabkan arteriol
berelaksasi.
(2)Jika keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap kontriksi, alveoli tetap terisi
cairan dan pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen.
 Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi kontriksi arteriol pada organ seperti usus,
ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran darah ke jantung dan otak tetap stabil atau
meningkat untuk mempertahankan pasokan oksigen.
(1)Penyesuaian distribusi aliran darah akan menolong kelangsungan fungsi organ-organ vital.
(2)Walaupun demikian jika kekurangan oksigen berlangsung terus maka terjadi kegagalan
peningkatan curah jantung, penurunan tekanan darah, yang mengakibatkan aliran darah ke
seluruh organ berkurang.
 Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen dan oksigenasi jaringan, akan menimbulkan
kerusakan jaringan otak yang irreversible, kerusakan organ tubuh lain, atau kematian.
(1)Keadaan bayi yang membahayakan akan memperlihatkan satu atau lebih tanda-tanda klinis
:
(2)Tanda-tanda tonus otot tersebut seperti :
(a) Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot dan organ lain: depresi
pernafasan karena otak kekurangan oksigen.
(b) Brakikardia (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot
jantung atau sel otak.
(c) Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah
atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses
persalinan.
(d) Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru dan sianosis
karena kekurangan oksigen didalam darah.
Menurut Vidia dan Pongki (2016:362), penafasan spontan BBL tergantung pada kondisi
janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan o2 selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang berat. Keadaan
ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian
asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada
penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada pada
periode apnu kedua. Pada tingkat ini terjadi brakikardi dan penurunan tekanan darah. Pada
asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan penurunan keseimbangan asam-basa pada
tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respiratorik. Bila berlanjut dalam
tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh,
sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat
selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan
diantaranya
1) Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
2) Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung.
3) Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya
resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi
tubuh lain akan mengalami gangguan.
4) Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia :
a) Tidak bernafas atau nafas mega-megap
b) Warna kulit kebiruan
c) Kejang
d) Penurunan kesadaran
e) DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur
f) Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala

5) Diagnosis
Menurut Ai yeyeh dan Lia (2013:250), Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan
kelanjutan dari anoksia/hipoksia janin. Diagnosis anoksia/hipoksia janin dapat dibuat dalam
persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian
yaitu:
(1)Denyut jantung janin : frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan semenit. Apabila
frekuensi denyutan turun sampai dibawah 100 permenit diluar his dan lebih-lebih jika tidak
teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
(2)Mekonium dalam air ketuban : adanya mekonium pada presentasi kepala mungkin menunjukkan
gangguan oksigenasi dan gawat janin, karena terjadi rangsangan nervus X, sehingga pristaltik
usus meningkat dan sfingter ani terbuka. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi
kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan
dengan mudah.
(3)Pemeriksaan Ph darah janin : adanya asidosis menyebabkan turunnya PH. Apabila PH itu turun
sampai bawah 7,2 hal ini dianggap sebagai tanda bahaya.
Menurut Anik dan Eka (2013:302), untuk menegakkan diagnosis, dapat dilakukan dengan
berbagai cara dan pemeriksaan berikut ini:
1) Anamnesis : anamnesis diarahkan untuk mencari faktor resiko terhadap terjadinya asfiksia
neonatorium.
2) Pemeriksaan fisik : memperhatikan apakah terdapat tanda-tanda berikut atau tidak, antara lain:
a) Bayi tidak bernafas atau menangis
b) Denyut jantung kurang dari 100x/menit
c) Tonus otot menurun
d) Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau sisa mekonium pada tubuh
bayi
e) BBLR
3) Pemeriksaan penunjang
Laboratorium : hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil asidosis pada darah tali
pusat jika:
a) PaO2 < 50 mm H2O
b) PaCO2 > 55 mm H2
c) pH < 7,30

6) Komplikasi
Menurut Anik dan Eka (2013:301) Asfiksia neonatorum dapat menyebabkan komplikasi pasca
hipoksia, yang dijelaskan menurut beberapa pakar antara lain berikut ini:
(1)Pada keadaan hipoksia akut akan terjadi redistribusi aliran darah sehingga organ vital seperti
otak, jantung, dan kelenjar adrenal akan mendapatkan aliran yang lebih banyak dibandingkan
organ lain. Perubahan dan redistribusi aliran terjadi karena penurunan resistensi vascular
pembuluh darah otak dan jantung serta meningkatnya asistensi vascular di perifer.
(2)Faktor lain yang dianggap turut pula mengatur redistribusi vascular antara lain timbulnya
rangsangan vasodilatasi serebral akibat hipoksia yang disertai saraf simpatis dan adanya aktivitas
kemoreseptor yang diikuti pelepasan vasopressin.
(3)Pada hipoksia yang berkelanjutan, kekurangan oksigen untuk menghasilkan energy bagi
metabolisme tubuh menyebabkan terjadinya proses glikolisis an aerobik. Produk sampingan
proses tersebut (asam laktat dan piruverat) menimbulkan peningkatan asam organik tubuh yang
berakibat menurunnya pH darah sehingga terjadilah asidosis metabolic. Perubahan sirkulasi dan
metabolisme ini secara bersama-sama akan menyebabkan kerusakan sel baik sementara ataupun
menetap.
Menurut Vidia dan Pongki (2016:365), komplikasi meliputi berbagai organ :
1) Otak : Hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsiserebralis
2) Jantung dan Paru : Hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan paru,
edema paru
3) Grastrointestinal : Enterokolitis nekrotikan
4) Ginjal : Tubular nekrosis akut, siadh
5) Hematologi : Dic
Nama : Novira Bella Pradini
NIM : P0722419018
Tempat Praktik : RS dr. R. Hardjanto
MANAJEMEN KEBIDANAN PADA Tanggal : 29 November 2021
BAYI BARU LAHIR
DENGAN BBLR DAN ASFIKSIA

LANGKAH I (PENGKAJIAN)
I. IDENTITAS / BIODATA
Nama bayi : By. A
Umur bayi : 3 hari
Tgl / jam lahir : 26-11-2021 / 08.55 WITA
Jenis kelamin : Perempuan
Berat badan : 2100 gram
Panjang badan : 46 cm

Nama klien : Ny. S Nama suami : Tn. S


Umur : 44 tahun Umur : 41 tahun
Suku : Jawa Suku : Jawa
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Wijaya Husana, RT.25 PPU

II. ANAMNESE (DATA SUBJEKTIF)


Tanggal : 29 November 2021 Pukul : 08.05 WITA

1. Riwayat penyakit kehamilan


- Perdarahan : Tidak ada

- Pre Eklampsi : Tidak ada

- Eklampsi : Tidak ada

- Penyakit kelamin : Tidak ada

- Lain – lain : Tidak ada


2. Kebiasaan waktu hamil
- Makanan : Makan 2-3x sehari dalam porsi sedang dihabiskan terdiri dari
nasi, sayur, ikan/ayam, dan terkadang diselingi buah)
- Obat – obatan/jamu : Tidak ada

- Merokok : Tidak ada

- Alkohol : Tidak ada

- Lain – lain : Tidak ada


3. Riwayat persalinan sekarang
- Jenis Persalinan : Sectio Caesarea (SC)

- Di tolong oleh : Dokter

- Lama persalinan
Kala I :-
Kala II :-
- Ketuban pecah : Spontan / amniotomi : - Lamanya : -
Warna :- Jumlah :-
- Komplikasi persalinan
Ibu : Tidak ada
Bayi : BBLR dan asfiksia ringan
- Keadaan bayi baru lahir : Bayi lahir tidak segera menangis, tonus otot lemah, kulit
berwarna kemerahan

Nilai Apgar
Kriteria 0 – 1 Menit 1 – 5 Menit
Denyut Jantung 2 2
Usaha Nafas 1 2
Tonus Otot 1 1
Refleks 1 1
Warna Kulit 1 2
Total 6 8

Resusitasi : Ya
Pengisapan lendir : Ya
Ambubag : Ya
Massage jantung : Tidak dilakukan
Intubasi endotrakeal : Ya
Oksigen : Ya

III.PEMERIKSAAN FISIK BAYI


A. Pemeriksaan Umum
- Keadaan umum : Sedang

- Suhu : 36,5˚C

- Pernafasan : 42x/menit

- HR : 144x/menit

- Berat badan sekarang: 2100 gram


B. Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Tidak dilakukan

- Ubun – ubun : Tidak dilakukan

- Muka : Tidak dilakukan

- Mata : Tidak dilakukan

- Telinga : Tidak dilakukan

- Mulut : Tidak dilakukan

- Hidung : Tidak dilakukan

- Leher : Tidak dilakukan

- Dada : Tidak dilakukan

- Perut : Tidak dilakukan

- Tali pusat : Tidak dilakukan

- Punggung : Tidak dilakukan

- Ekstremitas : Tidak dilakukan

- Genitalia : Tidak dilakukan

- Anus : Tidak dilakukan

C. Refleks
- Refleks Moro : Ada, lemah

- Refleks Walking : Tidak dilakukan

- refleks Graps : Tidak dilakukan


- Refleks Sucking : Tidak dilakukan

- Refleks Tonick neck: Ada, lemah

- Refleks Rooting : Tidak dilakukan

D. Antropometri
- Lingkar Kepala : 31 cm

- Lingkar Dada : 28 cm

- Lingkar Lengan Atas: 10 cm

E. Eliminasi
1. BAB
 Frekuensi : 2x sehari
 Warna : Kehitaman
2. BAK
 Frekuensi : 4-6x sehari
 Warna : Kuning jernih
F. Pemeriksaan penunjang
Tanggal pemeriksaan :
1. Pemeriksaan darah
Hb : 14,1 gr/dL
Bilirubin Direk : Tidak dilakukan
Bilirubin Indirek : Tidak dilakukan
Erytrosit : Tidak dilakukan
Leukosit : Tidak dilakukan
Trombosit : Tidak dilakukan
Lain – lain : Tidak dilakukan

2. Pemeriksaan urine
- Albumin : Tidak dilakukan

- Reduksi : Tidak dilakukan

3. Pemeriksaan penunjang
Rontgen : Tidak dilakukan
Lain – lain : Tidak dilakukan
LANGKAH II
INTERPRESTASI DATA DASAR
Diagnosa Dasar
DS :
 Ibu mengatakan bayi lahir secara SC
pada tanggal 26 November 2021
DO :
 Keadaan bayi baru lahir : Bayi lahir
tidak segera menangis, tonus otot
lemah, kulit berwarna kemerahan
 A/S : 6/8
Pemeriksaan Umum Dan Antropometri

NCB KMK bayi lahir dengan asfiksia  Keadaan umum : Sedang


 Suhu : 36,5˚C
 Pernafasan : 42x/menit
 Nadi : 144x/menit
 Berat badan : 2100 gram
 Lingkar Kepala : 31 cm
 Lingkar Dada : 28 cm
 Lingkar Lengan Atas : 10 cm
Pemeriksaan Penunjang
Hb : 14,1 gr/dL

Masalah Dasar
Berat Badan Lahi Rendah (BBLR) DO :
Pemeriksaan Antropometri
 Berat badan : 2100 gram
 Lingkar Kepala : 31 cm
 Lingkar Dada : 28 cm
 Lingkar Lengan Atas : 10 cm

LANGKAH III ( IDENTIFIKASI DIAGNOSA ATAU MASALAH POTENSIAL


DAN ANTISIPASI PENANGANAN )
Diagnosa Potensial : Kejang dan kerusakan otak

LANGKAH IV ( MENETAPKAN KEBUTUHAN TERHADAP TINDAKAN


SEGERA )
Kolaborasi dengan dr. Sp. A

LANGKAH V ( RENCANA SEGERA )


1. Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi lalu gunakan handscoon saat
memegang bayi.
2. Nilai usaha nafas, warna kulit, dan frekuensi jantung bayi
3. Mencegah kehilangan panas dengan cara mengganti kasin basah dengan kain
kering
4. Bersihkan jalan nafas dari lendir dengan menggunakan suction.
5. Pakaikan bayi pakaian yang bersih dan kering.
6. Berikan rangsangan taktil.
7. Atur posisi bayi dengan posisi ekstensi.
8. Lakukan perawatan tali pusat.
9. Injeksi vit K (Neo K).
10. Berikan tetes mata .
11. Berikan imunisasi Hepatitis B 0,5 mL intramuscular, setelah 1 jam pemberian
vitamin K.
12. Rawat inkubator.
13. Kolaborasi dengan Dokter untuk memberikan tindakan lanjutan
LANGKAH VI ( IMPLEMENTASI )
1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi dan menggunakan
handscoon saat memegang bayi.
2. Menilai usaha nafas, warna kulit bayi dan frekuensi jantung bayi.
3. Memakaikan bayi pakaian yang bersih dan kering, memakaikan bayi penutup
kepala
4. Membersihkan jalan nafas dari lendir dengan menggunakan suction.
5. Mengeringkan bayi sembarai memberikan rangsangan taktil di punggug dan
telapak kaki bayi
6. Memberikan rangsangan taktil pada bayi.
7. Mengatur posisi bayi dengan posisi ekstensi.
8. Melakukan perawatan tali pusat.
9. Menginjeksi vit K (Neo K).
10. Memberikan tetes mata
11. Memberikan imunisasi Hepatitis B 0,5 mL
12. Merawat bayi dalam inkubator dengan suhu 34 °C.
13. Kolaborasi dengan Dokter untuk memberikan tindakan lanjutan

LANGKAH VII ( EVALUASI )


1. Telah melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi dan
menggunakan handscoon saat memegang bayi.
2. Telah menilai usaha nafas, warna kulit bayi dan frekuensi jantung bayi.
3. Telah memakaikan bayi pakaian yang bersih dan kering, memakaikan bayi
penutup kepala
4. Telah membersihkan jalan nafas dari lendir dengan menggunakan suction.
5. Telah mengeringkan bayi sembarai memberikan rangsangan taktil di punggug
dan telapak kaki bayi
6. Telah memberikan rangsangan taktil pada bayi
7. Telah mengatur posisi bayi dengan posisi ekstensi
8. Telah melakukan perawatan tali pusat dan juga mengajarkan pada ibu bayi
9. Telah dilakukan injeksi vit K (Neo K)
10. Telah diberikan tetes mata
11. Telah diberikan imunisasi Hepatitis B 0,5 mL
12. Telah dilakukan rawat bayi dalam inkubator dengan suhu 34 °C.
13. Telah dilakukan kolaborasi dengan Dokter untuk memberikan tindakan
lanjutan

DOKUMENTASI KEBIDANAN
S : Ibu mengatakan bayi lahir secara SC pada tanggal 26 November 2021. Ibu
mengatakan ini adalah anak yang kelima dan tidak pernah mengalami abortus
sebelumnya. Ibu mengatakan makan 2-3x sehari dalam porsi sedang
dihabiskan terdiri dari nasi, sayur, ikan/ayam, dan terkadang diselingi buah.
Ibu mengatakan tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan/jamu, tidak
merokok dan tidak minum alkohol.

O : Keadaan bayi baru lahir : Bayi lahir tidak segera menangis, tonus otot lemah,
kulit berwarna kemerahan. Apgar Score 6/8
Pemeriksaan Umum Dan Antropometri
 Keadaan umum : Sedang
 Suhu : 36,5˚C
 Pernafasan : 42x/menit
 Nadi : 144x/menit
 Berat badan : 2100 gram
 Lingkar Kepala : 31 cm
 Lingkar Dada : 28 cm
 Lingkar Lengan Atas : 10 cm
Pemeriksaan Penunjang
Hb : 14,1 gr/dL

A : NCB KMK bayi lahir dengan Asfiksia


P :
1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi dan
menggunakan handscoon saat memegang bayi.
 Telah melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah merawat
bayi dan menggunakan handscoon saat memegang bayi.
2. Menilai usaha nafas, warna kulit bayi dan frekuensi jantung bayi.
 Telah menilai usaha nafas, warna kulit bayi dan frekuensi
jantung bayi.
3. Memakaikan bayi pakaian yang bersih dan kering, memakaikan
bayi penutup kepala
 Telah memakaikan bayi pakaian yang bersih dan kering,
memakaikan bayi penutup kepala
4. Membersihkan jalan nafas dari lendir dengan menggunakan
suction.
 Telah membersihkan jalan nafas dari lendir dengan
menggunakan suction
5. Mengeringkan bayi sembarai memberikan rangsangan taktil di
punggung dan telapak kaki bayi
 Telah mengeringkan bayi sembarai memberikan rangsangan
taktil di punggug dan telapak kaki bayi
6. Memberikan rangsangan taktil pada bayi
 Telah memberikan rangsangan taktil pada bayi
7. Mengatur posisi bayi dengan posisi ekstensi.
 Telah mengatur posisi bayi dengan posisi ekstensi
8. Melakukan perawatan tali pusat.
 Telah melakukan perawatan tali pusat dan juga mengajarkan
pada ibu bayi
9. Menginjeksi vit K (Neo K)
 Telah dilakukan injeksi vit K (Neo K)
10. Memberikan tetes mata
 Telah diberikan tetes mata
11. Memberikan imunisasi Hepatitis B 0,5 Ml
 Telah diberikan imunisasi Hepatitis B 0,5 mL
12. Merawat bayi dalam inkubator dengan suhu 34 °C.
 Telah dilakukan rawat bayi dalam inkubator dengan suhu 34
°C.
13. Kolaborasi dengan Dokter untuk memberikan tindakan lanjutan
 Telah dilakukan kolaborasi dengan Dokter untuk memberikan
tindakan lanjutan

Anda mungkin juga menyukai