Oleh :
Laela Fitriyani
NIM : P1337424820100
Pembimbing Institusi :
Dr. Runjati, M. Mid
A. Pengkajian
Tanggal : 11 Maret 2021
Jam : 10.30 WIB
Tempat : Klinik Nawang Medista.
B. Identitas Pasien:
1. Identitas Bayi:
Nama : An. H
Tanggal lahir : 9 September 2019
Jenis Kelamin : Perempuan
2. Identitas Orangtua
Nama : Ny. K Nama : Tn. M
Umur : 29 tahun Umur : 30 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Suku Bangsa : Jawa Suku Bangsa : Jawa
Alamat : Bangetayu 1/7 Alamat : Bangetayu 1/7
C. Data Subyektif
1. Alasan Datang
Ibu mengatakan ingin mengimunisasikan anaknya.
2. Keluhan Utama
Ibu mengatakan tidak ada keluhan pada anaknya.
Uraian Keluhan Utama.
Tidak ada.
3. Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat Anak.
Ibu mengatakan anaknya tidak pernah dan tidak sedang mengalami
penyakit menurun/menular seperti jantung, asma, TBC, DM, epilepsy,
hepatitis, polio, campak.
b. Riwayat Keluarga.
Ibu mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit
menular seperti TBC, sakit kuning (hepatitis), HIV/ AIDS. Tidak ada
yang menderita penyakit menurun seperti asma, diabetes melitus.
4. Riwayat Tumbuh Kembang.
a. Pertumbuhan BB
Berat lahir/Berat saat ini: 3,2kg/12 kg, grafik selalu naik dan diatas garis
hijau.
b. Pertumbuhan PB:
Panjang badan lahir/Panjang badan saat ini: 50 cm/84 cm
c. Perkembangan:
Anak dapat naik dan turun tangga dengan berpegangan pada sisi tangga,
anak dapat mengatakan “tidak” dengan cara menggelangkan kepala,
anak belajar berlari.
5. Riwayat Imunisasi.
Tanggal Usia Jenis Imunisasi
9 September 2019 2 jam Hb0
7 Oktober 2019 1 bulan BCG dan polio 1
8 November 2019 2 bulan DPT-HB-HIB 1, polio 2
12 Desember 2019 3 bulan DPT-HB-HIB 2, polio 3
20 Januari 2020 4 bulan DPT-HB-HIB 3, polio 4
21 Februari 2020 5 Bulan IPV
13 Juni 2020 9 bulan Campak
D. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Umum
1) Keadaan umum : baik
2) Kesadaran : composmentis
3) Nadi : 96x/menit
4) Suhu : 36,6°C
5) RR : 33x/menit
8) BB : 12 kg
9) PB : 84 cm
10) LK : 47 cm
11) LD : 49 cm
b. Penilaian KPSP: Skor 10.
c. Status Present
Kepala : simetris, bentuk kepala mesocephal tidak ada luka, rambut
hitam, tidak ada cephal hematom, tidak ada caput
succadaneum.
Mata : simetris, konjungtiva merah muda, sklera putih.
Hidung : simetris, normal, tidak ada polip, bersih.
Telinga : simetris, tidak ada serumen.
Mulut : bibir tidak sianosis, palatum tidak terbelah.
Leher : tidak ada bendungan vena di leher, tidak ada pembesaran
kelenjar gondok, ataupun pembesaran kelenjar limfe.
Dada : simetris, tidak ada retraksi dinding dada, bunyi napas
vaskuler.
Punggung: tidak ada spina bifida.
Abdomen : perut tidak kembung.
Genitalia : tidak ada tanda infeksi, labia mayora sudah menutupi labia
minora
Anus : anus berlubang.
Ekstremitas
Atas : kedua tangan fleksi, jari lengkap, simetris, gerak aktif,
tidak ada luka dan oedema, kapiler refill baik.
Bawah : kedua tangan fleksi, jari lengkap, simetris, gerak aktif,
tidak ada luka dan oedema, kapiler refill baik.
Kulit : tidak ada bintik kemerahan dan ruam kulit.
E. Analisa
Anak H usia 18 bulan balita fisiologis dengan imunisasi DPT Booster.
Masalah: -
Tindakan Segera: Tidak ada.
F. Penatalaksanaan
Tanggal : 2 Maret 2021 Jam: 18.35 WIB
1. Melakukan pengukuran antropometri dan pemeriksaan fisik serta
memberitahukan hasilnya kepada orangtua.
Hasil: Ibu terlihat senang setelah mengetahui keadaan anaknya sehat.
2. Menjelaskan bahwa saat ini anak berusia 18 bulan dan terjadwal untuk
diberikan imunisasi DPT booster.
Hasil: Ibu mengerti bahwa anak akan diberikan imunisasi DPT booster.
3. Menyampaikan pada ibu manfaat imunisasi DPT booster untuk mencegah
penyakit difteri, pertusis dan tetanus. Imunisasi DPT booster memiliki efek
samping demam dan kemerahan di area bekas suntikan.
Hasil: Ibu mengerti dan mampu menyebutkan manfaat dari imunisasi
campak booster.
4. Menjelaskan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang mungkin terjadi
bengkak, nyeri, kemerahan, dan demam.
Hasil: Ibu mengerti dan mampu menyebutkan 2 jenis KIPI
5. Memberikan lembar inform consent sebagai bentuk persetujuan tindakan
imunisasi DPT booster.
Hasil: Ibu telah menandatangani lembar inform consent.
6. Memberikan imunisasi DPT booster dosis 0,5 ml disuntikkan di daerah
paha atas secara intramuskular.
Hasil: Anak telah diberikan imunisasi DPT booster pada tanggal 11 Maret
2021 pukul 10.40 WIB
7. Memberikan ibu antipiretik dan menganjurkan untuk konsumsi sesuai
dosis.
Hasil: Ibu telah mendapatkan antipiretik dan mampu menyebutkan ulang
aturan minum.
8. Menganjurkan ibu untuk mengompres luka bekas suntikan bila bengkak.
Hasil: Ibu mengerti dan bersedia mengikuti anjuran.
9. Menganjurkan ibu untuk kunjungan ulang bila terjadi reaksi KIPI lanjutan.
Hasil: Ibu mengerti dan bersedia mengikuti anjuran
10. Mendokumentasikan tindakan di buku KIA
Hasil: Tindakan dan hasil telah didokumentasikan
Semarang,
Pembimbing Klinik Praktikan
B. DATA OBYEKTIF
Saat ini berat badan Anak H 12 kg dengan panjang badan 84 cm. Lingkar
kepala 47 cm, lingkar dada 49 cm.
Jika dilihat dari riwayat berat badan lahir, Anak H lahir dengan berat 3200
gram. Pemantauan berat badan dilakukan secara rutin untuk mengetahui adanya
gangguan pertumbuhan fisik. Pemantauan berat badan menggunakan buku KIA.
Status pertumbuhan anak dapat diketahui dengan 2 cara yaitu: dengan menilai
garis pertumbuhannya, atau dengan menghitung Kenaikan Berat Badan Minimum
(KBM) (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Dari grafik kenaikan berat badan,
grafik selalu naik dan berada di garis hijau dan dapat dikatakan dalam status gizi
baik.
Status gizi anak yang baik juga dipengaruhi pengetahuan dan pendidikan
ibu. Nurmaliza&Herlina (2019) dalam penelitiannya tentang Hubungan
Pengetahuan Dan Pendidikan Ibu Terhadap Status Gizi Balita dan didapatkan
hasil ada hubungan antara pengetahuan dan pendidikan terhadap status gizi balita.
Pengetahuan ibu yang baik tentang gizi akan mempermudah ibu dalam mengasuh
anak terutama memperhatikan asupan makanan anak sehingga status gizi anaknya
baik. Sedangkan ibu yang mempunyai pengetahuan kurang tentang gizi dapat
mengakibatkan berkurangnya kemampuan untuk menerapkan informasi dalam
kehidupan sehari-hari yang merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan
gizi.
Panjang badan Anak H saat lahir 50 cm, dan saat ini 83 cm. Berdasarkan
grafik panjang badan anak peremmpuan menurut umur, Anak H berada pada
kategori -2SD sampai dengan 2 SD. Kategori ini dapat diinterpretasikan normal
(Kemenkes RI, 2016). Berdasarkan hasil Pengukuran tersebut dapat kita ketahui
bahwa pertumbuhan Anak H saat ini sesuai dengan garis pertumbuhannya,
sehingga tidak dikhawatirkan anak mengalami keterlambatan pertumbuhan
ataupun perkembangan.
Lingkar kepala An. H 47 cm. Lingkar kepala juga merupakan salah satu
parameter yang penting dalam mendeteksi gangguan pertumbuhan dan
perkembangan anak. Ukuran lingkar kepala menggambarkan isi kepala termasuk
otak dan cairan cerebrospinal. Gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran
juga merupakan gangguan pertumbuhan fisik pada anak yang dapat disebabkan
oleh maturitas visual yang terlambat, gangguan refraksi, juling, nistagmus, buta
warna, dsb. Sedangkan ketulian pada anak dapat disebabkan karena faktor pre-
natal yaitu adanya genetik dan infeksi TORCH selama kehamilan serta faktor post-
natal karena infeksi bakteri atau virus yang terkait dengan otitis media (Marmi &
Rahardjo, 2018).
Menurut Setiyani, dkk (2016) pemeriksaan KPSP dapat mulai dilakukan
saat usia Anak 24 bulan. Pada kunjungan ini dilakukan pemeriksaan KPSP
menggunakan form untuk usia 24 bulan. Hasil pemeriksaan didapatkan skor Anak
H sebanyak 10 untuk jawaban “Ya”. Dapat diinterpretasikan dari hasil skrining
KPSP bahwa perkembangan Anak H sesuai dengan usianya.
C. ANALISA
Analisa merupakan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi
(kesimpulan) dari data subjektif dan objektif. Menurut Helen Varney langkah
analisa mencakup hal-hal penegakan diagnosis/masalah kebidanan,
diagnosis/masalah potensial dan kebutuhan segera harus diidentifikasi menurut
kewenangan bidan meliputi tindakan mandiri, tindakan kolaborasi, dan tindakan
merujuk klien.
Pada kasus ini didapatkan data bahwa usia Anak 24 bulan, riwayat imunisasi
sebelumnya sudah lengkap, sehingga dapat ditegakkan diagnosa berupa:
An. H usia 24 bulan fisiologis.
D. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan
datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisa dan interpretasi data.P
dalam SOAP meliputi pendokumentasian manajemen kebidanan (Sudarti, 2010).
Pada kunjungan kali ini diberikan penatalaksanaan sesuai alasan datang
klien, yaitu klien ingin mengimunisasi anaknya, sehingga penatalaksanaan yang
diberikan yaitu:
1. Melakukan pengukuran antropometri dan pemeriksaan fisik serta
memberitahukan hasilnya kepada orangtua.
2. Menjelaskan bahwa saat ini Anak berusia 24 bulan dan terjadwal untuk
diberikan imunisasi DPT-HB-HIB booster.
Hanifah&Martiani (2019) melakukan penelitian mengenai Hubungan
Pengetahuan Ibu Dengan Kepatuhan Pemberian Imunisasi Campak Pada
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Manna Bengkulu Selatan
didapatkan hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu
dengan kepatuhan pemberian imunisasi campak di Wilayah Kerja Puskesmas
Kota Manna Bengkulu Selatan.
3. Menyampaikan pada ibu manfaat imunisasi DPT-HB-HIB booster untuk
mencegah penyakit difteri, tetanus, pertussis, hepatitis dan meningitis.
Imunisasi pentavalen memiliki efek samping demam dan kemerahan di area
bekas suntikan.
Salmarini&Hidayah (2019) memperkuat penelitian sebelumnya dan
menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa ada korelasi antara Pengetahuan
dan Sikap ibu dengan Status imunisasi Booster pada Balita usia 18-36 bulan di
Puskesmas Pekauman Banjarmasin. Diharapkan dengan baiknya pengetahuan
ibu mengenai imunisasi bisa meningkatkan cakupan imunisasi lanjutan.
4. Menjelaskan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang mungkin terjadi
bengkak, nyeri, kemerahan, dan demam.
Widyastuti (2017) dalam penelitiannya mengenai Hubungan Pengetahuan
Dan Sikap Ibu Balita Dengan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi Di Pusat
Kesehatan Masyarakat Oebobo Tahun 2016 mendapatkan hasil terdapat
hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu balita dengan kejadian ikutan
pasca imunisasi di public health center oebobo tahun 2016.
Hety dan Susanti (2020) melakukan penelitian dengan judul Pengetahuan Ibu
Tentang Cara Penanganan Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI) Pada Anak
Usia 0-1 Tahun Di Puskesmas Mojosari Kabupaten Mojokerto, didapatkan
hasil bahwa Pengetahuan ibu tentang cara menangani kejadian ikutan pasca
imunisasi (KIPI) pada Anak usia 0-1 tahun di Puskesmas Mojosari Kabupaten
Mojokerto adalah kurang yaitu sebanyak 15 responden (41,7%). Hasil
penelitian ini mengindikasikan pengetahuan ibu tentang kejadian ikutan pasca
imunisasi kurang sehingga dalam mengambil keputusan dalam penanganan
Anak usia 0-1 tahun kurang tepat. Ibu mempunyai cara yang kurang dalam
menangani gejala pasca imunisasi, hal ini dibuktikan dari jawaban reponden
yang menunjukan tidak memberikan banyak minum cairan (air putih atau
susu) untuk mempercepat proses pemulihan pada Anak dan tidak memberikan
asetaminofen (ibuprofen) untuk mengurangi nyeri. Ketakutan yang dirasakan
ibu tentang adanya efek samping dari imunisasi pada bayinya seperti demam
dan kemerahan ditempat suntikan, kemudian pecah menjadi luka dan
meninggalkan bekas. Ibu lebih memusatkan perhatiannya pada bayinya saja
dan berusaha untuk mengatasi efek samping imunisasi yang dialami balitanya
akan tetapi dengan cara yang salah.
5. Memberikan lembar inform consent sebagai bentuk persetujuan tindakan
imunisasi DPT booster.
Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 290 Tahun 2008
tentang Persetujuan Tindakan Medik dinyatakan bahwa informed consent
adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar
penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien
tersebut
6. Memberikan imunisasi DPT booster.
Cara pemberian imunisasi DPT yaitu disuntikkan pada paha atas secara IM
pada (Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan, 2015).
7. Memberikan ibu antipiretik dan menganjurkan untuk konsumsi sesuai dosis
bila anak demam.
Reza, dkk (2017) menjelaskan dalam penelitiannya mengenai Uji Klinis
Tersamar Acak Ganda Pemberian Parasetamol Pasca Imunisasi DTwP-Hep
B-HIB dan mendapatkan hasil bahwa pemberian parasetamol 24 jam pasca
imunisasi DTwP-Hep B-Hib menunjukkan penurunan suhu 0,1°C - 0,2°C
yang bermakna secara statistik (p0,05) pada lama tidur.
8. Menganjurkan untuk mengompres luka bekas suntikan bila bengkak.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Winarti, dkk (2018), dengan judul
Penerapan Kompres Hangat Pada Tempat Penyuntikan Terhadap Respon
Nyeri Pada Anak Saat Imunisasi, hasilnya adalah Penerapan kompres hangat
terbukti dapat memberikan perubahan respon nyeri pada Anak ketika
dilakukan imunisasi dan dapat dilakukan sebagai terapi non farmakologis.
9. Menganjurkan ibu untuk kunjungan ulang bila terjadi reaksi KIPI lanjutan dan
menganjurkan ibu untuk mengimunisasi anaknya kembali saat usia 24 bulan.
Lubis&Daulay (2020) melakukan penelitian mengenai, didapatkan hasil
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan ini dengan
tingkat kecemasan pasca imunisasi pada bayi.
10. Mendokumentasikan tindakan di buku register dan buku KIA.
CATATAN PERKEMBANGAN KUNJUNGAN KE-2
Kunjungan kedua dilakukan pada tanggal 12 Maret 2021. Pada kunjungan ini,
ibu mengatakan bahwa anak H mengalami demam ringan tadi malam, dan kemerahan
pada area bekas suntikan, tetapi saat ini sudah tidak setelah diberikan antipiretik.
Hasil pemeriksaan fisik dan tanda vital dalam keadaan baik dan sehat.
Pada kunjungan ini dilakukan memberikan informasi kembali mengenai KIPI
yang mungkin terjadi dan cara menangani KIPI, menganjurkan ibu untuk tetap
memberikan antipiretik bila anak demam.
Penggunaan antipiretik, khususnya paracetamol memang disarankan untuk
menangani KIPI berupa demam ringan. Dosis yang disarankan yaitu 15 mg/kgBB
setiap 3 – 4 jam (Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan, 2015).
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan pusat pengatur suhu di
hipotalamus, yang diikuti respon fisiologis termasuk penurunan produksi panas,
peningkatan aliran darah ke kulit, serta peningkatan pelepasan panas melalui kulit
dengan radiasi, konveksi, dan penguapan. Pemilihan antipiretik, cara pemberian, dan
dosis antipiretik penting untuk diketahui oleh praktisi maupun orangtua dalam
menangani demam, sehingga informasi yang lengkap harus diberikan kepada orang
tua pada setiap kunjungan untuk mencegah kesalahan pemberian obat dan juga
mencegah toksisitas antipiretik, karena penggunaan antipiretik memiliki efek samping
yaitu mengakibatkan spasme bronkus, peredaran saluran cerna, penurunan
fungsiginjal dan dapat menghalangi supresi respons antibodi serum (Prayitno, 2015).
Efektivitas paracetamol sebagai metode farmakologi telah dibuktikan beberapa
penelitian. Suparwati, dkk (2018) mendapatkan hasil dari penelitiannya bahwa
terdapat perbedaan kipi pada pemberian parasetamol sebelum dan sesudah imunisasi
pentabio di Wilayah Puskesmas Wonosari yaitu KIPI lebih kecil terjadi pada
pemberian parasetamol sebelum imunisasi pentabio. Sifat parasetamol berfungsi
untuk menghambat sintesis prostaglandin. Parasetamol sebagai antipiretik diduga
bekerja langsung pada pusat pengatur panas di hipotalamus. Cara kerja parasetamol
yang cepat yaitu kurang lebih 5 jam sehingga sangat tepat diberikan sebelum
dilakukan imunisasi untuk mengurangi rasa tidak nyaman saat dilakukan imunisasi.
CATATAN PERKEMBANGAN KUNJUNGAN KE-3
Intervensi ketiga dilakukan pada tanggal 15 Maret 2021. Pada pengkajian ibu
mengatakan KIPI berupa demam sudah tidak dirasakan anak H, saat ini sudah tidak
ada keluhan. Hasil pemeriksaan fisik, anak H juga dalam keadaan sehat dan baik.
Pada kunjungan ini dapat ditegakkan diagnosa An. H usia 18 bulan balita
fisiologis.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu Menganjurkan ibu
untuk tetap memberikan nutrisi An. H dengan prinsip gizi seimbang.