Disusun Oleh :
(P17324417025)
Alamat : Jalan Kertabumi Nomor 74, Karawang Kulon, Karawang Barat 41311
Memandikan Bayi Baru Lahir
a. Pendahuluan
Kebersihan bayi baru lahir sangat penting untung dijaga, mengingat begitu
rentannya bayi terkena penyakit karena fakotr lingkungan.Memandikan bayi, baru
lahir, dapat menjadi kegiatan yang mendebarkan bagi orang tua baru. Penting
untuk mempersiapkan diri dan mengetahui cara memandikan bayi agar Anda dan
bayi tetap nyaman selama prosesnya.
Memandikan bayi baru lahir bukanlah hal yang mudah, terutama bagi ibu baru.
Dibutuhkan ekstra hati-hati serta persiapan yang benar agar mandi si kecil tak
hanya berjalan lancar namun juga menyenangkan bagi mereka (Lee, 2009).
Bayi akan mudah kehilangan panas dan bisa terjadi hipotermi apabila terlalu lama
melakukan kontak dengan udara secara langsung tanpa menggunakan alat
pelindung. Memandikan bayi dengan cara yang salah dapat mengakibatkan
kondisi yang buruk seperticelaka (jatuh dan tenggelam), air masuk ke dalam
telinga atau hidung dan dapat mengalami hipotermi (Deswani, 2010).
Hipotermia, karena suhu tubuh bayi yang belum normal apabila kontak dengan air
akan mengakibatkan hilangnya panas tubuh bayi karena terserap oleh air. Suhu
tubuh bayi akan turun dan aliran darah terganggu, bayi akan kekurangan oksigen
dengan ditandai warna kulit tubuh yang membiru. Sehingga pertumbuhan sel-sel
tubuh bayi terganggu akibat tidak lancarnya oksigen dalam tubuh bayi baru lahir
(Wiwik, 2010).
b. Tujuan
Tujuan memandikan bayi adalah membersihkan bayi yang berlumuran darah,
lendir, mekonium atau kotoran bayi yang warnanya hitam kental, air ketuban, dan
lemak berwarna putih yang kelihatan sangat menjijikkan (Prawirohardjo, 2014).
Bayi sering mengalami gangguan pada kulit, diantaranya adalah biang keringat,
eksim popok, dan eksim susu yang dapat dicegah melalui mandi. Menurut
Choirunisa (2009), mandi mempunyai manfaat yang sangat bagus untuk
kebersihan dan kesehatan bayi, mandi akan membersihkan rasa nyaman bagi
tubuh bayi.. Dimana masalah-masalah ini bisa diatasi dengan mudah (Zuliyanti,
2015).
Harus yang hangat dan bersih, jika Bunda menggunakan bak, letakkan bak di
permukaan yang rata dan stabil, seperti meja, dimana Bunda bisa merasa
nyaman memandikan si bayi.
11
6. Cucilah tangan sebelum mulai memandikannya
13. Balik posisi bayi sedemikian rupa untuk dibilas badan depan atau dadanya,
lalu diangkat dari bak mandi untuk diletakkan diatas handuk kering,
Keringkan seluruh tubuh bayi dengan handuk kering,
14. Bersihkan tunggul tali pusat yang belum lepas dengan kapas dan air bersih
12
Bungkus tali pusat dengan kassa bersih dan kering, Kenakan pakaian bayi
dan bungkus dengan kain pembedong, Usap tipis-tipis bedak bayi pada
daerah wajah, Sisir rambut bayi secara perlahan
Selain itu, air yang bersih tanpa campuran apa pun adalah yang terbaik untuk
memandikan bayi. Maka, hindari menambahkan apa pun ke dalam cairan
mandinya. Hal yang tidak kalah penting, hindari meninggalkan bayi sendirian
meski sesaat ketika dimandikan atau berganti pakaian.
13
f. Sumber
Syarif, Nurmadinah, dkk. 2018. Perilaku Ibu Dalam Memandikan Bayi Baru
Lahir di Kecamatan Ulumanda Kabupaten Majene. Jurnal Penelitian
Kesehatan Suara Forikes, Volume 9 Nomor 2
Andriani,Yessi. 2019. Memandikan Bayi Dan Perawatan Tali Pusat Bayi Baru
Lahir Di RSI Ibnusina Yarsi Bukittinggi Mera Delima. Jurnal Abdimas
Kesehatan Perintis Vol. 1 No. 1
14
CASE BASED STUDY
Disusun Oleh :
(P17324417025)
Alamat : Jalan Kertabumi Nomor 74, Karawang Kulon, Karawang Barat 41311
15
16
a. Pendahuluan
Kehamilan dan melahirkan memiliki risiko kesehatan yang besar, termasuk pada
perempuan yang tidak mempunyai masalah kesehatan sebelumnya. Di negara
berkembang, perempuan cenderung lebih mendapat perawatan antenatal atau
perawatan sebelum melahirkan dibandingkan perawatan kebidanan yang
seharusnya diterima selama persalinan atau pasca persalinan. Kenyataannya, lebih
separuh dari total jumlah kematian ibu terjadi dalam waktu 24 jam setelah
melahirkan, sebagian besar karena terlalu banyak mengeluarkan darah.
Perdarahan masif merupakan penyebab utama dari kematian ibu di seluruh dunia.
Walaupun seorang perempuan dapat bertahan hidup setelah mengalami
perdarahan pasca persalinan (PPP), namun ia akan menderita akibat kekurangan
darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang
berkepanjangan. Di wilayah yang memiliki angka kematian ibu tinggi dan sarana
terbatas, maka pengenalan mengenai pencegahan dan penanganan PPP yang
terbukti dapat dijalankan (evidence-based practices) dengan biaya rendah bisa
melindungi keselamatan ibu dan bayi.
16
17
250 ml saja dapat berakibat fatal. Hal ini sangat penting untuk dipertimbangkan
karena di negara berkembang terdapat banyak perempuan dengan anemia berat.
Penyebab paling umum PPP dini/primer berat (terjadi dalam waktu 24 jam setelah
melahirkan) adalah atonia uteri (kegagalan rahim untuk berkontraksi sebagaimana
mestinya setelah melahirkan). Plasenta yang tertinggal, laserasi vagina atau mulut
rahim dan uterus yang turun atau inversi, juga merupakan penyebab PPP. PPP
lanjut/sekunder (terjadi lebih dari 24 jam setelah kelahiran bayi) diakibatkan oleh
infeksi, penyusutan rahim yang tidak adekuat, atau sisa plasenta yang tertinggal.
Momentum yang sangat penting dalam pencegahan, diagnosis dan penanganan
perdarahan adalah saat setelah kelahiran bayi dan jam pertama pasca persalinan.
Kasus perdarahan dengan cepat dapat mengancam jiwa. Seorang ibu dengan
perdarahan hebat, maka risiko fatalitas meningkat bila tidak mendapat perawatan
medis yang sesuai, termasuk pemberian obat-obatan, prosedur klinis sederhana,
transfusi darah dan atau operasi. Di daerah atau wilayah dengan akses terbatas
untuk memperoleh pelayanan petugas medis, keterbatasan transportasi dan
pelayanan gawat darurat, maka keterlambatan memperoleh pelayanan kesehatan
menjadi hal yang biasa, sehingga risiko kematian karena PPP menjadi tinggi.
Sebenarnya PPP dini seringkali dapat ditangani dengan perawatan kebidanan
dasar, namun keterlambatan dapat mengakibatkan komplikasi lebih lanjut
sehingga memerlukan pelayanan kebidanan darurat yang komprehensif. Sering
pelayanan ini hanya tersedia di rumah sakit rujukan dan mengharuskan
perempuan tersebut melakukan perjalanan jauh, sehingga menambah risiko
kematian.
Transfusi darah untuk menyelamatkan jiwa berkaitan dengan risiko reaksi
transfusi serta penularan infeksi. Operasi atau pembedahan seperti histerektomi
(mengangkat rahim) mempunyai risiko infeksi, risiko anastesi (pembiusan) dan
komplikasi lainnya, di samping tingginya biaya. Tidak semua kasus bisa
teridentifikasi berisiko tinggi PPP, walaupun ada beberapa faktor yang bisa
berkaitan dengan peningkatan risiko perdarahan seperti : kejadian PPP
sebelumnya, pre-eclampsia, hamil kembar, dan kegemukan. Placenta previa dan
solusio plasenta adalah faktor-faktor risiko untuk perdarahan sebelum persalinan
(antepartum). Faktor-faktor lain yang berkaitan dengan persalinan dan
17
18
Meskipun demikian, duapertiga kasus PPP terjadi pada ibu dengan faktor risiko
yang tidak dapat diidentifikasi.
18
19
19
20
d. Obat-obatan Uterotonika
Penyuntikan obat uterotonika segera setelah melahirkan bayi adalah salah satu
intervensi paling penting yang digunakan untuk mencegah PPP. Obat uterotonika
yang paling umum digunakan adalah oksitosin, yang telah terbukti sangat efektif
dalam mengurangi kasus PPP dan persalinan kala tiga yang lama.
Syntometrine (campuran ergometrine dengan oksitosin) ternyata malah lebih
efektif daripada oksitosin saja. Namun, syntometrine dikaitkan dengan lebih
banyak efek samping, seperti sakit kepala, rasa mual, muntah, dan tekanan arah
tinggi.
Perempuan dengan tekanan darah tinggi (atau pre-eklampsia atau eklampsia, yang
diderita kira-kira 10% dari semua bumil) tidak dapat menggunakan ergometrine.
Dibandingkan dengan oksitosin, ergometrine kurang stabil pada suhu ruangan dan
cenderung lebih cepat kehilangan potensinya, khususnya di daerah iklim tropis.
Prostaglandin juga efektif untuk mengendalikan perdarahan, tetapi secara umum
lebih mahal dan memiliki berbagai efek samping, termasuk diarrhea, muntah, dan
sakit perut. Pilihan terhadap obat uterotonika mana yang akan digunakan untuk
20
21
21
22
mendorong tali pusat secara hati-hati ini membantu plasenta untuk keluar.
Tegangan pada tali pusat harus dihentikan setelah 30 atau 40 detik bila plasenta
tidak turun, tetapi penegangan dapat diulang lagi pada kontraksi rahim yang
berikut. Risiko potensial yang berkaitan dengan penegangan tali pusat terkendali
adalah inversio uteri (terbaliknya rahim) dan tali pusat putus dari plasenta. Pada
lima uji klinik terkontrol mengenai manajemen aktif dibandingkan dengan
manajemen menunggu, tidak tercatat kasus inversio uteri atau tali pusat putus.
Agar penegangan tali pusat terkendali dilakukan dengan aman, maka sangat
penting untuk memberikan pelatihan dan panduan kepada petugas.
22
23
Tujuan Manajemen Aktif Kala III adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus
yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan
dan mengurangi kehilangan darah kala III persalinan jika dibandingkan dengan
penatalaksanaan fisiologis. Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu di
Indonesia disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan dimana sebagian besar
disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah
dengan melakukan manajemen aktif kala III. (APN, 2008)
Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah (sentral) atau dari pinggir plasenta.
Ditandai oleh makin panjang keluarnya tali pusat dari vagina (tanda ini
dikemukakan oleh Ahfled) tanpa adanya perdarahan per vaginam. Lebih besar
kemungkinannya terjadi pada plasenta yang melekat di fundus.
Ditandai oleh adanya perdarahan dari vagina apabila plasenta mulai terlepas.
Umumnya perdarahan tidak melebihi 400 ml. Bila lebih hal ini patologik.Lebih
besar kemungkinan pada implantasi lateral.
23
24
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk
bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus
berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau
seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat.
Pengawasan Perdarahan
a. Prasat Kustner
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat. Tangan kiri menekan
daerah di atas simfisis. Bila tali pusat ini masuk kembali ke dalam vagina, berarti
plasenta belum lepas dari dinding uterus. Bila tetap atau tidak masuk kembali ke
dalam vagina, berarti plasenta lepas dari dinding uterus. Prasat ini hendaknya
dilakukan secara hati-hati. Apabila hanya sebagian plasenta terlepas, perdarahan
banyak akan dapat terjadi.
24
25
b. Prasat Strassman
Perasat ini dilakukan dengan mengetok-ngetok fundus uterus dengan tangan kiri
dan tangan kanan meregangkan tali pusat sambil merasakan apakah ada getaran
yang ditimbulkan dari gerakan tangan kiri, jika terasa ada getaran berarti plasenta
sudah lepas.
c. Prasat Klien
Untuk melakukan perasat ini, minta pasien untuk meneran, jika tali pusat tampak
turun atau bertambah panjang berarti plasenta telah lepas, begitu juga sebaliknya.
Manajemen aktif III: Mengupayakan kontraksi yang adekuat dari uterus dan
mempersingkat waktu kala III, mengurangi jumlah kehilangan darah, menurunkan
angka kejadian retensio plasenta.
Penegangan tali pusat terkendali: Berdiri disamping ibu, pindahkan jepitan semula
tali pusat ketitik 5-20 cm dari vulva dan pegang klem penjepit tersebut, lrtakan
telapak tangan ( alas dengan kain ) yang lain, pada segmen bawah rahim atau
diding uterus dan suprasimpisis, pada saat terjadi kontraksi, tegangkan tali pusat
sambil tekan tali uterus ke dorsokranial, ulangi kembali perasat ini bila plasenta
belum dapat dilahirkan ( jangan dilakukan pemaksaan )
1. Plasenta
Pastikan bahwa seluruh plasenta telah lahir lengkap dengan memeriksa
jumlah kotiledonnya (rata-rata 20 kotiledon). Periksa dengan seksama pada
bagian pinggir plasenta apakah kemungkinan masih ada hubungan dengan
plasenta lain (plasenta suksenturiata. Amati apakah ada bagian tertentu yang
25
26
seperti tertinggal atau tidak utuh, jika kemungkinan itu ada maka segera
lakukan eksplorasi untuk membersihkan sisa plasenta.
2. Selaput Ketuban
Setelah plasenta lahir, periksa kelengkapan selaput ketuban untuk
memastikan tidak ada bagian yang tertinggal di dalam uterus. Caranya
dengan meletakkan plasenta di atas bagian yang datar dan pertemukan setiap
tepi selaput ketuban sambil mengamati apakah ada tanda-tanda robekan dari
tepi selaput ketuban.
Jika ditemukan kemungkinan ada bagian yang robek, maka segera lakukan
eksplorasi uterus untuk mengeluarkan sisa selaput ketuban karena sisa
selaput ketuban atau bagian plasenta yang tertinggal di dalam uterus akan
menyebabkan perdarahan dan infeksi.
3. Tali Pusat
Setelah plasenta lahir, periksa mengenai data yang berhubungan dengan tali
pusat.
26
k. Sumber
Salu, Adriana. 2016. Manajemen Aktif Kala III. Poltekkes Kemenkes Kupang
Prodi D3 Kebidanan.
27