Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
I.1. Latar belakang.
Lingkungan yang bersih adalah lingkungan yanhg sehat. Apabila lingkungan
sehat maka bakteri dan virus akan lebih sedikit berkembang biak disana. Begitupun
dengan bakteri salmonella typhi penyebab demam tifoid akan lebih banyak
terdapat pada lingkungan yang kotor dan tingkat perilaku hidup bersih dan sehat
sangat kurang sehingga kuman tersebut akan banyak terdapat disana. Kurangnya
menjaga kebersihan lingkungan dan rendahnya kesadaran masyarakat dalam
berperilaku hidup bersih dan sehat akan menjadi bumerang bagi masyarakat itu
sendiri, khususnya lingkungan mereka akan lebih rentan terkena penyakit..
Tifoid adalah suatu penyakit sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi.
Penyakit ini ditandai oleh panas yang berkepanjangan, di topang dengan
bakteremia dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit
mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan Peyers patch. Sampai saat ini
demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, serta berkaitan
dengan sanitasi yang buruk terutama negara-negara berkembang. Di negaranegara berkembang perkiraan angka kejadian demam tifoid bervariasi dari 10
sampai 540 per 100.000 penduduk. Meskipun angka kejadian demam tifoid turun
dengan adanya sanitasi pembuangan di berbagai negara berkembang, diperkirakan
setiap tahun masih terdapat 35 juta kasus dengan 500.000 kematian terdapat di
dunia.
Di Indonesia demam tifoid masih merupakan penyakit endemik dengan
angka kejadian yang masih tinggi. Di antara penyakit yang tergolong penyakit
infeksi usus, demam tifoid menduduki urutan kedua setelah gastroenteritis. Demam
tifoid masih merupakan penyakit endemis di Indonesia. penyakit ini termasuk
penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang nomor 6 tahun 1962
tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah
menular dan dapat menyerang banyak orang dan menimbulkan wabah Surveilans
departemen kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun
1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4
per 10.000 penduduk.
Dari survey berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai
dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu
dari 19.596 menjadi 26.606. Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan
biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan, di daerah rural (jawa barat) 157 kasus
per 100.000 penduduk, sedangkan didaerah urban ditemukan ditemukan 760-810
per 100.000 penduduk. Perbedaan insidens di perkotaan berhubungan erat dengan

penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan
pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan.
Angka kematian tifoid di tahun 1996 sebesar 1,08% dari seluruh kematian di
Indonesia, namun demikian berdasarkan hasil survey kesehatan rumah tangga
departemen kesehatan RI (SKRT Depkes RI) tahun 1995 demam tifoid tidak
termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tinggi.
Tifoid juga sering menyerang anak anak terutama anak sekolah karena pola
hidup bersih yaitu jajan sembarangan, tidak mencuci tangan sebelum makan.
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan
5F
yaitu
food (makanan), fingers (jari
tangan/kuku), fomitus (muntah), fly (lalat), dan melalui feses. Apabila orang
tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan
makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat
melalui mulut. Kemudian kuman masuk kedalam lambung, sebagian kuman akan
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian
distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini
kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel
retikuloendotelial.
I.2. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Apa yang dimaksud dengan penyakit tifoid ?


Bagaimana terjadi perjalanannya penyakit tifoid ?
Bagaimana cara pencegahan dan pengobatan penyakit tifoid ?
Bagaimana rencana program kerja penanganan penyakit tifoid ?
Bagaiamana pelaksanaan program kerja penanganan penyakit tifoid ?
Apa evaluasi formatif dan sumatif tentang pelaksanaan program kerja
penanganan penyakit tifoid ?

I.3. Pembatasan Masalah


Dalam makalah ini ruang lingkup batasan masalahnya yaitu pada rencana
program kerja dan pelaksanaan program kerja serta evaluasi dari program kerja
penanganan penyakit tifoid.
I.4. Tujuan
Tujuan pada penulisan makalah ini adalah :
1.
2.
3.
4.
5.

Mengetahui tentang penyakit tifoid


Mengetahui perjalanan penyakit tifoid
Mengetahui cara pencegahan dan pengobatan penyakit tifoid
Mampu merencanakan program kerja penanganan penyakit tifoid
Mampu melaksanakan program kerja penanganan penyakit tifoid

6. Mampu mengevaluasi baik secara formatif dan sumatif tentang pelaksanaan


program kerja penanganan penyakit tifoid.

BAB II
LANDASAN TEORITIS
II.1. Pengertian
Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella Thypi (Arief Maeyer, 1999 ). Tifoid adalah suatu penyakit pada
usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella
typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara oral melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai
dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus,
pembentukan mikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal ileum. (Soegeng
Soegijanto, 2002).
Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
Salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella
(Smeltzer & Bare, 2002). Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang
disebabkan oleh kuman Salmonella Thypi (Mansjoer, A, 2009).
Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella thypi dan salmonella para thypi A, B, C. Sinonim dari penyakit ini adalah
Typhoid dan paratyphoid abdominalis (Sudoyo, A.W., & B. Setiyohadi, 2006). Tifoid
adalah penyakit infeksi pada usus halus, tifoid disebut juga paratyphoid fever,
enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (Seoparman, 2007).
Demam tifoid (tifus abdominalis) atau lebih populer dengan nama tifus,
merupakan penyakit infeksi akut oleh kuman Salmonela typhi yang menyerang
saluran pencernaan. Penyakit demam tifoid ini masih banyak dijumpai di negara
berkembang seperti di beberapa negara Asia Tenggara dan Afrika, terutama di
daerah yang kebersihan dan kesehatan lingkungannya kurang memadai.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa demam tifoid
adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A, B
dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
II.2. Etiologi

Penyebab dari demam thypoid yaitu :


1. 96 % disebabkan oleh Salmonella Typhi, basil gram negative yang bergerak
dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekuran-kurangnya 3 macam
antigen, yaitu :
a. Antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipolisakarida)
b. Antigen (flagella)
c. Antigen VI dan protein membran hialin
2.
Salmonella paratyphi A
3.
Salmonella paratyphi B
4.
Salmonella paratyphi C
5.
Feces dan urin yang terkontaminasi dari penderita typus (Wong ,2003).
Kuman salmonella typosa dapat tumbuh di semua media pH 7,2 dan suhu
0
37 C dan mati pada suhu 54,4 0C (Simanjuntak, C. H, 2009). Demam typhoid timbul
akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella yang memasuki tubuh
penderita melalui saluran pencernaan. Sumber utama yang terinfeksi adalah
manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit,baik ketika
ia sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan.Pada masa penyembuhan,
penderita pada masih mengandung Salmonella spp didalam kandung empedu atau
didalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier
sementara,sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang menahun.Sebagian
besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang yang
lain termasuk urinarytype. Kekambuhan yang yang ringan pada karier demam
tifoid,terutama pada karier jenisintestinal,sukar diketahui karena gejala dan
keluhannya tidak jelas.
II.3. Besarnya persentase penyakit tifoid dimasyarakat Indonesia
Tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk
penyakit menular yang tercantum dalam Undang-undang nomor 6 tahun 1962
tentang wabah. Kelompok penyakit ini merupakan penyakit yang mudah menular
dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah (Djoko
Widodo, 2007). Hal ini disebabkan oleh kesehatan lingkungan yang kurang
memadai, penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat, tingkat sosial
ekonomi, tingkat pendidikan masyarakat (Harrison, 2005).
Dinas Kesehatan Kabupaten Jernber mencatat tifus menduduki peringkat 11 dari
keseluruhan penyakit yang ada. Insiden tifus tahun 2006 tercatat 23.347 orang dan
insiden terbanyak terjadi pada usia 20-44 tahun. UPT Unej Medical Center
melaporkan jumlah penderita tifus mulai bulan Januari sampai bulan Oktober tahun
2007 adalah sebanyak 135 orang dan 100 diantaranya adalah mahasiswa.
Prosentase jumlah penderita tifus antara mahasiswa fakultas kesehatan dengan
mahasiswa fakultas non kesehatan yaitu ada 14 penderita tifus dari 374 mahasiswa
fakultas kesehatan (3,74%) dan 86 penderita dari 2.533 mahasiswa fakultas non
kesehatan (3,39%). Dewasa ini tingkat angka kematian baik di Indonesia maupun di
dunia secara globalnya relatif meningkat pertahunnya, hal ini baik disebabkan
kecelakaan, proses penuaan yang menyebabkan kelamahan fungsi organ tubuh
ataupun karena menderita berbagai macam penyakit. Kita mengenal berbagai
macam penyakit dan istilahnya baik itu penyakit menular maupun penyakit tidak
menular, faktor fisik (seperti luka bakar dan trauma benturan) atau kimia (seperti
keracunan) yang mana bisa ditularkan atau menular kepada orang lain melalui

media tertentu seperti udara (TBC, Infulenza dll), tempat makan dan minum yang
kurang bersih pencuciannya (Hepatitis, Typhoid/Types dll), jarum suntik dan
transfusi darah (HIV Aids, Hepatitis dll).
II.4. Patofisiologi
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier. Empat F
(Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu,
buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi
penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang sedang berkembang
dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi) yang andal (Sudoyo,
A.W., & B. Setiyohadi. 2006). Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14
hari (bervariasiantara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan.
Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis (soegijanto,S,
2002).
Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang
tercemar oleh Salmonella (biasanya >10.000 basil kuman). Sebagian kuman dapat
dimusnahkan oleh asam HCL lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Jika
respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka basil Salmonella
akan menembus sel-sel epitel (sel M) dan selanjutnya menuju lamina propia dan
berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan kelejar getah
bening mesenterika. Kuman Salmonella typi masuk tubuh manusia melalui mulut
dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnakan oleh asam
lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque
peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertrofi. Di tempat ini komplikasi
perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman Salmonella Typi kemudian
menembus ke lamina propia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe
mesenterial, yang juga mengalami hipertrofi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar
limfe ini salmonella typi masuk ke aliran darah melalui ductus thoracicus. Kuman
salmonella typi lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus.
Salmonella typi bersarang di plaque peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian
lain sistem retikuloendotelial. Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia
pada demam tifoid disebabkan oleh endotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan
penelitian ekperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan
penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid. Endotoksin
salmonella typi berperan pada patogenesis demam tifoid, karena membantu
terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat salmonella typi berkembang
biak. Demam pada tifoid disebabkan karena salmonella typi dan endotoksinnya
merangsang sintesis dan penglepasan zat pirogen oleh zat leukosit pada jaringan
yang meradang.
Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika
mengalami hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui
ductus thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotalial tubuh,
terutama hati, sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portar dari usus.
Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat plasma, dan sel
mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali). Di
organ ini, kuman S. Thypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi,
sehingga mengakibatkan bakterimia kedua yang disertai tanda dan gejala infeksi
sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler,
dan gangguan mental koagulasi).

Pendarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak
peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini dapat
berlangsung hinga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan perforasi usus.
Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat
mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler,
pernapasan, dan gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama timbulnya
penyakit, terjadi jyperplasia (pembesaran sel-sel) plak peyeri. Disusul kemudian,
terjadi nekrosis pada minggu kedua dan ulserasi plak peyeri pada minggu ketiga.
Selanjutnya, dalam minggu ke empat akan terjadi proses penyembuhan ulkus
dengan meninggalkan sikatriks (jaringan parut).
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara
3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa
inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto, 2002).
II.5. Gejala dan Tanda
Penyakit ini bisa menyerang saat bakteri tersebut masuk melalui makanan
atau minuman, sehingga terjadi infeksi saluran pencernaan yaitu usus halus.
Kemudian mengikuti peredaran darah, bakteri ini mencapai hati dan limpa sehingga
berkembang biak disana yang menyebabkan rasa nyeri saat diraba. Gejala klinis
demam tifoid pada anak dapat bervariasi dari yang ringan hingga yang berat.
Biasanya gejala pada orang dewasa akan lebih ringan dibanding pada anak-anak.
Kuman yang masuk ke dalam tubuh anak, tidak segera menimbulkan gejala.
Biasanya memerlukan masa tunas sekitar 7-14 hari. Masa tunas ini lebih cepat bila
kuman tersebut masuk melalui makanan, dibanding melalui minuman.
Gejala klinik demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis
yang ringan bahkan dapat tanpa gejala (asimtomatik). Secara garis besar, tanda
dan gejala yang ditimbulkan antara lain :
1.
Demam lebih dari seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar namun
menjelang malamnya demam tinggi.
2.
Lidah kotor. Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya
anak akan merasa lidahnya pahit dan cenderung ingin makan yang asam-asam
atau pedas.
3.
Mual Berat sampai muntah. Bakteri Salmonella typhi berkembang biak di
hatidan limpa, Akibatnya terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan
lambung sehingga terjadi rasa mual. Dikarenakan mual yang berlebihan,
akhirnya makanan tak bisa masuk secara sempurna dan biasanya keluar lagi
lewat mulut.
4.
Diare atau Mencret. Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna menyebabkan
gangguan penyerapan cairan yang akhirnya terjadi diare, namun dalam
beberapa kasus justru terjadi konstipasi (sulit buang air besar).
5.
Lemas, pusing, dan sakit perut. Demam yang tinggi menimbulkan rasa lemas,
pusing. Terjadinya pembengkakan hati dan limpa menimbulkan rasa sakit di
perut.
6.
Pingsan, Tak sadarkan diri. Penderita umumnya lebih merasakan nyaman
dengan berbaring tanpa banyak pergerakan, namun dengan kondisi yang parah
seringkali terjadi gangguan kesadaran.
II.6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak khas dan sangat
bervariasi yang sesuai dengan patogenesis demam tifoid. Spektrum klinis demam

tifoid tidak khas dan sangat lebar, dari asimtomatik atau yang ringan berupa panas
disertai diare yang mudah disembuhkan sampai dengan bentuk klinis yang berat
baik berupa gejala sistemik panas tinggi, gejala septik yang lain, ensefalopati atau
timbul komplikasi gastrointestinal berupa perforasi usus atau perdarahan. Hal ini
mempersulit penegakan diagnosis berdasarkan gambaran klinisnya saja.
Demam merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul pada
semua penderita demam tifoid. Demam dapat muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2
hari menjadi parah dengan gejala yang menyerupai septisemia oleh karena
Streptococcus atau Pneumococcus daripada S. typhi. Sifat demam juga muncul saat
sore menjelang malam hari. Menggigil tidak biasa didapatkan pada demam tifoid
tetapi pada penderita yang hidup di daerah endemis malaria, menggigil lebih
mungkin disebabkan oleh malaria. Namun demikian demam tifoid dan malaria
dapat timbul bersamaan pada satu penderita. Sakit kepala hebat yang menyertai
demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis, di sisi lain S. typhi juga dapat
menembus sawar darah otak dan menyebabkan meningitis. Manifestasi gejala
mental kadang mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi, stupor, psikotik atau
koma. Nyeri perut kadang tak dapat dibedakan dengan apendisitis. Pada tahap
lanjut dapat muncul gambaran peritonitis akibat perforasi usus.
Pengamatan selama 6 tahun (1987-1992) di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK
Unair/RSU Dr.Soetomo Surabaya terhadap 434 anak berumur 1-12 tahun dengan
diagnosis demam tifoid atas dasar ditemukannya S.typhi dalam darah dan 85%
telah mendapatkan terapi antibiotika sebelum masuk rumah sakit serta tanpa
memperhitungkan dimensi waktu sakit penderita, didapatkan keluhan dan gejala
klinis pada penderita sebagai berikut : panas (100%), anoreksia (88%), nyeri perut
(49%), muntah (46%), obstipasi (43%) dan diare (31%). Dari pemeriksaan fisik
didapatkan kesadaran delirium (16%), somnolen (5%) dan sopor (1%) serta lidah
kotor (54%), meteorismus (66%), hepatomegali (67%) dan splenomegali (7%). Hal
ini sesuai dengan penelitian di RS Karantina Jakarta dengan diare (39,47%),
sembelit (15,79%), sakit kepala (76,32%), nyeri perut (60,5%), muntah (26,32%),
mual (42,11%), gangguan kesadaran (34,21%), apatis (31,58%) dan delirium
(2,63%). Sedangkan tanda klinis yang lebih jarang dijumpai adalah disorientasi,
bradikardi relatif, ronki, sangat toksik, kaku kuduk, penurunan pendengaran, stupor
dan kelainan neurologis fokal. Angka kejadian komplikasi adalah kejang (0.3%),
ensefalopati (11%), syok (10%), karditis (0.2%), pneumonia (12%), ileus (3%),
melena (0.7%), ikterus (0.7%).
Berikut gejala Klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
1. Demam
Pada kasuskasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu:
a. Minggu I
Dalam minggu pertama penyakit keluhan gejala serupa dengan penyakit
infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut,
batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan
meningkat.
b. Minggu II
Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas dengan demam,
bradikardia relatif, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi dan ujung merah
dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental
berupa somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis, roseolae jarang
ditemukan pada orang Indonesia.

c. Minggu III
Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur angsur turun dan normal
kembali pada akhir minggu ketiga.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas bau tidak sedap, bibir kering dan pecah pecah.
Lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung ditemukan kemerahan , jarang ditemui
tremor.Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan
limfa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi
akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.
3. Gangguan keasadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam yaitu
apatis sampai samnolen. Jarang stupor, koma atau gelisah. Disamping gejala
gejala yang biasanya ditemukan tersebut, mungkin pula ditemukan gejala lain.
Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan bintik bintik kemerahan
karena emboli basil dalam kapiler kulit.Biasanya dtemukan alam minggu
pertama demam kadang kadang ditemukan bradikardia pada anak besar dan
mungkin pula ditemukan epistaksis.
4. Hepatosplenomegali
Hati dan limfa ditemukan sering membesar. Pada perabaan hati teraba kenyal
dan nyeri tekan.

1.

2.

II. 7. Komplikasi
Pada minggu kedua atau ketiga sering timbul komplikasi demam mulai dari
yang ringan sampai berat bahkan kematian. Beberapa komplikasi yang sering
terjadi diantaranya :
Demam tifoid toksik ( Tifoid Ensefalopati )
Didapatkan gangguan atau penurunan kesadaran akut dengan gejala delirium
sampai koma yang disertai atau tanpa kelainan neurologis yang lainnya. Analisa
cairan otak dalam batas normal.
Syok septik
Adalah akibat lanjut dari respon inflamasi sistemik, pasien jatuh kedalam fase
kegagalan vascular ( syok ). Tekanan darah sistolik dan diastolic turun, nadi
cepat dan halus, berkeringat, serta akral dingin, akan berbahaya bila syok
menjadi irreversible.
3. Perdarahan, perforasi intestinal dan peritonitis
Perdarahan biasanya berupa buang air besar ( BAB ) darah ( hematoschezia)
atau occult bleeding yang dapat terdeteksi dengan pemeriksaan darah
samar. Apabila perdarahan berat, pasien akan tampak anemis bahkan
berlanjut sampai syok hivopolemia. Suhu tubuh akan mendadak turun
dengan peningkatan frekuensi nadi dan berakhir syok.
Perforasi intestinal ditandai dengan nyeri abdomen akut, tegang, dan nyeri
tekan abdomen ( paling nyata dikuadran kanan bawah ). Pada pemeriksaan
didapat tanda distensi abdomen, defences muscularum, ileus paralitik, bising
usus melemah dan pekak hati menghilang. Perforasi dipastikan dengan
pemeriksaan foto abdomen 3 posisi ( diafragma, left lateral decubitus, dan
plain abdomen ). Perforasi intestinal adalah komplikasi demam tifoid yang
serius karena sering menimbulkan kematian.
Pada peritonitis, ditemukan gejala abdomen akut yakni nyeri perut hebat,
kembung, serta nyeri pada penekanan. Nyeri lepas ( rebound phenomenon )
khas untuk peritonitis.

4. Hepatitis tifosa
Merupakan komplikasi yang jarang terjadi, gejalanya sama dengan pancreatitis
akut. Penderita nyeri perut hebat, disertai mual dan muntah warna kehijauan,
meteorismus, serta bising usus menurun. Enzim amylase dan lipase meningkat.
5. Pneumonia
Adalah komplikasi demam tifoid disertai tanda dan gejala klinis yaitu batuk
kering, sesak napas, tarikan dinding dada, ditemukan adanya ronki/crakles.
Serta gambaran infiltrate pada foto polos toraks. Pada anakumunya
merupakankoinfeksi oleh mikroba lain.
6. Komplikasi lain
Kuman S.Typhi berada di intraselular (makrofag ), yang mengikuti sirkulasi darah
dan menyebabkan infeksi local diantaranya osteomielitis, arthritis, miokarditis,
perikarditis, endokarditis, pielonefritis, orkhitis, dan lain-lain.
II.8. Pemeriksaan
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan Hematologi
a. Darah Tepi
Pada pemeriksaan hitung leukosit total terdapat gambaran leukopenil ( 30005000/uL
),
limfositosis
relative,
monositosis,aneosinofillia
dan
trombositopenia ringan.Leukopenia terjadi akibat depresi sumsum tulang oleh
endotoksin dan mediatorendogen yang lain. Angka kejadian leucopenia
diperkirakan sebesar 25 %,beberapa laporan lain menyebutkan hitung
leukosit sering dalam batas normal atau leukositosis ringan. Kejadian
trombositopenia diduga akibat produksi yang menurun dan destruksi yang
meningkat pada sistem retikuloendotel ( RES ), sedangkan anemia dapat
disebabkan oleh produksi hemoglobin yang menurun serta kejadian
perdarahan intestinal yang tidak nyata ( occult bleeding ). Perlu diwaspadai
bila terjadi penurunan hemoglobin secara akut pada minggu 3-4, karena bisa
disebabkan oleh perforasi usus yang menimbulkan peritonitis dan perdarahan
dalam abdomen.
2. Pemeriksaan Mikrobiologi
Biakan Bakteri
Spesimen untuk biakan dapat diambil dari darah, sumsum tulang, feces, dan
urin. Pemulihan jenis specimen tergantung pathogenesis penyakit dan lama
masa sakit. Ketentuan umum pengambilan specimen adalah :
Spesimen diambil pada saat pertama kali dating ke dokter.
Spesimen diambil sebelum pemberian antibiotic
Spesimen diambil secara aseptic
Menggunakan wadah yang steril, tertutup dan tidak mudah bocor.
Volume specimen cukup ( sesuai jenis specimen ).
a) Darah
Spesimen darah dapat diambil mulai demam minggu pertama, sebaliknya
darah diambil pada saat pasien demam. Darah pada pasien anak diambil
2-5 ml ( 10 % dari berat badan ) dan pada pasien deawas 10 ml, masingmasing sebanyak 2 tabung specimen yang diambil dari 2 tempat pungsi
vena yang berbeda ( lengan kanan dan kiri ). Darah diambil secara aseptic
lalu dimasukan kedalam botol biakan darah yang berisi 50-100 ml kaldu
empedu ( perbandingan specimen medium = 1 : 9 ) atau menggunakan
medium dalam botol tertutup yang tersedia secara komersial ( contoh
BACTEC dan BACTALERT ).

b) Sumsum Tulang
Spesimen sumsum tulang harus diambil oleh seorang ahli yang kompeten
dan dilakukan diruang khusus. Spesimen diambil secara septic sebanyak
0,5-2 ml dan langsung dimasukan kedalam medium cairml ( komen PK ).
c) Biakan Tinja
Spesimen tinja diambil pada minggu II dan minggu minggu selanjutnya.
Spesimen tinja yang digunakan harus yang segar, tidak tercampur urin
atau air. Jumlah specimen yang diambil adalah sebanyak 10 gram atau
sebesar telur burung puyuh. Bila tinja encer diambil sebanyak 10 ml atau
2 sendok makan. Spesimen dimasukan kedalam wadah yang bersih dan
kering, bermulut lebar, dapat ditutup rapat dan tidak mudah bocor dan
pecah. Spesimen tinja segera dibawa ke laboratorium dalam waktu kurang
dari 2 jam, sebaiknya pada suhu dingin. Pemeriksaan kultur tinja dapat
digunakan untuk pembuktian karier tifoid. Untuk tujuan tersebut, tinja
harus diambil sebanyak 2 kali dengan jarak waktu beberapa hari atau
sekitar 2 minggu.
b. Biakan Urin
Spesimen urin dapat diambil pada minggu kedua dan minggu berikutnya.
Spesimen urin diambil sebanyak 10 ml, lalu secara steril diputar atau
endapannya dikulutur. Pemeriksaan mikrobiologi dapat dilakukan adalah
biakan dan uji kepekaan bakteri terhadap antibiotik.
2. Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi untuk mendukung diagnosi demam tifoid yang saat ini
tersedia adalah pemeriksaan antibody pada serum pasien, yaitu anti-salmonela
IgM ( misalnya TubexTF, immunochromatography Test ) atau IgM-IgG ( Widal,
immunochromatography Test ).
Uji widal adalah reaksi antara antigen salmonella ( suspense salmonella yang
telah dimatikan ) dengan antibody ( IgM-IgG ) spesifik dalam darah manusia.
Antigen yang digunakan adalah antigen O ( somatic ) dan H ( flagel ).
Antibodi terhadap antigen O mulai dibentuk pada akhir minggu I demam sampai
puncak pada minggu ke III sampai ke V. Antibodi terhadap antigen H dapat
bertahan sampai lama , 6-12 bulan, biasanya mencapai puncak lebih lambat,
minggu ke IV dan ke VI dan menetap dalam waktu yang lebih lama bisa sampai
2 tahun kemudian. Oleh karena itu pemeriksaan widal harus dilakukan serial
yaitu menggunakan serum akut dan serum konvalesen ( masa penyembuhan )
atau pemeriksaan ulang berjarak 5-7 hari.
Interpretasi reaksi widal :
Belum ada kesepakatan tentang nilai titer patokan. Tidak sama pada masingmasing daerah, tergantung endemisitas daerah masing-masing dan
tergantung hasil penelitian.
Batas tirter yang dijadikan diagnosis, hanyar berdasarkan kesepakatan dan
perjanjian suatu daerah, dan berlaku untuk daerah tersebut. Kebanyakan
bahwa titer antibody terhadap antigen O sebesar 1/320 sudah menyokong
kuat diagnosis demam tifoid.
Reaksi widal negative tidak menyingkirkan diagnosis demam tifoid.
Diagnosis pasti demam tifoid adalah bila didapatkan kenaikan titer 4 kali lipat
pada pemeriksaan ulang dengan interval 5 dan 7 hari. Perlu diingat bahwa
banyak factor yang mempengaruhi reaksi widal, sehingga mendatangkan
hasil yang keliru, baik nbnegatif palsu atau positif palsu. Hasil test negative
palsu seperti pada permukaan antibody yang rendah, dapat ditemukan pada

keadaan gizi buruk. Konsumsi obat-obatan immunosupresif, penyakit


agammaglobulinemia, leukemia,karsinoma lanjut, dll. Hasil test positif palsu
dapat dijumpai pada keadaan pasca vaksinasi, tedapat riwayat infeksi
subklinis, reaksi aglutinasi silang, dll.
3. Pemeriksaan Molekuler
Pemeriksaan molekuler dilakukan dengan metode PCR ( Polymerase Chain
Reaction ). Spesimen yang digunakan adalah darah EDTA , feces, dan urin
dengan waktu pemeriksaan sesuai diatas.
Pemeriksaan Kimia Klinis
1. Enzime Transaminase
Akibat proses peradangan sel-sel hati sering ditemukan peningkatan enzymeenzime transaminase ( SGOT, SGPT ). Peningkatan transaminase ini dapat
disebabkan banyak factor seperti pengaruh endotoksin, mekanisme imun dan
obat-obatan. Bila proses peradangan makin berat, maka tes fungsi hati lain akan
terganggu, seperti bilirubin akan meningkat, albumin akan menurun. Secara
klinis bila tes fungsi hati terganggu jelas dan disertai ikterus dan hepatomegali
disebut hepatitis tifosa atau hepatitis salmonella.
2. Lipase dan Amilase
Bila kuman salmonella sampai menginvasi pancreas, dapat menimbulkan
pankreastitis, maka enzim lipase dan amylase akan meningkat ( pancreatitis
tifosa ).
II.9. Pencegahan dan Pengobatan Tifoid
Pencegahan dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan perjalanan
penyakit, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat
agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan
primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari
strain Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin
tifoid, yaitu :
1)
Vaksin oral Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum
selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini
kontraindiksi pada wanita hamil, ibu menyusui, demam, sedang
mengkonsumsi antibiotik. Lama proteksi 5 tahun.
2)
Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K
vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol
preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 12 tahun 0,25 ml dan anak
1 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Efek
samping adalah demam, nyeri kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada tempat
suntikan. Kontraindikasi demam,hamil dan riwayat demam pada pemberian
pertama.
3)
Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan
secara intramuscular dan booster setiap 3 tahun. Kontraindikasi pada
hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam dan anak umur 2 tahun.
Indikasi vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik, orang yang
terpapar dengan penderita karier tifoid dan petugas laboratorium/mikrobiologi
kesehatan.
2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit


secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Untuk
mendiagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Ada 3
metode untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid, yaitu :
Diagnosis klinik.
Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman.
Diagnosis serologik.
Pencegahan sekunder dapat berupa :
Penemuan penderita maupun carrier secara dini melalui penigkatan usaha
surveilans demam tifoid.
Perawatan umum dan nutrisi yang cukup.
Pemberian anti mikroba (antibiotik) Anti mikroba (antibiotik) segera diberikan
bila diagnosa telah dibuat. pada wanita hamil, terutama pada trimester III
karena dapat menyebabkan partus prematur, serta janin mati dalam
kandungan. Oleh karena itu obat yang paling aman diberikan pada wanita
hamil adalah ampisilin atau amoksilin.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi keparahan
akibat komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit demam tifoid
sebaiknya tetap menerapkan pola hidup sehat, sehingga imunitas tubuh tetap
terjaga dan dapat terhindar dari infeksi ulang demam tifoid. Pada penderita
demam tifoid yang carier perlu dilakukan pemerikasaan laboratorium pasca
penyembuhan untuk mengetahui kuman masih ada atau tidak.
Pengobatan penyakit tifoid
Pengobatan alternatif tifus yang dilakukan untuk membantu penyembuhan
bisa lewat makanan sehat(sup, buah-buahan, atau makanan lain yang
mengembalikan cairan tubuh) jika terjadi panas segera lakukan kompres dengan air
dingin(bukan es), jangan melakukan pergerakan jika sedang panas alias harus
benar-benar istirahat total, jaga kebersihan makan dan minuman yang akan di
konsumsi. Jangan lupa bila ada orang yang terkena tipes maka harus menjaga jarak
dalam masalah kebersihan lingkungan karena penyakit tifus sangat mudah menular
terutama bagi orang yang kurang sehat. dengan menggunakan konsumsi obat
herbal sangat baik untuk dapat menyembuhkan tipes seperti jelly gamat, karena
dalam kandungan jelly gamat terdapat antiseftik dimana akan bekerja dalam tubuh
untuk menghilangkan bakteri yang menyebabkan terjadinya penyakit tifus serta
memperbaiki dengan cepat setiap jaringan yang sudah di serang bakteri dari
penyakit tifus.
Perawatan dan pengobatan terhadap penderita penyakit demam Tifoid atau
types bertujuan menghentikan invasi kuman, memperpendek perjalanan penyakit,
mencegah terjadinya komplikasi, serta mencegah agar tak kambuh kembali.
Pengobatan penyakit tifus dilakukan dengan jalan mengisolasi penderita dan
melakukan desinfeksi pakaian, faeces dan urine untuk mencegah penularan. Pasien
harus berbaring di tempat tidur selama tiga hari hingga panas turun, kemudian baru
boleh duduk, berdiri dan berjalan. Selain obat-obatan yang diberikan untuk

mengurangi gejala yang timbul seperti demam dan rasa pusing (Paracetamol),
Untuk anak dengan demam tifoid maka pilihan antibiotika yang utama adalah
kloramfenikol selama 10 hari dan diharapkan terjadi pemberantasan/eradikasi
kuman serta waktu perawatan dipersingkat. Namun beberapa dokter ada yang
memilih obat antibiotika lain seperti ampicillin, trimethoprim-sulfamethoxazole,
kotrimoksazol, sefalosporin, dan ciprofloxacin sesuai kondisi pasien. Demam
berlebihan menyebabkan penderita harus dirawat dan diberikan cairan Infus.
II.10. Kejadian Penyakit Tifoid
Desa Sei Asam adalah sebuah desa dengan penduduk sekitar 10.000 yang terletak
sekitar 50 km dari pusat pemerintahan kabupaten Kuala Kapuas, sebagian besar
penduduknya bekerja sebagai petani. Desa ini terdapat 1 sungai besar nyaitu
sungai barito yang melalui pinggiran desa dan merupakan tempat mandi dan
sumber air bagi warga. Desa ini memiliki 3 Sekolah Dasar, 1 smp, 1 MTS dan 1 SMA.
Disini tidak ada praktek dokter umum, yang ada 1 perawat dan 1 bidan desa. Hanya
40 % warga yang mempunyai WC dirumah sehingga banyak masyarakat yang BAB
disungai. Hanya terdapat 1 tempat posyandu yang juga tidak pernah difungsikan.
Dari data perawat dan bidan tersebut, ternyata masalah kesehatan dari desa ini
adalah banyak anak anak SD yang awalnya mengalami demam hingga 2 minggu
yang terakhir biasanya mengalami sakit perut yang berat, yang sering di diagnosis
sebagai tifoid. Angka kejadian tifoid didesa ini 40 % dengan usia paling sering 6-12
tahun. Menurut keterangan bidan dan perawat, mereka yang sakit diberi
pengobatan tifoid dan kondisinya membaik dan kembali sekolah seperti biasa, tapi
biasanya teman temannya yang lain juga sakit seperti yang mereka alami
sehingga angka kejadian tifoid selalu tinggi.
II.11. Penanggulangan
Penanggulangan yang dilakukan oleh berbagai pihak yaitu :
1. Pemerintah Daerah.
Penyusunan pedoman pengendalian penyakit tifoid
Mengidentifikasi wilayah Desa Sei Asam yang terkena penyakit tifoid dengan
kegiatan pengendalian penyakit tifoid
Bekerjasama dengan PDAM untuk menyuplai air bersih ke Desa Sei Asam
agar masyarakat tidak menggunakan air sungai
Membuat program kepada masyarakat untuk membuat WC dirumah sehingga
masyarakat tidak lagi BAB di sungai
Memberikan pelatihan kepada petugas kesehatan tentang pelaksanaan
pengendalian penyakit tifoid
Membangun jejaring kerja dengan lintas program dan sector.
Memonitor dan mengevaluasi program pengendalian penyakit tifoid ke
tingkat kabupaten/kota melalui Dinas kesehatan
2. Dinas Kesehatan
Melaksanakan kegiatan advokasi
Mensosialisasikan kepada masyarakat Desa Sei Asam tentang pelaksanaan
kegiatan program pengendalian penyakit tifoid
Mengidentifikasi wilayah sasaran kegiatan dengan prevalensi kasus di Desa
Sei Asam
Menetukan target sasaran

Memberikan pelatihan kepada petugas kesehatan tentang penanganan


penyakit tifoid
Membangun jejaring kerja dengan lintas program dan lintas sector
Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan pengendalian penyakit tifoid ke
tingkat puskesmas.
3. Puskesmas
Melaksanakan kegiatan pengendalian penyakit tifoid di Desa sei Asam
Identifikasi wilayah desa sasaran kegiatan penanganan penyakit tifoid
Koordinasi kegiatan dengan Dinas Kesehatan
Melaksanakan penyuluhan ke pada masyarakat Desa Sei Asam tentang
penyakit tifoid, penyebabnya, penularannya, mekanismenya masuk kedalam
tubuh, pola hidup bersih dan sehat, dan penanganan penyakit tifoid
Penentuan target sasaran yaitu pada anak sekolah
Melakukan sosialisasi kepada sasaran tentang pelaksanaan kegiatan
pengendalian tifoid melalui aparat desa atau kelurahan
Melakukan surveilans dan SKD KLB penyakit tifoid
Mencatat dan melaporkan hasil kegiatan pengendalian penyakit tifoid
Melakukan
pembinaan
dan
bimbingan
teknis
ke
Desa/kelurahan
( Pustu,Puskesdes, Bidan desa, Darbin )
4. Rumah Sakit
Bekerjasama dengan Puskesmas dan Dinas kesehatan dalam menangani
pasien yang terkena penyakit tifoid baik dalam perawatan maupun rawat
jalan
Melakukan tata laksana pengobatan bagi pasien penyakit tifoid

BAB III
PEMBAHASAN
III.1. Evaluasi Kejadian
Evaluasi kejadian tentang kejadian penyakit tifoid yang ada di lingkungan
masyarakat yaitu :
1.
III.2. Penanggulangan
1. Perencanaan Program Kerja Penanggulangan Penyakit Tifoid
Untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit tifoid perlu
diadakan upaya promosi, preventif, kuratif, dan rehabilitative. Adapun rencana
program dalam penanganan dan penanggulangan penyakit tifoid di Desa Sei
Asam meliputi :
N
o
1

Program
Penyuluhan tentang

Tujuan
Meningkatkan

Sasaran
1. Ibu ibu

Metode

Ceramah

tifoid dan PHBS

Follow
penyuluhan

Membangun
kemitraan

Dokter
UKS

Cilik

up

atau

Pengetahuan
tentang tifoid
Meningkatkan
kesadaran
masyarakat
tentang PHBS
Menjaga dan
mengEvaluasi
masyarakat
untuk tetap
menjakankan
PHBS
Melibatkan
masyarakat
dalam upaya
meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat

Mendidik anakanak agar


menjalankan
PHBS
Menjadikan
dokter cilik
sebagai
penggerak
temantemannya untuk
menjalankan
PHBS
Penyediaan
Kantin Menyediakan
dan
WC
sekolah
sarana yang
yang bersih
sehat disekolah
Pelatihan
kader Pelibatan
kesehatan
masyarakat
dalam upaya
meningkatkan
derajat
kesehatan

2. Anak SD

1. Ibu
2. Anak SD

umum
Simulasi
Diskusi
Kelompok

Diskusi
Kelompok
Kunjunga
n rumah

1. Guru
2. Pihak
sekolah
3. Bidan dan
perawat
4. Perangkat
Desa
5. Masyarak
at
Anak SD

Advokasi
Pelatihan

Pelatihan
Diskusi
kelompok

Pihak
sekolah

Advokasi

1. Bidan
2. Guru
3. Masyraka
t umum

Pelatihan
Simulasi

Diskusi
kelompok

Pengangtifan
Posyandu

Upaya penyediaan
air bersih

Penyediaan
ambulans desa

1
0

Penyediaan sarana
obat-obatan

1
1

Pemasangan
spanduk dan
pemberian leaflet,
stiker, dan media
lain
Pembuatan WC
diberbagai rumah
masyarakat sebagai
percontohan

1
2

Menjadikan
mereka sebagai
penggerak dan
penganyom
masyarakat
lainnya
Menyediakan
unit kesehatan
bagi
masyarakat
Menyediakan air
bersih yang
sesuai dengan
standar
kesehatan
Agar tersedia
sarana
angkutan dalam
perujukan
pasien
Upaya
pertolongan
pertama
terhadap pasien
Pemberian
informasi
kepada
masyarakat
melalui media
Membantu
penyediaan
sarana BAB
agar
masyarakat
tidak BAB ke
sungai

1. Masyarak
at
2. Perangka
t desa

Advokasi
Pelatihan

PEMDA

Advokasi

Masyarakat
yang
mempunyai
mobil

Advokasi

Masyarakat
umum

Spanduk

Rumah
masyarakat
yang
menjadi
contoh

Advokasi

1. Bidan
2. Puskesm
as

Rencana Kegiatan.
No

Kegiatan

Bulan
1

Penyuluhan PHBS

Follow

penyuluhan

Advokasi penyediaan
WC bersih dan kantin
sekolah
Pelatihan Doter kecil
dan pembinaan UKS
Pelatihan
kader
kepada
guru,
masyarakat, dan bidan
Pengaktifan posyandu

4
5

6
7

9
10

11
12

up

Advokasi ke PEMDA
untuk
pembangunan
PDAM
Penyediaan ambulans
desa
Penyediaan
sarana
obat-obatan
Pemasangan spanduk
dan pemberain leaflet,
stiker, dan media lain
Pembangunan
WC
sebagai percontohan
Evaluasi program

2. Pelaksanaan Program Kerja


1. Kunjungan rumah secara berkala

III.3. Evaluasi Formatif dan Sumatif


1. Evaluasi Formatif
1) Masyarakat berperan aktif
dan mendengarkan penyuluhan penyakit
tifoid, dan pola PHBS
2) Anak-anak sekolah berperan aktif dengan penyuluhan dan pelatihan
dokter cilik
3) Guru, kader dan masyarakat bersedia untuk mengikuti pelatihan
kesehatan tentang penanganan penyakit tifoid
4) Guru dan murid-murid sekolah bergotong royong membersihkan
lingkungan sekolah
5) Masyarakat berperan aktif dalam kunjungan petugas kesehatan
6) Masyarakat bergotong royong dalam membuat WC percontohan

2. Evaluasi Sumatif
Setelah 6 bulan bergulir program penanggulangan tifoid di Desa Sei Asam
dilakukan evaluasi terhadap program tersebut :
1) Angka kejadian tifoid di Desa Sei Asam turun menjadi 20 %
2) Kesadaran masyarakat dalam menjalankan Pola Hidup Bersih dan Sehat
( PHBS )
3) Masyarakat telah menggunakan sumber air bersih dari PDAM
4) Masyarakat sudah mempunyai WC masing-masing didalam rumah dan
masih ada 10 % yang masih BAB disungai
5) Peran posyandu di desa Sei asam dmanfaatkan kembali fungsinya.
6) Kantin dan WC sekolah telah dikelola kebersihannya dengan baik.

BAB IV
PENUTUP

IV.1. Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai