Anda di halaman 1dari 18

ASKEB IV

ENDOMETRIOSIS

Oleh :
KELOMPOK 3

PROGRAM DIPLOMA III KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURABAYA
2012

NAMA KELOMPOK:
MARIAM MAGDALENA D
ANGGER PANGAS TUTI
IFATUL FATHANAH
EVA SILVIANA
VIVIT DWI YUNI PURWANTI
HUDAIBIYAH ALFATH
USNAWATI
SITI MUFADHILAH
HOMSIYAH

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena atas limpahan rahmat, dan
hidayahnya sehingga makalah yang berjudul E N D O M E T R I T I S ini dapat di
selesaikan tepat Waktu dan sebagaimana mestinya. Dan tidak lupa kami ucapkan terima
kasih kepada Dosen pembimbing yang telah memberikan tugas kepada kami.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan, sehingga
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak yang telah
meluangkan waktu untuk membaca makalah ini dan harapan kami dapat bermanfaat
bagi para pembaca.

SURABAYA, 29 NOVEMBER 2012

PENYUSUNBAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Endometriosis merupakan penyakit yang hanya diderita kaum perempuan. Prevalensi
endometriosis cenderung meningkat setiap tahun, walaupun data pastinya belum dapat
diketahui. Menurut Jacoeb (2007), angka kejadian di Indonesia belum dapat diperkirakan
karena belum ada studi epidemiologik, tapi dari data temuan di rumah sakit, angkanya berkisar 13,6-69,5% pada kelompok infertilitas. Bila persentase tersebut dikaitkan dengan
jumlah penduduk sekarang, maka di negeri ini akan ditemukan sekitar 13 juta penderita
endometriosis pada wanita usia produktif. Kaum perempuan tampaknya perlu mewaspadai
penyakit yang seringkali ditandai dengan nyeri hebat pada saat haid ini (Widhi, 2007).
Penyebab endometriosis dapat disebabkan oleh kelainan genetik, gangguan sistem
kekebalan yang memungkinkan sel endometrium melekat dan berkembang, serta pengaruhpengaruh dari lingkungan. Sumber lain menyebutkan bahwa pestisida dalam makanan dapat
menyebabkan ketidakseimbangan hormon. Faktor-faktor lingkungan seperti pemakaian
wadah plastik, microwave, dan alat memasak dengan jenis tertentu dapat menjadi penyebab
endometriosis (Wood, 2008b).
Penyakit endometriosis umumnya muncul pada usia reproduktif. Angka kejadian
endometriosis mencapai 5-10% pada wanita umumnya dan lebih dari 50% terjadi pada wanita
perimenopause. Gejala endometriosis sangat tergantung pada letak sel endometrium ini
berpindah. Yang paling menonjol adalah adanya nyeri pada panggul, sehingga hampir 7187% kasus didiagnosa akibat keluhan nyeri kronis hebat pada saat haid, dan hanya 38% yang
muncul akibat keluhan infertil (mandul). Tetapi ada juga yang melaporkan pernah terjadi
pada masa menopause dan bahkan ada yang melaporkan terjadi pada 40% pasien
histerektomi (pengangkatan rahim). Selain itu juga 10% endometriosis ini dapat muncul pada
mereka yang mempunyai riwayat endometriosis dalam keluarganya (Widhi, 2007).

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Endometritis

Endometriosis adalah pertumbuhan jaringan yang mirip endometrium, di luar kavum uteri
(Manuaba, 2001: 526).
Endometriosis adalah terdapatnya jaringan endometrium (kelenjar dan stroma). (Mansjoer,
2001: 381).
Endometriosis adalah satu keadaan dimana jaringan endometrium yang masih berfungsi
terdapat di luar kavum uteri. Jaringan ini yang terdiri atas kelenjar-kelenjar dan stroma,
terdapat di miometrium ataupun di luar uterus. (Wiknjosastro, 1999: 314).
Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan yang hanya ada di dalam rahim, dapat
ditemukan dibagian lain dalam tubuh. (Irwan, 2008: 02).
Endometriosis adalah suatu penyakit dimana bercak bercak jaringan endometrium tumbuh di
luar rahim. Padahal dalam keadaan normal endometrium hanya ditemukan di dalam lapisan
rahim. (Henri, 2009: 1)
Endometritis adalah keradangan pada dinding uterus yang umumnya disebabkan oleh
partus. Dengan kata lain endometritis didefinisikan sebagai inflamasi dari endometrium.
Derajat efeknya terhadap fertilitas bervariasi dalam hal keparahan radang, waktu yang
diperlukan untuk penyembuhan lesi endometrium, dan tingkat perubahan permanen yang

merusak fungsi dari glandula endometrium dan/atau merubah lingkungan uterus dan/atau
oviduk. Organisme nonspesifik primer yang dikaitkan dengan patologi endometrial adalah
Corynebacterium pyogenes dan gram negatif anaerob.
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim). Infeksi ini
dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda
asing dalam rahim.
B. Klasifikasi endometriosis
Menurut topografinya endometriosis dapat digolongkan, yaitu sebagai berikut:
1. Endometriosis Interna, yaitu endometriosis di dalam miometrium, lazim disebut
Adenomiosis.

2. Endometriosis Eksterna, yaitu endometriosis di luar uterus, lazim disebut true


endometriosis

Menurut letaknya endometriosis dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu :


1. Endometriosis genetalia interna, yaitu endometriosis yang letaknya di dalam uterus.
2. Endometriosis eksterna, yaitu endometriosis yang letaknya di dinding belakang
uterus, di bagian luar tuba dan di ovarium.
3. Endometriosis genetalia eksterna, yaitu endometriosis yang letaknya di pelvio
peritonium dan di kavum douglas, rekto sigmoid, kandung kencing.

C. Etiologi Endometritis
Kuman-kuman memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas insersio plasenta,
dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh endometrium. Pada infeksi dengan
kuman yang tidak seberapa pathogen, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua
bersama-sama dengan bekuan darah menjadi nekrotis dan mengeluarkan getah berbau dan
terdiri atas keeping-keping nekrotis serta cairan. Pada batas antara daerah yang meradang
dan daerah yang sehat terdapat lapisan yang terdiri atas leukosit-leukosit. Pada infeksi yang
lebih berat, batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran.
Terjadinya infeksi endometrium pada saat:
a.

Persalinan, dimana bekas implantasi plasenta masih terbuka, terutama pada persalinan

terlantar dan persalinan dengan tindakan.


b.

Pada saat terjadi keguguran.

c.

Saat pemasangan alat rahim (IUD) yang kurang legeartis.

Diduga uterus dan isinya steril selama kehamilan normal dan lebih dulu melahirkan.
Kemudian waktu kelahiran atau setelah itu lumen uterus terkontaminasi mikroorganisme dari
lingkungan, mikroorganisme, kulit dan feses melalui relaksasi peritoneum, vulva dan dilatasi
cervik.
Ada berbagai macam faktor predisposisi dari endometritis. Ada sinergisme antara A.
pyogenes, F. necrophorum, dan Prevotella melaninogenicus, menyebabkan lebih beratnya
kasus endometritis. Gangguan mekanisme pertahanan uterus seperti involusi uterus atau
fungsi neutrofil akan menunda fungsi eliminasi kontaminasi bakteri. Distosia, kelahiran
kembar atau kematian janin dan inseminasi buatan meningkatkan kesempatan untuk
kontaminasi pada traktus genital. Retensi membrane fetus adalah faktor predisposisi
endometritis dan berhubungan dengan peningkatan endometritis berat.
D. Gambaran Klinik Endometritis
Gambaran klinik tergantung jenis dan virulensi kuman, daya tahan penderita, dan
derajat trauma pada jalan lahir. Kadang-kadang lochia tertahan oleh darah, sisa-sisa palsenta
dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan
suhu yang segera hilang setelah rintangan diatasi. Uterus pada endometriosis agak
membesar, serta nyeri pada perabaan, dan lembek. Pada endometritis yang tidak meluas,
penderita pada hari-hari pertama merasa kurang sehat dan perut nyeri. Mulai hari ke-3 suhu
meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan
dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali. Lokia pada endometritis,
biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal yang terakhir ini tidak boleh
menimbulkan anggapan bahwa infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang
disertai oleh lokia yang sedikit dan tidak berbau.
Endometritis dapat terjadi penyebaran:
a. Miometritis (infeksi otot rahim)
b. Parametritis (infeksi sekitar rahim)
c. Salpingitis (infeksi saluran telur)
d. Ooforitis (infeksi indung telur)
e. Dapat terjadi sepsis (infeksi menyebar)

f. Pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur.
E. Jenis-jenis Endometritis
1. Endometritis Akut
Terutama terjadi pada postpartum atau postabortum. Pada endometritis postpartum,
regenerasi endometrium selesai pada hari ke-9, sehingga endometritis postpartum pada
umumnya terjadi sebelum hari ke-9. Endometritis postabortum terutama terjadi pada abortus
provocatus. Endometritis juga dapat terjadi pada masa senil.
Pada endometritis akuta endometrium mengalami edema dan hiperemi, dan pada
pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi, edema, dan infiltrasi leukosit berinti polimoni
yang banyak, serta perdarahan-perdarahan interstisial. Sebab yang paling penting ialah
infeksi gonorea dan infeksi pada abortus dan partus.
Infeksi gonorea mulai sebagai servisitis akuta, dan radang menjalar ke atas dan
menyebabkan endometritis akuta. Infeksi gonorea akan dibahas secara khusus, dan oleb
sebab itu tidak dibicarakan lebib lanjut di sini. Infeksi post abortum dan post partum sering
terdapat oleh karena luka-luka pada serviks uteri, luka pada dinding uterus bekas tempat
plasenta, yang merupakan porte dentree bagi kuman-kuman patogen. Selain in, alat-alat yang
digunakan pada abortus dan partus dan tidak sucihama dapat membawa kuman-kuman ke
dalam uterus.
Pada abortus septic dan sepsis puerperalis infeksi lebih cepat meluas ke miometrium
dan melalui pembuluh-pembuluh darah dan limfe dapat menjalar ke parametrium, tuba dan
ovarium serta ke peritoneum di sekitarnya. Gejala-gejala endometritis akuta dalam hal ini
diselubungi oleh gejala-gejala penyakit dalam keseluruhannya. Penderita panas tinggi,
kelihatan sakit keras, keluar leukorea yang bernanah, dan uterus serta daerah di sekitarnya
nyeri pada perabaan.
Sebab lain endometritis akuta ialah tindakan yang dilakukan dalam uterus di luar partus
atau abortus, seperti kerokan, memasukkan radium ke dalam uterus, memasukkan IUD (intrauterine device) ke dalam uterus, dan sebagainya. Tergantung dari virulensi kuman yang
dimasukkan dalam uterus, apakah endometritis akuta tetap terbatas pada endometrium, atau
menjalar ke jaringan di sekitarnya. Endometritis akuta yang disebabkan oleh kuman-kuman
yang tidak seberapa pathogen umumnya dapat diatasi atas kekuatan jaringan sendiri, dibantu
dengan pelepasan lapisan fungsional dari endometrium pada waktu haid. Dalam pengobatan
endometritis akuta yang paling penting ialah berusaha mencegah agar infeksi tidak menjalar.

Gejala-gejala:
a.

Demam

b. Lochia berbau, pada endometritis postabortum kadang-kadang keluar fluor yang purulent.
c.

Lochia lama berdarah, malahan terjadi metrorrhagi.

d. Jika radang tidak menjalar ke parametrium atau perimetrium tidak ada nyeri.
e.

Nyeri pada palpasi abdomen (uterus) dan sekitarnya.

2. Endometritis Kronik
Kasusnya jarang ditemui oleh karena infeksi yang tidak dalam masuknya pada
miometrium, tidak dapat mempertahankan diri, karena pelepasan lapisan fungsional dari
endometrium pada waktu haid. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan banyak sel-sel
plasma dan limfosit. Penemuan limfosit saja tidak besar artinya karena sel itu juga
ditemukan dalam keadaan normal dalam endometrium.
Gejala-gejala klinis endometritis kronika ialah, leukorea dan menoragia. Pengobatannya
tergantung dari penyebabnya.
Endometritis knonika ditemukan:
a.

pada tuberkulosis;

b. jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus;


c.

jika terdapat korpus alienum di kavum uteri;

d. pada polip uterus dengan infeksi;


e.

pada tumor ganas uterus;

f.

pada salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvik.

g. Fluor albus yang keluar dari ostium


h. Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi
Endometritis kronika yang lain umumnya akibat infeksi yang terus-menerus karena
adanya benda asing atau polip/tumor dengan infeksi di dalam kavum uteri. Dahulu diagnosis
endometritis kronika lebih sering dibuat daripada sekarang. Sejak penelitian fundamental
dari Hitshcmann dan Adler tentang histology endometrium selama siklus haid, diketahui
bahwa banyak perubahan yang ditemukan dalam endometrium dan yang dahulu dianggap
patologik adalah gambaran normal dari endometrium dalam berbagai fase siklus haid.

Endometritis tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus tuberculosis


genital. Pada pemeriksaan mikrskopik ditemukan tuberkel di tengah-tengah endometrium
yang beradang menahun.
Endometritis tuberkulosa umumnya timbul sekunder pada penderita dengan salpingitis
tuberkulosa. Pada penderita dengan tuberculosis pelvic yang asimptomatik, endometritis
tuberkulosa ditemukan bila pada seorang wanita dengan infertilitas dilakukan biopsy
endometrial dan ditemukan tuberkel dalam sediaan. Terapi yang kausal terhadap tuberculosis
biasanya dapat menyebabkan timbulnya haid lagi.
Pada abortus inkompletus dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus terdapat desidua dan
villi korialis di tengah-tengah radang menahun endometrium.
Pada partus dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus, terdapat peradangan
dan organisasi dari jaringan plasenta tersebut disertai gumpalan darah, dan terbentuklah apa
yang dinamakan polip plasenta.
F. Diagnosa Endometritis
Secara klinis karakteristik endometritis dengan adanya pengeluaran mucopurulen
pada vagina, dihubungkan dengan ditundanya involusi uterus. Diagnosa endometritis tidak
didasarkan pada pemeriksaan histologis dari biopsy endometrial. Tetapi pada kondisi
lapangan pemeriksaan vagina dan palpasi traktus genital per rectum adalah teknik yang
sangat bermanfaat untuk diagnosa endometritis. Pemeriksaan visual atau manual pada vagina
untuk abnormalitas pengeluaran uterus adalah penting untuk diagnosa endometritis, meski isi
vagina tidak selalu mencerminkan isi dari uterus. Flek dari pus pada vagina dapat berasal dari
uterus, cervik atau vagina dan mukus tipis berawan sering dianggap normal. Sejumlah sistem
penilaian telah digunakan untuk menilai tingkat involusi uterus dan cervik, pengeluaran dari
vagina alami. Sistem utama yang digunakan adalah kombinasi dari diameter uterus dan
cervik, penilaian isi dari vagina.
Sangat penting untuk dilakukan diagnosa dan memberi perlakuan pada kasus
endometritis di awal periode post partum. Setiap ibu harus mengalami pemeriksaan
postpartum dengan segera pada saat laktasi sebagai bagian dari program kesehatan yang
rutin. Kejadian endometritis dapat didiagnosa dengan adanya purulen dari vagina yang
diketahui lewat palpasi rektal. Diagnosa lebih lanjut seperti pemeriksaan vaginal dan biopsi
mungkin diperlukan. Yang harus diperhatikan pada saat palpasi dan pemeriksaan vaginal
meliputi ukuran uterus, ketebalan dinding uterus dan keberadaan cairan beserta warna, bau
dan konsistensinya. Sejarah tentang trauma kelahiran, distosia, retensi plasenta atau vagina

purulenta saat periode postpartum dapat membantu diagnosa endometritis. Pengamatan oleh
inseminator untuk memastikan adanya pus, mengindikasikan keradangan pada uterus.
Sejumlah kecil pus yang terdapat pada pipet inseminasi dan berwarna keputihan bukanlah
suatu gejala yang mangarah pada endometritis. Keradangan pada cervix (cervisitis) dan
vagina (vaginitis) juga mempunyai abnormalitas seperti itu. Bila terdapat sedikit cairan pada
saat palpasi uterus, penting untuk melakukan pemeriksaan selanjutnya yaitu dengan
menggunakan spekulum. Untuk beberapa kasus endometritis klinis atau subklinis, diagnosa
diperkuat dengan biopsy uterin. Pemeriksaan mikroskopis dari jaringan biopsy akan tampak
adanya peradangan akut atau kronik pada dinding uterus. Pemeriksaan biopsi uterin dapat
untuk memastikan terjadinya endometritis dan adanya organisme di dalam uterus. Tampak
daerah keradangan menunjukkan terutama neutrofil granulocyte dan dikelilingi jaringan
nekrosis dengan koloni coccus.
Cara sederhana juga adalah dengan melakukan pemeriksaan manual pada vagina dan
mengambil mukus untuk di inspeksi. Keuntungan teknik ini adalah murah, cepat,
menyediakan informasi sensory tambahan seperti deteksi laserasi vagina dan deteksi bau dari
mukus pada vagina. Satu prosedur adalah pembersihan vulva menggunakan paper towel
kering dan bersih, sarung tangan berlubrican melalui vulva ke dalam vagina. Pinggir, atas dan
bawah dinding vagina dan os cervik eksterna dipalpasi dan isi mukus vagina diambil untuk
diperiksa. Tangan biasanya tetap di vagina untuk sekurangnya 30 detik. Pemeriksaan vagina
manual telah sah dan tidak menyebabkan kontaminasi bakteri uterus, menimbulkan phase
respon protein akut atau menunda involusi uterus. Tetapi operator sadar bahwa vaginitis dan
cervicitis mungkin memberikan hasil yang salah. Vaginoscopy dapat dilakukan dengan
menggunakan autoclavable plastik, metal atau disposable foil- lined cardboard vaginoscope,
yang diperoleh adalah inspeksi dari isi vagina. Tetapi mungkin ada beberapa resistensi
menggunakan vaginoscop karena dirasa tidak mudah, potensial untuk transmisi penyakit dan
harganya. Alat baru untuk pemeriksaan mukus vagina terdiri dari batang stainless steel
dengan hemisphere karet yang digunakan untuk mengeluarkan isi vagina.
G. Penanganan Endometritis
1. Endometritis Akut
Terapi:
a.

Pemberian uterotonika

b. Istirahat, posisi/letak Fowler


c.

Pemberian antibiotika

d. Endometritis senilis, perlu dikuret untuk mengesampingkan diagnosa corpus carcinoma.


Dapat diberi estrogen.

2. Endometritis Kronik
Terapi:
Perlu dilakukan kuretase untuk diferensial diagnosa dengan carcinoma corpus uteri, polyp atau
myoma submucosa. Kadang-kadang dengan kuretase ditemukan emndometritis tuberkulosa.
Kuretase juga bersifat terapeutik

ASUHAN KEBIDANAN

Nama

: Ny N

Nama

: Tn P

Umur

: 20 Tahun

Umur

: 25 Tahun

Alamat

: Jl. Bimoli No 22

Alamat

: jl. Bimoli No 22

Pendidikan

: SMA

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: IRT

Pekerjaan

: Swasta

Data Subyektif :
Ny N datang ke bidan H pada tanggal 04-05-2012 jam 08.00 wib, pasien mengeluh nyeri
saat berhubungan seksual. pasien mengatakan 1 bulan terjadi 2x menstruasi dan lama
menstruasi lebih dari 7 hari.menarch 10 tahun. belum memiliki momongan lama pernikahan
6 bulan, pasien mengatakan ibunya menderita endometriosis.
Data Obyektif :
Keadaan umum : baik
Status emosional : stabil
Kesadaran : Compos mentis
TTV :
TD

: 90/70 mmHg

: 80 x/m

RR

: 20 x/m

: 36.6 C

Pemeriksaan fisik :
Kepala

: Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak benjolan

Rambut
Muka

: Bersih, tidak ada ketombe, tidak mudah rontok


: tidak pucat

Mata
Hidung
Mulut/bibir
Telinga
Leher
Aksila
Dada
Abdomen

: Simetris, konjungtiva pucat, sklera putih


: Bersih, tidak ada sekret, tidak ada polip
: kering, tidak ada stomatitis, lidah bersih
: Simetris, tidak ada serumen
: Tidak pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe
: Tidak ada pembesaran kelenjar limfe
: Pernafasan teratur, tidak ada bunyi mengi, tidak adaretraksi dinding dada.
: Tidak ada luka bekas operasi, tidak ada pembesaran hepar, ada nyeritekan pada bagian

adnexa dan terdapat masa keras terfiksasi.


Genetalia : Tidak oedam, tidak ada varises, terdapat spotting
Anus
: Tidak ada hemoroid
Ekstremitas atas : teraba dingin, agak pucat, tidak oedem, turgor kulit kurang, Ekstremitas
bawah : teraba dingin, agak pucat, tidak varises, tidakoedem, turgor kurang
Analisa :
o Diagnosa
Ny N 20 Tahun = > Nyeri berhubungan dengan Endometriosis
o Masalah
Gangguan rasa nyaman
o Diagnosa Potensial :
Terjadi infertilitas
Infeksi Abdomen
o Kolaborasi/ Rujukan :
Untuk pemberian terapi obat dan penanganan selanjutnya dirujuk ke dr Sp.Og
Penatalaksanaan :
1.

Memberitahu hasil pemeriksaan


TD

: 90/70 mmHg

: 80 x/m

RR

: 20 x/m

S: 36.6 C
E/ ibu mengerti tentang apa yang dijelaskan oleh bidan.
2.

Memberitahu ibu bahwa nyeri yang dirasakan ibu pada perut bagian bawah karena

terdapat benjolan yang terpengaruh oleh hormone dalam tubuh ibu.


E/ ibu mengerti dan memahami penjelasan bidan
3.
Memberikan ibu rasa nyaman dengan menganjurkan ibu untuk bedreast dan memberikan kompres
hangat pada perut bagian bawah untuk mengurangi rasa nyeri
4.
Menganjurkan ibu memperbanyak minum 2 liter perhari atau lebih

E/ ibu mengerti
5.
6.

Memberikan terapi
Asam Mefenamat 500 gram 3x1
E/ ibu mengerti
Menganjurkan ibu untuk melakukan USG untuk menegakkan diagnosa pasti
E/ ibu mengerti

Evaluasi
S

: ibu mengatakan nyeri saat berhubungan seksual. pasien mengatakan 1 bulan terjadi 2x

menstruasi dan lama menstruasi lebih dari 7

hari. menarch 10 tahun. belum memiliki

momongan lama pernikahan 6 bulan, pasien mengatakan ibunya menderita endometriosis.


O

: Ibu mengerti apa yang dijelaskan bidan, dan bersedia melakukan apa yang disarankan.

: Ny N 20 Tahun = > Nyeri berhubungan dengan Endometriosis

: 1.
2.
3.
4.

Memberitahu hasil pemeriksaan


Menganjurkan ibu memperbanyak minum 2 liter perhari atau lebih
Memberikan terapi Asam Mefenamat 500 gram 3x1
Menganjurkan ibu untuk melakukan USG untuk menegakkan diagnosa

pasti

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Endometriosis paling sering terjadi pada usia reproduksi. Insidensi
yang pasti belum diketahui, namun prevalensinya pada kelompok tertentu
cukup tinggi. Misalnya, pada wanita yang dilakukan laparaskopi diagnostik,
ditemukan endometriosis sebanyak 0-53%; pada kelompok wanita dengan
infertilitas yang belum diketahui penyebabnya ditemukan endometriosis
sebanyak 70-80%; sedangkan pada wanita dengan infertilitas sekunder
ditemukan endometriosis sebanyak 25%.
Peran serta tenaga kesehatan termasuk bidan sangat besar dalam
membantu wanita mendeteksi adanya gangguan pada sistem reproduksi.
Pendeteksian secara dini akan dapat memperkecil jumlah komplikasi yang
mungkin timbul, selain itu penanganan gangguan reproduksi harus
dilakukan secara komprehensif guna pencegahan terhadap keganasan.
(Depkes RI, 2002: 22-23)

DAFTAR PUSTAKA

www.terapimenstruasi.com/tag/klasifikasi-endometriosis
Sarwono Prawirohardjo, 1999. Ilmu kandungan, Bina Pustaka : Jakarta
Irene M. Bobak, dkk.2004, Keperawatan Maternitas. EGC: Jakarta
http://id.wikipedia.org/wiki/Endometriosis
http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/19/endometriosis
Manuaba, 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
______. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Genikologi dan KB. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai