Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam chikungunya merupakan penyakit yang disebabkan oleh arbovirus yang
ditransmisikan oleh nyamuk Aedes. Penyakit ini pertama kali tercatat dalam bentuk wabah di nama
chikungunya ini sebenarnya berasal dari dialek ‘makonde’ yang berarti ‘yang membungkuk’, yang
mengindikasikan gambaran fisik dari pasien dengan penyakit yang berat. Penyakit ini dilaporkan
terjadi di negara-negara Afrika selatan dan timur, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan pada tahun
2007 ditemukan juga di Itali. Di regio Asia tenggara, wabah Chikungunya pernah dilaporkan
terjadi di India, Indonesia, Maldiva, Myanmar, Sri Lanka, dan Thailand. Terdapat banyak wabah
yang besar dari demam chikungunya dalam beberapa tahun di India, dan juga di negara kepulauan
Samudera Hindia. Maldiva melaporkan wabah Chikungunya pertama kali pada bulan Desember
2006. Meskipun bukan penyakit yang mematikan, angka morbiditasnya yang tinggi dan poliartritis
yang memanjang menyebabkan kecacatan yang besar dalam populasi yang terkena dan dapat
memberikan dampak pada bidang sosioekonomi suatu negara.1,2,3

Infeksi chikungunya ini dimulai dengan periode inkubasi yang singkat selama 2-4 hari.
Dimana dalam waktu kira-kira 48 jam setelah digigit nyamuk yang membawa virus, pasien akan
mengalami demam tinggi yang mendadak dengan diikuti menggigil. Beberapa pasien juga
menunjukkan adanya ruam makulopapuler di badan, tungkai, dan wajah. Hal ini terjadi selama 3
– 4 hari. Biasanya pasien juga merasakan mialgia dan arthralgia yang berat. Nyeri sendi ini
biasanya dimulai pada pada sendi kecil pada tangan dan kaki, pergelangan tangan dan kaki, dan
kemudian pada sendi besar. Gejala non-spesifik lainnya dapat meliputi sakit kepala, fotofobia
ringan dan insomnia.1,2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Chikungunya
1. Definisi
Menurut Ditjen PP&PL Kementerian kesehatan RI, 2012 menyatakan bahwa
“Demam Chikungunya adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus Chikungunya
(CHIKV) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk (Arthropod –borne virus/ mosquito-
borne virus). Virus Chikungunya termasuk genus Alphavirus, famili Togaviridae” 4
Menurut World Health Organization, 2008 menyatakan bahwa “Demam
Chikungunya adalah penyakit virus yang disebabkan oleh arbovirus yang ditularkan oleh
nyamuk Aedes. pertama kali dalam bentuk wabah di Tanzania. Nama ini berasal dari dialek
'makonde' yang berarti 'yang membungkuk', menunjukkan tampilan fisik pasien dengan
gambaran klinis berat”.5
Menurut Central for Disease Control and Prevention, 2011 menyatakan bahwa
“Demam Chikungunya (CHIK) adalah penyakit nyamuk yang disebabkan oleh alphavirus,
virus Chikungunya (CHIKV). Penyakit ini ditularkan terutama oleh Ae. aegypti dan Ae.
albopictus, spesies yang sama yang terlibat dalam transmisi demam berdarah” 6
Chikungunya adalah penyakit virus nyamuk yang menyebabkan gejala seperti
demam, nyeri sendi, nyeri otot, sakit kepala dan hidung dan perdarahan gusi.7

2. Etiologi

Ada dua vektor utama CHIKV, Aedes aegypti dan Ae. Albopictus Kedua spesies
nyamuk tersebut tersebar luas di seluruh daerah tropis dengan Ae. Albopictus juga hadir
pada garis lintang yang lebih beriklim sedang. Mengingat distribusi vektor di seluruh
Amerika, seluruh wilayah rentan terhadap invasi virus dan menyebar.6

Menurut WHO, 2008 Virus chikngunya termasuk family togaviridae dan genus
alphavirus yang terdiri atas genom RNA yang berpolaritas positif dengan diameter kapsid
60-70nm diselimuti fosfolipid, dan sensitive diatas suhu 58°c 5

2
a. Agent
Chikungunya disebabkan oleh virus chikv yang merupakan virus RNA beruntai
tunggal, labil panas dan sensitif terhadap suhu diatas 58°c dalam genus Alphavirus dari
Togaviridae, keluarga yang terdiri dari sejumlah virus yang ditularkan oleh Arthropoda
b. Vector
Aedes aegypti adalah vektor umum bertanggung jawab untuk transmisi di daerah
perkotaan sedangkan Aedes albopictus telah terlibat di daerah pedesaan, Nyamuk
betina dewasa hidup di daerah sejuk dan teduh dalam factor mendukung
perkembangbiakan dan penularan serta gigitan pada siang hari
c. Reservoir
Reservoir yang mendukung perkembangbiakan dan penularan aedes aegypti dan
aedes albopictus seperti vas bunga, wadah penyimpan air, pendingin udara, dll dan
daerah seperti lokasi konstruksi, batok kelapa, pembangan limbah rumah tangga (ban,
plastik dan logam kaleng, dll) .
Infeksi manusia diakibatkan oleh gigitan Aedes aegypti dan aedes albopictus yang
terinfeksi dengan transmisi manusia-nyamuk-manusia. Gigitan nyamuk yang terinfeksi
menyebabkan pengendapan virus Chikungunia (CHIKV) di jaringan subkutan yang
mengakibatkan viremia. Respons demam menandakan replikasi virus dengan pelepasan
sitokin inflamasi. Pembekuan perivaskular limfositik dan ekstravasasi eritrosit dari kapiler
terlihat pada biopsi ruam kutaneous. Pada tahap selanjutnya, keterlibatan ruang sendi
sinovial menyebabkan radang sendi, Tidak ada kerusakan tulang atau tulang rawan.
CHIKV juga dapat menyebabkan manifestasi SSP dalam bentuk ensefalitis,
encephalomyelitis dan neuritis optic.8
Menurut Kafeel, 2011 dalam Fauzia, 2012, tahap infeksi sampai terjadi chikungunya :
a. Tahap awal infeksi

Virus masuk ke tubuh manusia pada saat nyamuk betina aedes menghisap darah
dan bersamaan dengan masuknya virus tersebut kedalam tubuh manusia.

3
b. Tahap infeksi seluler

Virus ke sitoplasma lalu ke inti seldan meletakkan materi genom. Setelah melewati
tahap seluler, virus masuk ke jaringan dan menginfeksi sel lain. Menyebabkan virus
berpoliferasi di dalam darah manusia selama 2-12 hari dari gigitan nyamuk

c. Tahap nyamuk

Saat nyamuk menghisap darah manusia yang terinfeksi, virus akan segera
berpindah ke tubuh nyamuk dan bereplikasi dan bereproduksi serta bermigrasi di
kelenjar ludah nyamuk.9

3. Epidemiologi

Menurut WHO, 2017 menjelaskan bahwa Chikungunya terjadi di Afrika, Asia dan
sub-benua India. Infeksi manusia di Afrika pada tingkat yang relatif rendah selama
beberapa tahun, namun pada tahun 1999-2000 terjadi wabah besar di Republik Demokratik
Kongo, dan pada tahun 2007 terjadi wabah di Gabon. 10

Mulai Februari 2005, wabah besar chikungunya terjadi di pulau-pulau di Samudera


Hindia. Sejumlah besar kasus yang diimpor di Eropa terkait dengan wabah ini, kebanyakan
pada tahun 2006 ketika epidemi Samudera Hindia berada pada puncaknya. Wabah besar
chikungunya di India terjadi pada tahun 2006 dan 2007. Beberapa negara lain di Asia
Tenggara juga terpengaruh. Sejak tahun 2005, India, Indonesia, Maladewa, Myanmar dan
Thailand telah melaporkan lebih dari 1,9 juta kasus. Pada tahun 2007 transmisi dilaporkan
untuk pertama kalinya di Eropa, dalam wabah lokal di Italia timur laut. Ada 197 kasus yang
tercatat selama wabah ini dan dikonfirmasi bahwa wabah yang ditularkan oleh nyamuk
oleh Ae. Albopictus masuk akal di Eropa.10

Pada bulan Desember 2013, Prancis melaporkan 2 kasus autochthonous yang


dikonfirmasikan oleh laboratorium di bagian Prancis dari pulau Karibia di St Martin. Sejak
saat itu, transmisi lokal telah dikonfirmasi di lebih dari 43 negara dan wilayah di Wilayah
WHO di Amerika. Ini adalah wabah chikungunya yang terdokumentasi pertama dengan
transmisi genetis di Amerika. Per April 2015, lebih dari 1 379 788 kasus dugaan

4
Chikungunya telah tercatat di kepulauan Karibia, negara-negara Amerika Latin, dan
Amerika Serikat. 191 kematian juga disebabkan oleh penyakit ini selama periode yang
sama. Kanada, Meksiko dan Amerika Serikat juga telah mencatat kasus impor.10

Pada tanggal 21 Oktober 2014, Prancis mengkonfirmasi 4 kasus infeksi


chikungunya di Montpellier, Prancis. Pada akhir 2014, wabah dilaporkan terjadi di
kepulauan Pasifik. Saat ini wabah chikungunya sedang berlangsung di Kepulauan Cook
dan Kepulauan Marshall, sementara jumlah kasus di Samoa Amerika, Polinesia Prancis,
Kiribati dan Samoa telah berkurang. WHO menanggapi wabah kecil chikungunya pada
akhir 2015 di kota Dakar, Senegal, dan negara bagian Punjab, India.10

Di Amerika pada tahun 2015, 693 489 kasus yang dicurigai dan 37480 kasus
chikungunya dikonfirmasi dilaporkan ke kantor regional Pan American Health
Organization (PAHO), dimana Kolombia menanggung beban terbesar dengan 356 079
kasus yang dicurigai. Ini kurang dari tahun 2014 ketika lebih dari 1 juta kasus yang
dicurigai dilaporkan di wilayah yang sama.10

Pada 2016 ada 349 936 yang dicurigai dan 146.914 kasus yang dikonfirmasi
laboratorium dilaporkan ke kantor regional PAHO, setengah beban dibandingkan tahun
sebelumnya. Negara yang melaporkan kebanyakan kasus adalah Brasil (265.000 kasus
yang dicurigai), Bolivia dan Kolombia (19.000 kasus yang dicurigai, masing-masing).
2016 adalah pertama kalinya transmisi autochthonous chikungunya dilaporkan di
Argentina setelah terjadi wabah lebih dari 1.000 kasus yang dicurigai. Di wilayah Afrika,
Kenya melaporkan wabah chikungunya yang mengakibatkan lebih dari 1.700 kasus yang
dicurigai. Pada 2017, Pakistan terus menanggapi wabah yang dimulai pada 2016.10

Di Indonesia, KLB penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan dan tercatat


pada tahun 1973 terjadi di Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan di DKI Jakarta,
Tahun 1982 di Kuala Tungkal Provinsi Jambi dan tahun 1983 di Daerah Istimewa
Yogyakarta. KLB Chikungunya mulai banyak dilaporkan sejak tahun 1999 yaitu di Muara
Enim (1999), Aceh (2000), Jawa Barat (Bogor, Bekasi, Depok) pada tahun 2001, yang
menyerang secara bersamaan pada penduduk di satu kesatuan wilayah (RW/Desa).11

5
Dalam profil kesehatan Indonesia 2015 menyatakan bahwa dari tahun 2009 - 2015
terdapat 10 kab/kota terjadi KLB demam chikungunya dari 8 provinsi yaitu Aceh
(kabupaten aceh selatan), riau (kabupaten Kampar dan kabupaten siak), bengkulu (kota
bengkulu), lampung (kota Bandar lampung), jawa tengah (kabupaten pekalongan), jawa
timur (kabupaten bangkalan dan kabupaten pasuruan), sulawesi tengah (kabupaten parigi
mouton), dan Sulawesi selatan (kabupaten sinjai).12

4. Gejala klinis

Gejala klinis menurut Judarwanto, 2007 dalam Widjastuti, 2012 yaitu berupa
demam tinggi yang timbul mendadak di sertai menggigil dan panas tinggi selama 2-4 hari
kemudian kembali normal. Sakit persendian muncul sebelum demam hingga terkadang
merasa lumpuh pada sendi lutut, pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang.
Nyeri otot dapat terjadi pada otot bagian kepala dan daerah bahu kadang terjadi
pembengkakkan pada otot sekitar mata kaki. Bercak kemerahan atau ruam kulit pada hari
pertama demam umumnya pada hari ke 4-5 saat demam di daerah muka, badan, tangan,
dan kaki kadang terjadi perdarahan pada gusi. Sakit kepala gejala paling sering di temui.
Kejang biasanya pada anak karena panas yang terlalu tinggi. Gejala lain yang kadang
dijumpai adalah pembesaran kelenjar getah bening di bagian leher.13

5. Diagnosis dan Komplikasi

Hingga saat ini kepastian diagnosis penyakit cikungunya hanya dapat dilakukan
melalui uji laboratorium, namun munculnya penyakit harus dicurigai saat terjadi penyakit
epidemic dengan tiga karakteristik utama berupa demam, ruam, dan nyeri pada persendian
yang termasuk kasus suspect.14

Penyebab utama kematian pada pasien chikungunya antara lain karena dehidrasi
berat, ketidak seimbangan elektrolit, dan hipoglikemia. Mayoritas pasien akan pulih
setelah masa infeksi berlalu namun 10-15% pasien akan tetap merasakan nyeri dan
kekakuan sendi yang kronis selama beberapa waktu. Komplikasi bisa saja terjadi namun
kasusnya jarang ditemukan, antaralain gangguan perdarahan (epistaksis, perdarahan pada
gastrointestinal bagian atas) yang menyebabkan trombositopenia; komplikasi neurologis

6
(meningo-ensefalitis, paresis pada anggota badan, dan kesulitan berbicara dengan jelas);
kemunduran system kardiovaskuler; pneumonia dan kegagalan pernapasan; dan kematian.9

Tiga jenis utama tes laboratorium digunakan untuk mendiagnosis CHIK: isolasi
virus, reverse chain (RT PCR), dan serologi. Pada kasus chikungunya kronis dengan
komplikasi meningitis, tes serologi yang di ambil adalah cairan cerebrospinal, sedangkan
akut dengan gejala umum dapat di ambil lewat darah.6

Chikungunya adalah penyakit yang biasanya tidak fatal dan kematian sangat jarang
terjadi. Dalam wabah Chikungunya dalam epidemi Pulau Reunion, ada 237 kasus kematian
dengan angka kematian kasus 1/1000 kasus. Namun, tidak diketahui pasti apakah kematian
tersebut terkait langsung dengan Chikungunya atau morbiditas yang ada sekarang
memburuk dengan infeksi Chikungunya (Jessaron L et al, 2006; Ledroms M et al, 2007).
Infeksi Chikungunya dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas akibat infeksi yang
terjadi bersamaan.8

6. Penularan dan Penyebaran

Chikungunya termasuk salah satu vector borne disease atau penyakit yang
ditularkan oleh hewan perantara. Hewan perantara tersebut dapat menularkan agen
penyakit dari sumber kepada pejamu yang berisiko.5

Menurut triad epidemiologi, virus hanya dapat hidup ditubuh manusia dan nyamuk
sehingga factor lingkungan dan juga factor dari manusia itu sendiri yang mempengaruhi
transmisi virus. factor lingkungan mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk, jika
perkembangbiakan terhambat maka nyamuk tidak dapat beradaptasi dilingkungan, maka
transmisi virus pun akan terhambat. Ditjen PP&PL, 2012 juga menyebutkan Kemampuan
terbang nyamuk Aedes spp betina rata-rata 40 meter, namun secara pasif misalnya karena
angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh. Aedes spp tersebar luas di daerah
tropis dan sub-tropis, di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah maupun di
tempat umum. Nyamuk Aedes spp dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian
daerah ± 1.000 m dpl. Pada ketinggian diatas ± 1.000 m dpl, suhu udara terlalu rendah,
sehingga tidak memungkinkan nyamuk berkembangbiak.4

7
Menurut NVBDCP, 2016 mengatakan bahwa anggota rumah tangga juga dapat
turun dengan infeksi Chikungunya karena mereka juga memiliki lingkungan yang sama.
Oleh karena itu, tidak perlu mengisolasi pasien atau untuk memisahkan pasien. Penting
untuk mengurangi populasi vektor di rumah tangga.8

Wanita hamil bisa terkena infeksi Chikungunya pada setiap tahap kehamilan. Virus
Chikungunya juga bisa ditularkan dari ibu ke anak. Waktu risiko terbesar penularan virus
Chikungunya dari ibu ke janin nampaknya saat lahir. Berbagai studi pendahuluan
menunjukkan bahwa kontaminasi semacam itu "jarang serius" ketika bayi terinfeksi selama
kelahiran, tanda-tanda infeksi muncul sekitar hari ke 4. dan lebih dari 90% bayi yang baru
lahir sembuh dengan cepat tanpa gejala sisa. Imunoglobulin M [IgM], antibodi, umumnya
muncul antara 4 dan 7 hari setelah onset tanda klinis. IgM, bagaimanapun, tidak melewati
penghalang plasenta. Tubuh mulai memproduksi Imunoglobulin G [IgG] sekitar hari ke 15
dan menyebarkannya melalui plasenta dan memberi kekebalan pada janin. Demam, secara
umum, dapat memicu kontraksi rahim, keguguran atau kematian janin.

Kemungkinan menularkan infeksi ke janin sangat sedikit walaupun penelitian


terbaru di pulau-pulau Reuni Perancis menunjukkan untuk pertama kalinya transmisi ibu-
janin dari virus Chikungunya, jika wanita hamil terinfeksi pada saat persalinan, virus
tersebut Dapat ditularkan ke anak yang baru lahir. Jadi penting untuk memastikan bahwa
di daerah Chikungunya ada wanita hamil terlindungi dari gigitan nyamuk. Pengamatan
kasus neonatal pada wabah pulau Reunion di Prancis tahun 2005 menunjukkan
kemungkinan transmisi janin selama kehamilan. Studi ini selanjutnya mengungkapkan
bahwa meskipun risiko kontaminasi janin tampaknya jarang terjadi sebelum kehamilan 22
minggu, mereka berpotensi berbahaya. Setelah 22 minggu kehamilan, infeksi bayi baru
lahir terjadi jika ibu mengalami viremia positif saat melahirkan. Transmisi transplasental
dicurigai, namun mekanisme patogen tetap tidak diketahui. Sesuai dengan literatur yang
ada tidak ada dampak infeksi Chikungunya pada hasil kehamilan kecuali jumlah rawat inap
di rumah sakit. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa virus Chikungunya ditularkan
melalui ASI.8

8
7. Pengobatan

Menurut soedarto dkk, 2007:155 dalam Santoso, 2011 mengatakan bahwa


Chikungunya pada dasarnya self limiting disease, dapat sembuh dengan sendirinya. Tidak
ada vaksin maupun obat khusus, oleh sebab itu pengobatan ditujukan untuk mengatasi
gejala yang mengganggu. Obat yang digunakan adalah obat antipiretik, analgetik, (non
aspirin analgetik; non steroid anti inflamasi drug parasetamol, antalgin, natrium
diklofenak, piroksikam, ibuprofen, obat antimual dan muntah; dimenhidramin atau
metoklopramid). Terapi lain disesuaikan dengan gejala.15

8. Pencegahan

Upaya pencegahan penyakit chikungunya perorangan (fisik) hanya dengan mengurangi


kebiasaan buruk seperti menggantung pakaian di belakang pintu, jarang menguras tempat
penampunyan air, jarang mengecek kebersihan rumah, dll. Upaya pencegahan penyakit
chikungunya di titikberatkan pada pemberantasan nyamuk penular (Vektor) bagaimana cara
orang itu sendiri menghindari penyakit tular vector.15

2.2 Vector Transmisi Chikungunya


1. Karakteristik dan Morfologi
Menurut Ditjen PP & PL, 2011 Masa pertumbuhan dan perkembangan nyamuk dapat
dibagi menjadi empat yaitu :
1) Telur
telur berwarna hitam dengan ukuran ±0,80 mm, berbentuk oval yang
mengapung satu perstu pada permukaan air yang jernih, atau menempel pada dinding
tempat penampungan air yang terletak ditempat lembab dan dapat bertahan hidup
hingga ±6 bulan di tempat kering
2) Larva
larva nyamuk membutuhkan 5-10 hari dalam tahap pertumbuhan, dan pada
umumnya bergerak dalam dua cara yaitu menyentakkan tubuhnya untuk bergerak atau

9
dengan cara propulsi menggunakan mulutnya. Larva nyamuk akan menyelam ketika
tiba-tiba terganggu atau ada bayangan yang melaluinya.
Berikut empat tingkat pertumbuhan larva :
i. Instar I : berukuran paling kecil, 1-2 mm
ii. Instar II : berukuran 2,5-3,8 mm
iii. Instar III : berukuran sedikit lebih besar dari larva instar II
iv. Instar IV : berukuran maksimal 5 mm
3) Pupa
ketika mengalami perubahan dari larva ke pupa, pupa nyamuk berwarna putih,
tetapi dalam waktu singkat menunjukkan perubahan pigmen warna. Pupa berbentuk seperti
“koma”, berbentuk lebih besar dan biasanya berlangsung 2-4 hari dan cukup aktif bergerak
4) Nyamuk Dewasa
Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil dari nyamuk lain dan mempunyai warna
dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian toraks dan kakinya.4
2. Siklus Hidup
Siklus hidup aedes sp, mengalami metamorphosis sempurna, telur-larva-pupa-
nyamuk dewasa,. Stadium telur, jentik dan pupa hidup didalam air. Pada umumnya telur
menetas menjadi larva atau jentik dalam waktu ±2 harisetelah telur terendam air. Stadium
larva atau jentikbiasanya berlangsung 5-10 hri, dan stadium pupa berlangsung 2-4 hari.
Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina
dapat mencapai 2-3 bulan di lingkungan yang optimal.16
3. Habitat
Habitat perkembangn nyamuk dapat di dikelompokkan sebagai berikut menurut CDC,
2009 dan Ditjen PP&PL, 2011) :

a. Tempat penampungan air (keperluan sehari-hari)


Contoh: bak mandi, Wc, toren air, dll
b. Tempat penampungan air (bukan untuk keperluan sehari-hari)
Contoh : vas bunga, pot tanaman, tempat pembuangan air kulkas atau dispenser,
dll
c. Tempat penampungan air (alamiah)
Contoh : lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, battok kelapa, dll
10
d. Rongga dalam struktur bangunan
Contoh : lubang di pagar, talang air di atap, dll 16
4. Pengendalian dan Pemberantasan

Pengendalian dan pemberantasan perorangan yang dapat dilakukan yaitu dengan


pemberantasan jentik nyamuk dengan cara kimiawi, biologi, fisik menurut :

a. Kimiawi

Dengan menaburkan bubuk larvasida untuk menghambat proses perkembangan


nyamuk. Ada 2 jenis yang dapat digunakan pada wadah penampung air :

i. Temephos 1% *sertai gambar dan sumber*


Keefektifan selama 8-12 minggu atau 2-3 bulan dengan penggunaan
±1 𝑠𝑑𝑚 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 100 𝑙 𝑎𝑖𝑟
ii. Insect Growth Regulator *sertai gambar dan sumber*
Keefektifan selama 3-6 bulan dengan dosis rendah wadah dipenampung air
b. Biologi

Dengan penerapan yang ditujukan terhadap jentik hanya terbatas pada operasi
berskala kecil misalnya memelihara ikan pemakan jentik (gambusia, affins, poecilia,
reticulate, dan ikan adu) atau dengan bakteri (bakteri endotoksin yang memproduksi
baccilus thuringiensis dan baccilus sphaericus.

c. Fisik

Dengan penerapan 3M yaitu dengan menguras tempat penampungan air


seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembang biak, menutup tempat
penampungan air, serta mengubur barang bekas seperti botol, kaleng bekas, dll yang
memungkinkan adanya penampungan air.15

Prosedur pengendalian vektor yang harus dipertimbangkan untuk mengurangi


risiko ekspansi CHIKV di suatu daerah menurut CDC, 2008 yaitu :5

a. Manajemen lingkungan :

11
• Mengurangi habitat larva
• Mengelola wadah (cuci / tutup)
• Buang / daur ulang wadah
• Kurangi kontak vektor manusia
• Pasang layar jendela
b. Kontrol larva :
• Pengurangan sumber
• Kontrol kimiawi
• Kontrol biologis
c. Kontrol nyamuk dewasa :
• Penggunaan tirai IT
• Lambung ovitraps
• Semprotan ruang (CDC, 2008)
5. Faktor pendukung
a. Factor lingkungan
Yang berpengaruh terhadap kehidupan vector adalah :
i. Suhu Udara
Virus chikungunya hampir sama dengan virus dengue yaitu hanya endemic
di daerah tropis dimana suhu memungkinkan untuk perkembang biakan
nyamuk. Suhu optimum perkembang biakan nyamuk adalah 25°c - 27°c 15
ii. Kelembaban
Angka kelembaban di Indonesia bisa mencapai 85%. Hal ini disebabkan
Indonesia merupakan Negara yang kepulauannya lebih luas dari pada
daratan sehingga udara lebih banyak mengandung air. Rata-rata
kelembaban untuk pertumbuhan nyamuk adalah 65% - 90% 15
b. Lingkungan Biologik

Yang mempengaruhi kepadatan nyamuk adalah tanaman hias, dan tanaman


pekarangan yang mempengaruhi kelembaban dan pencahayaan dalam rumah dan
halaman karena itu factor pendukung tempat yang disenangi nyamuk.15

c. Lingkungan social

12
Sebagai lingkungan yang timbul akibat adanya interaksi antar manusia yang
dapat mempengaruhi pengetahuan, perilaku, adat istiadat, budaya, dan kebiasaan
masyarakat terhadap suatu penyakit. Interaksi dapat menimbulkan gangguan
kesehatan atau penyakit.17

6. Faktor Risiko

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan dalam penularan penyakit


Chikungunya, yaitu: manusia, virus dan vektor perantara. Beberapa faktor penyebab
timbulnya KLB demam Chikungunya adalah:

a. Perpindahan penduduk non imun dari daerah terinfeksi


b. Sanitasi lingkungan yang buruk
c. Berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk (sanitasi lingkungan yang
buruk).4

2.3 Perbedaan DBD Dengan Chikungunya18

Virus penyebab

Nyamuk boleh sama tetapi virus penyebab berbeda. Penyakit chikungunya disebabkan oleh
Togaviridae alphavirus. Sedangkan DBD disebabkan oleh Flavirideae flavivirus.

Inkubasi hingga timbul gejala

Setelah nyamuk mengisap darah manusia, virus akan tertinggal di aliran darah. Namun,
virus tak serta merta menimbulkan gejala. Mereka akan mengalami masa inkubasi terlebih dahulu.

Virus DBD mengalami masa inkubasi rata-rata selama 4-7 hari. Gejala demam umumnya
muncul setelah masa inkubasi. Sementara virus penyebab penyakit chikungunya mengalami masa
inkubasi selama 2-4 hari, yang dilanjutkan dengan gejala demam dan menggigil.

Gejala

Saat terserang DBD maupun chikungunya, biasanya pasien akan mengalami demam, rasa
sakit pada persendian, sakit kepala, timbul ruam merah, dan rasa sakit pada mata.

13
Akan tetapi pada chikungunya, persendian yang sakit biasanya pada bagian tangan dan
kaki. Bahkan bisa timbul bengkak dan sangat terasa sakit ketika pagi. Sedangkan pada DBD, rasa
nyeri akan terasa pada persendian lutut dan pundak kemudian nyeri otot punggung, lengan dan
kaki.

Sakit persendian pada chikungunya bisa berujung pada arthritis atau peradangan sendi. Ini
pula yang membuat penyakit ini bernama chikungunya. Nama 'chikungunya' berasal dari bahasa
Tanzania yang berarti 'menjadi berkerut'. Ini merujuk pada kondisi pasien yang kerap jalan
membungkuk saat merasakan nyeri persendian akibat chikungunya.

Kemudian satu perbedaan mendasar kedua penyakit ialah gejala pendarahan. DBD lekat
dengan pendarahan pada gusi atau hidung. Sedangkan pendarahan tak selalu terjadi pada pasien
chikungunya.

Komplikasi

DBD bisa mengancam nyawa seseorang. Jika tidak ditangani dengan tepat, akan timbul
komplikasi berupa kesulitan bernapas, disfungsi organ tubuh, dan pendarahan hebat.

Berbeda dengan DBD. Penyakit chikungunya jarang berakibat fatal. Hanya sekitar 5-10
persen pasien yang mengidap arthritis kronis.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Chikungunya merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus chikungunya


yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti atau Aedes Albopictus.

2. Mekanisme penularan chikungunya adalah dari nyamuk yang menggigit penderita


kemudian menggigit manusia lain.

3. Gejala-gejala penyakit chikungunya berupa demam, sakit persendian, nyeri otot, ruam
dikulit, sakit kepala, kejang dan penurunan kesadaran.

4. Pengobatannya hanya bersifat simptomatis dan supportif.

5. Pencegahan penyakit chikungunya dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk dan


mencegah perkembangbiakan nyamuk.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Sumarno S et all, 2008 : Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis hal 226-223
2. Widodo Judarwanto, 2009 : Penata Laksanaan Demam Chikungunya
3. Kanti Laras et all, 2004 : Tracking the re-emergence of epidemic chikungunya virus in
Indonesia, Transactions of the Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene (2005) 99,
128—141
4. DITJEN PP&PL. 2012. “Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, edisi 2”. Jakarta
5. WHO. 2008. “Guidelines on Clinical Management of Chikungunya Fever”. india
6. PAHO/CDC. 2011. “Preparedness and Response for Chikungunya Virus Introduction in
The Americas”. Washington, D. C.
7. ECDC. http://ecdc.europa.eu/en/healthtopics/chikungunya_fever/Pages/index.aspx
8. NVBDCP. 2016. “National Guideline for Clinical Management of Chikungunya”. India
9. Fauzia, S. 2012. “Analisis pasial Kejadian Chikungunya di Kota Depok Tahun 2008-
2011”. Skripsi Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia
10. WHO. 2017. “Chikungunya”. [diakses : 7 mei 2017]
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs327/en/
11. KEMENKES RI. 2012. “Pedoman Penggunaan Insectisida (Pestisida) dalam
Pengendalian Vektor”. Jakarta
12. KEMENKES RI. 2016. “Profil Kesehatan Indonesia 2015”. Jakarta
13. Widjastuti, Y. T. 2012. “Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Ibu Rumah Tangga
Tentang Chikungunya dengan Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di Rw 08
Kel. Grogol Kec. Limo Kota Depok Tahun 2012”. Skripsi Kesehatan Masyarakat.
Universitas Indonesia
14. DITJEN PP&PL. 2015. “Rencana Aksi Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Tahun 2015-2019”. Jakarta
15. Santoso, F. 2011. “Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Chikungunya di
Wilayah Kerja Puskesmas Gunungpati Kota Semarang Tahun 2010”. Skripsi Ilmu
Kesehatan Masyarakat. Universitas Negeri Semarang
16. Ditjen PP&PL. 2011. “Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue”. Jakarta

16
17. Adriyani, S. 2012. “Hubungan Antara Faktor Iklim dengan Kejadian Penyakit
Chikungunya di Wilayah Jawa Barat Tahun 2002-2010”. Tesis Kesehatan Masyarakat.
Universitas Indonesia
18. Beltrán-Silva SL, Chacón-Hernández SS, Moreno-Palacios E, Pereyra-Molina JA. Clinical
and differential diagnosis: Dengue, chikungunya and Zika. Revista Médica del Hospital
General de México. 2018 Jul 1;81(3):146-53.

17

Anda mungkin juga menyukai