Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi
pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hati mengalami
perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat
(fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi.
Sirosis hati merupakan tahap akhir proses difus fibrosis hati
progresif yang ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul
regeneratif. Gambaran morfologi dari Sirosis hati meliputi fibrosis difus,
nodul regeneratif, perubahan arsitektur lobular dan pembentukan
hubungan vaskular intrahepatik antara pembuluh darah hati aferen (vena
porta dan arteri hepatika) dan eferen (vena hepatika).11
Secara klinis atau fungsional Sirosis hati dibagi atas : 1. Sirosis hati
kompensata dan 2. Sirosis hati dekompensata, disertai dengan tanda-tanda
kegagalan hepatoselular dan hipertensi portal.11
2.2 Epidemiologi6
Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada
penderita yang berusia 45-46 tahun (setelah penyakit kardiovaskular dan
kanker). Diseluruh dunia SH

menempati urutan

ketujuh penyebab

kematian. Penderita SH lebih banyak laki-laki, jika dibandingkan dengan


wanita rasionya sekitar 1,6 : 1. Umur rata-rata penderitanya terbanyak
golongan umur 30-59 tahun dengan puncaknya sekitar umur 40-49 tahun.11
Insidens SH di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.
Penyebab SH sebagian besar adalah penyakit hati alkoholik dan non
alkoholik steatohepatitis serta hepatitis C. Di Indonesia data prevalensi
penderita SH secara keseluruhan belum ada. Di daerah Asia Tenggara,
penyebab utama SH adalah hepatitis B (HBV) dan C (HCV). Angka
kejadian SH di Indonesia akibat hepatitis B berkisar antara 21,2-46,9%
dan hepatitis C berkisar 38,7-73,9%.11
3

2.3 Klasifikasi Sirosis Hepatis


Secara morfologi, Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu
:8
1. Mikronodular
2. Makronodular
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :7,8
1. Sirosis hati kompensata, sering disebut dengan laten sirosis hati.
Pada Stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang
nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan
screening.
2. Sirosis hati dekompensata. Dikenal dengan sirosis hati aktif, dan
stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya: spider
neavi, ascites, edema dan ikterus.
2.4Etiologi10
Etiologi yang umumnya mengakibatkan sirosis adalah:
1. Penyakit

infeksi

(bruselosis,

ekinokokus,

skistomiasis,

toksoplasmosis, hepatitis B, hepatitis C)


2. Penyakit keturunan dan kelainan metabolik (Hemakhomatosis,
Penyakit Wilson, Tirosinemia, sindroma fanconi, penyakit gaucher,
penyakit simpnan glikogen)
3. Obat dan toksin (alkohol, amiodarpn arsenik obstruksi bilier,
penyakit perlemakan hati non alkoholik, sirosis bilier primer,
kolangitis sklerosis primer)
4. Penyebab lain atau tidak terbukti (penyakit usus inflamasi kronik,
fibrosis kistik, pintas jejunoileal, sarkoidosis)
2.5 Patogenesis11
Sirosis hepatis terjadi akibat adanya cedera kronik-ireversibel pada
parenkim hati disertai timbulnya jaringan ikat difus (akibat adanya cedera

fibrosis), pembentukan nodul degeneratif ukuran mikronodul sampai


makronodul. Hal ini sebagai akibat adanya nekrosis hepatosit, kolapsnya
jaringan penunjang retikulin, disertai dengan deposit jaringan ikat, distorsi
jaringan vaskular berakibat pembentukan vaskular intra hepatik antara
pembuluh darah hati aferen (vena porta dan arteri hepatika) dan eferen
(vena hepatika), dan regenerasi nodular parenkim hati sisanya.
Terjadinya fibrosis hati disebabkan adanya aktivasi dari sel stellate
hati. Aktivasi ini dipicu oleh faktor pelepasan yang dihasilkan hepatosit
dan sel Kupffer. Sel stellate merupakan sel penghasil utama matrix
ekstraselular (ECM) setelah terjadi cedera pada hepar. Pembentukan ECM
disebabkan adanya pembentuk jaringan mirip fibroblast yang dihasilkan
sel stellate dan dipengaruhi oleh beberapa sitokin seperti transforming
growth factor (TGF-) dan tumor necrosis factors (TNF-).
Deposit ECM di space of Disse akan menyebabkan perubahan
bentuk dan memacu kapilarisasi pembuluh darah. Kapilarisasi sinusoid
kemudian mengubah pertukaran normal aliran vena porta dengan
hepatosit, sehingga material yang seharusnya dimetabolisasi oleh hepatosit
akan langsung masuk ke aliran darah sistemik dan menghambat material
yang diproduksi hati masuk ke darah. Proses ini akan menimbulkan
hipertensi portal dan penunrunan fungsi hepatoselular.
2.6 Tanda dan Gejala Klinis
2.6.1

Gejala klinis
Pasien dengan sirosis dapat datang ke dokter dengan sedikit

keluhan, dapat tanpa keluhan sama sekali, atau dengan keluhan penyakit
lain. Beberapa keluhan dan gejala yang sering timbul pada sirosis antara
lain adalah1,4,5 : kulit berwarna kuning, rasa mudah lelah, nafsu makan
menurun, gatal, mual, penurunan berat badan, nyeri perut dan mudah
berdarah.
Pasien sirosis juga dapat mengalami keluhan dan gejala akibat
komplikasi dari sirosis hatinya. Pada beberapa pasien, komplikasi ini dapat

menjadi keluhan yang membawanya pergi ke dokter. Pasien sirosis dapat


tetap berjalan kompensata selama bertahun-tahun, sebelum berubah
menjadi dekompensata. Sirosis dekompensata dapat dikenal dari
timbulnya bermacam komplikasi seperti ikterus, perdarahan varises, asites,
atau ensefalopati.
Sesuai dengan konsensus Braveno IV, sirosis hati dapat
diklasifikasikan menjadi empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya
varises, ascites, dan perdarahan varises5 :

Stadium 1: tidak ada varises, tidak ada asites,

Stadium 2: varises, tanpa ascites,

Stadium 3: ascites dengan atau tanpa varises dan

Stadium 4: perdarahan dengan atau tanpa ascites.


Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam kelompok sirosis kompensata,

semetara stadium 3 dan 4 dimasukkan dalam kelompok sirosis


dekompensata.
2.6.2

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang khas pada pasien dengan sirosis hepatis

antara lain:10,11
1.

Spider angioma atau nevi (Estradiol meningkat)

2.

Palmar Erytema (Gangguan metabolisme hormon seks)

3.

Ginekomastia (Estradiol meningkat)

4.

Hipogonadisme (Perlukaan gonad primer atau supresi fungsi

hipofise atau hipotalamus)


5.

Perubahan kuku :
a. Muehrches lines (Hipoalbuminemia)
b. Terrys nails (Hipoalbuminemia)
c. Clubbing (Hipertensi portopulmonal)

6.

Osteoartopati Hipertrofi (Chronic proliferative periostitis)

7.

Kontraktur Dupuytren (Proliferasi fibroplastik dan gangguan

deposit kolagen)

8.

Ukuran hati : besar, normal, mengecil (Hipertensi portal)

9.

Splenomegali (Hipertensi portal)

10.

Asites (Hipertensi portal)

11.

Caput medusae (Hipertensi portal)

12.

Murmur Cruveilhier-Baungarten bising daerah epigastrium

(Hipertensi portal)
13.

Fetor Hepaticus (Diamethyl sulfide meningkat)

14.

Ikterus (Bilirubin meningkat, sekurang-kurangnya 2-3mg/dl)

15.

Asterixis/Flapping tremor (Ensefalopati hepatikum)

2.6.3 Pemeriksaan Laboratorium


Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium
antara lain10:
1. SGOT dan SGPT meningkat tapi tidak terlalu tinggi, dimana biasanya
SGOT>SGPT
2. Alkaline fosdatase meningkat
3. Bilirubin meningkat
4. Albumin menurun sedangakan globulin meningkat
5. PT memanjang
6. Na menurun
7. Kelainan hematologi meliputi anemia, trombositopenia dan leukopenia
2.7 Diagnosis11
Pada stadium kompensata sempurna kadang-kadang sangat sulit
menegakkan diagnosis SH. Pada proses lebih lanjut stadium kompensata bisa
ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium
biokimia/serologi dan pemeriksaan pencitraan lainnya. Pada stadium
dekompensata diagnosis tidak terlalu sulit karena gejala dan tanda klinis
biasanya sudah tampak dengan adanya komplikasi.11
Baku emas untuk diagnosis SH adalah biopsi hati melalui perkutan,
transjugular, laparoskopi atau dengan biopsi jarum halus. Biopsi tidak

diperlukan bila secara klinis, pemeriksaan laboratoris dan radiologi


menunjukkan kecenderungan SH. Walaupun biopsi hati risikonya kecil tapi
dapat berakibat fatal misalnya perdarahan, infeksi dan kematian.11
Untuk memperkuat diagnosis sementara menjadi diagnosis kerja, maka
dapat dilakukan rencana pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
1. Pemeriksaan endoskopi
Varises esofagus dapat ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan endoskopi. Sesuai dengan konsensus Baveno IV, bila pada
pemeriksaan endoskopi pasien sirosis tidak ditemukan varises,
dianjurkan pemeriksaan endoskopi ulang dalam 2 tahun. Bila ditemukan
varises kecil, maka dilakukan endoskopi dalam 1 tahun, dan jika
ditemukan varises besar, maka secepatnya dilakukan tindakan preventif
untuk mencegah perdarahan pertama.3
Pada pasien ini, endoskopi direncanakan untuk melihat penyebab
terjadinya hematemesis dan melena. Umumnya kedua hal tersebut
disebabkan pecahnya suatu varises esofagus atau adanya gastritis erosif.
Bila nanti pada pemeriksaan endoskopi ditemukan adanya varises
esofagus yang pecah, maka ini akan mendukung diagnosis sirosis hepatis
dekompensata, karena pecahnya varises esofagus merupakan manifestasi
dari hipertensi portal
2. Biopsi hati
Pemeriksaan biopsi hati merupakan gold standard untuk
menegakkan diagnosis sirosis hepatis. Karena pada kasus tertentu sulit
untuk membedakan antara hepatitis kronik aktif yang berat dengan suatu
keadaan sirosis hepatis dini. Oleh karena itu pada kasus pasien ini,
direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan biopsi hati. Bila pada
pemeriksaan biopsi hati didapatkan keadaan fibrosis dan nodul-nodul
regenerasi sel hati, maka diagnosi sirosis hepatis dapat ditegakkan
dengan pasti.
2.8 Komplikasi 10,11

Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasi yang


ditimbulkannya. Komplikasi yang umumnya terjadi pada pasien sirosis
hepatis antara lain:
1. Perdarahan gastrointestinal atau varises esofagus
2. Ensefalopati hepatik.
3. Koma hepatikum
4. Hipertensi portal
5. Asites
6. Sindroma hepatorenal
7. Karsinoma hepatoseluler
8. Peritonitis bakterial spontan
2.9 Penatalaksanaan9,10
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simptomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang misalnya : cukup
kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Pada sirosis hati akibat infeksi virus hepatitis B dapat dicoba
dengan interferon alfa dan lamivudin.
Pada

sirosis

alkoholik,

maka

pengobatan

utama

adalah

menghentikan secara total konsumsi alkohol oleh pasien.


Pada

hepatitis

autoimun

dapat

diberikan

steroid

atau

imunosupresif
Pada sirosis akibat hepatitis C kronik maka kombinasi interferon
dan ribavirin merupakan terapi standar.
d. Pengobatan fibrosis hati
Pengobatan antifibrotik sampai saat ini lebih mengarah pada
peradangan dan tidak terjadap fibrosis.

10

3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah
terjadi komplikasi seperti:
a. Asites2,9,10
Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :

Istirahat

Diet rendah garam: untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat
dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila
gagal maka penderita harus dirawat.

Diuretik
Pemberian diuretik hanya bagi penderita yang telah
menjalani diet rendah garam dan pembatasan cairan namun
penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari.
Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretik adalah
hipokalemia (khususnya penggunaan furosemid) dan hal ini dapat
mencetuskan ensefalopati hepatik, maka pilihan utama diuretik
adalah spironolakton, dan dimulai dengan dosis rendah 100-200mg,
serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan
dosis maksimal diuresisnya belum tercapai maka dapat kita
kombinasikan dengan furosemid 20-40mg/hari (dengan pengawasan
terhadap kadar kalium darah). Respon diuretik bisa dimonitor
dengan penurunan BB + 0,5kg/hari tanpa edema kaki atau +
1kg/hari dengan edema kaki

Parasintesis
Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan
pengobatan konservatif. Pada keadaan demikian pilihan kita adalah
parasintesis. Parasintesis dilakukan bila asites sangat besar.
Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 4-6 liter/hari,
dengan catatan harus dilakukan infus albumin sebanyak 6-8 gr/l
cairan asites yang dikeluarkan. Ternyata parasintesis dapat
menurunkan masa opname pasien. Prosedur ini tidak dianjurkan

11

pada Childs C, Protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl,
trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10
mmol/24 jam.
b. Peritonitis bakterial spontan
Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah
tindakan parasintese. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita
sirosis hati dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih
sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang berat. Pada
kebanyakan kasus penyakit ini timbul selama masa rawatan.
c. Hepatorenal syndrome
Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan
etiologi sering dinomorduakan, namun yang paling penting adalah
penanganannya lebih dulu. Prinsip penanganan yang utama adalah
tindakan resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini
maka dilakukan :3,4,8,9

Pasien diistirahatkan dan dipuasakan

Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu


transfusi

Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali


kegunaannya yaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling
dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi darah

Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2, Antifibrinolitik,


Vitamin K, Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin

Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka


menghentikan

perdarahan

misalnya

Pemasangan

Ballon

Tamponade dan Tindakan Skleroterapi / Ligasi atau Oesophageal


Transection.
d. Ensefalophaty hepatic
Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada
penderita penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur,

12

perubahan kepribadian, gelisah sampai ke pre koma dan koma.Pada


umumnya enselopati Hepatik pada sirosis hati disebabkan adanya
factor pencetus, antara lain: infeksi, perdarahan gastro intestinal,
obat-obat yang Hepatotoxic.8,9
e. Perdarahan gastrointestinal
Penyebab dari perdarahan gastrointestinal yang paling sering
pada pasien sirosis adalah perdarahan dari varises esofagus yang
merupakan manifestasi dari hipertensi portal dan penyebab dari
sepertiga kematian.
Pengobatan yang dilakukan pada keadaan akut adalah
tamponade dengan alat pipa Sengstaken-Blakemore dan Minessota.
Selanjutnya dapat dilakukan tindakan ligasi endoskopi. Sedangkan
untuk pencegahan dan penatalaksanaan setelah perdarahan dapat
diberikan preparat propanolol untuk menurunkun hipertensi portal.

2.10 Prognosis10
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor
meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain
yang menyertai. Klasifikasi Child-Pugh biasanya digunakan untuk
prognosis pasien sirosis. Variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin,
albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati. Klasifikasi ini berkaitan
dengan angka harapan hidup. Angka harapan hidup selama 1 tahun
berturut-turut untuk pasien dengan klasifiksi A,B,C adalah 100, 80, dan
45%.

Anda mungkin juga menyukai