Anda di halaman 1dari 23

REFE

RAT F.65 GANGGUAN


PREFERENSI
SEKSUAL
(F.65.0
FETISHISME)

Penyaji
M. Ragil Pamungkas W, S.Ked
DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA
RUMAH SAKIT DR. ERNALDI BAHAR Pembimbing
PROVINSI SUMATERA SELATAN
dr. Abdullah Sahab, Sp. KJ, MARS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PALEMBANG
2018
BAB 1
PENDAHULUAN

• Fetishisme seksual : bentuk parafilia yang menggambarkan bentuk


penyimpangan seksual dimana individu memiliki ketertarikan erotis dan rasa
sayang terhadap suatu benda tertentu atau bagian tubuh seseorang.
• Benda fetish : celana dalam wanita, bra, stocking, sepatu, sepatu bot, atau
jenis pakaian lainnya.

• Kata fetishisme muncul dari fetish, sebuah istilah yang digunakan dalam
antropologi untuk suatu benda yang diyakini memiliki kekuatan
supranatural.

• Bentuk lain : partialism, yakni fetishist terangsang pada salah satu bagian
spesifik dari tubuh pasangannya, seperti kaki, payudara, pusar, pantat,
hidung, telinga, atau rambut panjang dengan warna tertentu.
BAB 1
PENDAHULUAN

• physiological fetishism: fetish terhadap area pubis, payudara atau bokong atau
“fetish yang masih dapat diterima”
• Terfasilitasi oleh bagian tubuh tersebut dan bahkan dapat meningkatkan
kenikmatan seksual atau hanya sebagai pelengkap aktivitas seksual.

• fetishist patologis: terhadap sepatu, sapu tangan atau korset wanita


• sulit untuk mencari pasangan dalam berhubungan seksual.
• tidak akan merespon rangsangan seksual kecuali oleh fetish khusus tersebut

• Prevalensi fetishisme tidak diketahui secara jelas.


• Kaki dan benda-benda yang berhubungan dengan kaki adalah yang paling umum
sebagai target preferensi.
• Tipe parafilia yang paling sering menyertai fetishisme adalah pedofilia dan
transvetisisme.
BAB II
PEMBAHASAN

Definisi
• Fetish diambil dari bahasa Latin "Facticius" yang berarti
"artificial" and "facere", "to make" yang berarti sebuah
benda yang dipercaya memiliki sebuah kekuatan magis
atau spiritual.
• Cambridge's Dictionary, kata ini didefenisikan sebagai
rangsangan secara seksual terhadap benda secara tidak
wajar.
• Menurut PPDGJ III, fetishisme merupakan pengandalan
pada benda mati sebagai suatu stimulus yang dapat
membangkitkan gairah seksual dan memberikan
kepuasan seksual.
BAB II
PEMBAHASAN

Fetishisme dibagi menjadi dua Ini merupakan sebuah "penyakit"


macam tipe : psikologi karena Fetishist terobsesi,
– "Spiritual Love" atau berarti mencintai, dan peningkatan hasrat
fetishisme yang meliputi tingkat seksual hanya pada bagian tertentu
sosial, sikap, sifat, dan pekerjaan itu. Misalnya :4
dari fetish. 1. Bagian tubuh : mata, hidung,
– "Plastic Love" atau berarti bibir, ketiak, pusar, telinga, pantat
fetishisme yang meliputi bagian lain-lain
tubuh, tekstur tertentu, atau 2. Objek pada tubuh : kacamata,
stocking, lingerine, korset, behel,
bahkan benda - benda lain.
rantai, gelang lain-lain
3. Gerakan atau kegiatan :
mengibas rambut, berkeringat.
BAB II
PEMBAHASAN

– Fetishisme menggambarkan bentuk penyimpangan seksual


dimana individu dalam melakukan aktivitas seksual melibatkan
barang-barang tertentu.
– Bila benda-benda yang menyertai aktivitas tersebut tidak ada,
maka individu tidak bergairah atau kehilangan libido
seksualnya.
– Pelaku fetishisme akan mengajak pasangannya untuk
menggunakan benda-benda atau menggunakannya sendiri
dalam setiap aktivitas seksual.
– Bila pasangannya menolak maka fetishist akan memilih tidak
melakukan hubungan seksual sama sekali.
BAB II
PEMBAHASAN
Beberapa jenis fetish didasarkan pada benda-benda yang menjadi objek:1

balloon fetishism (balon)

fur fetishism (bulu binatang)

leather fetishism (seragam dari kulit), seperti: jaket kulit

panty fetishism (celana dalam)

robot fetishism (robot atau mesin)

rubber fetishism (bahan dari karet), seperti: baju renang

shoe fetishism (sepatu), seperti: sepatu hak tinggi, sepatu boot, sepatu
kets,dll.

smoking fetishism (rokok)


BAB II
PEMBAHASAN

ETIOLOGI
• pengalaman traumatik : misal, bertemu seseorang
yang memiliki bibir yang sama dengan orang yang
dia sayangi yang telah meninggal.
• faktor alami dari otak si penderita yang mengingat
terus menerus bagian/objek/ kegiatan orang yang
disayanginnya.
• kebanyakan fetishists cenderung kesepian, tidak
tegas, dan menghabiskan banyak waktu dengan
berkhayal, tetapi tidak dijelaskan mengapa fetishist
tidak tertarik pada wanita yang merangsang.
BAB II
PEMBAHASAN

ETIOLOGI
• Teori Psikoanalisis
• Teori Biologis
• Filogenetik Pertimbangan
• Lesi Lobus Frontal dan Temporal
• Neuronal Cross-link
• Faktor genetik
• Penjelasan lainnya (kedekatan anatomi,
misalnya kaki dan organ genital)
BAB II
PEMBAHASAN
– Penggolongan/Tingkatan
Ada 5 tingkatan fetishist dilihat dari tindakan atau seberapa jauh
hasrat fetishist kepada parts/objek/kegiatan yang dicintainya,
yaitu:8

Tingkat I : Pemuja (Desires)

• tahap awal. Biasanya tidak terlalu terpengaruh atau fetish


tidak terlalu mengganggu pikiran seseorang.
• Contohnya: saat seorang pria mengidamkan wanita dengan
payudara yang besar, rambut pirang, atau berbibir tipis.
Namun bila pria ini tidak mendapatkan wanita yang
diimpikannya itu, dia tidak akan terlalu
mempermasalahkannya dan hubungan seksual dengan
wanita itu tetap berjalan normal.
BAB II
PEMBAHASAN
Tingkat II : Pecandu (Cravers)
• Ini merupakan tingkatan lanjutan dari tingkat awal.
• psikologi orang ini akan membuat dirinya "amat
membutuhkan" pasangan dengan fetish tertentu yang
didambakannya.
• Bila hal itu tidak dapat terpenuhi, akan mengganggu
hubungan seksual orang ini, misalnya hilang hasrat seksual
atau tidak tercapainya orgasme/klimaks.

Tingkat III : Fetishist Tingkat Menengah


• termasuk tingkat yang berbahaya,
• fetishist akan melakukan apapun demi mendapatkan fetish
yang dia inginkan dengan menculik atau mencuri, menyiksa,
atau hal-hal sadis lainnya.
• Hasrat seksual fetishist ini hanya akan terlampiaskan dengan
seseorang yang memiliki bagian yang dia inginkan “tidak
peduli itu lawan jenis ataupun sejenis”.
BAB II
PEMBAHASAN
Tingkat IV : Fetishist Tingkat Tinggi

• Lebih sadis dari tingkat III, pada tingkat ini seseorang ”tidak
akan peduli dengan hal lain diluar fetishnya”.
• Misalnya: Fetish seseorang adalah stocking wanita, maka dia
tidak membutuhkan wanita itu, hanya stockingnya saja
(hammer). Dan yang lebih parah adalah bila fetish seseorang
adalah bagian tubuh, dia hanya membutuhkan bagian tubuh
orang itu saja dan tidak peduli dengan orang yang memiliki
bagian tubuh itu sendiri.

Tingkat V : Fetishistic Murderers

• Tingkatan ini merupakan tingkatan yang sangat parah.


• Pelaku rela membunuh, memutilasi, demi mendapatkan
fetish yang dia inginkan.
BAB II
PEMBAHASAN

Gambaran Klinis

• Fetishist sering masturbasi sambil memegang atau


menggosok objek fetish atau mungkin meminta pasangan
seksual untuk memakai objek fetish dalam hubungan
seksual mereka.
• Fetish ini biasanya diperlukan atau sangat disukai untuk
memunculkan rangsangan seksual, dan dalam ketiadaan
mungkin akan ada disfungsi ereksi pada laki-laki.
• Fetisisme biasanya dimulai oleh remaja, meskipun fetish
Gambar 1. Foot fetishism mungkin bisa muncul lebih awal dalam masa anak-anak.
Setelah menjadi suatu kebiasaan yang menetap, fetishisme
cenderung kronis. 9
BAB II
PEMBAHASAN

Diagnosis

• didiagnosis hanya apabila fetish merupakan sumber yang paling


penting dari stimulasi seksual atau esensial untuk respons seksual yang
memuaskan.
• Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III (PPDGJ III), kode yang sesuai untuk fetishisme adalah
F65.0. 10
• Dalam hal ini pelaku biasanya mengalami tekanan jiwa secara klinis
dan cenderung terisolir dari kehidupan sosial, pekerjaan, atau bidang
fungsi penting lainnya dan bisa membahayakan baik dirinya maupun
orang lain.3
BAB II
PEMBAHASAN
Adapun kriteria diagnostik untuk fetishisme menurut DSM-IV,
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders adalah:11

• Selama waktu sekurangnya 6 bulan terdapat khayalan yang


merangsang secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang
berulang dan kuat berupa pemakaian benda-benda mati (misalnya,
pakaian dalam wanita)
• Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku yang menyebabkan
penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi
sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
• Objek fetish bukan perlengkapan pakaian wanita yang digunakan pada
“cross-dressing” (berpakaian lawan jenis) seperti pada fetishisme
transvestik atau alat-alat yang dirancang untuk tujuan stimulasi taktil
pada genital, misalnya sebuah vibrator.
BAB II
PEMBAHASAN
Diagnosis Banding
– Transvestisme Fetishistik adalah mengenakan pakaian dari
lawan jenis dengan tujuan untuk mencapai kepuasan
seksual. Gangguan ini dibedakan dari fetishisme simpleks
dimana pakaian sebagai barang fetishistik bukan hanya
sekadar dikenakan, tetapi dikenakan juga untuk
menciptakan penampilan seseorang dari lawan jenis.
Biasanya lebih dari satu barang yang dikenakan dan sering
kali suatu perlengkapan menyeluruh, termasuk rambut
palsu dan tata rias wajah.12
BAB II
PEMBAHASAN
Penatalaksanaan
1. Psikoterapi :
Ada dua perawatan terapi untuk fetishisme, yaitu terapi perilaku kognitif
dan psikoanalisis serta dapat dilengkapi dengan perawatan terapi tambahan
lainnya.1, 13
a) Terapi perilaku kognitif bertujuan untuk mengubah perilaku seseorang
tanpa menganalisis bagaimana dan mengapa hal tersebut muncul.
b) Terapi psikoanalisis (Sigmund Freud) ini berupaya untuk menempatkan
pengalaman trauma bawah sadar yang menyebabkan awal timbulnya
fetishisme. Dengan membawa pengetahuan bawah sadar pada suara hati,
lalu mendorong pasien mampu bekerja dengan traumanya secara rasional
dan emosional, ia akan terbebas dari masalahnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Penatalaksanaan
1. Psikofarmaka
- Berbagai obat farmasi yang tersedia, yang menghambat produksi hormon
steroid, terutama hormon testosteron pada laki-laki dan hormon estrogen
pada perempuan. Dengan menghambat tingkat hormon seks steroid, hasrat
seksual menjadi berkurang. Jadi secara teori, seseorang bisa mendapatkan
kemampuan untuk mengendalikan fetish mereka disertai dengan proses
pemikiran yang cukup tanpa terganggu oleh rangsangan seksual.
BAB II
PEMBAHASAN
Penatalaksanaan
1. Psikofarmaka
- Penelitian lain mengasumsikan bahwa fetish menyerupai gangguan
obsesif-kompulsif sehingga gangguan ini dapat teratasi dengan penggunaan
obat-obatan psikiatri (inhibitor reuptake serotonin dan dopamine blocker)
untuk mengendalikan parafilia termasuk fetishisme yang mengganggu
kemampuan seseorang untuk berfungsi.13

- Beberapa penelitian telah menunjukkan hasil positif dalam studi kasus


tunggal dengan beberapa obat, salah satunya adalah obat topiramate yaitu
suatu obat antikonvulsan baru dan berguna dalam beberapa kasus
fetishisme. Perawatan fisik melalui psikofarmaka cocok untuk mendukung
salah satu metode psikologis.1
BAB II
PEMBAHASAN
PROGNOSIS
• Prognosis buruk untuk fetishisme adalah
berhubungan dengan onset usia yang awal,
tingginya frekuensi tindakan, tidak ada perasaan
bersalah atau malu terhadap tindakan tersebut,
dan penyalahgunaan zat.
• Perjalanan penyakit dan prognosis adalah baik
jika pasien memiliki motivasi tinggi untuk
berubah, dan jika pasien datang berobat sendiri,
bukannya dikirim oleh badan hukum.11
BAB III
KESIMPULAN

– Fetishisme adalah kelainan yang dikarakteristikan sebagai


dorongan seksual hebat yang berulang dan secara seksual
menimbulkan khayalan yang dipengaruhi oleh objek yang
bukan manusia.
– Pada fetishisme, dorongan seksual terfokus pada benda
atau bagian tubuh (seperti, sepatu, sarung tangan, celana
dalam, atau stoking) yang secara mendalam dihubungkan
dengan tubuh manusia.
– Penderita kelainan Fetishisme sering masturbasi sambil
memegang atau menggosok objek fetish atau mungkin
meminta pasangan seksual untuk memakai objek fetish
dalam hubungan seksual mereka.
BAB III
KESIMPULAN

Adapun kriteria diagnostik untuk fetishisme menurut DSM-IV, Diagnostic


and Statistical Manual of Mental Disorders adalah:
– Selama waktu sekurangnya 6 bulan terdapat khayalan yang merangsang
secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat
berupa pemakaian benda-benda mati (misalnya, pakaian dalam wanita)
– Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku yang menyebabkan penderitaan
yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan,
atau fungsi penting lainnya.
– Objek fetish bukan perlengkapan pakaian wanita yang digunakan pada
“cross-dressing” (berpakaian lawan jenis) seperti pada fetishisme
transvestik atau alat-alat yang dirancang untuk tujuan stimulasi taktil pada
genital, misalnya sebuah vibrator.
DAFTAR PUSTRAKA
– Anggrawal A. Forensic and Medico-legal Aspects of Sexual Crimes and Unusual Sexual Practices. United states of
America: CRC press. 2009; Chater 5th; 109-23
– Scorolli C, Ghirlanda S, Enquist M, Zattoni S, Jannini EA. Relative prevalence of different fetishes. Int J Impot Res.
2007 Jul-Aug;19(4):432-7.
– Webster, L., Disorders of sexual preference and gender identity, in Psychosexual Medicine - An Introduction,
Skrine, R. and Montford, H., Eds., Arnold, London, 2001, chap. 15
– Pitcher, D., Fetishism, in Principles and Practice of Forensic Psychiatry, Bluglass, R. and Bowden, P., Eds., Churchill
Livingstone, Edinburgh, 1990, chap. VIII.3
– Cetinkava H, Domian M. Sexual fetishism in a quail (Coturnix japonica) model system: test of reproductive
success. J Comp Psychol. 2006 Nov 120(4):427–33.
– Canadian Legal Information Institute. Criminal Code of Canada. Available from : http://www.canlii.org/ca/sta/c-
46/
– Cetinkava H, Domian M. Sexual fetishism in a quail (Coturnix japonica) model system: test of reproductive
success. J Comp Psychol. 2006 Nov 120(4):427–33
– American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th ed. Text rev.
American Psychiatric Association, Washington DC, 2000
– Sadock, BJ. Kaplan & Sadock’s Synopsis Of Psychiatry 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2007.p.705-14
– Maslim R. Buku Saku Diagnosis Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta: Bina Rupa Aksara. 2001.
– ICD-10 diagnostic code for fetishism. Available from:
http://www.who.int/classifications/apps/icd/icd10online/?gf60.htm+f65
– Shiah IS, Chao CY, Mao WC, Chuang YJ. Treatment of paraphilic sexual disorder: the use of topiramate in
fetishism. Int Clin Psychopharmacol. 2006 Jul;21(4):241-3.

Anda mungkin juga menyukai