BAGIAN RADIOLOGI
OKTOBER, 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
DIVERTIKULOSIS
Oleh :
Pembimbing :
dr. Andi Hendra Yusa, Sp.Rad
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
LEMBAR PENGESAHAN
i
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
Definisi................................................................................................................ 2
Etiologi................................................................................................................ 3
Epidemiologi....................................................................................................... 4
Diagnosis ............................................................................................................ 4
Radiologi Diagnostik.......................................................................................... 4
Penatalaksanaan.................................................................................................. 6
Komplikasi.......................................................................................................... 9
Prognosis............................................................................................................. 10
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Penyakit Divertikular merupakan suatu kelainan, di mana terjadi herniasi
mukosa/submukosa dan hanya dilapisi oleh tunika serosa pada lokasi dinding
kolon yang lemah yaitu tempat di mana vasa rekta menembus dinding kolon.2
Divertikulosis diartikan sebagai kantung atau penonjolan keluar dari
kolon, terjadi dalam jangka waktu yang lama dan terjadi pada natural weak
points dinding usus.3
2
Gambar 1. Anatomi Usus Besar 5
Kolon normalnya menerima sekitar 500 mL kimus dari usus halus perhari.
Karena sebagian besar pencernaan dan penyerapan telah diselesaikan di usus
halus, isi yang disalurkan ke kolon terdiri dari residu makanan yang tak
tercerna (misalnya selulosa), komponen empedu yang tidak diserap, dan
cairan. Kolon mengekstraksi H20 dan garam dari isi lumennya untuk
membentuk massa padat yang disebut feses untuk dikeluarkan dari tubuh.
Fungsi utama usus besar adalah untuk menyimpan tinja sebelum defekasi.
Selulosa dan bahan lain yang tak tercerna di dalam diet membentuk sebagian
besar massa dan membantu mempertahankan keteraturan pergerakan usus
dengan berkontribusi pada volume isi kolon.5
Umumnya gerakan usus besar berlangsung lambat dan tidak mendorong,
yang sesuai fungsinya sebagai tempat penyerapan dan penyimpanan.
Motilitas utama kolon adalah kontraksi haustra yang dipicu oleh ritmitas
autonomy sel-sel otot polos koln. Kontraksi ini, yang menyebabkan kolon
membentuk haustra, merupakan kontraksi berbentuk cincin yang berosilasi
yang serupa dengan segmentasi usus halus tetapi terjadi lebih jarang. Waktu
di antara dua kontraksi haustra dapat mencapai tiga puluh menit, sementara
kontraksi segmentasi di usus halus berlangsung dengan frekuensi 9 hingga 12
kali per menit. Lokasi kantong haustra secara bertahap berubah sewaktu
segmen yang semula melemas dan membentuk kantong mulai berkontraksi
3
secara perlahan sementara bagian yang tadinya berkontraksi melemas secara
bersamaan untuk membentuk kantong baru. Gerakan ini tidak mendorong isi
usus tetapi secara perlahan mengaduknya maju-mundur sehingga isi kolon
terpajan ke mukosa penyerapan. Kontraksi haustra umumnya dikontrol oleh
reflex-refleks local yang elibatkan pleksus intrinsik.5
Ketika makanan masuk ke lambung, pergerakan massa dipicu di kolon
terutama oleh reflex gastrokolon yang diperantarai dari lambung ke kolon
oleh gastrin dan saraf autonom ekstrinsik. Pada banyak orang, reflex ini
paling jelas setelah sarapan dan sering diikuti oleh keinginan untuk buang air
air besar. Karena itu, ketika makanan masuk ke saluran cerna, terpicu reflex-
refleks yang memindahkan isi yang sudah ada ke bagian distal untuk
menyediakan tempat bagi makanan yang baru masuk. Refleks gastroileum
memindahkan isi usus halus yang masih ada ke dalam usus besar, dan reflex
gastrocolon mendorong isi kolon ke dalam rektum, memicu reflex defekasi.
Refleks defekasi menyebabkan sfingter anus internus (yang merupakan
otot polos) melemas dan rektum dan kolon sigmoid berkontraksi lebih kuat.
Jika sfingter anus eksternus (yang merupakan otot rangka) juga melemas,
terjadi defekasi. Karena merupakan otot rangka, sfingter anus eksternus
berada di bawah kontrol volunter. Peregangan awal dinding rektum disertai
oleh timbulnya rasa ingin buang air besar.5
C. ETIOLOGI
4
Konsumsi makanan yang berserat tinggi, terutama serat yang tidak larut
(selulosa) yang terkandung dalam biji-bijian, sayur-sayuran dan buah-buahan,
akan berpengaruh pada pembentukan tinja yang lebih padat dan besar
sehingga dapat memperpendek waktu transit feses dalam kolon dan
mengurangi tekanan intraluminal yang mencegah timbulnya divertikel. Di
samping itu, serat penting dalam fungsi fermentasi bakteri dalam kolon dan
merupakan substrat utama dalam produksi asam lemak rantai pendek yang
berpengaruh pada pengadaan energy yang dibutuhkan mukosa kolon,
menghasilkan atau mempengaruhi pertumbuhan mukosa dengan cara
meningkatkan aliran darah.2
Pada segmentasi yang meningkat akan terjadi oklusi pada kedua ujung
segmen sehingga tekanan intraluminal meningkat secara berlebihan terjadi
herniasi mukosa/submukosa dan terbentuk divertikel.2
Hal lain yang berpengaruh pada kejadian divertikel adalah faktor usia di
mana pada usia lanjut terjadi penurunan tekanan mekanik dinding kolon
sebagai akibat perubahan struktur kolagen dinding usus. Beberapa faktor
lingkungan yang diduga berpengaruh pada kejadian divertikel adalah
konsumsi daging (red meat) berlebihan dan makanan tinggi lemak. Merokok,
minum kopi (kafein) dan alkohol, tidak terbukti berpengaruh pada kejadian
divertikel; namun merokok dan penggunaan obat antiinflamasi non-seroid
(asetaminofen) meningkatkan risiko timbulnya komplikasi.2
5
Distribusi divertikel dalam kolon, antara lain: kolon sigmoid 95%, hanya
sigmoid 65%, dekat sigmoid (sigmoid normal) 4%, seluruh kolon 7%.2
D. EPIDEMIOLOGI
E. DIAGNOSIS
6
inflamasi peritoneal akibat terjadinya mikroperforasi atau makroperforasi
dengan peritonitis generalisata. Kemungkinan teraba adanya massa bila
proses inflamasi menjadi abses.2
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada Divertikulosis adalah Barium Enema
dan Kolonoskopi. Sensitivitas barium enema sangat tinggi, bahkan polip
kecil saja dapat terdeteksi. Pemeriksaan barium enema dapat menilai kolon
secara keseluruhan terutama jika terdapat suatu patologi di kolon bagian
distal yang menghalangi masuknya kolonoskop retrograde. Sedangkan
manfaat utama kolonoskopi adalah dimungkinkannya pemeriksaan
maupun intervensi kolon secara menyeluruh. Kolonoskopi sangat
direkomendasikan dalam mendiagnosis diverticulitis untuk
mengidentifikasi potensi adanya kanker kolorektal. 6
F. RADIOLOGI DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Barium Enema (Colon In Loop)
Barium enema juga menunjukkan adanya spasme segmental dan
penebalan otot yang mempersempit lumen dan memberikan gambaran
saw-toothed appearance. Namun pemeriksaan barium enema
kontraindikasi dilakukan pada fase akut diverticulitis.7
7
Gambar 3. Pemeriksaan Barium Enema pada Diverticulitis menunjukkan abses
pada kuadran bawah kiri menekan kolon sigmoid yang terisi barium. Terdapat
kontras extralumen dari diverticulum yang mengalami perforasi.9
2. CT Scan
Pemeriksaan dengan CT Scan dapat memberikan gambaran lebih
defenitif dengan evaluasi keadaan usus dan mesenterium yang lebih baik
disbanding dengan pemeriksaan USG abdomen.2
Hasil pemeriksaan CT Scan dapat ditemukan penebalan dinding
kolon, streaky mesenteric fat, dan tanda abses.2
8
Gambar 5. Gambaran CT Scan dengan penebalan dinding kolon sigmoid,
staggered haustra, dan diverticula yang menonjol keluar11
3. USG Abdomen
Pada pemeriksaan USG abdomen ditemukan gambaran penebalan
dinding kolon dan massa yang kistik.
9
G. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan Konservatif
Pemberian makanan berserat/ cereal bran sebagai suplemen dalam
makanan pada pengobatan asimptomatik dan simptomatik penyakit
diverticular, tidak hanya dapat mencegah terjadinya divertikel namun
sekaligus dapat engurangi dan memperbaiki gejala-gejala serta mencegah
timbulnya komplikasi.2
- Cereal bran paling bermanfaat dalam menurunkan waktu transit di
sepanjang saluran cerna
- Mengurangi makan daging dan lemak
- Memperbanyak makan sayuran dan buah-buahan
- Tambahan serat 30-40 gram/hari atau pemberian laktulosa yang
dapat meningkatkan berat feses (sebagai osmotic laksatif pada
simptomatik PD) 2 x 15 ml/hari
- Pemberian antibiotic rifaximin yang kurang diabsorbsi ditambah
suplemen serat, dapat mengurangi gejala penyakit diverticular yang
tidak berkomplikasi
2. Tindakan Operatif
Pada umumnya tindakan dengan penanganan konservatif dapat
dilakukan pada penyakit diverticular dengan komplikasi diverticulitis,
namun apabila komplikasi diverticulitis berlanjut maka tindakan operasi
dilakukan, baik operasi elektif maupun operasi darurat berdasarkan
keadaan sebagai berikut:
a.) Perforasi bebas dengan peritonitis generalisata
b.) Obstruksi
c.) Abses yang tidak dapat diresolusi melalui piranti perkutan
d.) Fistula
e.) Pengobatan konservatif tidak berhasil dan keadaan pasien yang makin
memburuk
10
H. KOMPLIKASI
I. PROGNOSIS
11
BAB III
KESIMPULAN
Pneumonia adalah salah satu penyakit akibat infeksi parenkim paru yang
dapat menyerang segala usia. Pneumonia paling banyak disebabkan oleh infeksi
bakteri Streptococcus pneumonia dengan gejala yang muncul seperti demam,
menggigil, berkeringat, batuk (baik non produktif atau produktif atau
menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada karena
pleuritis dan sesak.
Diagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik serta dibantu dengan pemeriksaan penunjang, antara lain: pemeriksaan
radiologis, laboratorium, dan bakteriologis.. Pada prinsipnya penatalaksaan utama
pneumonia adalah memberikan antibiotik tertentu terhadap kuman tertentu infeksi
pneumonia. Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa menimbulkan
komplikasi. Akan tetapi, beberapa pasien, khususnya kelompok pasien risiko
tinggi, mungkin mengalami beberapa komplikasi seperti bakteremia (sepsis),
abses paru, efusi pleura, dan kesulitan bernapas.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Kumar, etc. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 9. Elsevier Inc. 2015.
2. Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia.
2014.
3. Jackson, W. Diverticulosis and Diverticulitis. 2011. Available from:
http://www.gicare.com/disease/diverticulosis.html
4. Brunicardi FC, Andersen DK, etc. Schwartz’s Principle of Surgery 9th ed.
McGraw-Hill Company. 2010.
5. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 8. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2015.
6. Townsend JR., Beauchamp RD., Evers BM., Mattox KL. Sabiston
Textbook of Surgery : The Biological Basis of Modern Surgical Practice
17th ed. Elsevier. 2004. P 1404-22
7. Anonim. Diverticulosis/Diverticulitis. 2011. [cited on October 17th 2020].
Available from:
13
http://www.meddean.luc.edu/lumen/MedEd/Radio/curriculum/Mechanism
s/MHD/Diverticulitis.htm
8. https://www.gastroenterologyadvisor.com/colorectal-
neoplasia/colonoscopy-recommended-after-diverticulitis-to-identify-
potential-crc/ pada 18 Oktober 2020 Pukul 20.25 WITA
9. http://www.learningradiology.com/ pada 17 Oktober 2020 Pukul 20:35
WITA
10. Haile T. Debas, MD. Gastrointestinal Surgery. Pathophysiology and
Management. Springer-Verlag New York, Inc. 2004.
11. Kristen K, David P. Imaging Update: Acute Colonic Diverticulitis. 2009
Aug 22(3): 147. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2780264/
14