Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus

PNEUMOTHORAKS

Disusun Oleh:

Novel Gultom

NIM: 1808436714

Pembimbing:

dr. Sri Indah Indriani, SpP

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

RUMAH SAKIT UMUM ARIFIN ACHMAD

PEKANBARU

2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

Pneumothoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura.

Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan

penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan

maksimal sebagaimana biasanya ketika bernafas. Pneumotoraks dapat terjadi baik

secara spontan maupun traumatic. Pneumotoraks spontan dapat bersifat primer dan

sekunder sedangkan pneumothoraks traumatic dapat bersifat iatrogenic dan non

iatrogenic. Pneumotoraks spontan primer mengenai pasien yang tidak memiliki

gangguan ataupun penyakit pada paru sedangkan pneumotoraks spontan sekunder

terjadi pasien dengan penyakit paru yang mana paling sering adalah PPOK dan TB.

Insidensi pneumothoraks sulit diketahui karena Insidensi pneumotoraks sulit

diketahui karena episodenya banyak yang tidak diketahui. Namun dari sejumlah

penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa pneumotoraks lebih sering

terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering

daripada wanita, dengan perbandingan 5 : 1.2

Sesuai perkembangan di bidang pulmonologi telah banyak dikerjakan pendekatan

baru berupa tindakan torakostomi disertai video (VATS = video assisted thoracoscopy

surgery), ternyata memberikan banyak keuntungan pada pasien-pasien yang

2
mengalami pneumotoraks relaps dan dapat mengurangi lama rawat inap di rumah

sakit2

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pneumotoraks

Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara pada rongga pleura.

Pneumothoraks dapat disebabkan karena cedera tumpul atau traum penetrasi pada

dada, prosedur kesehatan atau karena adanya penyakit paru. Pneumothoraks dibagi

berdasarkan etiologi yaitu pneumothoraks spontan, pneumothoraks traumatic atau

iatrogenic. Pneumothoraks spontan diklasifikasikan lagi sebagai pneumothoraks

spontan primer dan pneumothoraks spontan sekunder. 3

2.1.1 Pneumotoraks Spontan Primer

Pneumotoraks Spontan primer terjadi pada pasien tanpa adanya penyakit paru

sebeelumnya. Keadaan ini akan menyebabkan hilangnya tekanan negatif pada rongga

pleura dan mengakibatkan akumulasi udara pada rongga pleura. Pneumotoraks

spontan primer terjadi pada 7,4 – 18 kasus per 100000 populasi per tahun pada laki-

laki dan 1,2 – 6 kasus per 100000 populasi per tahun pada perempuan. Merokok

ataupun mengonsumsi obat terlarang serta bentuk fisik yang tinggi dan kurus

merupakan faktor risiko terjadinya pneumothoraks spontan primer pada laki-laki.3

2.1.2 Pneumothoraks Spontan Sekunder

Pneumothoraks spontan sekunder terjadi pada pasien yang memiliki penyakit

paru yang mendasari sebelumnya. Penyakit paru yang paling sering menyebabkan

pneumothoraks spontan sekunder adalah PPOK dengan emphysema, kistik fibrosis,

4
tuberculosis, kanker paru, interstitial pneumonitis dan HIV – Pneumocystis carinii

pneumonia.1 Angka kejadian pneuthoraks spontan sekunder sebesar 6,3 kasus per

100000 laki-laki tiap tahun pada dan 2,0 kasus per 100000 perempuan tiap tahun.3

Kejadian pneumothoraks spontan sekunder terjadi paling tinggi pada pasien dengan

rentang umur 60 – 65 tahun.3

2.1.3 Pneumothoraks Traumatik

Pneumothoraks traumatik terjadi akibat adanya suatu trauma baik trauma

penetrasi maupun trauma tumpul yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada

maupun paru. Pneumothoraks traumatic dibagi menjadi 2 jenis yaitu :4

1. Pneumothoraks traumatic non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi

karena jejas kecelakaan misalnya jejas pada dinding dada

2. Pneumothoraks traumatic iatrogenic, yaitu pneumothoraks yang terjadi akibat

komplikasi dari tindakan medic.

2.2 Patofisiologi

Rongga dada memiliki paru-paru, jantung dan banyak pembuluh darah besar.

Pada tiap sisi dari rongga paru terdapat membrane pleura yang melapisi permukaan

paru atau biasa disebut pleura visceral dan juga terdapat membrane pleura yang

melapisi dinding dada yang biasa disebut sebagai pleura parietal. Diantara pleura

parietal dan pleura visceral terdapat sebuah rongga yang disebut sebagai rongga

pleura. Pada rongga pleura terdapat cairan serosa lubrikan dalam jumlah sedikit.

Paru- paru dapat menggembang secara penuh pada rongga dada dikarenakan tekanan

5
pada paru-paru lebih tinggi daripada tekanan yang berada pada rongga pleura.

Pneumothoraks hanya dapat terjadi jika udara dapat masuk ke dalam rongga pleura.

Masuknya udara ke rongga pleura dapat melalui dinding dada yang rusak atau paru-

paru yang rusak, atau karena mikroorganisme pada rongga pleura yang menghasilkan

gas.

2.4 Diagnosis Pneumothoraks

2.4.1 Gejala Klinis

Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah.5 :

1. Sesak nafas, didapatkan pada hampir 80 – 100% pasien. Seringkali sesak

dirasakan mendadak dan makin lama makin memberat. Pasien bernafas

tersengal, pendek, dengan mulut terbuka.

2. Nyeri dada, didapatkan pada 75 – 90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada

sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak

pernafasan.

3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25 -35%

4. Denyut jantung meningkat

5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang

6. Tidak menunjukkan gejala yang terdapat pada 5 – 10% pasien, biasanya pada

jenis pneumotoraks spontan primer.

7. Riwayat pneumothoraks sebelumnya karena sering terjadinya rekurensi

antara 15 – 40%

2.4.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan :5

6
1. Inspeksi :

a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiperekspansi

dinding dada)

b. Pada waktu inspirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal

c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat

2. Palpasi

a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar

b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat

c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit

3. Perkusi

a. Perkusi pada sisi yang sakit akan terdengar hipersonor

b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat.

4. Auskultasi

a. Suara nafas melemah sampai menghilang

2.4.3 Pemeriksaan Penunjang

2.4.3.1 Foto Rontgen

Gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen kasus pneumotoraks

antara lain5 :

1. Bagian pneumotoraks akan tampak lebih lusen, rat dan paru yang kolaps akan

tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang – kadang paru yang kolaps

tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus

paru.

7
2. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang

berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas

sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringannya sesak

napas yang dikeluhkan.

3. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, ruang interkostal

melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada

pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar

telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi

4. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya keadaan

sebagai berikut :

a. Pneumomediastinum, terdapatnya ruang atau celah hitam pada tepi

jantung, mulai dari basis sampai apeks. Hal ini terjadi apabila

pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang

dihasilkan akan terjebak di mediastinum.

b. Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah

kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari

pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum

lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu

daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang

mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak

cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan

sampai ke daerah dada depan dan belakang.

8
c. Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak

permukaan cairan sebagai garis datar diatas diafragma (air fluid level).

2.4.3.2 Analisa Gas Darah

Analisa gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemia meskipun

pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas

yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.5

2.4.3.3 CT – Scan

CT-Scan thoraks adalah pemeriksaan yang paling dapat diandalkan untuk

diagnosis dari pneumothoraks, tetapi penggunaan CT-Scan tidak direkomendasikan

secara rutin pada pneumothoraks. Modalitas CT-Scan dapat membantu berbagai hal

seperti :5

1. Membedakan antara sebuah bula yang besar dan pneumothoraks

2. Menentukan ukuran pneumothoraks terutama pada pneumothoraks yang kecil

3. Memastikan diagnosis pneumothoraks pada pasien cedera kepala yang

diberikan centilasi mekanik

4. Mendeteksi pneumothoraces dan pneumomediastinum

CT-Scan telah banyak digunakan pada berbagai praktik klinis untuk menilai

kemungkinan terjadinya pneumothoraks bersamaan dengan penyakit paru Karena

CT-Scan dapat memperlihatkan keseluruhan detail dari parenkim paru dan pleura.

9
2.5 Tatalaksana

Tujuan utama penatalaksanaan pneumothoraks adalah untuk mengeluarkan

udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada

prinsipnya, penatalaksanaan pneumothoraks adalah sebagai berikut6 :

1. Observasi dan Pemberian O2

Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah

menutup, maka udara yang berada di dalam rongga pleura tersebut akan

direabsorbsi. Laju reabsorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan

tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto thoraks

serial tiap 12 – 24 jam pertama selama 2 hari.

2. Tindakan dekompresi

Tindakan dekompresi sebaiknya dilakukan seawall mungkin pada

pneumothoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan

untuk mengurangi tekanan intrapleura dengan membuat hubungan antara

rongga pleura dengan udara luar dengan cara

a. Memasukkan jarum melalui dinding dada terus masuk ke rongga

pleura, dengan demikian tekanan positif di rongga pleura akan berubah

menjadi negatif karena udara mengalir ke luar melalui jarum tersebut

b. Membuat hubungan dengan dunia luar melalui kontra ventil :

i. Dapat memakai infus set

Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam

rongga pleura, kemudian infus set yang dipotong pada pangkal

saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah

10
klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang

keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol.

ii. Jarum IV Cath

Jarum IV Cath merupakan alat yang terdiri dari

gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada

posisi yang tepat di dinding toraks sampai menembus ke

rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal.

Kanula ini kemudian disambungkan dengan pipa plastic infus

set. Pipa infus ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi

air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung

udara yang keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam

botol

iii. Pipa Water Sealed Drainage (WSD)

Pipa khusus (toraks kateter) steril dimasukkan ke rongga

pleura dengan perantaraan trokar atau dengan bantuan klem

penjepit. Pemasukan trokar dapat dilakukan melalui celah yang

telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada

linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu

dapat pula melalui sela iga ke-2 di linea mid klavikula.

Setelah trokar masuk, maka toraks kateter segera

dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian trokar dicabut,

sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di rongga

pleura. Selanjutnya ujung kateter thoraks yang ada di dada dan

11
pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastic lainnya. Posisi

ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm

dibawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan

mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.

Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan

intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan

memberi tekanan negatif sebesar 10 – 20 cm H2O dengan tujuan

agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah mengembang

maksimal dan tekanan intrapleura sudah negatif kembali, maka

sebelum dicabut dapat dilakukan uji coba terlebih dahulu dengan

cara pipa dijepit selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga

pleura kembari menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut.

Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan

ekspirasi maksimal.

iv. Torakoskopi

v. Torakotomi

vi. Dekortikasi

vii. Pleurodesis

Apabila pneumothoraks yang terjadi adalah pneumothoraks spontan sekunder

yang mana memiliki penyakit yang mendasari maka diberikan pengobatan tambahan

berdasarkan penyebabnya misalnya disebabkan oleh TB maka diberikan OAT. Pasien

dilakukan istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat. Pemberian

12
antibiotic profilaksis setelah tindakan bedah dapat dipertimbangkan, untuk

menghindari insidensi komplikasi seperti emfisema.

Penderita yang telah sembuh dari pneumothoraks harus dilakukan pengobatan

secara tepat untuk penyakit dasarnya. Untuk sementara waktu, pasien dilarang

mengejan, batuk atau bersin terlalu keras. Bila pasien mengalami kesulitan defekasi

maka diberikan laksan ringan. Kontrol pasien pada waktu tertentu terutama kalau

terdapat keluhan batuk ataupun sesak nafas.

13
BAB III

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Ny. NH

Umur : 44 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal masuk RS : 24 Juli 2019

Tanggal pemeriksaan : 25 Juli 2019

ANAMNESIS

Keluhan utama

Sesak nafas yang semakin memberat sejak 1 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 10 hari SMRS, pasien mengeluhakan sesak nafas. Sesak dirasakan


semakin memberat 1 hari SMRS. Sesak nafas tidak berbunyi ngik. Sesak tidak
dipengaruhi oleh cuaca, makanan, dan debu. Sesak dirasakan setiap waktu terutama
saat beraktivitas. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak berwarna hijau kental
sejak 10 hari SMRS. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada sebelah kanan. Nyeri dada
hilang timbul dan memberat ketika pasien batuk. Nyeri dada tidak menjalar.
Semenjak pasien sakit, pasien tidak dapat tidur terlentang karena sesak nafas bila
tidur terlentang. Pasien lebih nyaman pada posisi duduk. Pasien juga mengeluhkan
demam yang hilang timbul, keringat di malam hari serta penurunan berat badan. BAB
dan BAK pasien dalam batas normal

14
Riwayat Penyakit Dahulu :

a. Riwayat minum obat 6 bulan atau OAT (-)


b. Riwayat Asma (-)
c. Riwayat Hipertensi (+)
d. Riwayat Diabetes mellitus (-)
e. Riwayat penyakit jantung (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

a. Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama


b. Riwayat minum obat 6 bulan tidak diketahui
c. Riwayat asma dan alergi (-)
d. Riwayat hipertensi (-)
e. Riwayat diabetes mellitus (-)

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan:


- Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga
- Kebiasaan merokok (-).
- Alkohol (-)
- Napza (-)

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : tampak sakit sedang TB : 160 Cm


Kesadaran : komposmentis kooperatif BB : 48 Kg
Tekanan darah : 140/90 mmHg BMI : 18,75 (Normoweight)
Nadi : 82 x/menit
Pernafasan : 30 x/menit
Suhu : 36,5° C
Sp02 : 98% terpasang O2 nasal kanul dengan 3 L/menit

15
Kepala dan leher:

Konjungtiva : Konjugtiva pucat(-/-)

Sklera : Ikterik (-/-)

Pupil : Bulat, isokor diameter 2mm/2mm, refleks cahaya +/+

Hidung : Nafas cuping hidung (-)

Mulut : Pursed-lip breathing (-), sianosis (-)

Leher :Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), JVP 5-2 cmH2O

Paru :

Inspeksi: pergerakan dinding dada kanan tertinggal dibandingkan dengan dinding


dada kiri

Palpasi : Vokal fremitus dada kanan melemah dibanding dada kiri

Perkusi : Hipersonor pada lapang paru kanan, sonor pada lapang paru kiri. Batas
paru-hati kanan:SIK VI dekstra.

Auskultasi :Vesikuler (↓/+), Ronki (-/-), Wheezing (-/-).

Jantung :

Inspeksi : IC tidak terlihat


Palpasi : IC tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kiri: 1 jari medial SIK 6 linea midclavicula sinistra
Batas jantung kanan: Linea midclavicula dekstra SIK 5

Auskultasi : Bunyi S1 dan S2 normal reguler, Murmur (-), Gallop (-)

16
Abdomen :

Inspeksi : Datar, venektasi (-), scar (-)

Auskultasi : BU (+) normal 10x/menit

Palpasi : Supel pada seluruh lapangan abdomen, nyeri tekan (-), Hepar dan
Lien tidak teraba
Perkusi : Timpani pada seluruh lapangan abdomen

Ekstremitas :

Akral hangat, clubbing finger (-), CRT < 2 detik, edema (-/-).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium darah rutin (Tanggal 24-7-2019)

Hb : 16,8 g/dL

MCV : 89,5 Fl

MCH : 29,4 pg

Leukosit : 12.000 uL

Ht : 51,1 %

Trombosit : 436.000 uL

Neutrofil :78,3 %

Ureum : 10 mg/dL

Kreatinin : 1,0 mg/dL

17
AST : 196 U/L

ALT : 209 U/L

Foto Toraks (22 Juli 2019)

Hasil rontgen toraks didapatkan :

 Identitas sesuai
 Foto PA
 Marker Left
 Kekerasan cukup
 Trakea midline
 Tulang klavikula, tulang skapula dan
vertebrae intak
 Jaringan lunak baik > 2 cm
 Sudut kostofrenikus kanan lancip,
diafragma licin
 Sudut kostofrenikus kiri sulit dinilai,
diafragma sulit dinilai
 Jantung: terdorong ke kiri
 CTR : sulit dinilai
 Gambaran lebih radiolusen pada
paru sebelah kanan
 Terdapat infiltrat pada paru kiri

18
RESUME :

Ny. NH 44 tahun dirawat di RSUD AA dengan keluhan sesak nafas yang


memberat sejak 1 hari SMRS. Sesak tidak berkurang dengan istirahat. Pasien juga
mengeluhkan batuk berdahak berwarna hijau kental. Pasien mengeluhkan demam,
keringat malam dan penurunan berat badan 1 bulan terakhir. Dari hasil pemeriksaan
umum didapatkan tekanan darah pasien 140/90mmHg, pernafasan 30 x/menit, nadi
88 x/menit, suhu 36,5°C dan SpO2 97% dengan dipasang oksigen nasal kanul
4L/menit. Pada pemeriksaan thorak, dari inspeksi didapatkan dinding dada kanan
tertinggal dibandingkan dinding dada kiri, pada pemeriksaan palpasi didapatkan vocal
fremitus melemah di paru kanan dibandingkan di paru kiri, pada perkusi didapatkan
hipersonor pada lapang paru kanan dan sonor di paru kiri, saat dilakukan auskultasi
didapatkan vesikuler melemah pada seluruh lapang paru kanan. Jantung terdorong ke
arah kiri, abdomen dan ekstremitas pasien dalam batas normal. Dari pemeriksaan
laboratorium didapatkan hasil pemeriksaan darah rutin di dapatkan leukositosis dan
peningkatan enzim transaminase dan dari pemeriksaan foto toraks didapatkan hasil
gambaran lebih radiolusen pada paru kanan.

DIAGNOSIS

- Terduga TB Paru Klinis Baru

MASALAH
- Pneumothoraks Spontan Sekunder

- Peningkatan Serum Transaminase

RENCANA PEMERIKSAAN

1. Kultur sputum dan sensitivitas


2. Sputum BTA dan GE

19
RENCANA PENATALAKSANAAN

Non Farmakologi

- Istirahat (bed rest)


- Hindari aktivitas yang berlebihan
- Diet makanan bergizi
- Jauhi asap rokok dan pemicu serangan sesak lainnya
- Pemasangan WSD
Farmakologi

- O2 nasal kanul 3-4L/menit


- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
- Cap N-asetilcystein 3x200 mg p.o
- Tab Curcuma 3x1
- Konsul spesialis paru

20
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis TB Paru Klinis Baru karena adanya
keluhan batuk berdahak berwarna hijau dengan demam yang hilang timbul serta
keluhan keringat di malam hari serta terdapat penurunan BB sejak 1 bulan terakhir.
Pada pasien ini juga memiliki permasalahan berupa sesak nafas yang semakin
memberat. Sesak nafas merupakan keluhan paling sering pada kasus pneumothoraks.
Pasien ini didiagnosis sebagai pneumothoraks spontan sekunder. Pneumothoraks
spontan dikarenakan pada pasien ini tidak memiliki riwayat trauma tumpul maupun
trauma penetrasi pada daerah dada serta tidak pernah dilakukan penusukan pada
dinding dada dengan alasan medis (iatrogenic). Pneumothoraks spontan sekunder
dikarenakan pada pasien ini terdapat gejala klinis TB dan ditunjang dengan
pemeriksaan foto rontgen dan didapatkan terdapat infiltrat di paru sebelah kiri.
Penyakit TB merupakan salah satu penyebab tersering terjadinya pneumothoraks
spontan sekunder disamping PPOK.

Dari pemeriksaan didapatkan RR 30 x/menit, menandakan bahwa pasien


sesak nafas. Pada pemeriksaan fisik inspeksi didapatkan bahwa dinding dada kanan
tertinggal dibandingkan dengan dinding dada kiri. Terganggunya pengembangan dada
sebelah kanan dikarenakan tekanan positif pada rongga pleura yang menyebabkan
paru sebelah kanan tidak dapat mengembang dan kolaps. Pemeriksaan perkusi pada
dinding dada kanan didapatkan hipersonor karena terdapatnya udara bebas yang
banyak pada rongga pleura. Pemeriksaan palpasi pada dada kanan didapatkan bahwa
vocal fremitus melemah serta pada auskultasi pada paru kanan didapatkan suara nafas
berkurang bahkan menghilang pada paru kanan. Pada pemeriksaan penunjang berupa
foto rontgen dada didapatkan gambaran lebih radiolusen pada dada sebelah kanan dan
paru kanan yang kolaps yang digambarkan lebih radioopak. Pada pemeriksaan foto
rontgen juga didapatkan infiltrate pada paru kiri. Dari hasil anamnesa pemeriksaan

21
fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan maka dapat ditegakkan diagnosis
adalah Terduga TB Paru Klinis Baru dengan Pneumothoraks Spontan Sekunder.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Onuki T, Ueda S, Yamaoka M, Sekiya Y, Yamada H, Kawakami N, Araki Y,


Wakai Y, Saito K, Inagaki M, Matsumiya N. Primary and secondary
spontaneous pneumothorax: prevalence, clinical features, and in-hospital
mortality. Canadian respiratory journal. 2017;2017.

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna Publishing. 2014.

3. Chong ID, Chao A, Hunter-Behrend M, et al. Diagnosis and management of


spontaneous pneumothorax in the emergency department: a review of the
most current clinical evidence for diagnosis and treatment. Pulm Res Respir
Med Open J. 2016; 3(2): 23-29.

4. Zarogoulidis P, Kioumis I, Pitsiou G, Porpodis K, Lampaki S, Papaiwannou


A, Katsikogiannis N, Zaric B, Branislav P, Secen N, Dryllis G.
Pneumothorax: from definition to diagnosis and treatment. Journal of thoracic
disease. 2014 Oct;6(Suppl 4):S372.

5. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated:


2018 Sep 05; cited 2019 July 28. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/424547.

6. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.


Surabaya : Airlangga University Press; 2009. p. 162-179.

23

Anda mungkin juga menyukai