Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Hipoglikemia merupakan suatu kelainan metabolik yang paling sering terjadi

pada saat bayi baru lahir. Neonatus yang mengalami hipoglikemia memiliki kadar

glukosa plasma kurang dari 45 mg/dL (2.5 mmol/L) setelah 24 jam pertama

kehidupan.1

Kejadian hipoglikemia sebesar 1,3−4,4 per 1000 bayi baru lahir cukup bulan

dan 15−55 per 1000 bayi baru lahir premature.1 Angka kejadian neonatus yang m

engalami hipoglikemi dilaporkan sekitar 1400 di negara maju seperti Amerika, de

ngan frekuensi sebanyak 4,4 per 1000 kelahiran hidup dan 15,5 per 1000 pada

berat badan lahir rendah.2

Hasil penelitian oleh Bulut C, dkk pada tahun 2016 di Turki menunjukan bahwa p

revalensi hipoglikemia adalah sekitar 10 % pada neonatus cukup bulan, 6,5 % ses

uai untuk masa kehamilan, 8% besar masa kehamilan, 15% pada bayi kecil untuk

masa kehamilan, dan 15,5% pada bayi premature.1 Sedangkan Indonesia pada tah

un 2008 diperkirakan kurang lebih 190.000 bayi baru lahir menderita hipoglikemi

a setiap tahunnya. 2,3

Beberapa faktor risiko hipoglikemia pada neonatus yaitu ibu mengalami obesi

tas, preeklampsia/eklampsia, hipoglikemia, dan diabetes melitus tipe 1 dan 2,

sedangkan faktor risiko pada neonatus adalah kecil masa kehamilan, premature,

berat badan lahir lebih, dan berat badan lahir rendah.4

Beberapa gejala yang terjadi pada bayi yang mengalami hipoglikemia dapat

bersifat asimtomatik ataupun menunjukkan gejala gangguan neurologik dan

1
kardiorespirasi. Tanda-tanda gangguan neurologik akan memperlihatkan seperti

tremor, gelisah, hipotonia, letargi, dan kejang. Sedangkan tanda-tanda yang

mengalami gangguan kardiorespirasi seperti takipnea, apnea, dan sianosis.4

Pencegahan terhadap hipoglikemia adalah mengidentifikasi faktor risiko ibu

selama kehamilan seperti melakukan antenatal care teratur dan pada neonatus

dengan melakukan penilaian Ballard score, penimbangan berat badan, dan

pemeriksaan gula darah sewaktu setelah lahir. Bila faktor risiko diketahui sejak

awal, maka pemeriksaan skrining dan tatalaksana hipoglikemia akan dilakukan

sejak dini, sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi.5

Prognosis hipoglikemia neonatus bergantung pada tingkat atau durasi

hipoglikemia. Hipoglikemia jangka panjang berisiko merusak sistem neurologis

yang mengakibatkan retardasi mental, aktivitas kejang berulang, keterlambatan

perkembangan, dan gangguan kepribadian.6

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hipoglikemia pada neonatus didefinisikan sebagai kondisi glukosa plasma di

bawah 35 mg/dL pada usia 1−3 jam kehidupan, dibawah 40 mg/dL pada usia

3−24 jam kehidupan dan dibawah 45 mg/dL setelah 24 jam berikutnya.6

2.2 Etiologi

Penyebab hipoglikemia pada neonates terdiri dari beberapa hal sebagai

berikut.7

1. Persistent hyperinsulinemic hypoglicemia of infancy.

2. Penyimpanan glikogen yang terbatas (misalnya pada prematur dan intrauterine

growth restriction/ IUGR).

3. Peningkatan penggunaan glukosa (seperti pada kasus hipotermia, polisitemia,

sepsis, dan defisiensi hormon pertumbuhan).

4. Penurunan glikogenolisis, gluokoneogenesis, atau penggunaan substrat

alternatif (misalnya pada gangguan metabolisme dan insufisiensi adrenal).

5. Penurunan penyimpanan glikogen (seperti pada stress akibat asfiksia perinatal

dan starvation).

2.3 Epidemiologi

Estimasi insidensi hipoglikemia pada neonatus tergantung baik pada definisi

kondisi dan metode pengukuran glukosa darah. Keseluruhan insidensi

diestimasikan sebanya 5 kejadian dari tiap 1000 kelahiran hidup. Jumlah ini dapat

lebih tinggi pada populasi dengan risiko tinggi. Sebagai contoh, 8% neonatus

3
besar masa kehamilan umumnya berasal dari ibu diabetes melitus dan 15%

bayi preterm dan bayi IUGR dilaporkan mengalami hipoglikemia; insidensi pada

seluruh populasi risiko tinggi diperkirakan sebesar 30%.8

Kesuluruhan insidensi hipoglikemia simtomatis pada neonatus bervariasi,

antara 1.3−3 kejadian dari 1000 kelahiran hidup. Insidensi tersebut bervariasi

tergantung dengan definisi yang digunakan, populasi, metode, dan waktu

pemberian asupan, dan tipe penilaian glukosa. Insidensi hipoglikemia meningkat

pada kelompok neonatus risiko tinggi. Pemberian asupan nutrisi lebih awal dapat

menurunkan insidensi hipoglikemia. Kelainan metabolisme yang dapat

mengakibatkan hipoglikemia pada neonatus jarang ditemui, tetapi dapat dideteksi

sejak masa neonatus. Insidensi dari kondisi-kondisi tersebut sebagai berikut.3

1. Carbohydrate metabolism disorders (>1:10,000).

2. Fatty acid oxidation disorders (1:10,000).

3. Hereditary fructose intolerance (1:20,000 to 1:50,000).

4. Glycogen storage diseases (1:25,000).

5. Galactosemia (1:40,000).

6. Organic acidemias (1:50,000).

7. Phosphoenolpyruvate carboxykinase deficiency (rare).

8. Primary lactic acidosis (rare).

2.4 Patofisiologi

Pengaturan kadar glukosa dalam tubuh manusia dipengaruhi oleh interaksi

antara faktor hormonal dan metabolik. Faktor hormonal dapat berupa gangguan

pada proses glukoneogenes, hiperinsulinemia, dan defek hormon kontraregulator.

Pada keadaan individu normal, saat terjadi penurunan kadar glukosa serum dapat

4
menyebabkan supresi sekresi insulin dan meningkatkan sekresi hormon-hormon

kontraregulator seperti hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon, dan epinefrin.9

Respon hormonal terhadap penurunan kadar glukosa serum adalah

merangsang pelepasan asam amino terutama alanin dari jaringan otot untuk proses

glukoneogenesis, pelepasan trigliserida dari jaringan adiposa untuk menyediakan

asam lemak bebas sehingga dapat terjadi proses ketogenesis di hepar yang

keduanya dapat digunakan sebagai energi alternatif untuk otot. Selain itu respon

hormonal juga merangsang pemecahan glikogen di hepar untuk proses

glukoneogenesis. Jika salah satu komponen sinyal hormonal ini gagal, maka dapat

terjadi hipoglikemi.9

Pada keadaan hiperinsulinemia, seringnya ditemui pada bayi dari ibu

diabetes, karena selama masa intrauterin janin sering terpapar dengan tingginya

kadar glukosa dari ibu, sehingga akan terjadi hiperplasia pada sel beta pankreas

janin. Keadaan ini dapat menyebabkan insulin tidak mampu tersupresi bahkan

pada saat keadaan hipoglikemi. Hiperinsulinemia juga dapat terjadi akibat adanya

kelainan genetik yang dapat mempengaruhi pelepasan insulin yang dikenal

dengan nesidioblastosis yang sering terjadi secara persisten pada bayi baru lahir.9

Faktor humoral lainnya adalah adanya defek hormon kontraregulator yang berupa

hormon pertumbuhan, kortisol atau keduanya oleh karena hipopituitarisme akibat

hipoplasi atau aplasi pituitari kongenital, dan akibat adanya defek hipotalamus.

Jika terdapatnya defek pada hormon kontraregulator ini, maka dapat

mengakibatkan terhambatnya proses glikogenolisis yang berakhir pada keadaan

hipoglikemi.9

Pengaturan metabolik berupa gangguan pada proses glikogenolisis,

5
glukoneogenesis, oksidasi asam lemak, dan kelaianan metabolik lainnya seperti

galaktosemia, intoleransi fruktosa herediter, dan kelainan metabolisme asam

organik. Kelainan glikogenolisis yang berat berupa defisiensi glukosa-6-fosfatase

yang dapat mengakibatkan hipoglikemia berat, hepatomegali, retardasi

pertumbuhan, dan asidosis laktat. Sedangkan untuk defisiensi enzim glikogen

fosforilase dapat menyebabkan hepatomegali dengan atau tanpa hipoglikemia.10

Pada proses glukoneogenesis, kelaianan yang ditemukan meliputi defisiensi

fruktosa-1,6 difosfatase dan defisiensi fosfoenol-piruvat karboksikinase.

Manifestasi klinisnya berupa hipoglikemi puasa, hepatomegali akibat infiltrasi

lemak, asidosis laktat, dan hiperurisemia. Pada kelainan oksidasi asam lemak

paling banyak ditemukan defisiensi fatty acyl-coenzym A (CoA) dehydrogenase

rantai sedang. Hipoglikemia biasanya terjadi saat puasa lama atau saat sedang

sakit.9

2.5 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis hipoglikemi pada bayi, perlu dilakukan

anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Hal ini bertujuan untuk mengurangi

angka morbiditas dan mortalitas yang serius. Pada bayi dengan hipoglikemi

biasanya tidak menunjukkan gejala adrenergik. Gejala dan tanda neuroglikopenik

pada bayi biasanya tidak spesifik, berupa jitteriness, kesulitan minum, pucat,

hipotonia, hipotermia, episode apnu, bradikardi, penurunan kesadaran hingga

kejang.7,9

Sedangkan untuk evaluasi diagnostik hipoglikemia neonatal, dapat berupa

konfirmasi plasma dari nilai glukosa darah yang rendah, terutama jika ada gejala

klinis. Secara bersamaan dapat dilakukan pengukuran insulin untuk menilai

6
hiperinsulinisme, kortisol untuk defisiensi kortisol, dan hormon pertumbuhan

untuk defisiensi hormon pertumbuhan.11 C-peptida adalah produk sampingan dari

metabolisme insulin dalam tubuh manusia dan tidak ada dalam kasus-kasus di

mana insulin diberikan secara eksogen. Namun ini tidak diukur secara rutin pada

bayi hipoglikemi dalam beberapa hari pertama setelah lahir. Penilaian suplai ASI

ibu dan kemampuan pola makan bayi sangat penting, seperti pada bayi yang besar

atau kecil masa kehamilan, bayi dengan ibu yang menderita diabetes, dan status

prematuritas. Riwayat stres peripartum juga harus dicatat karena berpotensi

menjadi faktor risiko hipoglikemia. Evaluasi diagnostik tambahan dapat

mencakup penilaian untuk polisitemia, infeksi, dan asfiksia perinatal. Pemeriksaan

endokrin diperlukan jika hipoglikemia parah, berkepanjangan, atau berulang atau

berlangsung lebih dari 48 jam.11 Penilaian laboratorium lebih lanjut yang mungkin

disarankan untuk mengevaluasi hipoglikemia persisten atau berat termasuk asam

laktat, amonia, keton, hidroksibutirat, asam lemak bebas, profil asilkarnitin, asam

amino plasma, dan asam organik urin. Selain itu, bila hipoglikemi menetap setelah

pengobatan standar, perlu dilakukan penilaian apakah terdapat kelainan

metabolisme bawaan pada bayi.10

2.6 Tatalaksana

Neonatus dengan risiko hipoglikemia, harus dipantau kadar glukosa

darahnya. Glukosa yang diperlukan mungkin belum cukup hanya dengan

pemberian kolostrum saja pada umur beberapa hari, akan tetapi belum ada bukti

klinik yang menyebutkan bahwa bayi dengan hipoglikemia asimtomatik

mendapatkan keuntungan dari pemberian glukosa intra vena yang diberikan.

7
Tata laksana pemberian ASI pada bayi hipoglikemia.12

a. Asimtomatik (tanpa manifestasi klinis)

1. Pemberian ASI sedini mungkin dan sering akan menstabilkan kadar

glukosa darah. Teruskan menyusui bayi (kira-kira setiap 1−2 jam) atau

beri 3−10 ml ASI perah tiap kg berat badan bayi, atau berikan

suplementasi (ASI donor atau susu formula).

2. Periksa ulang kadar glukosa darah sebelum pemberian minum berikutnya

sampai kadarnya normal dan stabil.

3. Jika bayi tidak bisa menghisap atau tidak bisa mentoleransi asupannya,

hindari pemaksaan pemberian minum, dan mulailah pemberian glukosa

intra vena. Pada beberapa bayi yang tidak normal, diperlukan pemeriksaan

yang seksama dan lakukan evaluasi untuk mendapatkan terapi yang

intensif.

4. Jika kadar glukosa tetap rendah meskipun sudah diberi minum, mulailah

terapi glukosa intra vena dan sesuaikan dengan kadar glukosa darah.

5. ASI diteruskan selama terapi glukosa intra vena. Turunkan jumlah dan

konsentrasi glukosa intra vena sesuai dengan kadar glukosa darah.

6. Catat manifestasi klinis, pemeriksaan fisis, kadar skrining glukosa darah,

konfirmasi laboratorium, terapi dan perubahan kondisi klinik bayi

(misalnya respon dari terapi yang diberikan).

b. Simtomatik dengan manifestasi klinis atau kadar glukosa plasma < 20−25

mg/dL atau < 1,1−1,4 mmol/L. 

8
1. Berikan glukosa 200 mg tiap kilogram berat badan atau 2 mL tiap

kilogram berat badan cairan dekstrosa 10%. Lanjutkan terus pemberian

glukosa 10% intra vena dengan kecepatan (glucose infusion rate atau GIR)

6−8 mg tiap kilogram berat badan tiap menit.

2. Koreksi hipoglikemia yang ekstrim atau simtomatik, tidak boleh diberikan

melalui oral atau pipa orogastrik.

3. Pertahankan kadar glukosa bayi yang simtomatik pada >45 mg/dL atau

>2.5 mmol/L.

4. Sesuaikan pemberian glukosa intravena dengan kadar glukosa darah yang

didapat.

5. Dukung pemberian ASI sesering mungkin setelah manifestasi

hipoglikemia menghilang.

6. Pantau kadar glukosa darah sebelum pemberian minum dan saat

penurunan pemberian glukosa intra vena secara bertahap (weaning),

sampai kadar glukosa darah stabil pada saat tidak mendapat cairan glukosa

intravena. Kadang diperlukan waktu 24−48 jam untuk mencegah

hipoglikemia berulang.

9
Tatalaksana Hipoglikemia

Asimtomatik Simptomatik
Risiko + Gejala +
Periksa usia 30 sampai dengan 60
menit Segera periksa

GDS <25 GDS 25-47 GDS >47

1. D10% 2mL/kg (5
menit) 2. Minum (-) 1. Segera minum
D10% IV (jika 1. Minum dalam 4 jam
2. Teruskan IV D
rumatan tak bisa atau (+) segera 2. Pantau GD
3. Periksa GD 30 menit, GD tetap <25) minum sehingga ASI
koreksi ulang, jika perlu pantau GD dalam 4 jam ditoleransi baik
4. Jika GD normal, bayi periodik
stabil,minum
5. Pantau GD periodeik

Pemeriksaan GD dihentikan jika : bayi sudah minum penuh dan GD setiap 1 jam

Dalam 3 jam pertama >37 mL/dL. Pemakaian infus, tetesan diturunkan bertahap.

Gambar 2.1. Alur Penatalaksanaan Hipoglikemi Neonatus.


Dikutip dari: Reddy VK, dkk.4
2.7 Prognosis

Hipoglikemia adalah masalah metabolisme paling umum pada neonatus.

Namun, tingkat atau durasi hipoglikemia yang berbahaya bagi perkembangan otak

bayi belum diketahui. Hipoglikemia jangka panjang dapat merusak sistem

neurologis yang mengakibatkan retardasi mental, aktivitas kejang berulang,

keterlambatan perkembangan, dan gangguan kepribadian. Beberapa bukti

menunjukkan bahwa hipoglikemia berat dapat merusak fungsi kardiovaskular.12

10
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : By. AF/ Perempuan

No MR : 01014901

Alamat : Jl. Raya pekanbaru, Kandis – Siak.

Agama : islam

Suku : Minang

Nama Orang tua

Ayah : Tn. FF

Ibu : Ny. AF

Tanggal masuk RSUD AA : 07 Mei 2019 pukul 23.45 WIB

Tanggal masuk IPN : 08 Mei 2019 pukul 01.45 WIB

Tanggal periksa : 11 Mei 2019 pukul 13.30 WIB

Status pulang : pulang hidup, 28 Mei 2019 pukul 14.30 WIB

ANAMNESIS

Diberikan oleh : Ibu pasien

Keluhan utama : Bayi berat lahir kurang dari 2500 gram dengan riwayat ibu

asma dan bekas sectio caesarea 1 kali.

Riwayat penyakit sekarang :

Neonatus perempuan lahir pada tanggal 08 Mei 2019 pukul 01.00 WIB di

RSUD Arifn Achmad secara sectio caesarea atas indikasi ibu memiliki riwayat

asma, bekas sectio caesarea 1 kali, dan anemia dengan Hb 7,0 mg/dL. Diagnosis

11
kehamilan G2P1A0H1 dengan usia kehamilan 34−36 minggu. Saat lahir, bayi

langsung menangis kuat dan tonus otot terlihat baik, sisa ketuban berwarna jernih

dan tidak berbau. Bayi diletakkan di dalam infant warmer, lalu dilakukan

penilaian score APGAR 8/9. Kemudian dilakukan injeksi vitamin K1

intramuskular di paha kiri dan diberikan salep mata. Inisiasi menyusui dini (IMD)

tidak dilakukan karena bayi kurang bulan. Bayi sudah buang air besar dan buang

air kecil belum ada. Setelah dievaluasi, berat badan lahir 1800 gram dan kemudian

diberi pakaian dan selimut.

Pada saat usia 45 menit, bayi dibawa menggunakan incubator transport

dengan menjaga suhu tetap hangat selama perjalanan, kemudian bayi dipindahkan

ke instalasi perawatan neonatus (IPN) dan dirawat di ruang special care neonatus

I (SCN I).

Setelah tiba di SCN I, bayi diletakkan di infant warmer. Pengukuran suhu

tubuh awal didapatkan 34,4 oC. Berdasarkan penilaian Ballard score didapatkan

total score 28 dan pada grafik pertumbuhan janin lubchenco didapatkan

appropriate for gestational (AGA). Diagnosis bayi adalah bayi kurang bulan,

sesuai masa kehamilan, berat badan lahir rendah, dengan hipotermi sedang.

Penatalaksanaan selanjutnya yaitu mempertahankan suhu tubuh 36,5–37,5 oC

didalam infant warmer.

Pada usia 1 jam dilakukan pemeriksaan gula darah sewaktu didapatkan 36

mg/dL, pernafasan 45 kali per menit, nadi 135 denyut per menit. Pada usia 2 jam,

bayi diberikan susu formula SGM B sebanyak 10 cc melalui oral. Kemudian pada

usia 3 jam kondisi hipotermi teratasi dengan hasil pengukuran suhu tubuh 36,5 oC.

Kemudian di usia 4 jam kembali dilakukan pengukuran gula darah dan didapatkan

12
didapatkan gula darah sewaktu 92 mg/dL dan usia 6 jam, bayi kembali diberikan

susu formula SGM B sebanyak 15 cc peroral, lalu di usia 15 jam bayi dipuasakan

atau nothing per oral (NPO) dan pada usia 20 jam dimulai pemberian parenteral

D 10% + 1/5 NS + KCl 5 meq sebanyak 8,3 cc/jam. Pada pemeriksaan darah rutin

didapatkan hasil Hb 18,2 mg/dL, Ht 53,7 %, leukosit 12.410/uL, trombosit

280.000/uL dan rasio IT 0,39. Berdasarkan hasil pemeriksaan bayi didiagnosis

dengan sepsis onset awitan dini sehingga diberikan terapi antibiotik lini pertama

yaitu bactesyn 150 mg/12 jam dan mikasin 15 mg/12 jam serta pemberian

omeprazole 5 mg/hari.

Pada hari kedua bayi tampak letargi, suhu, frekuensi pernapasan, nadi, kadar

gula darah tidak stabil. Pada pengukuran gula darah sewaktu didapatkan glukosa

darah 42 mg/dL. Pada keadaan ini bayi mengalami keadaan hipoglikemi sehingga

tatalaksana selanjutnya dilakukan loading D10% sebanyak 4 cc (BB=1955 gr).

Pengukuran gula darah darah sewaktu selanjutnya dilakukan setiap 3 jam dengan

hasil pengukuran 33 mg/dl, 36 mg/dl, 34 mg/dl, 40 mg/dl, 70 mg/dl, 66 mg/dl

setelah itu dilakukan pemeriksaan setiap 24 jam dengan hasil gula darah dalam

minggu pertama didapatkan 78 mg/dl, 106 mg/dl, 81 mg/dl, dan 80 mg/dl.

Kondisi bayi pada minggu pertama mengalami keadaan hipotermia dan

hipoglikemia.

Pada perawatan minggu kedua, bayi tampak letargi ,frekuensi pernapasan dan

nadi belum stabil namun suhu dan gula darah sewaktu telah stabil. Dilakukan

kembali pemeriksaan darah rutin dan didapatkan hasil Hb 16,3 mg/dL, Ht 48,1%,

leukosit 6.140/uL, trombosit 30.000/uL, rasio IT 0,25 dan CRP reaktif 192 dan

selanjutnya dilakukan pemeriksaan kultur darah. Bayi terdiagnosis sepsis

13
neonatorum awitan dini (SNAD) yang belum teratasi, sehingga diberikan terapi

antibiotik lini kedua yaitu pemberian antibiotik meropenem 75 mg/8 jam dan

transfusi trombosit sebanyak 3 kali 50 cc.

Pada perawatan minggu ketiga, bayi tampak alert, nadi, frekuensi pernapasan,

suhu, dan gula darah sewaktu stabil. Dilakukan kembali pemeriksaan darah rutin

dengan hasil Hb 12,3 mg/dL, Ht 35,4%, leukosit 9.010/uL, trombosit 204.000/uL

dan rasio IT 0,29. Pemberian antibiotik mikasin 15 mg/12 jam dan meropenem 75

mg/8 jam dihentikan dan hasil kultur darah didapatkan pada hari kesembilanbelas

yaitu Candida sp. Kondisi bayi pada minggu ketiga sudah mengalami perbaikan,

tonus otot baik, gerakan aktif. Asupan nutrisi bayi diberikan susu formula SGM B

sebanyak 45 cc. Buang air besar dan buang air kecil sudah baik.

Pasien dilakukan follow up pada usia 47 hari (tanggal 24 Juni 2019) melalui

telepon dan short message service, namun tidak ada response dari pihak keluarga

pasien sampai saat ini.

Riwayat kehamilan (antenatal care) :

Ibu P2A0H2 dengan riwayat asma sejak usia 15 tahun. Hari pertama haid

terakhir(HPHT) tanggal 25 Agustus 2018 dan taksiran usia kehamilan 34−36

minggu berdasarkan ultrasonography (USG) di RSUD Arifin Ahmad. Kelainan

fisik ibu tidak ada, tekanan darah 118/73 mmHg, denyut jantung 88 denyut/menit,

frekuensi napas 22 kali/menit, berat badan hamil 47 kg, berat badan sebelum

hamil 39 kg, dan tinggi badan 158 cm. Ibu melakukan antenatal care (ANC)

sebanyak 1 kali di bidan pada usia kandungan delapan minggu, dikatakan janin

dalam keadaan baik, tekanan darah ibu 110/70 dan tidak memiliki riwayat darah

tinggi selama hamil. Ibu mulai merasakan gerakan janin pada usia kehamilan 12

14
minggu. Ibu pernah mengalami jatuh dari motor saat usia kehamilan 20 minggu,

namun ibu tidak mengalami perdarahan sehingga tidak melakukan pemeriksaan ke

pelayanan kesehatan. Selama kehamilan ibu mengalami penurunan nafsu makan,

mual muntah yang hebat terutama pada 3 bulan pertama kehamilan, sering

mengkonsumsi mi instan, dan ibu mengaku mengkonsumsi zat besi, asam folat

dan vitamin yang diberikan bidan.

Pada masa kehamilan, ibu mengalami serangan asma sebanyak 5 kali pada

trimester 1, 4 kali di trimester 2, dan trimester 3 tidak ada mengeluhkan serangan

asma kembali. Ibu memiliki riwayat keputihan berwarna putih kekuningan, gatal,

berbau amis sejak sebelum menikah, dan tidak pernah diobati. Ibu tidak pernah

melakukan perawatan payudara, konsultasi gizi dan riwayat menggunakan

keluarga berencana jenis suntik pada tahun 2017−2018.

Riwayat orangtua :

- Ibu usia 20 tahun, pendidikan terakhir tidak tamat SD, seorang ibu rumah

tangga.

- Ayah usia 26 tahun, pendidikan terakhir SD, seorang wiraswasta,

penghasilan Rp 2.500.000,00 rupiah per bulan dan tidak menggunakan

asuransi.

Riwayat keluarga :

- Anak pertama lahir tahun 2015, laki-laki, usia 4 tahun. Berat badan lahir

2800 gram, lahir di rumah sakit, imunisasi yang diberikan Hepatitis B,

BCG, DPT, dan Polio, ASI diberikan selama 2 tahun.

15
Hal-hal penting dari anamnesis ibu:

Ibu dengan multigravida, usia muda, riwayat asma, bekas sectio caesarea 1 kali,

anemia saat kehamilan, mengikuti program keluarga berencana, riwayat ante

natal care 1 kali, riwayat jatuh pada kehamilan 20 minggu, serangan asma pada

trimester 1 dan 2, dan riwayat keputihan sejak usia remaja namun tidak pernah

diobati.

Hal-hal penting dari pemeriksaan bayi:

Bayi, perempuan dengan usia kehamilan 34−36 minggu, berat badan lahir 1800

gram, suhu 34,4 0C per aksila, gula darah sewaktu setelah 24 jam kelahiran 42

mg/dL, mengalami hipotermi sedang, hipoglikemi, dan sepsis awitan dini.

Diagnosis bayi:

1. NKB (34−36 minggu) - SMK, BBLR (1800 gram).

2. Hipotermia sedang dengan perbaikan.

3. Hipoglikemia dengan perbaikan.

4. Sepsis awitan dini.

Prognosis:

Quo ad vitam : dubia ad bonam.

Quo ad functionam : dubia ad bonam.

16
19
BAB IV

PEMBAHASAN

Neonatus perempuan dengan usia kehamilan 34−36 minggu, lahir dari ibu

multigravida (riwayat obstetri G2P1A0H1), usia muda, riwayat asma, bekas

sectio caesarea 1 kali, dan riwayat keputihan. Berat badan neonatus 1800 gram,

dengan nilai APGAR 8/9, maturitas bayi menggunakan Ballard score didapatkan

score 28 dengan perkiraan masa kehamilan 34−36 minggu. Pada grafik

pertumbuhan janin Lubchenco didapatkan pada rentang appropriate for

gestational age (AGA), sehingga pada bayi ini di diagnosis dengan neonatus

kurang bulan, sesuai masa kehamilan dengan berat badan lahir rendah.

Neonatus kurang bulan pada kasus ini akan berisiko terjadi hipotermi seperti

yang didapatkan pada pasien ini, yaitu suhu tubuh 34,4˚C per aksila dan

berdasarkan kriteria World Health Organization (WHO), tergolong pada

hipotermi sedang (32−35,9̊ C).9 Tatalaksana resusitasi menyambut bayi ini telah

disiapkan dengan persiapan langkah awal yaitu menyalakan infant warmer dengan

suhu 37,5℃, bedung sudah dihangatkan sejak 10 menit sebelum kelahiran. Paska

kelahiran juga masih diletakkan dibawah radiasi panas dan sudah menggunakan

baju serta bedung, bahkan pemindahan bayi juga menggunakan incubator

transport. Namun bayi tersebut masih mengalami hipotermi, kemungkinan hal ini

disebabkan karena rasio dari luas permukaan tubuh dibandingkan berat badan

neonatus lebih besar atau kemungkinan lain adalah akibat bayi mengalami sepsis

neonatorum awitan dini (SNAD) karena ibu mempunyai riwayat keputihan yang

sejak sebelum menikah dan tidak pernah berobat dengan riwayat ANC hanya 1

kali.

20
Hipotermi tersebut juga dapat mengakibatkan hipoglikemi akibat peningkatan

penggunaan glukosa dan penurunan simpanan glikogen karena simpanan glikogen

bayi preterm tidak adekuat. Simpanan glikogen yang tersedia akan habis dengan

cepat setelah lahir sehingga meningkatkan risiko terjadi hipoglikemi.7

Pada usia 1 jam dilakukan pemeriksaan gula darah sewaktu dan didapatkan

kadar gula darah sewaktu pasien adalah 36 mg/dL. Sesuai alur diagram

tatalaksana hipoglikemi pada bayi ini menunjukkan belum perlu diberikan terapi

parenteral karena bayi sadar, aktif sehingga pemberian nutrisi dilakukan secara

peroral yaitu dengan pemberian susu formula sebanyak 15cc/3 jam. Pemberian

nutrisi peroral pada pasien ini sebenarnya telah mencapai kadar gula darah normal

pada usia 4-6 jam, yaitu 92 mg/dL Namun pada usia hari kedua, ditemukan

kembali kadar gula darah yang tidak stabil yaitu 42 mg/dL dan hasil darah

menunjukkan gambaran IT ratio 0,39, sehingga pasien ini kemungkinan

hipoglikemi yang terjadi selain akibat hipotermi juga disebabkan dari gejala bayi

yang menderita sepsis neonatus awitan dini yang belum mendapat tatalaksana

antibiotik.

Peningkatan nilai IT ratio perlu diwaspadai terhadap kejadian sepsis pada

neonatus preterm yang disertai riwayat keputihan pada ibu yang tidak diobati.

Pada keadaan ini merupakan suatu faktor risiko minor kejadian sepsis pada

neonatus.13 Pada keadaan sepsis akan merangsang pelepasan mediator inflamasi

salah satunya sitokin yang dapat menginduksi penggunaan glukosa sehingga dapat

menyebabkan keadaan hipoglikemi.13 Pada keadaan ini pasien diberikan antibiotik

kombinasi lini pertama yaitu bactesyn 150 mg/12 jam dan mikasin 15 mg/12 jam.

21
Pada minggu kedua, dilakukan kembali pemeriksaan IT ratio kembali dan

didapatkan hasil 0,25. Hasil ini menunjukkan sudah mengalami penurunan nilai

IT ratio tetapi pengobatan belum optimal dengan pemberian antibiotik lini

pertama, sehingga pemberian antibiotik diganti dengan lini kedua yaitu mikasin

15 mg/12 jam dan meropenem 75 mg/8 jam. Pada pasien ini dilakukan

pemeriksaan kultur darah untuk mengetahui penyebab dari infeksi yang dialami.

Pada minggu ketiga, keadaan pasien sudah mengalami perbaikan yaitu

kesadaran alert, tonus terlihat baik, asupan nutrisi cukup, dan berat badan

meningkat dari 1800 gram menjadi 2020 gram. Sehingga pemberian antibiotik

sudah dihentikan. Hasil kultur darah pasien didapatkan Candida sp.

Peningkatan berat badan pasien ini sebesar 220 gram selama 21 hari

perawatan atau sekitar 10 gram/hari. Kenaikan berat badan pada pasien ini belum

mencapai target minimal yaitu 20-30 gram/ hari sehingga dilakukan follow up

setelah pasien pulang. Namun setelah dilakukan follow up, tidak mendapatkan

informasi pasien sehingga sulit untuk mengetahui pertumbuhan saat ini.

Peningkatan berat badan pada bayi prematur umumnya terjadi setelah usia 2

minggu dengan kenaikan berat badan rata-rata 20-30 gram/hari. Kondisi tersebut

sesuai dengan pasien ini bahwa peningkatan berat badan mulai membaik pada usia

minggu kedua (setelah 14 hari ) perawatan, namun kenaikan berat badan belum

mencapai target minimal.

22

Anda mungkin juga menyukai