Anda di halaman 1dari 28

Laporan kasus

SUPRAVENTRICULAR TACHYCARDIA
(SVT) DAN AV BLOCK

Disusun oleh :

NOVEL GULTOM
NIM : 1808436714

Pembimbing :
dr. Irwan, Sp.JP-FIHA

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


BAGIAN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN
VASKULER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2019

1
Laporan kasus

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Supraventricular tachycardia (SVT) adalah takikardia atrium yang

ditandai dengan awitan mendadak dan penghentian mendadak. Gangguan irama

ini dapat terjadi karena faktor pencetus seperti emosi, tembakau, kafein,

kelelahan, pengobatan simpatomimetik atau alkohol. Takikardia atrium biasanya

tidak berhubungan dengan penyakit jantung organik. Frekuensi yang sangat tinggi

dapat menyebabkan angina sebagai akibat penurunan pengisian arteri koroner.

Curah jantung akan menurun dan dapat terjadi gagal jantung.1Sebagian besar SVT

menyulitkan namun tidak mengancam nyawa, meskipun kematian mendadak

dapat terjadi tetapi jarang. Gejala yang umum terjadi adalah palpitasi, pusing dan

nafas pendek. SVT seringkali disebabkan oleh pemicu ektopik dan dapat timbul

dalam salah satu atrium. Takikardi dapat mulai dan berhenti secara mendadak atau

bertahap. Pada ektopik atrium, gelombang P terbentuk abnormal dimana

gelombang P tumpang tindih dengan gelombang T, diikuti oleh kompleks QRS

yang normal.2 Mekanisme aritmia pada SVT bisa merupakan otomatisitas

abnormal, triggerred activity dan re-entry.3Kebanyakan SVT merupakan

takikardia regular yang disebabkan re-entry, suatu irama abnormal yang

gelombang depolarisasinya berjalan secara berulang pada lingkaran jaringan

jantung.4Jalur re-entry pada takikardia supraventrikular dijumpai di nodal AV

(50%), jalur aksesoris lain (40%) serta di atrium atau nodal SA (10%).3 Kelompok

lain dari SVT dianggap sebagai takikardia otomatisasi. Aritmia ini bukan

2
Laporan kasus

diakibatkan sirkuit yang bersirkulasi tetapi diakibatkan fokus otomatisitas yang

terangsang. Tidak seperti pola mendadak dari re-entry, karakteristik awitan dan

terminasi dari takiaritmia ini lebih bertahap dan mirip dengan bagaimana nodus

sinus bekerja dalam mempercepat dan menurunkan denyut jantung secara

bertahap. Aritmia ini sulit ditangani dan tidak responsif terhadap kardioversi dan

biasanya dikontrol secara akut menggunakan obat yang memperlambat konduksi

melalui nodus AV dan kemudian akan memperlambat denyut ventrikel.4

3
Laporan kasus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Supraventricular tachycardia (SVT)

2.1.1 Definisi

Salah satu jenis takiaritmia yang berasal dari supraventrikel atau atrium

dimana terjadi kelainan irama jantung dengan perubahan laju jantung yang cepat

berkisar 100-250x/menit.3

2.1.2 Epidemiologi

SVT merupakan aritmia yang jarang ditemui. Angka kejadian SVT

mencapai 0,34%-0,46%, pada pasien yang menjalani studi elektrofisiologi

kejadian SVT mencapai 5-15%. SVT dapat terjadi pada semua usia, meskipun

lebih sering terjadi pada anak-anak dan orang dewasa dengan penyakit jantung

bawaan.6

2.1.3 Etiologi

1. Idiopatik, ditemukan pada hampir setengah jumlah pasien.

2. Sindrom Wolf Parkinson White (WPW), terdapat pada 10-20% kasus

dan terjadi hanya setelah konversi menjadi sinus aritmia. Sindrom

WPW adalah suatu sindrom dengan interval PR yang pendek dan

interval QRS yang lebar yang disebabkan oleh hubungan langsung

antara atrium dan ventrikel melalui jaras tambahan.7Sindrom WPW

merupakan suatu fenomena menarik yang terlihat pada sejumlah

individu denganaritmia atrium paroksismal. Sindrom WPW adalah

konduksi AV (atrioventrikular) yang dipercepat. Pengidap sindrom

4
Laporan kasus

WPW memiliki tambahan hubungan jaringan nodus atau otot yang

menyimpang (berkas Kent) antara atrium dan ventrikel. Berkas ini

menghantar lebih cepat dibandingkan hantaran nodus AV yang lambat

dan satu ventrikel terangsang lebih awal. Manifestasi pengaktifannya

bergabung dengan pola QRS yang normal dan menghasilkan interval

PR yang pendek dan pemanjangan defleksi QRS yang tidak mulus pada

bagian atasnya (delta wave).5

3. Beberapa penyakit jantung bawaan (anomali Ebstein’s, single

ventricle)7

2.1.4 Patofisiologi

Disritmia atrial merupakan kelainan pembentukan dan konduksi impuls

listrik di atrium. Mekanisme yang mendasarinya adalah:3

1. Gangguan automaticity (sel miokard di atrium mengeluarkan impuls

sebelum impuls normal dari nodal SA). Penyebab tersering adalah iskemia

miokard, keracunan obat dan ketidakseimbangan elektrolit.

2. Triggered activity (kelainan impuls listrik yang kadang muncul saat

repolarisasi, saat sel sedang tenang dan dengan stimulus satu implus saja

sel-sel miokard tersentak beberapa kali). Penyebab tersering adalah

hipoksia, peningkatan katekolamin, hipo-magnesemia, iskemia, infark

miokard dan obat yang memperpanjang repolarisasi.

3. Re-entry (keadaan dimana impuls kembali menstimulasi jaringan yang

sudah terdepolarisasi melalui mekanisme sirkuit, blok unidirectional

dalam konduksi serta perlambatan konduksi dalam sirkuit). Penyebab

tersering adalah hiperkalemia dan iskemia miokard.

5
Laporan kasus

Berdasarkan pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak, terdapat dua

mekanisme terjadinya takikardi supraventrikel yaitu otomatisasi (automaticity)

dan re-entry. Irama ektopik yang terjadi akibat otomatisasi sebagai akibat adanya

sel yang mengalami percepatan (akselerasi) dan sel ini dapat terjadi di atrium, AV

junction, bundel his dan ventrikel.Struktur lain yang dapat menjadi sumber/fokus

otomatisasi adalah vena pulmonalis dan vena kava superior. Contoh takikardi

otomatis adalah sinus takikardi. Ciri peningkatan laju nadi secara perlahan

sebelum akhirnya takiaritmia berhenti. Takiaritmia karena otomatisasi sering

berkaitan dengan gangguan metabolik seperti hipoksia, hipokalemia,

hipomagnesemia dan asidosis. Ini adalah mekanisme yang terbanyak sebagai

penyebab takiaritmia dan paling mudah dibuktikan pada pemeriksaan

elektrofisiologi. Syarat mutlak untuk timbulnya re-entry adalah adanya dua jalur

konduksi yang saling berhubungan baik pada bagian distal maupun proksimal

hingga membentuk suatu rangkaian konduksi tertutup. Salah satu jalur tersebut

harus memiliki blok searah. Aliran listrik antegrad secara lambat pada jalur

konduksi yang tidak mengalami blok memungkinkan terangsangnya bagian distal

jalur konduksi yang mengalami blok searah untuk kemudian menimbulkan aliran

listrik secara retrograd dan cepat pada jalur konduksi tersebut.7

2.1.5 Manifestasi klinis

1. Denyut nadi cepat, regular.

2. Palpitasi secara tiba-tiba

3.Takikardia yang terus menerus, berkelanjutan dan berulang jika

takikardia atrium disebabkan peningkatan otomatisasi.

6
Laporan kasus

4. Dispnoe, pusing, lemas, nyeri dada dalam episode palpitasi

5. Sinkop : hipotensi berat.6

2.1.6 Diagnosis

Manifestasi klinis : Palpitasi, denyut nadi cepat dan regular, dipsnoe,

pusing, lemas, nyeri dada dalam episode palpitasi.

Gambaran EKG pada SVT :3

- Laju : 100-250x/menit

- Irama : regular

- Gelombang P : gelombang P tumpang tindih dengan gelombang T

dan disebut gelombang P’

- Durasi QRS : 0,10 detik atau kurang kecuali ada perlambatan

konduksi intraventrikel.

2.1.9 Penatalaksanaan

1. Manuver vagal

Manuver vagal dan adenosin merupakan pilihan terapi awal untuk

terminasi SVT stabil. Manuver vagal atau pijat sinus karotid akan

menghentikan hingga 25% SVT.

2. Adenosin

Jika PSVT tidak respon dengan manuver vagal, maka berikan adenosin 6

mg iv secara cepat melalui vena diameter besar (yaitu antekubitus) diikuti

dengan flush menggunakan cairan salin 20 ml. Jika irama tidak berubah

dalam 1-2 menit, berikan adenosin 12 mg IV secara cepat menggunakan

metode yang sama. Efek samping adenosin umum terjadi tetapi bersifat

7
Laporan kasus

sementara seperti flushing, dipsnea dan nyeri dada adalah yang paling

sering terjadi. Adenosin tidak boleh diberikan pada pasien dengan asma

3. Ca channel bloker dan beta bloker

Jika adenosin atau manuver vagal gagal mengubah SVT maka dapat

digunakan agen penghambat AV nodul kerja panjang seperti penghambat

kanal kalsium non dihidropiridin (verapamil dan diltiazem) atau

penghambat beta.

Verapamil berikan 2,5 mg hingga 5 mg IV bolus selama 2 menit. Jika tidak

ada respon terapeutik dan tidak ada kejadian efek samping obat maka dosis

berulang 5 mg hingga 10 mg dapat diberikan 15-30 menit dengan dosis

keseluruhan 20 mg. Verapamil tidak boleh diberikan pada pasien dengan

fungsi ventrikel menurun atau gagal jantung.

Diltiazem, diberikan dengan dosis 15 mg hingga 20 mg IV selama 2 menit.

Jika diperlukan dalam 15 menit berikan dosis tambahan 20 mg hingga 25

mg IV. Dosis infus rumatan adalah 5 mg/jam hingga 15 mg/jam.

Berbagai jenis penghambat beta tersedia untuk penanganan takiaritmia

supraventrikel yaitu metoprolol, atenolol, esmolol dan labetalol. Pada

prinsipnya agen-agen ini mengeluarkan efeknya dengan melawan tonus

simpatetik pada jaringan nodus yang menghasilkan perlambatan pada

konduksi. Efek samping beta bloker meliputi bradikardia, keterlambatan

konduksi AV dan hipotensi.4

8
Laporan kasus

2.2 AV Block

2.2.1 Definisi

Hambatan Atrioventrikuler (AV block) adalah kelainan pada sistem konduksi

jantung dimana depolarisasi atrium gagal untuk mencapai ventrikel atau

depolarisasi atrial yang lambat terkonduksikan. Hambatan Atrioventrikuler (AV

Block) kerap menjadi penyebab bradikardi meskipun lebih jarang dibandingkan

dengan kelainan fungsi nodus SA yang juga menyebabkan gejala bradikardia.8

2.2.2 Epidemiologi

AV blok derajat I dapat ditemukan pada orang dewasa yang sehat, dan insiden

meningkat dengan usia. Pada usia 20 tahun, interval PR dapat melebihi 0,20 detik

di 0,5-2% dari orang sehat. Pada usia 60 tahun, lebih dari 5% dari individu yang

sehat memiliki interval PR melebihi 0,20 detik. AV blok derajat II (Mobitz II)

jarang pada orang sehat, sedangkan Mobitz I (Wenckebach) diamati dalam 1-2%

dari orang-orang muda yang sehat, terutama saat tidur. AV blok derajat III

kongenital jarang, pada 1 kasus per 20.000 kelahiran. AV blok lebih sering terjadi

pada orang yang lebih tua dari 70 tahun, terutama pada mereka yang memiliki

penyakit jantung struktural. Sekitar 5% dari pasien dengan penyakit jantung

memiliki tingkat pertama blok AV, dan sekitar 2% memiliki tingkat dua blok

AV.9

2.2.3 Etiologi

AV block dapat disebabkan oleh iskemia miokard akut atau infark. Infark

miokard inferior dapat menyebabkan blok derajat III, biasanya di tingkat AVN.

Infark miokard anterior biasanya dikaitkan dengan blok derajat III yang dihasilkan

dari iskemia atau infark cabang bundel.9

9
Laporan kasus

Penyebab AV Block antaralain: Terapi obat (digoxin, beta

blockersadrenergik atau calcium channel blockers, atau obat antiaritmia seperti

amiodarone), Post-MI, Penyakit degeneratif kronis dari sistem konduksi atrium

(dilihat dari penuaan), hiperkalemia, Peningkatan reflex vagal, CAD, MI baru,

Demam rematik,Hiperkalemia, Miokarditis, Umur terkait perubahan degeneratif

pada sistem konduksi, operasi jantung atau komplikasi yang timbul dengan

kateterisasi jantung.10

2.2.4 Patofisiologi

AV block derajat I dan II tipe 1 biasanya melibatkan penundaan di tingkat

AVN, sedangkan derajat II tipe 2 umumnya melibatkan penyumbatan pada

berkas his atau daerah yang lebih rendah dari sistem konduksi. AV block derajat

III melibatkan gangguan konduksi di AV node atau sistem His-Purkinje.9 Dalam

kebanyakan kasus blok AV komplit, irama yang timbul berasal dari ventrikel,

dengan kompleks QRS lebar dengan kecepatan yang rendah antara 30-40 denyut /

menit. Sebuah lokasi anatomi yang lebih tinggi menghasilkan irama pacemaker

lebih cepat (40-60 kali / menit di daerah berkas His), dan durasi QRS sempit.9

2.2.5 Klasifikasi

1. AV block derajat pertama

Pada AV block derajat pertama ini, konduksi AV diperpanjang tetapi

semua impuls akhirnya dikonduksi ke ventrikel. Gelombang P ada dan

mendahului tiap-tiap QRS dengan perbandingan 1:1, interval PR konstan tetapi

durasi melebihi di atas batas 0,2 detik.

2. AV block derajat kedua Mobitz I (Wenckebach)

10
Laporan kasus

Tipe yang kedua, blok AV derajat dua, konduksi AV diperlambat secara

progresif pada masing-masing sinus sampai akhirnya impuls ke ventrikel diblok

secara komplit. Siklus kemudian berulang dengan sendirinya.

Pada gambaran EKG, gelombang P ada dan berhubungan dengan QRS di dalam

sebuah pola siklus. Interval PR secara progresif memanjang pada tiap-tiap denyut

sampai kompleks QRS tidak dikonduksi. Kompleks QRS mempunyai bentuk yang

sama seperti irama dasar. Interval antara kompleks QRS berturut-turut memendek

sampai terjadi penurunan denyut.

3. AV block derajat kedua Mobitz II

AV block tipe II digambarkan sebagai blok intermiten pada konduksi AV

sebelum perpanjangan interval PR. Ini ditandai oleh interval PR fixed jika

konduksi AV ada dan gelombang P tidak dikondusikan saat blok terjadi. Blok ini

dapat terjadi kadang-kadang atau berulang dengan pola konduksi 2 : 1, 3 : 1, atau

bahkan 4 : 1, karena tidak ada gangguan pada nodus sinus, interval PP teratur.

Sering kali ada bundle branch block (BBB) atau blok cabang berkas yang

menyertai sehingga QRS akan melebar.

4. AV block derajat ketiga (komplit)

Pada blok jantung komplit, nodus sinus terus memberi cetusan secara

normal, tetapi tidak ada impuls yang mencapai ventrikel. Ventrikel dirangsang

dari sel-sel pacu jantung yang keluar dan

dipertemu (frekuensi 40-60 denyut/menit) atau pada ventrikel (frekuensi 20-40

denyut/menit) tergantung pada tingkat AV blok. Pada gambaran EKG gelombang

P dan kompleks QRS ada tetapi tidak ada hubungan antara keduanya. Interval PP

dan RR akan teratur tetapi interval RR bervariasi. Jika pacu jantung pertemuan

11
Laporan kasus

memacu ventrikel, QRS akan mengecil. Pacu jantung idioventrikular akan

mengakibatkan kompleks QRS yang lebar.

2.2.6 Diagnosis

Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik biasanya ditemukan tanda dan

gejala tergantung pada jenis blok AV yang terjadi. AV block derajat I jarang

menimbulkan gejala. Gejala dari AV block derajat II dan III meliputi:10

• Pingsan/sinkop

• Pusing

• Kelelahan

• Sesak napas

• Nyeri dada

Pemeriksaan laboratorium jarang dilakukan karena tidak diindikasikan

pada pasien dengan AV block namun dapat membantu pada kasus kasus tertentu.

Pada pasien dengan block AV derajat II atau III mungkin merupakan manifestasi

infark miokard akut, infeksi myxedema atau penyakit jaringan ikat. Pasien dengan

blok ini juga mungkin karena perubahan elektrolit dan level obat seperti

peningkatan kalium atau keracunan obat misalnya obat digitalis sehingga enzim

jantung meningkat.

Jaringan konduksi khusus yang menghubungkan konduksi listrik antara

atrium dan ventrikel disebut AV junction. Setiap gangguan konduksi impuls pada

nodus AV dan sistem his purkinje disebut AV block. Pada pemeriksaan EKG,

Interval PR merupakan kunci untuk membedakan tipe blok AV serta analisis lebar

kompleks QRS merupakan kunci penentu lokasi blok.10

2.2.7 Terapi

12
Laporan kasus

Pada keadaan serangan sinkope, pemberian atropin (I.V) dosis 0,5 mg

adalah pilihan utama. Pilihan lain adalah infus isoprenalin 2 ug/menit kemudian

dosis dinaikkan secara bertahap sampai laju jantung memncapai 50-60 kali/menit.

Apabila blok disebabkan karena inflamasi junction AV akibat miokarditis, maka

pemeberian kortikosteroid dapat membantu

13
Laporan kasus

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

- Nama : Ny.Nurlia

- Usia : 59 Tahun

- Jenis kelamin : Perempuan

- Agama : Islam

- Pekerjaan : Ibu rumah tangga

- Status : Menikah

- Alamat : jl.Purba, Rohul

- Tanggal masuk : 5 April 2017

- Tanggal pemeriksaan : 6April 2017

3.2 Anamnesis

- Keluhan utama

Berdebar-debar dan sesak yang memberat sejak 1 minggu SMRS

- Riwayat Penyakit Sekarang

1 minggu SMRS pasien mengeluhkan dada berdebar-debar. Keluhan dirasakan

tiba-tiba , pasien mengatakan keluhan berkurang saat istirahat. Pasien juga

mengeluhkan nyeri ulu hati, nyeri tidak menjalar, nyeri tidak berkurang saat

istirahat dan dirasakan hilang timbul. Nyeri dada tidak ada. Pasien juga

mengeluhkan sesak nafas. Sesak nafas tidak dipengaruhi oleh cuaca, makanan dan

debu. Sesak nafas dirasakan pasien saat beraktivitas ringan. Sesak berkurang saat

14
Laporan kasus

istirahat. Pasien juga mengeluhkan berkeringat dingin, BAB dan BAK dalam

batas normal.

Sebelumnya pasien telah terdiagnosis gagal jantung. Pasien telah mengonsumsi

obat-obatan berupa spironolakton, aspilet, clopidogrel, digoksin dan simvastatin.

Pasien dirujuk dari Rumah Sakit Surya Insani setelah dirawat selama 4 hari.

- Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Hipertensi (+)

Riwayat Diabetes militus disangkal

Riwayat Asma disangkal

- Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan sakit yang sama

Anggota keluarga yang menderita riwayat penyakit jantung, hipertensi,

dan DM disangkal

- Riwayat pekerjaan, kebiasaan, dan sosial ekonomi

Pasien seorang ibu rumah tangga dengan aktivitas fisik ringan

Kebiasaan merokok disangkal, kebiasaan mengkonsumsi alkohol

disangkal.

3.3 Pemeriksaan Fisik

- Pemeriksan umum ( 9 Agustus 2019)

- Kesadaran : Kompos mentis

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang

- Tekanan darah :130/90 mmHg

- Nadi : 84 x/menit

15
Laporan kasus

- Nafas : 22 x/menit

- Suhu : 36,7°C

- BB : 51 kg

- TB : 150 cm

- BMI : 22,7 ( normoweight)

- Kepala dan leher

- Kulit dan wajah : tidak sembab

- Konjungtiva : tidak anemis

- Sklera : tidak ikterik

- pupil : bulat, isokor diameter 3mm/3mm, refleks cahaya

+/+.

- Leher : tidak terdapat pembesaran KGB, JVP dalam batas

normal.

-Thoraks

1. Paru-paru

Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan,

penggunaan otot napas tambahan tidak ditemukan

Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Ronkhi (-/-) Wheezing (-/-)

2. Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di SIK 6 linea axilaris anterior

Perkusi : Batas jantung kanan : SIK 5 linea parasternalis dekstra

16
Laporan kasus

Batas jantung kiri : SIK 6 midklavikula sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, Gallop (-), Murmur (-)

-Abdomen

Inspeksi : Perut datar, distensi (-), scars (-)

Auskultasi : bising usus normal

Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-), hepar tidak teraba

Perkusi : Timpani di seluruh abdomen

-Eksremitas

Akral hangat, capillary refill time<2 detik

Atas : Edema (-/-)

Bawah : Edema (-/-)

3.4 Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan Labor (07/08-2019)

Hb : 14,1 gr/dl

Ht : 42,7 %
Leukosit : 10.380/ul
Trombosit : 464.000/ul
Eritrosit : 5,12 juta/ul

Kimia darah :

Glucose : 149 mg/dL ↑

Ureum : 47 mg/dL ↑

Kreatinin : 0,97 mg/dL

SGOT : 11 u/L

SGPT : 10 u/L

17
Laporan kasus

Elektrolit ;

Na : 137 mmol/L

K : 3,5mmol/L↓

Cl : 95 mmol/L

Imunologi

Troponin I Kuantitatif : 18,2 ng/L

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 08/08/2019

Glukosa Puasa : 124 mg/dL

Kolesterol Total : 155 mg/dL

Trigliserida : 173 mg/dL

Imunologi

Troponin I Kuantitatif : 22,0 ng/dL

Pemriksaan Laboratorium Tanggal 13/08/2010

Imunologi

Troponin I Kuantitatif : 2123,7 ng/dL

18
Laporan kasus

- EKG

1. Gambaran EKG di RS Surya Insani tanggal 04 – 08 – 2019 Pukul 10:40

Irama :reguler

Frekuensi : 98 x/menit

Aksis : Normal

PR Interval : 0,36 detik (First Degree AV Block)

Gelombang P : Gelombang P normal

Durasi QRS : 0,13 detik

Kesan : ST Depresi dan First Degree AV Block

19
Laporan kasus

2. Gambaran EKG di RS Surya Insani Tanggal 5 – 08 -2019

Irama :reguler
Frekuensi : 169 x/menit
Aksis : Normal
Gelombang P : Gelombang P menindih gel QRS
Durasi QRS : 0,10 detik
Kesan : ST Depresi dan SVT

3. Gambaran EKG di RS Surya Insani Tanggal 06 – 08 – 2019

Irama :reguler

Frekuensi : 80 x/menit

20
Laporan kasus

Aksis : Normal

PR Interval : 0,24 detik (First Degree AV Block)

Gelombang P : Gelombang P normal

Durasi QRS : 0,13 detik

Kesan : ST Depresi dan First Degree AV Block

4. Gambaran EKG di RSUD Arifin Achmad Tanggal 07 – 08 -2019 (IGD)

Irama :reguler
Frekuensi : 168 x/menit
Aksis : Normal
Gelombang P : Gelombang P menindih gel QRS
Durasi QRS : 0,8 detik
Kesan : ST Depresi dan SVT

21
Laporan kasus

5. Gambaran EKG di RSUD Arifin Achmad tanggal 08 – 08 – 2019


(CVCU)

Irama : Tidak Sinus


Rate : 48 (Bradikardi)
Axis : Normoaksis
PR Interval : Tidak dapat ditentukan, Jarak antar gelombang P sama
dan jarak antar kompleks QRS sama
Durasi QRS : 0,15
Kesan : ST Depresi dan Total AV Block

22
Laporan kasus

6. Gambaran EKG di RSUD Arifin Achmad tanggal 9 – 08 -2019 (CVCU)

Irama : Sinus
Rate : 72 x/i
Axis : Normoaksis
PR Interval : 0,4 detik
Durasi QRS : 0,15 detik
Kesan : ST Depresi dan First Degree AV Block

23
Laporan kasus

3.5 Resume

Ny. N 59 tahun datang ke IGD RSUD AA dengan keluhan berdebar-debar

yang memberat sejak 1 minggu SMRS, keluhan disertai sesak nafas, akral dingin

(+), lemas (+), pusing (+).

1 minggu SMRS pasien mengeluhkan dada berdebar-debar. Keluhan dirasakan

tiba-tiba , pasien mengatakan keluhan berkurang saat istirahat. Pasien juga

mengeluhkan nyeri ulu hati, nyeri tidak menjalar, nyeri tidak berkurang saat

istirahat dan dirasakan hilang timbul. Pasien juga mengeluhkan sesak nafas. Sesak

nafas dirasakan pasien saat beraktivitas ringan. Sesak berkurang saat istirahat.

Sebelumnya pasien telah terdiagnosis gagal jantung. Pasien telah mengonsumsi

obat-obatan berupa spironolakton, aspilet, clopidogrel, digoksin dan simvastatin.

Pasien dirujuk dari Rumah Sakit Surya Insani setelah dirawat selama 4 hari.

Pasien memiliki riwayat hipertensi.

Pada pemeriksaan EKG saat pasien berada di Rumah Sakit Surya Insani

didapatkan gambaran AV Block derajat 1 dimana PR interval memanjang yaitu

0,36 detik. Keesokan harinya dilakukan pemeriksaan EKG dan didapatkan

gambaran supraventrikular takikardi dimana laju jantung berkisar 169x/menit,

irama regular, terdapat gelombang P dan durasi QRS 0,08 detik. Pada tanggal 6

agustus 2019 dilakukan EKG kembali dan didapatkan hasil AV Blok derajat 1 dan

kemudian pasien di rujuk ke RSUD AA. Pada tanggal 7 Agustus 2019 dilakukan

pemeriksaan EKG di IGD dan didapatkan hasil Supraventrikular Takikardi dan

pasien kemudian di rawat di ruang CVCU. Pada tanggal 8 Agustus 2019

dilakukan pemeriksaan EKG di CVCU dan didapatkan hasil Total AV Block

dimana tidak ada keterkaitan antara gelombang P dan Komplek QRS. Jarak antara

24
Laporan kasus

gelombang P sama serta jarak antar kompleks QRS sama. Pada tanggal 9 Agustus

2019 dilakukan pemeriksaan EKG dan didapatkan hasil AV blok derajat 1 dan

kemudian pasien di rawat di sarankan untuk di rawat di bangsal.

3.6 Daftar masalah :

1. Supraventrikel Takikardi

2. Total AV Block

3. First Degree AV Block

4. CHF

3.7 Rencana Penatalaksanaan

- Non Farmakologis

Bed rest total, pembatasan aktifitas fisik


O2 3 L/ menit

- Farmakologis

R/ 7-Agustus-19(saat masuk RS)


IVFD RL 12 tpm
Bisoprolol 3 x 5 mg
Inj Furosemid 1 x 10 mg
Clopidogrel 1 x 75 mg
Aspilet 1x80 mg
ISDN 3 x 5 mg
Inj Omeprazol 2 x 40 mg

25
Laporan kasus

3.7 Follow up

Hari/ Tanggal S O A P
7-8-19 Palpitasi kadang TD : 126/80 SVT IVFD RL 12 tpm
terasa secara tiba- HR : 54x/menit Bisoprolol 3 x 5 mg
tiba tetapi RR : 20x/ menit Inj Furosemid 1x10
menghilang S : 36,5C mg
dengan sendirinya KU : Baik Inj Omeprazol 2 x
40 mg
Clopidogrel 1x75
mg
Aspilet 1x80 mg
ISDN 3 x 5 mg
8-8-19 Palpitasi sudah TD : 100/60 TAVB IVFD RL 12 tpm
berkurang. HR : 48 x/menit Inj Furosemid 1x1
RR : 20 x/ menit mg
S : 36.4 C ISDN 3 x 5 mg
KU : Baik CPG 1 x 75 mg
Aspilet 1x 80 mg
Sucralfat Syr 3 x 15
cc
9-8-19 Palpitasi (-) TD : 130/90 AV IVFD RL 12 tpm
Sesak (-) HR : 72/ menit blok Inj Furosemid 1 x 10
RR : 21 x/ menit derajat mg
S : 36.5 C 1 Inj Omeprazol 2x40
KU : Baik mg
ISDN 3 x 5 mg
CPG 1x75 mg
Aspilet 1x80 mg
Sucralfat syr 3x15cc

26
Laporan kasus

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien memiliki masalah yaitu SVT. Diagnosis pada pasien

ini pada awalnya adalah SVT. SVT dapat ditegakkan berdasarkan manifestasi

klinis yang didapatkan dari anamnesa yaitu palpitasi secara tiba-tiba, dispnoe,

lemas. Selain itu juga dapat dilihat dari gambaran EKG dimana laju jantung

berkisar 100-250x/menit, irama yang regular, terdapat gelombang P’ dan durasi

QRS < 0,10 detik.

Pada pasien ini diberikan terapi anti aritmia berupa bisoprolol.Pilihan

terapi obat antiaritmia yang dianjurkan untuk pasien dengan SVT adalah

adenosin. Pada pasien ini diberikan terapi β-Blocker berupa bisoprolol. Golongan

obat ini merupakan agen penghambat AV nodul kerja panjang.Pada prinsipnya

agen-agen ini mengeluarkan efeknya dengan melawan tonus simpatetik pada

jaringan nodus yang menghasilkan perlambatan pada konduksi. Efek samping

beta bloker meliputi bradikardia, keterlambatan konduksi AV dan hipotensi.4

Pasien diberikan injeksi furosemid berupa diuretic kuat untuk mengurangi beban

jantung dan mengobati edema yang biasa terjadi pada pasien gagal jantung. Pasien

juga diberikan dual antiplatelet serta ISDN untuk mengobati iskemik jaringan

yang terjadi.

27
Laporan kasus

DAFTAR PUSTAKA

1. Muttaqin A. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem


kardiovaskular. Editor: Nurachmach E. Jakarta: Salemba Medika; 2009.
2. Philip I, Aaronson, Jeremy PTW. At a glance: sistem kardiovaskular.
Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama; 2009: 106-7.
3. Dharma S. Pedoman praktis sistematika interpretasi EKG. Jakarta: EGC;
2009.
4. Karo SK, Rohajoe AU, Sulistyo S, Kosasih A. Buku panduan kursus
bantuan hidup jantung lanjut: ACLS (Advanced cardiac life support).
Jakarta: PERKI; 2012.
5. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC; 2008; 566-76.
6. http://emedicine.medscape.com/article/151456-overview#a0156
7. http://www.academia.edu/5415688/TAKIKARDI_SUPRAVENTRIKULA
R
8. Yamin dan A. Muin Rachman. Bradikardia dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia.; .2016 hal 1553-
1555.
9. Sandesara, Chirag .Medscape. Atrioventricular Block [cited 2019 Aug
17]. Medscape Reference .2014 Available from:
http://emedicine.medscape.com .
10. Ryan L. Interprating AV (Heart) Block: Breaking Down the Mystery.
Philadelphia: ECG. 2012
11. Kabo P. Bagaimana Menggunakan Obat- obat Kardiovaskular Secara
Rasional. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2014

28

Anda mungkin juga menyukai