Anda di halaman 1dari 20

BAB III

ANALISIS KASUS

3.1. Definisi SVT


Aritmia Supraventrikular merupakan aritmia yang berasal dari atrium
termasuk AV node dan berkas His. Takikardia supraventrikular atau yang disebut
paroksimal supraventrikular takikardi adalah aritmia yang sering ditemui.
Munculnya mendadak, biasanya dicetuskan oleh denyut supraventrikular prematur
(atrium atau tautan) dan hilangnya juga mendadak.5,7
Supraventrikular takikardi adalah suatu jenis takiaritmia yang ditandai
dengan adanya perubahan denyut jantung yang terjadi secara mendadak dan
bertambah cepat. Perubahan denyut jantung pada bayi yang mengalami SVT
umumnya berkisar 220 – 280 x/menit.5 pada anak-anak yang berusia lebih dari 1
tahun umumnya lebih lambat, yaitu berkisar 180 – 240 x/menit.8
Pada supraventrikular takikardi, kelainan yang terjadi mencakup
komponen sistem konduksi dan terjadi pada bagian atas berkas his. Gambaran
EKG pada SVT kebanyakan memiliki kompleks QRS yang norma

3.1.2 Etiologi
1. Idiopatik, dimana ditemukan pada hampir setengah pasien dan sering
terjadi pada bayi dan anak-anak.
2. Sindrom Wolf Parkinson White terjadi pada 10-20% kasus dan terjadi
hanya setelah konversi menjadi sinus aritmia. Sindrom ini adalah suatu
sindrom dengan interval P-R yang pendek dan interval QRS yang lebar,
yang disebabkan oleh hubungan langsung antara atrium dan ventrikel
melalui jaras tambahan.
3. Beberapa penyakit jantung bawaan (anomali ebstein’s)

26
27

3.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi supraventrikular takikardi dibagi menjadi: 10,11
1. Atrioventrikular Nodal Reentrant Takikardi (AVNRT)
AVNRT merupakan salah satu tipe SVT yang paling sering terjadi.
Kebanyakan tipe AVNRT ini tidak memiliki kelainan pada jantung. Akan
tetapi, terdapat kelainan pada jantung yang dapat menyebabkan AVNRT,
diantaranya: mitral regurgitasi, perikarditis, infark miokard.
AVNRT timbul karena adanya sebuah lingkaran reentrant yang
menghubungkan antara nodus AV dan jaringan atrium. Pada pasien dengan
takikardi jenis ini, nodus AV memiliki dua jalur konduksi yaitu jalur konduksi
cepat dan jalur konduksi lambat. Jalur konduksi lambat yang terletak sejajar
dengan katup trikuspid, memungkinkan sebuah lingkaran reentrant sebagai
jalur impuls listrik baru melalui jalur tersebut, keluar dari nodus AV secara
retrograde (yaitu, mundur dari nodus AV ke atrium) dan secara anterograde
(yaitu, maju ke atau dari nodus AV ke ventrikel) pada waktu yang bersamaan.
Akibat depolarisasi atrium dan ventrikel yang bersamaan, gelombang P jarang
terlihat pada gambaran EKG, meskipun pada depolarisasi atrium kadang-
kadang akan memunculkan gelombang P pada akhir kompleks QRS pada lead
V1.
2. Atrioventrikular Reprocating Takikardi (AVRT)
AVRT merupakan salah satu tipe SVT yang sering terjadi pada usia muda.
Penyebabnya adalah bertambahnya jalur baru sehingga mengakibatkan adanya
konduksi yang menyimpang. AVRT biasanya terjadi bersamaan faktor
komorbid yaitu sindrom Wolff Parkinson White.
AVRT disebabkan oleh adanya satu atau lebih jalur konduksi aksesori
yang secara anatomis terpisah dari sistem konduksi jantung normal. Jalur
aksesori merupakan sebuah koneksi miokardium yang mampu menghantarkan
impuls listrik antara atrium dan ventrikel pada suatu titik selain nodus AV.
AVRT terjadi dalam dua bentuk yaitu orthodromik dan antidromik. Pada
AVRT orthodromik, impuls listrik akan dikonduksikan turun melewati nodus
AV secara antegrade seperti jalur konduksi normal dan menggunakan sebuah
28

jalur aksesori secara retrograde untuk masuk kembali ke atrium. Karakteristik


jenis ini adalah adanya gelombang P yang mengikuti setiap kompleks QRS
yang sempit karena adanya konduksi retrograde. Sedangkan impuls listrik pada
AVRT antidromik akan dikonduksikan berjalan turun melalui jalur aksesori
dan masuk kembali ke atrium secara retrograde melalui nodus AV. Karena
jalur aksesori tiba di ventrikel di luar bundle His, kompleks QRS akan menjadi
lebih lebar dibandingkan biasanya.8
3. Atrial Takikardi (AT)
Atrial takikardi terjadi pada satu fokus atrium misalnya pada crista
terminalis di atrium kanan. Bentuk lainnya adalah multifokal AT, biasanya
terjadi pada pasien dengan gagal jantung.
Takikardi ini jarang menimbulkan gejala akut. Penemuannya biasanya
karena pemeriksaan rutin atau karena ada gagal jantung akibat aritmia yang
lama. Pada takikardi atrium primer, tampak adanya gelombang P yang agak
berbeda dengan gelombang P pada waktu irama sinus, tanpa disertai
pemanjangan interval PR. Atrial takikardi adalah takikardi fokal yang
dihasilkan dari adanya sebuah sirkuit reentrant mikro atau sebuah fokus
otomatis.
29

Gambar 1. klasifikasi SVT

3.1.4 Mekanisme Terjadinya SVT


Mekanisme terjadinya aritmia tergantung pada peran ion-ion natrium,
kalium, kalsium khususnya mengenai fungsi kanal. Hal ini akan mempengaruhi
potensial aksi dan juga konduksi elektrisnya. Gangguan ini dapat berupa
gangguan pembentukan impuls dan gangguan perbanyakan impuls.
Mekanisme terjadinya SVT, yaitu:6
1. Otomatisasi
Irama ektopik yang terjadi akibat otomatisasi sebagai akibat dari adanya sel
yang mengalami percepatan (akselerasi) pada fase 4 dan sel ini dapat terjadi di
atrium, AV junction, bundel his, dan ventrikel. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa
hal, yaitu:4
o Meningkatnya katekolamin baik endogen dan eksogen
30

o Gangguan elektrolit misalnya hipokalemia


o hipoksia atau iskemia
o effek mekanis dan
o obat-obatan seperti digitalis
Takiaritmia karena otomatisasi sering berkaitan dengan gangguan metabolik
seperti hipoksia, hipokalemia, asidosis, dll
2. Reentry
Mekanisme ini yang terbanyak menyebabkan takiaritmia. Mekanisme reentry
berkaitan dengan aritmia paroksimal menetap. Hal ini dapat terjadi karena adanya
blok pada jalur elektrisitas atau adanya jalan tambahan sehingga membuat sirkuit
tertutup. Konduksi perangsangan pun dapat terjadi sangat lambat. Perjalanan
impuls yang berulang inipun mengakibatkan takiaritmia yang menetap.6
Syarat mutlak terjadinya reentry, adalah:
o Adanya dua jalur konduksi yang saling berhubungan pada bagian distal
maupun proksimal hingga membentuk suatu rangkaian konduksi tertutup
o Salah satu jalur tersebut harus memiliki blok searah
o Aliran listrik antegrade secara lambat pada jalur konduksi yang tidak
mengalami blok memungkinkan terangsangnya bagian distal jalur konduksi
yang mengalami blok searah yang kemudian menimbulkan aliran listrik
secara retrograde secara cepat pada jalur konduksi tersebut.
3. Aktivitas pemicu
Hal ini dapat disebabkan oleh early after depolarization yang terjadi pada fase
kedua dan ketiga potensial aksi atau pada after depolarisasi terlambat. Oleh karena
itu kejadian ini diawali dengan gangguan pada elektrisitas jantung. Setelah
hiperpolarisasi akhir (late) Na dan Ca yang masuk ke dalam sel meningkat,
sehingga terjadi gelombang sesudah depolarisasi dan bila mencapai ambang
rangsang maka akan terjadi gelombang ekstrasistol.

3.1.5 Gejala Klinis


31

Gejala klinis lain SVT dapat berupa palpitasi, lightheadnes, mudah lelah,
pusing, nyeri dada, nafas pendek dan bahkan penurunan kesadaran. Pasien juga
mengeluh lemah, nyeri kepala dan rasa tidak enak di tenggorokan. Gejala klinis
yang sering dijumpai yaitu terdapat episode palpitasi dengan onset mendadak atau
tiba-tiba. Durasi palpitasi sangat bervariasi pada setiap individu, dengan episode
yang dapat berlangsung dari beberapa detik hingga beberapa jam. Pasien biasanya
tidak mengetahui pencetus pemicu yang menimbulkan takikardi yang mendadak.
Berdasarkan EKG, paroksimal supraventrikular takikardi memperlihatkan
gelombang yang teratur dan memiliki gelombang P retrograde. Untuk
frekuensinya didapatkan 150-250 kali per menit dan gejala ini akan berhenti saat
pemijatan karotis dilakukan.8,10
Gejala klinis SVT ini juga berhubungan dengan presinkop, sinkop, nyeri
dada, dan denyut jantung yang abnormal. Pada PSVT dapat terjadi dengan
episode yang sangat cepat, sehingga adanya kompromi curah jantung, atau
mungkin mengikuti jeda berkepanjangan segera setelah spontan pemutusan
takikardi. Sinkop mungkin juga terkait dengan respon vasovagal yang disebabkan
oleh takikardia itu sendiri. Mekanisme nyeri dada jelas terlihat, meskipun nyeri
dada di PSVT biasanya berhubungan penyakit arteri koroner. Nyeri seperti pada
pasien yang lebih tua menimbulkan kemungkinan iskemia miokard.7
SVT kronik dapat berlangsung selama berminggu-minggu bahkan sampai
bertahun-tahun. Hal yang menonjol adalah frekuensi denyut nadi yang lebih
lambat, berlangsung lebih lama, gejalanya lebih ringan dan juga lebih dipengaruhi
oleh sistem susunana saraf autonom. Pada sebagian besar pasien terdapat
disfungsi miokard akibat SVT pada saat serangan atau pada SVT sebelumnya.9

3.1.6 Penatalaksanaan
Tatalaksana pada supraventrikular takikardi adalah sama halnya dengan
situasi jantung darurat, "gold standard ABC" (airway, breathing, circulation) harus
diikuti dalam manajemen darurat PSVT. Pemeriksaan cepat jalan napas,
pernapasan, dan sirkulasi harus dilakukan, dan semua tanda-tanda vital harus
32

didokumentasikan. Jika pasien dengan penurunan hemodinamik atau kolaps


kardiovaskular, mendesak kardioversi arus searah harus dilakukan tanpa ditunda.7
Secara garis besar penatalaksanaan SVT dapat dibagi dalam dua kelompok
yaitu penatalaksanaan segera dan penatalaksanaan jangka panjang.
1. Penatalaksanaan segera
a. Direct Current Synchronized Cardioversion
Setiap kegagalan sirkulasi yang jelas dan dan dapat termonitor dengan baik,
dianjurkan penggunaan direct current synchronized cardioversion dengan
kekuatan listrik sebesar 0,25 watt-detik/pon yang pada umumnya cukup efektif.
DC shock yang diberikan perlu sinkron dengan puncak gelombang QRS, karena
rangsangan pada puncak gelombang T dapat memicu terjadinya fibrilasi
ventrikel. Tidak dianjurkan memberikan digitalis sebelum dilakukan DC Shock
oleh karena akan menambah kemungkinan terjadinya fibrilasi ventrikel. Apabila
terjadinya fibrilasi ventrikel maka dilakukan DC shock kedua yang tidak sinkron.
Apabila DC shock kedua ini tetap tidak berhasil, maka diperlukan tindakan
invasif.14
b. Manuver Vagal
Manuver ini dilakukan dengan cara wajah direndam selama sekitar lima detik
ke dalam mangkuk air dingin. Metode ini berfungsi untuk meningkatkan tonus
vagal, yang dapat memperpanjang AV nodal refractoriness ke titik AV block
sehingga mengakhiri takikardia. Perlu dicatat bahwa manuver vagotonic tidak
akan menghentikan takikardia atrium, tetapi mereka dapat membuat blok AV
sementara, memperjelas mekanisme yang mendasari dengan memungkinkan
visualisasi dari gelombang P.12 Jika perendaman wajah gagal, adenosin dengan
dosis awal 200 µg / kg dapat diberikan secara intravena dengan cepat ke dalam
pembuluh darah besar (seperti pada fossa antecubital). Terkadang dibutuhkan
dosis adenosine sampai dengan 500 µg / kg.9
c. Pemberian adenosine
Adenosin merupakan nukleotida endogen yang bersifat kronotropik negatif,
dromotropik, dan inotropik. Efeknya sangat cepat dan berlangsung sangat singkat
dengan konsekuensi pada hemodinamik sangat minimal. Adenosin dengan cepat
33

dibersihkan dari aliran darah (sekitar 10 detik) dengan cellular uptake oleh sel
endotel dan eritrosit. Obat ini akan menyebabkan blok segera pada nodus AV
sehingga akan memutuskan sirkuit pada mekanisme reentry. Adenosin
mempunyai efek yang minimal terhadap kontraktilitas jantung. Adenosin
merupakan obat pilihan dan sebagai lini pertama dalam terapi SVT karena dapat
menghilangkan hampir semua SVT. Efektivitasnya dilaporkan pada sekitar 90%
kasus.13 Adenosin diberikan secara bolus intravena diikuti dengan flush saline,
mulai dengan dosis 50 µg/kg dan dinaikkan 50 µg/kg setiap 1 sampai 2 menit
(maksimal 200 µg/kg). Pada sebagian pasien diberikan digitalisasi untuk
mencegah takikardi berulang. Efek samping adenosin dapat berupa nyeri dada,
dispnea, facial flushing, dan terjadinya A-V bloks. Bradikardi dapat terjadi pada
pasien dengan disfungsi sinus node, gangguan konduksi A-V, atau setelah
pemberian obat lain yang mempengaruhi A-V node (seperti beta blokers, calsium
channel blocker, amiodaron). Adenosin bisa menyebabkan bronkokonstriksi pada
pasien asma.7,12
d. Prokainamid
Pada pasien AVRT atau AVNRT, prokainamid mungkin juga efektif. Obat ini
bekerja memblok konduksi pada jaras tambahan atau pada konduksi retrograd
pada jalur cepat pada sirkuit reentry di nodus AV. Hipotensi juga sering
dilaporkan pada saat loading dose diberikan.
34

Gambar 2. Penanganan SVT


35

2. Penanganan Jangka Panjang


Umur pasien dengan SVT digunakan sebagai penentu terapi jangka panjang
SVT. Berat ringan gejala takikardi berlangsung dan kekerapan serangan
merupakan pertimbangan penting untuk pengobatan.

Gambar 3. Penangann jangka panjang SVT


Jika gejala sudah teratasi pasien harus ditawarkan terapi berupa
farmakologis atau ablasi kateter untuk pengobatan jangka panjang. Ablasi kateter
harus dipertimbangkan awal dalam pengelolaan PSVT karena yang terbukti
efektif dan memiliki risiko prosedural rendah, terutama jika pasien tidak mau
untuk minum obat. Ablasi kateter umumnya dilakukan secara rawat jalan dengan
kombinasi anestesi lokal dan sedasi sadar. Kateter dimasukkan ke jantung melalui
36

vena femoralis dan akses subklavia, dan studi elektrofisiologi dilakukan untuk
sepenuhnya menjelaskan sifat SVT tersebut.7
Kateter ablasi memiliki tingkat keberhasilan prosedural tinggi sekitar 95%
untuk pasien dengan takikardia klinis, khususnya AVNRT dan AVRT. Penelitian
menunjukkan ablasi yang mungkin lebih efektif untuk AVRT dan AVNRT (>
95% tingkat keberhasilan) daripada untuk takikardi atrium (> 80% tingkat
keberhasilan). Namun demikian pada pertimbangan tertentu, seperti pasien
dengan usia yang sangat tua atau penyakit penyerta, untuk tidak dilakukan kateter
ablasi. Cryoablation (menggunakan dingin yang ekstrim untuk menghasilkan
"lesi") adalah prosedur lain yang dapat digunakan untuk mengikis baik AVNRT
atau AVRT. Cryoablation mungkin memiliki risiko lebih rendah blok AV dari
ablasi kateter. Ini merupakan terapi bedah yang memberikan hasil yang sangat
memuaskan, tindakan ini pertama kali dilakukan pada sindrom WPW.7
Berdasarkan anamnesis, keluhan yang dialami pasien adalah dada berdebar-
debar sangat kuat dan sesak nafas. Dsda berdebar-debar dirasakan terus menerus
sejak 5 jam terakhir. Pasien muntah sebanyak 1 kali dan berkeringat banyak. Hal
ini sesuai dengan teori bahwa gejala Supraventikular Takikardi (SVT) antara lain,
palpitasi lebih dari 96 %, dizziness 75%, nafas pendek 47 %, pingsan 20%, nyeri
dada 35 %, fatigue- 23 %, diaforesis 17 %, dan mual 13 %. Supraventrikular
takikardi memiliki onset dan terminasi palpitasi reguler yang tiba – tiba.
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung dan pasien dalam kondisi
kelelahan akibat aktivitas padat yang dialami pasien yang mungkin menjadi
pemicu terjadinya SVT. Hal – hal yang dapat memicu SVT adalah alkohol,
kafein, pergerakan yang tiba – tiba, stress emosional, kelelahan dan obat – obatan.
Pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan yang signifikan namun, HR
pasien meningkat yaitu HR: 200 kali/ menit pada awal masuk ke IGD. Hal ini
sesuai dengan teori bahwa mungkin takikardi merupakan gejala satu satunya yang
dijumpai pada pasien yang sehat dan memiliki hemodinamik yang baik.
Kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang dengan Elektrokardiografi (EKG)
dan didapatkan hasil Supraventikular takikardia dengan HR 200 kali / menit
secara regular dengan komplek QRS yang sempit dan gelombang p yang ada.
37

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada


pasien tersebut maka ditegakkan diagnosa Suparaventrikular takikardi pada pasien
tersebut, yang mana SVT adalah adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai
dengan perubahan denyut jantung yang mendadak bertambah cepat dengan
frekuensi denyut jantung pasien diatas 100 kali per menit, yang disebabkan oleh
impuls listrik yang berasal di atas ventrikel jantung. Kelainan pada SVT
mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian atas bundel HIS.
Berdasarkan hasil Elektrokardiografi SVT mempunyai kompleks bentuk QRS
abnormal/sempit yaitu tidak lebih dari 120 ms dan interval RP lebih panjang dari
70 ms pada pasien ini termasuk SVT dengan aberansi yang mana ada tiga
kemungkinan yaitu AVRT, AVNRT, dan atrial takikardia. Untuk membedakan
ketiganya perlu dilakukan elektrofisiologi.
Penatalatalaksanaan yang didapatkan pada pasien di IGD adalah seperti
halnya situasi jantung darurat, "gold standard ABC" (airway, breathing,
circulation) harus diikuti dalam manajemen darurat SVT. Pemeriksaan cepat jalan
napas pasien, pernapasan, dan sirkulasi harus dilakukan, dan semua tanda-tanda
vital harus didokumentasikan. Kemudian dilakukan vagal manuver dan tidak
terjadi perbaikan. Setelah itu diberikan pembrian bisprolol 1 x 5 mg dan diltiazem
1 x 30 mg namun tetap belum ada perbaikan. Pemberian bolus amiodarone 150
meq bolus Iv pelan dialnjutkan drip amiodarone 300mg meq habis dalam 24 jam.
Obat amiodarone yang merupakan obat anti aritmia yang cukup ampuh untuk
mengurangi gejala takikardia, dan menekan terjadinya ventricular aktiviti
komplek. Selain itu juga berhasil pada 71% pasien dimana diantaranya sebagai
kombinasi dengan propanolol. Pada pasien ini sudah dilakukan perhitungan index
wayne dan pemeriksaan faal hormon tiroid yang menunjukkan hasil normal
sehingga pasien dapat diberikan drip amiodarone.

Menurut teori, kebanyakan pasien yang datang dengan SVT


hemodinamiknya stabil, yang memungkinkan cukup waktu bagi dokter untuk
memeriksa riwayat pasien, pemeriksaan fisik, dan 12-lead EKG pemeriksaan.
Pasien juga harus idealnya menjalani noninvasif penilaian tekanan darah,
pengukuran tingkat saturasi oksigen, dan EKG monitoring. Suplementasi oksigen
38

harus digunakan bila diperlukan. Strategi awal untuk mengakhiri PSVT yang
umumnya manuver vagotonic, seperti pemijatan sinus karotis. Namun dokter
harus mengevaluasi pasien apakah adanya bruit karotis (suara abnormal) sebelum
mencoba manuver ini, terutama pada pasien usia lanjut. Manuver Valsava atau
perendaman mungkin wajah dalam air dingin juga dapat dicoba. Metode ini
berfungsi untuk meningkatkan tonus vagal, yang dapat memperpanjang AV nodal
refractoriness ke titik AV block sehingga mengakhiri takikardia. Perlu dicatat
bahwa manuver vagotonic tidak akan menghentikan takikardia atrium, tetapi
mereka dapat membuat blok AV sementara, memperjelas mekanisme yang
mendasari dengan memungkinkan visualisasi dari gelombang P.

Jika upaya ini tidak berhasil dalam mengakhiri SVT, langkah berikutnya
dalam pengobatan intervensi farmakologis. Strategi sebelumnya menggunakan
infus simpatomimetik obat (misalnya, methoxamine hidroklorida, phenylephrine),
obat parasympatomimetic (misalnya, neostigmin, edrophonium), atau digoxin
sekarang jarang digunakan. Penggunaan verapamil intravena dan adenosin telah
menjadi pengobatan standar. Adenosine memiliki waktu paruh yang cepat hanya
beberapa detik (sekitar 10 detik), dan menghasilkan intens namun transien AV
blok. Adenosine aman untuk digunakan pada pasien yang memiliki struktur
penyakit jantung karena tidak menghasilkan negative inotropik efek. Dosis awal
standar adenosin adalah bolus 6-mg, yang harus diberikan dengan cepat melalui
jalur intravena mengalir bebas. Dosis 12 mg atau bahkan 18 mg juga dapat
digunakan. Efek samping adenosine dapat berupa nyeri dada, dispnea, facial
flushing dan terjadinya AV blok.

Dalam beberapa kasus SVT, calcium channel blockers dan β-blocker


mungkin berguna. Namun, dihidropiridin kelas calcium channel blockers tidak
boleh digunakan karena mereka tidak berpengaruh pada konduksi AV nodal.
Intravena calcium channel blockers yang mungkin efektif termasuk verapamil dan
diltiazem. Diantara β-blocker, metoprolol dan atenolol mungkin efektif. Jika
dokter prihatin tentang kemampuan pasien untuk mentolerir β-blocker, esmolol
intravena, yang memiliki halflife sangat singkat dapat digunakan. Verapamil
39

adalah obat yang paling umum digunakan sebagai alternatif untuk adenosin.
Verapamil sangat berguna jika adenosine merupakan kontraindikasi atau jika SVT
berakhir cepat tapi segera berulang. Selain itu amiodarone sebagai terapi
antiaritmia juga dapat digunakan.

Evaluasi tetap dilakukan dengan melakukan EKG perhari yang dilihat dari
monitor yang dipasang pada pasien. Hasilnya menunjukkan SVT perbaikan
dimana HR mengalami penurunan menjadi normal yaitu mencapai <100
kali/permenit dan komplek QRS normal dan gelombang p yang mulai terlihat.

3.2. Demam reumatik


Demam reumatik merupakan penyakit peradangan akut yang dapat menyertai
faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus beta hemolyticus grup A. Demam
reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi
individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Infeksi Streptococcus beta
hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam
reumatik, baik pada serangan pertama maupun serangan ulangan. Untuk
menyebabkan serangan demam reumatik, Streptokokus grup A harus
menyebabkan infeksi pada faring, bukan hanya kolonisasi superficial. Berbeda
dengan glumeronefritis yang berhubungan dengan infeksi Streptococcus di kulit
maupun di saluran napas, demam rematik agaknya tidak berhubungan dengan
infeksi Streptococcus di kulit. Untuk diagnosis demam rematik akut atau
ditegakkan berdasarkan Kriteria Jones. Untuk Diagnosa diperlukan 2 kriteria
mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor dan bukti infeksi oleh
sterptokokus grup A. Kecuali bila ada chorea atau karditis maka bukti infeksi
sebelumnya tidak diperlukan16-18
Tabel 1. Kriteria Jones
Kriteria Jones untuk demam rematik akut (WHO 2002-2003)
Kriteria Mayor Kriteria Minor
1. Karditis 1. Demam
2. Poliartritis 2. Poliartralgia
3. Eritema marginatum 3. Peningkatan LED atau leukosit
40

4. Subkutaneus nodul 4. PR interval memanjang

Tabel 2. Pemeriksaan penunjang demam rematik


Bukti Infeksi Sebelumnya Streptokokus grup A
 Bukti infeksi sebelumnya oleh Streptokokus grup A
 Peningkatan anti streptolisin 0 atau peningkatan antibodi Streptokokus yang
lain pada hari ke 45
 Hapus tenggorok positif
 Test cepat antigen terhadap Streptokokus grup A
 Riwayat demam skarlatina

Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan


katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan.
Pada fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik
sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya. 17
Pada endokard terutama yang terkena terutama adalah katup-katup jantung
dan 50% mengenai katup mitral. Pada keadaan dini, demam rematik akut katup-
katup yang terkena akan merah, edema dan menebal dengan vegetasi disebut
dengan verrucae, setelah agak tenang katup-katup yang terkena menjadi tebal,
fibrotik pendek dan tumpul yang menimbulkan stenosis. Beberapa manifestasi
mayor pada kriteria Jones yaitu karditis, poliartritis, korea, eritema marginatum,
nodul subkutan, dan manifestasi minor klinik berupa riwayat demam reumatik
atau penyakit jantung rematik, artralgia,demam, dan kriteria laobaratorium berupa
reaktans fase akut,LED, CRP, leukositosis, pemanjangan interval P-R. Ditambah
bukti adanya infeksi Streptokokus yaitu berupa kenaikan titer antibodi
antistreptokokus : ASTO/lain, biakan farings positif untuk strepokokus grup A,
demam skarlatina yang baru.19
Dipikirkan suatu penyebab kelainan katup jantung pada pasien ini
disebabkan oleh penyakit jantung rematik karena berdasarkan anamnesa
didapatkan demam tidak terlalu tinggi, dirasakan hilang timbul, timbul bila
kelelahan, dan hilang setelah istirahat dan setelah meminum obat penurun panas,
41

nyeri sendi ada di kedua lutut, kedua siku, dan pergelangan kaki dan tangan, nyeri
menelan, mual, badan lemas Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya murmur
sistolik grade 1 Pada pemeriksaan penunjang ekokardiografi didapatkan kesan
prolaps katup mitral. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan ASTO positif.
Namun pada pasien ini tidak dapat ditegakkan suatu penyakit jantung rematik,
berdasarkan kriteria jones belum memenuhi. Kemungkinan pasien ini telah
mengalami demam rematik dalam waktu yang lama dan tidak ditatalaksana
dengan baik. Penyakit jantung kongenital juga belum dapat disingkirkan sebagai
penyebab kelainan katup jantung pada kasus ini.

3.3. Regurgitasi mitral (RM) ringan ec prolaps katup mitral anterior


RM adalah suatu keadaan dimana terdapat aliran darah balik dari ventrikel
kiri ke dalam atrium kiri pada saat sistol, akibat tidak dapat menutupnya katup
mitral secara sempurna. Dengan demikian aliran darah saat sistole akan terbagi
dua, di samping ke aorta yang seterusnya ke aliran darah sistemik, sebagai fungsi
utama, juga akan masuk ke atrium kiri. Akan tetapi daya pompa jantung jadi tidak
efisien dengan berbagai tingkat klinisnya, mulai dari yang asimtomatis sampai
gagal jantung berat. Di Eropa, RM merupakan penyakit katub kedua tersering
yang memerlukan pembedahan. Dari segi proses terjadinya regurgitasi mitral
dapat dibagi menjadi regurgitasi mitral yang akut, transient atau bersifat
sementara, dan kronik. Sedangkan etiologi regurgitasi mitral dapat dilihat di tabel
6. 20
Tabel 3. Etiologi regurgitasi mitral 20
Etiologi Mekanisme Penampakan
echokardiografi
Posinflamasi Retraksi Penebalan
Reumatik Penebalan korda/katup
SLE Gerak
Sindrom antikardolipin normal/terbatas
Post radiation
Degeneratif Prolapse katup Katup jatuh/lemas
42

Prolaps katup mitral Ruptur korda Jaringan


Ruptur korda idiopatik tidak
Sindrom Marfan berfungsi
Sindrom Ehler-Danlos Ruptur korda
RM traumatik
Penyakit Miokardial Dilatasi anulus Katup Normal
Iskemik (kronik) Leaflets tenting Berkurangnya
Kardiomiopati gerakan
Penyakit Infiltratif Penebalan katup Katup menebal
Penyakit Amyloid Kehilangan koaptasi Reduksi gerak
Penyakit Hurler
Encasing Disease Imobilisasi katup Katup dan korda
Sindrom hipereosinofilik Katup menebal menebal
Fibrosis endomiokardial Gerakan terbatas
Penyakit karsinoid
Lesi egot
Lesi diet-obat
Endokarditis Lesi destruktif Perforasi
Katup lemas
Kongenital Cleft leaflets Cleft leaflets
Transposisi katup Katup trikuspid

Adapun anatomi katup mitral terdiri dari empat komponen utama yaitu: 6
1. Anulus katup mitral
Terdiri dari bagian yang kaku yang berhubungan dengan annulus katup
aorta. Terdiri dari jaringan fibrosa dan merupakan bagian dari pangkal katup
mitral bagian anterior. Bagian annulus mitralis yang lain yaitu bagian yang
dinamik, bagian yang terbesar dan tempat pangkal dari daun katup mitral bagian
posterior.

2. Kedua daun katup


43

Terdiri dari daun katup anterior dan posterior. Keduanya asimetris. Celah
dari kedua katup ini disebut komisura, bagian antero medial dan postero lateral.
3. Chordae tendinea
Terdiri dari dua berkas, berpangkal pada muskulus papillaris. Berkas
chordae tendineo ini menempel pada masing-masing daun katup, yang berfungsi
untuk menopang daun katup mitral dalam berkoaptasi. Setiap berkas chordoterdiri
dari beberapa serabut yang fleksibel.
4. Muskulus papillaris
Terdiri dari dua buah, tempat berpangkalnya kedua chordoe tendinea, dan
berhubungan langsung dengan dinding ventrikel kiri. Berfungsi untuk
menyanggah kedua chordae. Muskulus popilloris adalah bagian dari endokardium
yang menonjol, satu di medial, dan satu lagi di dinding lateral. Kelainan pada
apparatus mitral ini pada keadaan regurgitasi bisa saja hanya satu dari keempat
komponen tadi, misalnya pada annulus yang melebar; pada penyakit jantung
degeneratif seperti penyakit jantung koroner namun bisa saja mengenai dua atau
lebih, seperti katup mitral memendek, mengapur dan kelainan pada chordoe, fusi
dan memendek seperti pada penyakit jantung reumatik. Pada akut infark, dapat
terjadi ruptur dari muskulus papillaris yang dapat bermanifestasi syok kardiogenik
maupun edema paru akut.

Regurgitasi Mitral Degeratif


Yang paling sering penyebabnya adalah prolaps katup mitral (MVP),
dimana terjadi gerakan abnormal dari daun katup mitral ke dalam atrium kiri saat
systole, diakibatkan oleh tidak adekwatnya sokongan (support) dari chordae,
memanjang atau ruptur dan terdapat jaringan valvular yang berlebihan.
Menurunnya angka kejadian penyakit demam rematik dan peningkatan harapan
hidup di negara maju merubah distribusi etiologi RM, dimana RM akibat proses
degeneratif merupakan penyebab yang cukup sering. Di negara-negara maju, lesi
MVP merupakan lesi yang terbanyak didapatkan, 20 -70 % dari kasus-kasus RM
yang mendapat tindakan koreksi dengan operasi.20
Manifestasi Klinis
44

Pasien RM berat akut hampir semuanya simptomatik. Pada beberapa kasus


dapat diperberat oleh adanya ruptur chorda, umumnya ditandai oleh sesak napas
dan rasa lemas yang berlebihan, yang timbul secara tiba-tiba. Kadang ruptur
chordae ditandai oleh adanya nyeri dada, orthopnea, poroxysmal nocturnal
dyspnea dan rasa capai kadang ditemukan pada RM akut.20
Dari anamnesis juga kemungkinan dapat diperoleh perkiraan etiologi dari
RM akut. RM akut akibat iskemia berat, dapat diperkirakan pada kasus dengan
shock atau gagal jantung kongestif pada pasien dengan infark akut, terutama bila
didapatkan adanya murmur sistolik yang baru, walau kadang tidak ditemukan
murmur sistolik pada RM akut akibat iskemia, karena dapat terjadi keseimbangan
tekanan darah di dalam ventrikel kiri dan atrium kiri, yang dapat menimbulkan
lamanya murmur jadi memendek yang secara auskultasi sulit dideteksi.
Manifestasi klinis dari RM kronik, termasuk simptom, pemeriksaan fisis,
perekaman EKG dan perubahan radiologi sangat tergantung dari derajat dan kausa
dari RM, dan bagaimana performa dari atrium dan ventrikel kiri. Pasien dengan
RM ringan biasanya asimtomatik. RM berat dapat asimtomatik atau gejala
minimal untuk bertahun tahun. Rasa cepat lelah karena cardiac output yang
rendah dan sesak napas ringan pada saat beraktivitas, biasanya segera hilang
apabila aktivitas segera dihentikan.20
Pada pasien ini diagnosis mild mitral regurgitasi ec prolaps katup mitral
ditegakkan berdasarkan anamnesis berupa sesak ,hasil ekokardiografi berupa mild
mitral regurgitasi, prolapse katup mitral Belum diperlukan terapi operatif pada
pasien ini karena tidak ditemukan tanda-tanda gangguan hemodinamik dan gagal
jantung.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan murmur sistolik grade 1.pada
pemeriksaan ekokardiografi didapatkan kesan suatu mild mitral valve prolaps
anterior (MVP) dengan pembesaran atrium kiri. Hal ini menguatkan bahwa
penyebab RM pada pasien ini adalah suatu Mild MVP anterior. Keadaan ini
sangat beresiko terjadinya volume overload yang dapat menyebabkan edema paru
akut, sehingga pengawasan harus dilakukan dengan ketat.20
45

MVP adalah entitas klinis yang tidak sepenuhnya dipahami. Meskipun


merupakan penyebab paling sering dari RM, sedikit diketahui tentang mekanisme
genetik yang mendasari patogenesis dan perkembangan MVP. MVP dapat
dibedakan menjadi MVP primer atau nonsyndromic dan MVP sekunder atau
syndromic. MVP terjadi pada penyakit jaringan ikat seperti marfan syndrome
(MFS), Loeys-Dietz syndrom, Ehlers-Danlos syndrome, osteogenesis imperfecta,
pseudoxanthoma elasticum,dan aneurrysms osteoarthritis syndrome. MVP
ditandai oleh peningkatan secara progresive pada jaringan katup mitral yang
menyebabkan penebalan dan prolap katup kedalam atrium kiri pada saat sistole
yang mengarah pada RM. Secara histologi katup mitral pada MVP ditandai
dengan degenerasi myxomatous.7 Dalam beberapa literatur, prognosis MVP
bervariasi. Pada penelitian Framingham Heart Study (FHS) berbasis komunitas,
didapatkan tidak ada individu dengan MVP memiliki riwayat gagal jantung, 1
pasien (1,2%) memiliki atrial fibrilasi, 1 pasien (1,2%) memiliki penyakit
serebrovaskular, dan 3 pasien (3,6%) dengan sinkop. Selanjutnya sebuah studi
berbasis komunitas dari Mayo Clinic yang dilakukan ditempat perawatan primer
telah menggarisbawahi heterogenitas klinis MVP, termasuk spektrum prognostik
yang bervariasi.20
Penyebab prolaps pada pasien ini dipikirkan suatu kejadian demam
rematik sebelumnya atau adanya kelainan genetik yang diturunkan secara
autosomanl dominant yaitu mutasi pada filamin A. Pada pasien ini akan dilakukan
analisis kromosom dan hasil keluar setelah satu bulan.

Anda mungkin juga menyukai