Anda di halaman 1dari 25

Case Report

SUPRAVENTRICULAR TACHYCARDIA
(SVT) + STEMI

Disusun oleh :
ULFA HUSNUL HULUKI
2008434568

Pembimbing :

dr. Rosmaliana, Sp.JP-FIHA

KEPANITERAAN KLINIK
KJF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
2021
Case Report
PENDAHULUAN
Aritmia didefinisikan sebagai irama jantung yang bukan berasal dari nodus SA dan
menghasilkan sinus aritmia, baik bradikardia ataupun takikardia yang merupakan irama
denyut jantung yang abnormal. Aritmia dapat menyerang berbagai usia, baik usia muda
maupun usia lanjut. Berdasarkan letak lokasinya, aritmia dibagi menjadi kelompok aritmia
supraventrikular yaitu lokasi di atrial termasuk AV node dan berkas his kemudian aritmia
ventrikular yaitu lokasi di ventrikel mulai dari infra his bundle.1 Aritmia supraventrikular
merupakan kelainan sekunder akibat penyakit jantung atau ekstra kardiak, namun dapat juga
merupakan kelainan primer. Pada aritmia supraventricular gelombang QRS lebih sempit dan
mirip normal. Aritmia supraventricular dibagi menjadi premature beat atau ekstrasistol yang
bersifat tidak menetap dan takikardi aritmia yang bersifat menetap.2
Supraventricular tachycardia (SVT) adalah takikardia atrium yang ditandai dengan
awitan mendadak dan penghentian mendadak. Gangguan irama ini dapat terjadi karena faktor
pencetus seperti emosi, tembakau, kafein, kelelahan, pengobatan simpatomimetik atau
alkohol. Gejala yang umum terjadi pada penderita SVT adalah palpitasi, pusing dan nafas
pendek serta SVT ini seringkali disebabkan oleh pemicu ektopik dan dapat timbul dalam
salah satu atrium. Takikardi dapat mulai dan berhenti secara mendadak atau bertahap. Pada
ektopik atrium, gelombang P terbentuk abnormal dimana gelombang P tumpang tindih
dengan gelombang T, diikuti oleh kompleks QRS yang normal. 3 Mekanisme aritmia pada
SVT bisa merupakan otomatisitas abnormal, triggerred activity dan re-entry.4
Kebanyakan SVT merupakan takikardia regular yang disebabkan re-entry, suatu
irama abnormal yang gelombang depolarisasinya berjalan secara berulang pada lingkaran
jaringan jantung. Jalur re-entry pada takikardia supraventrikular dijumpai di nodal AV
(50%), jalur aksesoris lain (40%) serta di atrium atau nodal SA (10%). 4 Aritmia ini bukan
diakibatkan sirkuit yang bersirkulasi tetapi diakibatkan fokus otomatisitas yang terangsang.
Tidak seperti pola mendadak dari re-entry, karakteristik awitan dan terminasi dari takiaritmia
ini lebih bertahap dan mirip dengan bagaimana nodus sinus bekerja dalam mempercepat dan
menurunkan denyut jantung secara bertahap. Aritmia ini sulit ditangani dan tidak responsif
terhadap kardioversi dan biasanya dikontrol secara akut menggunakan obat yang
memperlambat konduksi melalui nodus AV dan kemudian akan memperlambat denyut
ventrikel.5

Kepaniteraan Klinik Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK UNRI 2


Case Report
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Supraventrikular Takikardi (SVT) adalah laju irama jantung yang cepat (>100 kali
per menit saat istirahat) yang diakibatkan mekanisme yang melibatkan bagian dari jaringan di
atas ventrikel yaitu bisa berasal dari atrium, sinus node, AV node, atau his bundle. Kelainan
pada SVT mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi dibagian atas bundle his.
Supraventricular tachycardia (SVT) ditandai dengan awitan mendadak dan penghentian
mendadak.2

Epidemiologi
Penelitian yang dilakukan oleh the Marsfield Epidemiologic Study Area (MESA)
mengatakan bahwa prevalensi SVT adalah 2,25 kasus per 1000 orang dengan kejadian 36
kasus per 100.000 orang/tahun. Atrioventricular nodal re-entry tachycardia (AVNRT) lebih
sering terjadi pada pasien yang berusia menengah atau lebih tua. Jenis kelamin juga
mempengaruhi terjadinya angka kejadian SVT, pada perempuan 2 kali lebih beresiko
mengalami SVT daripada laki-laki.6

Etiologi
1. Idiopatik, ditemukan pada hampir setengah jumlah pasien.
2. Sindrom Wolf Parkinson White (WPW), terdapat pada 10-20% kasus dan terjadi
hanya setelah konversi menjadi sinus aritmia.
Sindrom WPW adalah suatu sindrom dengan interval PR yang pendek dan interval
QRS yang lebar yang disebabkan oleh hubungan langsung antara atrium dan ventrikel
melalui jaras tambahan.5 Sindrom WPW merupakan suatu fenomena menarik yang terlihat
pada sejumlah individu dengan aritmia atrium paroksismal. Sindrom WPW adalah konduksi
AV (atrioventrikular) yang dipercepat. Pengidap sindrom WPW memiliki tamb ahan
hubungan jaringan nodus atau otot yang menyimpang (berkas Kent) antara atrium dan
ventrikel. Berkas ini menghantar lebih cepat dibandingkan hantaran nodus AV yang lambat
dan satu ventrikel terangsang lebih awal. Manifestasi pengaktifannya bergabung dengan pola
QRS yang normal dan menghasilkan interval PR yang pendek dan pemanjangan defleksi
QRS yang tidak mulus pada bagian atasnya (delta wave). Dapat dilihat pada gambar berikut:

Kepaniteraan Klinik Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK UNRI 3


Case Report

Gambar 2.1 Gambaran Accessory Pathway Pada Sindrom WPW

Gambar 2.2 Gambaran EKG pada sindrom WPW

3. Beberapa penyakit jantung bawaan (anomali Ebstein’s, single ventricle)

Patofisiologi
Mekanisme supraventrikular takikardi adalah atrioventricular nodal reentrant
tachycardia (AVNRT), atrioventricular reciprocating (reentrant) tachycardia (AVRT), dan
atrial tachycardia.7
1) Atrioventricular Nodal Reentrant Tachycardia (AVNRT)
AVNRT timbul karena adanya reentrant yang menghubungkan antara nodus AV dan
jaringan atrium. Nodus AV pada AVNRT memiliki dua jalur konduksi yaitu jalur konduksi
cepat dan jalur konduksi lambat. Jalur konduksi lambat yang terletak sejajar dengan katup
trikuspid, memungkinkan reentrant sebagai jalur impuls listrik baru melalui jalur tersebut,
keluar dari nodus AV secara retrograde (yaitu, mundur dari nodus AV ke atrium) dan secara
anterograde (yaitu, maju dari nodus AV ke ventrikel) dalam waktu bersamaan. Depolarisasi
atrium dan ventrikel yang bersamaan, mengakibatkan gelombang P jarang terlihat pada
gambaran EKG, meskipun depolarisasi atrium akan memunculkan gelombang P pada akhir
kompleks QRS pada lead V1.7

Kepaniteraan Klinik Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK UNRI 4


Case Report

Gambar 2.3. Proses terjadinya atrioventricular nodal reentrant tachycardia dan gambaran
EKG yang timbul

2) Atrioventricular Reciprocating (Reentrant) Tachycardia (AVRT)


AVRT merupakan takikardi yang disebabkan oleh adanya satu atau lebih jalur
konduksi aksesori yang secara anatomis terpisah dari sistem konduksi jantung normal. Jalur
aksesori merupakan sebuah koneksi miokardium yang mampu menghantarkan impuls listrik
antara atrium dan ventrikel pada suatu titik selain nodus AV. AVRT terjadi dalam dua bentuk
yaitu orthodromik dan antidromik.8 AVRT orthodromik, impuls listrik akan dikonduksikan
turun melewati nodus AV secara antegrade seperti jalur konduksi normal dan menggunakan
sebuah jalur aksesori secara retrograde untuk masuk kembali ke atrium. Karakteristik jenis ini
adalah adanya gelombang P yang mengikuti setiap kompleks QRS yang sempit karena
adanya konduksi retrograde.8,9
Impuls listrik AVRT antidromik akan dikonduksikan berjalan turun melalui jalur
aksesori dan masuk kembali ke atrium secara retrograde melalui nodus AV. Karena jalur
aksesori tiba di ventrikel di luar bundle his, kompleks QRS akan menjadi lebih lebar
dibandingkan biasanya.8,9

Kepaniteraan Klinik Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK UNRI 5


Case Report
Gambar 2.4 Proses terjadinya atrioventricular reciprocating (reentrant) tachycardia dan
gambaran EKG yang timbul.
3) Atrial tachycardia
Sekitar 10% dari semua kasus SVT, namun SVT ini sukar diobati. Takikardi ini
jarang menimbulkan gejala akut. Penemuannya biasanya karena pemeriksaan rutin atau
karena ada gagal jantung akibat aritmia yang lama. Takikardi atrium primer tampak adanya
gelombang P yang agak berbeda dengan gelombang P pada waktu irama sinus, tanpa disertai
pemanjangan interval PR. Pada pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak tidak didapatkan
jaras abnormal (jaras tambahan).10
Takikardi atrial adalah takikardi fokal yang dihasilkan dari adanya sebuah sirkuit
reentrant mikro atau sebuah fokus otomatis. Atrial flutter disebabkan oleh sebuah ritme
reentry di dalam atrium, yang menimbulkan laju detak jantung sekitar 300 kali/menit dan
bersifat regular atau regular-ireguler. Gambaran EKG akan tampak gelombang P dengan
penampakan “sawtooth”. Perbandingan antara gelombang P dan QRS yang terbentuk
biasanya berkisar 2:1 sampai dengan 4:1. Karena rasio gelombang P terhadap QRS
cenderung konsisten, atrial flutter biasanya lebih regular bila dibandingkan dengan atrial
fibrillation. Atrial fibrillation dapat menjadi SVT jika respon ventrikel yang terjadi lebih
besar dari 100 kali per menit. Takikardi jenis ini memiliki karakteristik ritme ireguler-ireguler
baik pada depolarisasi atrium maupun ventrikel. 9,10

Gambar 2.5 Proses terjadinya atrial tachycardia dan gambaran EKG yang timbul.

Mekanisme aritmia pada SVT bisa merupakan otomatisitas abnormal, triggerred


activity dan re-entry. Kebanyakan SVT merupakan takikardia regular yang disebabkan re-
entry, suatu irama abnormal yang gelombang depolarisasinya berjalan secara berulang pada
lingkaran jaringan jantung. Disritmia atrial merupakan kelainan pembentukan dan konduksi
impuls listrik di atrium. Mekanisme yang mendasarinya adalah:1

Kepaniteraan Klinik Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK UNRI 6


Case Report
1. Gangguan automaticity (sel miokard di atrium mengeluarkan impuls sebelum impuls
normal dari nodal SA). Penyebab tersering adalah iskemia miokard, keracunan obat
dan ketidakseimbangan elektrolit.
2. Triggered activity (kelainan impuls listrik yang kadang muncul saat repolarisasi, saat
sel sedang tenang dan dengan stimulus satu implus saja sel-sel miokard tersentak
beberapa kali). Penyebab tersering adalah hipoksia, peningkatan katekolamin, hipo-
magnesemia, iskemia, infark miokard dan obat yang memperpanjang repolarisasi.
3. Re-entry (keadaan dimana impuls kembali menstimulasi jaringan yang sudah
terdepolarisasi melalui mekanisme sirkuit, blok unidirectional dalam konduksi serta
perlambatan konduksi dalam sirkuit). Penyebab tersering adalah hiperkalemia dan
iskemia miokard.
Klasifikasi
Berikut ini adalah jenis takikardia supraventrikular:
1) SVT yang melibatkan jaringan sinoatrial :
a. Sinus tachycardia
b. Inappropriate sinus tachycardia
c. Sinoatrial node reentrant tachycardia (SANRT)
2) SVT yang melibatkan jaringan atrial :
a. Atrial tachycardia (Unifocal) (AT)
b. Multifocal atrial tachycardia (MAT)
c. Atrial fibrillation
d. Atrial flutter
3) SVT yang melibatkan jaringan nodus atrioventrikular :
a. AV nodal reentrant tachycardia (AVNRT)
b. AV reentrant tachycardia (AVRT)
c. Junctional ectopic tachycardia

Gejala Klinis
Gejala klinis takikardia supraventrikular (SVT) biasanya dibawa karena mendadak
gelisah, bernafas cepat, tampak pucat, muntah-muntah, laju nadi sangat cepat sekitar 200-300
per menit, tidak jarang disertai gagal jantung atau kegagalan sirkulasi yang nyata. 11
Takikardia supraventrikular pada pasien serangan awal disebabkan oleh sindrom WPW, baik
yang manifes maupun yang tersembunyi (concealed) sering menyebabkan pasien dibawa ke
dokter karena rasa berdebar dan perasaan tidak enak.10
Kepaniteraan Klinik Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK UNRI 7
Case Report
SVT kronik dapat berlangsung selama berminggu-minggu bahkan sampai bertahun-
tahun. Frekuensi denyut nadi yang lebih lambat, berlangsung lebih lama, gejalanya lebih
ringan dan juga lebih dipengaruhi oleh sistem susunana saraf autonom. Sebagian besar pasien
terdapat disfungsi miokard akibat SVT pada saat serangan atau pada SVT sebelumnya. Gejala
klinis lain SVT dapat berupa palpitasi, lightheadness, mudah lelah, pusing, nyeri dada, nafas
pendek dan bahkan penurunan kesadaran. Pasien juga mengeluh lemah, nyeri kepala dan rasa
tidak enak di tenggorokan 11
Risiko terjadinya gagal jantung sangat rendah pada anak dan remaja dengan SVT tapi
risikonya meningkat pada neonatus dengan SVT, neonatus dengan WPW dan pada anak
dengan penyakit jantung. Bila takikardi terjadi saat fetus, dapat menyebabkan timbulnya
gagal jantung berat dan hidrops fetalis.12

Diagnosis
Diagnosis SVT berdasarkan pada gejala dan tanda sebagai berikut:,9,10,11
a. Sulit minum, muntah, mudah mengantuk, mudah pingsan, keringat berlebihan. Bila gagal
jantung, maka dapat menjadi pucat, batuk, distress respirasi dan sianosis.
b. Palpitasi, nyeri dada, pusing, kesulitan bernapas, pingsan.
c. Palpitasi, nyeri dada, pusing, kesulitan bernapas, pucat, keringat berlebihan, mudah lelah,
toleransi latihan fisik menurun, kecemasan meningkat dan pingsan.
d. Denyut jantung :150 – 250 kali/menit.
e. Perubahan TD (hipertensi atau hipotensi); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi
jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, sianosis,
berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat.
f. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.
g. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah
h. Napas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan
(krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada
gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
i. Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial);
kehilangan tonus otot/kekuatan
j. EKG:
- Laju : 100-250x/menit
- Irama: regular

Kepaniteraan Klinik Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK UNRI 8


Case Report
- Gelombang P: gelombang P tumpang tindih dengan gelombang T dan disebut
gelombang P’
- Durasi QRS: 0,10 detik atau kurang kecuali ada perlambatan konduksi
intraventrikel

Gambar 2.6 Gambaran takikardia supraventrikular

Gambar 2.7 Diagnosis Banding untuk Takikardi dengan gambaran QRS sempit

Penatalaksanaan
1. Manuver vagal
Manuver vagal dan adenosin merupakan pilihan terapi awal untuk terminasi SVT
stabil. Manuver vagal atau pijat sinus karotid akan menghentikan hingga 25% SVT.
2. Adenosin

Kepaniteraan Klinik Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK UNRI 9


Case Report
Jika PSVT tidak respon dengan manuver vagal, maka berikan adenosin 6 mg IV
secara cepat melalui vena diameter besar (yaitu antekubitus) diikuti dengan flush
menggunakan cairan salin 20 ml. Jika irama tidak berubah dalam 1-2 menit, berikan adenosin
12 mg IV secara cepat menggunakan metode yang sama. Efek samping adenosin umum
terjadi tetapi bersifat sementara seperti flushing, dipsnea dan nyeri dada adalah yang paling
sering terjadi. Adenosin tidak boleh diberikan pada pasien dengan asma.
3. Ca channel bloker dan beta bloker
Jika adenosin atau manuver vagal gagal mengubah SVT maka dapat digunakan agen
penghambat AV nodul kerja panjang seperti penghambat kanal kalsium non dihidropiridin
(verapamil dan diltiazem) atau penghambat beta.
4. Verapamil
Verapamil diberikan 2,5 mg hingga 5 mg IV bolus selama 2 menit. Jika tidak ada
respon terapeutik dan tidak ada kejadian efek samping obat maka dosis berulang 5 mg hingga
10 mg dapat diberikan 15-30 menit dengan dosis keseluruhan 20 mg. Verapamil tidak boleh
diberikan pada pasien dengan fungsi ventrikel menurun atau gagal jantung.
5. Diltiazem
Diltiazem diberikan dengan dosis 15 mg hingga 20 mg IV selama 2 menit. Jika
diperlukan dalam 15 menit berikan dosis tambahan 20 mg hingga 25 mg IV. Dosis infus
rumatan adalah 5 mg/jam hingga 15 mg/jam.
6. Digoxin
Digoxin diberikan secara infus intravena, 0,25 mg – 0,5 mg dalam 15–20 menit,
diikuti dengan sisanya dalam dosis terbagi tiap 4-8 jam (tergantung dari respon jantung)
sampai total dosis muatan 0,5–1 mg tercapai. Bila memungkinkan dilakukan monitoring
kadar plasma digoksin, sampel darah diambil paling sedikit 6 jam setelah suatu dosis
diberikan. Pemberian propranolol atau esmolol intravena yang dikombinasikan dengan
digoxin dapat memberikan efek pengendalian takidisaritmia supraventrikuler secara cepat
serta dapat menurunkan resiko timbulnya toksisitas yang bisa saja timbul apabila masing-
masing obat tersebut diberikan dalam dosis tunggal.
7. SVT dengan aberansi
SVT dengan aberansi obat pilihannya adalah beta blockers, blocker kalsium - channel
dan adenosin sering obat pilihan untuk SVT dengan aberrancy. Amiodaron oral dan
Penggunaan kardioversi juga dapat dilakukan sebgai terapinya.
Berbagai jenis penghambat beta tersedia untuk penanganan takiaritmia supraventrikel
yaitu metoprolol, atenolol, esmolol dan labetalol. Pada prinsipnya agen-agen ini
Kepaniteraan Klinik Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK UNRI 10
Case Report
mengeluarkan efeknya dengan melawan tonus simpatetik pada jaringan nodus yang
menghasilkan perlambatan pada konduksi. Efek samping beta bloker meliputi bradikardia,
keterlambatan konduksi AV dan hipotensi.2

Gambar 2.8 Algoritma tatalaksana Supraventrikular Takikardi

Kepaniteraan Klinik Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK UNRI 11


Case Report
Gambar 2.9 Tatalaksana Lanjutan pada Regular SVT

Kepaniteraan Klinik Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK UNRI 12


Case Report
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn. N
Usia : 62 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Kuli Bangunan
No. RM : 01-07-70-60
Tanggal MRS : 29 November 2021
Tanggal periksa : 30 November 2021

Anamnesis
Autoanamnesis dan Alloanamnesis
Keluhan Utama
Jantung berdebar – debar disertai sesak nafas sejak 1 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Arifin Achmad dengan keluhan jantung berdebar-debar
disertai sesak nafas yang semakin memberat sejak 1 hari SMRS. Jantung berdebar-debar dan
sesak nafas timbul mendadak dan hilang timbul dengan durasi lebih dari 1 jam. Sesak nafas
timbul saat pasien melakukan aktivitas dan keluhan tidak menghilang saat pasien istirahat.
Sesak tidak di pengaruhi oleh makanan, cuaca, maupun debu. Sesak diperberat saat
berbaring, pasien juga sering terbangun dimalam hari dikarenakan sesak dan lebih nyaman
saat tidur dengan bantal ditinggikan. Pasien juga mengaku mengeluhkan kaki bengkak di
sebelah kanan. Keluhan lemas (+), batuk (+), demam (-), nyeri dada (-), pusing (+), mual
(+), muntah (-), keringat dingin (+). Riwayat terjatuh disangkal, nyeri saat bernafas (-)
Karena keluhan tersebut, pasien dibawa ke IGD RSUD Arifin Achmad untuk penanganan
lebih lanjut.
3 minggu SMRS Pasien mengeluhkan sesak napas. Muncul saat pasien beraktivitas
berat dan berkurang saat pasien beristirahat. Pasien langsung dibawa ke puskesmas, dan
diberikan oksigen. Setelah 3 hari, pasien mengeluhkan keluhan yang sama, lalu dirujuk ke
RSUD Arifin Achmad dan dirawat inap selama 2 minggu. Menurut pengakuan keluarga
pasien setelah dirawat, pasien mengalami gangguan pada jantung dan pasien diindikasikan
untuk pemasangan kateter jantung, namun pasien tidak bisa melanjutkan pemasangan kateter
dikarenakan tekanan darah pasien tidak stabil, dan setelah keluhan pasien berkurang, pasien

Kepaniteraan Klinik Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK UNRI 13


Case Report
diperbolehkan pulang. Tiga hari pasca rawat pasien mengeluhkan kembali sesak dan
berdebar-debar yang semakin memberat, lalu pasien ke puskesmas dan langsung dirujuk ke

RSUD AA. Keluhan disertai lemas, demam (-) batuk (-), mual (+), muntah (-), keringat
dingin (+).

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat mengalami keluhan yang sama sebelumnya (-)
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat Asma (-)
 Riwayat DM (-)
 Riwayat kolesterol (-)
 Riwayat penyakit jantung (-)
 Riwayat penyakit ginjal (-)
 Riwayat trauma (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada keluarga yang mengeluhkan keluhan yang sama (-)
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat DM (-)
 Riwayat kolesterol (-)
 Riwayat penyakit jantung (-)
 Riwayat penyakit ginjal (-)
 Riwayat trauma (-)
 Riwayat Asma (-)

Riwayat Sosial, Ekonomi & Kebiasaan


 Pasien seorang tukang bangunan.
 Pasien sering mengonsumsi jamu saat badan pasien terasa pegal.
 Kebiasaan mengkonsumsi makanan berlemak dan jarang berolahraga
 Riwayat merokok (+), 4 batang/hari, Indeks Brinkman: perokok ringan dan sudah
berhenti sejak 10 tahun
 Riwayat minum alkohol (-), riwayat NAPZA (-).

Kepaniteraan Klinik Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK UNRI 14


Case Report
Pemeriksaan Umum
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Composmentis cooperative
 Tekanan darah : 120/45 mmHg
 Nadi : 163 x/menit (regular, isian cukup, kuat angkat)
 Nafas : 26 x/menit
 Suhu : 36,8 °C
 Tinggi badan : 165 cm
 Berat badan : 60 kg
 IMT : 22 (Normoweight)
 SpO2 : 99% nasal canul 3 L

Pemeriksaan Fisik
Kepala dan leher :
• Kepala : Normocephal, jejas (-)
• Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
• Telinga : keluar cairan (-), keluar darah (-)
• Hidung : napas cuping hidung (-), keluar cairan (-), keluar darah (-)
• Mulut : Mukosa bibir sianosis (-), pucat (-), kering (-)
• Leher : JVP (5 + 3 cmH2O), pembesaran KGB dan tiroid (-)

Pemeriksaan Toraks
1. Paru:
 Inspeksi :
Statis : Simetris kiri dan kanan, retraksi iga (-), deformitas (-)
Dinamis : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, pergerakan dinding dad
a yang tertinggal (-/-)
 Palpasi : vokal fremitus melemah kanan dan kiri
 Perkusi : Redup pada kedua lapangan basal paru
 Auskultasi : Vesikuler (-/-), wheezing (-/-), ronkhi (+/+)
2. Jantung:
 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus kordis teraba di linea midclavicula sinistra SIK VI

Kepaniteraan Klinik Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK UNRI 15


Case Report
 Perkusi : Batas jantung kanan linea midclavikula dextra SIK V, batas jantung k
iri linea midclavicula SIK VI
 Auskultasi : S1 dan S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Pemeriksaan Abdomen
 Inspeksi : Tampak datar, distensi (-), venektasi (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) normal 8 kali/menit
 Palpasi : Supel pada seluruh lapangan abdomen, nyeri tekan (-), hepar dan lien
tidak teraba.
 Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen

Pemeriksaan Extremitas
 Ekstremitas atas: Akral dingin, pitting edema (-/-), CRT <2 detik,
sianosis (-)
 Eksremitas bawah: Akral dingin, pitting edema (-/+), CRT <2 detik,
sianosis (-)

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (29/11/2021)
Darah rutin
HB : 12,2 g/dl
Leu : 9,96 x 103 uL
Trom : 323 x 103 uL
Erit : 4,25 x 106 uL
HT : 37,6 %

Hitung jenis
Basofil : 0,5%
Eusinofil : 0,5% (L)
Neutrofil : 76,2% (H)
Limfosit : 16,9% (L)
Monosit : 5,9%

Kimia Klinik
Albumin : 3,7 g/dl

Kepaniteraan Klinik Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK UNRI 16


Case Report
AST : 75 u/L (H)
ALT : 89 u/L (H)
GDS : 149 mg/dL
Ureum : 66,0 mg/Dl (H)
Kreatinin: 1,50 mg/dL (H)

Elektrolit
Natrium : 137 mmol/l
Kalium : 5,3 mmol/l
Chloride : 102 mmol/l

Imunologi
Tromponin I kuantitatif : 4240 ng/L positif (HH)

(01/12/2021)
Kimia Klinik
Asam urat : 12,6 mg/dL (H)
Kolestrol total : 156 mg/dL
Kolestrol HDL: 24 mg/dL (L)
Kolestrol LDL: 114,0 mg/dL
Trigliserida : 90 mg/dL

Elektrolit
Natrium: 138 mmol/L
Kalium : 5,1 mmol/L

Rontgen Thorax (29 Oktober 2021) RSUD Arifin Achmad

Kepaniteraan Klinik Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK UNRI 17


Case Report
Interpretasi:
- Identitas sesuai, TN. N (62 tahun)
- Marker L
- Posisi AP, L
- Kekerasan foto cukup
- Tulang clavicula, scapula, costae, vertebrae intak dan tidak ada tanda-tanda fraktur.
- Trakea midline
- Sela iga kanan dan kiri tidak melebar
- Jaringan lunak : 2 cm
- Diafragma tidak bisa dinilai.
- Sudut costofrenikus dextra tumpul dan kiri tidak bisa dinilai
- CTR: Tidak bisa dinilai
Pulmo :
 Corakan bronkovaskular bertambah
 Infiltrat di kedua lapang paru
Kesan:
Cor : Cardiomegali
Pulmo: Efusi pleura bilateral

Hasil EKG di IGD (29/12/2021)

Kepaniteraan Klinik Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK UNRI 18


Case Report
Interpretasi EKG :
 Irama : Sinus Takikardi
 Regularitas : Reguler
 Rate : 150x/menit (Takikardi)
 Axis : Normoaxis
 Gelombang P : Tidak terlihat karena tertutupi oleh gelombang T
 Interval PR : Sulit dinilai
 Kompleks QRS : 0.06 detik
 ST segment : ST elevasi pada lead I, II, V1, V2
 Gelombang T : Isoelektrik
 Q patologis :-
 LVH/RVH : LVH (-), RVH (-)
 LBBB/RBBB : LBBB (-), RBBB (-)
 Kesan : Supraventrikular Takikardi, 150x/menit

Kesimpulan:
Pada anamnesis ditemukan pasien mengeluhkan berdebar-debar disertai sesak nafas secara
mendadak. Pemeriksaan fisik arteri radialis teraba cepat dan reguler. Pemeriksaan penunjang
EKG ditemukan sinus takikardi, regular, frekuensi nadi 150x/menit, sebagian besar
gelombang P tertutupi oleh gelombang T.

Diagnosis
Supraventrikular Takikardi + STEMI

Daftar Masalah
 Supraventrikular Takikardi+STEMI
 Efusi Pleura
 Acute Kidney Injury

Penatalaksanaan/Instruksi
Non famakologi
 Maneuver vagal
 Bedrest, pantau keadaan umum dan TTV
 Posisi semi fowler
Kepaniteraan Klinik Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK UNRI 19
Case Report
 Oksigen nasal kanul 3L/menit

Farmakologi
a. IVFD RL 20 tpm/24 jam
b. Inj. Ondancentron 8 mg 3x1
c. Inj. Fargoxin 3x0,5 amp
d. Inj. Lovenox 0,6 2x1
e. Inj. Lansoprazole 30 mg 2x1
f. Rebamipid 100mg 3x1
g. Nitrogliserin 2x2,5mg
h. Atorvastatin 20mg
i. Ramipril 2,5 mg 1x1
j. Acetylsalicylic Acid 80mg 1x1
k. ISDN 5mg 3x1
l. Clopidogrel 75mg 1x1

Edukasi
 Edukasi mengenali tanda dan gejala secara mandiri
 Ajarkan cara menghitung nadi
 Edukasi tindakan awal yang harus dilakukan ketika timbul tanda dan gejala, seperti
istirahat, bila keluhan tidak hilang harus segera ke pelayanan kesehatan terdekat
 Teratur minum obat

Pemeriksaan Anjuran
 Elektrokardiogram ulang
 Echocardiografi
 Pungsi Pleura

Follow Up (30 November 2021)


S: Sesak dan berdebar–debar belum berkurang
O: Kesadaran composmentis cooperative
Tekanan darah :118/73 mmHg, HR : 147x/menit, RR : 59 x/menit, T : 36,7 , SpO2 94 %
room air
A : Supraventrikular Takikardi
P : Observasi TTV, batasi aktivitas, bed posisi head up 30o

Kepaniteraan Klinik Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK UNRI 20


Case Report
 Drip Amiodaron 300/8 jam
 Citicolin 1000 mg
 Debutamin 500/50
 IVFD RL 20 tpm/24 jam
 Inj. Ondancentron 3x8mg
 Inj. Fargoxin 3x0 ,5 amp
 Inj. Lovenox 2x0,6ml(Hz)
 Inj. Lansoprazole 2x30mg
 Rebamipid 3x100mg
 Nitrogliserin 2x1
 Atorvastatin 1x20mg
 Ramipril 1x2,5mg
 Aspilet 1x80mg
 ISDN 3x5mg
 Clopidogrel 1x75mg
 Furosemide 1x1
 Spironolakton 1x25mg

Follow Up (01 Desember 2021)


S : Masih mengeluhkan sesak nafas dan berdebar-debar.
O : Kesadaran composmentis cooperative
Tekanan darah : 110/82 mmHg, HR : 131 x/menit, RR : 40 x/menit, T : 36,6 C, SpO2 100%
room air
A : Supraventrikular Takikardi
P : Observasi TTV, batasi aktivitas, bed posisi head up 30o
 Drip Vascon 4/50
 Drip Amiodaron 300/12jam
 Debutamin 500/50
 IVFD RL 20 tpm/24 jam
 Inj. Ondancentron 3x8mg
 Inj. Lovenox 2x0,6ml(Hz)
 Inj. Lansoprazole 2x30mg
 Inj. Citicolin 3x500mg

Kepaniteraan Klinik Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK UNRI 21


Case Report
 Rebamipid 3x100mg
 Nitrogliserin 2x1
 Atorvastatin 1x20mg
 Ramipril 1x2,5mg
 Aspilet 1x80mg
 ISDN 3x5mg
 Clopidogrel 1x75mg
 Furosemide 1x1
 Spironolakton 1x25mg
 Inj. lasik 1x2ampul

Follow Up (02 Desember 2021)


S : Masih mengeluhkan sesak nafas dan berdebar-debar.
O : Kesadaran composmentis cooperative
Tekanan darah : 115/49 mmHg, HR : 112 x/menit, RR : 26 x/menit, T : 36,6 C, SpO2 99%
room air.
A : Supraventrikular Takikardi
P : Observasi TTV, batasi aktivitas, bed posisi head up 30o
 Drip Amiodaron 300/12jam
 Drib Dobotamin 500/50
 IVFD RL 20 tpm/24 jam
 Inj. Ondancentron 3x8mg
 Inj. Lovenox 2x0,6ml(Hz)
 Inj. Lansoprazole 2x30mg
 Inj. Citicolin 3x500mg
 Rebamipid 3x100mg
 Nitrogliserin 2x1
 Atorvastatin 1x20mg
 Ramipril 1x2,5mg
 Aspilet 1x80mg
 ISDN 3x5mg
 Bisoprolol 1x1,25mg
 Clopidogrel 1x75mg

Kepaniteraan Klinik Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK UNRI 22


Case Report
 Furosemide 1x1
 Spironolakton 1x25mg
 Sucrafat 3x15cc
 Inj. lasik 1x2ampul
 Glyseryl Guaiacolate 100mg 3x2

Follow Up (03 Desember 2021)


S : Sesak nafas sudah berkurang.
O : Kesadaran composmentis cooperative
Tekanan darah : 88/65 mmHg, HR : 83 x/menit, RR : 25 x/menit, T : 35,7 C, SpO2 100%
room air
A : Supraventrikular Takikardi
P : Observasi TTV, batasi aktivitas, bed posisi head up 30o
 Drip Amiodaron 300/50
 Drib Dobotamin 500mg/50cc
 IVFD RL 20 tpm/24 jam
 Inj. Ondancentron 3x8mg
 Inj. Lovenox 2x0,6ml
 Inj. Lansoprazole 2x30mg
 Inj. Citicolin 3x500mg
 Inj. Lasik 1x1
 Rebamipid 3x100mg
 Nitrogliserin 2x1
 Atorvastatin 1x20mg
 Ramipril 1x2,5mg
 Aspilet 1x80mg
 ISDN 3x5mg
 Bisoprolol 1x1,25mg
 Clopidogrel 1x75mg
 Furosemide 1x1
 Spironolakton 1x25mg
 Sucrafat 3x15cc
 Inj. lasik 1x2ampul

Kepaniteraan Klinik Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK UNRI 23


Case Report
 Glyseryl Guaiacolate 100mg 3x2

PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat
disimpulkan bahwa diagnosis pasien adalah Supraventrikular Takikardia (SVT). Manifestasi
klinis yang didapat dari anamnesis yaitu palpitasi secara tiba-tiba, sesak nafas muncul saat
pasien sedang beraktivitas berat dan keluhan tidak berkurang dengan istirahat, mual, pusing
dan lemas. Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya, riwayat merokok, serta
memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan berlemak dan jarang berolahraga.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai nadi meningkat yaitu 163x/menit. Kemudian data
pemeriksaan penunjang laboratorium pada tanggal 29 November ditemukan peningkatan
AST, peningkatan ALT, peningkatan ureum, peningkatan kreatinin, peningkatan asam urat,
peningkatan tromponin I kuantitatif. Hasil foto thoraks ditemukan adanya kardiomegali dan
efusi pleura bilateral, pada hasil elektrokardiografi (EKG) tanggal 29 November saat pasien
masuk IGD AA didapatkan hasil SVT dengan HR 150 x/menit.
Supraventrikular takikardia merupakan salah satu jenis takidisritmia yang ditandai
dengan perubahan denyut jantung yang mendadak bertambah cepat dengan frekuensi jantung
pasien diatas 100 kali per menit, yang disebabkan oleh impuls listrik yang berasal di atas
ventrikel jantung. Kelainan SVT mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi diatas
bundle of his.
Penatalaksanaan pada kasus ini ketika di IGD adalah dilakukan pemberian oksigen 3
liter yang adekuat yang berfungsi untuk mencegah disfungsi end organ dan serangan gagal
organ yang multipel. Pada pasien ini sebaiknya dilakukan maneuver vagal sebelum terapi
farmakologi yang bertujuan untuk meningkatkan tonus parasimpatik dan memperlambat
konduksi ke AV node sehingga frekuensi jantung akan menurun. Pasien ini juga diberikan
terapi anti aritmia berupa amiodaron, amiodaron merupakan salah satu anti aritmia yang
dapat mengendalikan detak jantung dan meningkatkan kekuatan serta efisiensi jantung
sehingga sirkulasi darah menjadi baik. Pasien ini juga diberikan Lansoprazole untuk menekan
asam lambung, Obat ini bertujuan untuk menekan produksi asam lambung. Obat ini diberikan
karena pasien memiliki keluhan mual.
Evaluasi tetap dilakukan dengan melakukan EKG perhari. Follow up pasien telah
dilakukan untuk melihat perbaikan kondisi pasien dan ditemukan hasilnya menunjukkan
keluhan berdebar-debar dan sesak napas pasien sudah mulai berkurang.

Kepaniteraan Klinik Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK UNRI 24


Case Report
DAFTAR PUSTAKA
1. Rahman M. Mekanisme dan klarsifikasi Aritmia : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Pusat penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia : Jakarta.2015.
2. Makmum LH. Aritmia Supraventrikular : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat
penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia : Jakarta.2015.
3. Philip I, Aaronson, Jeremy PTW. At a glance: Sistem Kardiovaskular. Jakarta: PT.
Gelora Aksara Pratama; 2009: 106-7.
4. Dharma S. Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta: EGC; 2009.
5. Karo SK, Rohajoe AU, Sulistyo S, Kosasih A. ACLS (Advanced cardiac life support).
Jakarta: PERKI; 2012.
6. Richard L, Jose AJ. Guideline For Management of Adult Patients With
Supraventricular Tachycardia. Journal of the American College of Cardiology. 2015.
7. Lin MS. Evaluation and Initial Treatment of Supraventricular Tachycardia. The New
England Journal of Medicine, 2012:1438-48
8. Doniger SJ, Sharieff GQ. Dysrythmias. Clinics of North America, Volume 53.
2012:85-105.
9. Manole MD, Saladino RA. Emergency Department Management of the Patient With
Supraventricular Tachycardia. Emergency Care. 2013:176-189.
10. Schlechte EA, Boramanand N, Funk M. Supraventricular Tachycardia in the Primary
Care Setting: Agerelated Presentation, Diagnosis, and Management. Journal of
Health Care. 2011:289-299.
11. Kothari DS, Skinner JR. Tachycardias: an update. Volume 91. 2013:136–144.
12. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Panduan Praktis Klinik
(PPK) dan Clinical Pathway (CP) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. 2016

Kepaniteraan Klinik Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK UNRI 25

Anda mungkin juga menyukai