Anda di halaman 1dari 16

Referat

ANESTESI PADA PASIEN LEUKIMIA

Oleh :
Ardiva Arundati
Jelita Sri Agustin
Kevin Rovi Andika
Maimunah Firdaus
Muhammad Ikhwan Fuadi
Tia Yuliarti Ahda

Pembimbing :
dr. Dino Irawan, SpAn

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT UMUM ARIFIN ACHMAD
PROVINSI RIAU
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

referat yang berjudul “Anestesi Pada Pasien Leukimia”. Penulis menyusun

referat ini untuk memahami lebih dalam mengenai tindakan anestesi pada pasien

leukimia dan sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian Kepaniteraan

Klinik Ilmu Kedokteran Anastesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran

Universitas Riau di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih

kepada dokter – dokter pembimbing di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau,

antara lain:

1. dr. Dino Irawan, Sp. An sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia

meluangkan waktu.

2. Dokter spesialis anastesi dan perawat bagian anastesi yang bersedia

memberikan waktu untuk memberikan ilmu.

Penulis sadar pembuatan referat ini masih jauh dari sempurna. Saran dan

kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, kami

mengharapkan semoga referat ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Pekanbaru, 16 Juni 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik yang

ditandai dengan penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah

abnormal atau sel leukemik. Hal ini disebabkan oleh proliferasi tidak terkontrol

dari klon sel darah immatur yang berasal dari sel induk hematopoietik. 1

Perkembangan keganasan yang terjadi pada leukemia akan menghasilkan

abnormalitas sel leukemik dan gangguan produksi sel darah normal. 2 Sel leukemik

tersebut juga ditemukan dalam darah perifer dan sering menginvasi jaringan

retikuloendotelial seperti limpa, hati dan kelenjar limfe.1

Klasifikasi besar leukemia terbagi menjadi leukemia akut dan kronis.

Apabila populasi sel abnormal tidak matang, maka dinamakan bentuk akut.

Sedangkan leukemia yang bersel matang dinamakan leukemia kronis. Leukemia

diklasifikasikan berdasarkan maturitas dan jenis turunan sel seperti leukemia

mieloblastik akut (LMA), leukemia limfoblastik akut (LLA), leukemia mielositik

kronik (LMK), dan leukemia limfositik kronik (LLK). 7 Pemeriksaan gambaran

darah tepi (GDT) pada LMA dapat ditemukan mieloblas yang mengandung

batang Auer dan penurunan jumlah granulosit absolut. Pada LLA, GDT yang

ditemukan adalah peningkatan leukosit, limfositosis, dan penurunan pada jumlah

trombosit, neutrofil dan eritrosit 3

Leukemia akut pada anak-anak mencakup 30%-40% dari keganasan pada

anak, yang dapat terjadi pada semua umur, insidens terbesar terjadi pada usia 2-5

tahun dengan insidens rata-rata 4-4,5 kasus/tahun/100.000 anak di bawah umur 15


tahun. beberapa penelitian melaporkan bahwa proporsi pasien laki-laki lebih besar

dari pada perempuan, terutama terjadi setelah usia pertama kehidupan. proporsi

tersebut menjadi lebih dominan pada usia 6-15 tahun. pada keseluruhan kelompok

umur, rasio laki-laki dan wanita pada LLA adalah 1,15. Leukemia akut jenis LLA

(leukemia limfoblastik akut) terdapat pada ±90% kasus, sisanya 10% merupakan

leukemia mieolobastik akut (LMA), dan leukemia monositik akut (AMoL).

Sedangkan leukemia limfositik kronik maupun eosinofilik, basofilik,

megakariosit, dan eritroleukemia sangat jarang terjadi pada anak-anak. dikatakan

bahha angka kejadiannya di negara berkembang kurang lebih sama yaitu berkisar

antara 83% untuk LLA dan sisanya 17% untuk LMA.4

Leukemia merupakan penyebab dari sepertiga kasus kematian pada anak

dan remaja berusia di bawah 15 tahun akibat kanker di Amerika Serikat. 4 Dari

data riset kesehatan dasar (Riskesdas) Indonesia 2007, leukemia merupakan salah

satu penyebab kematian pada anak usia 1-4 tahun di Indonesia dengan proporsi

kejadian 2,9%.5 Penelitian yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan,

terdapat sekitar 162 pasien yang mengalami leukemia dengan LLA sebesar 87%,

LMA 6,2%, LMK 2,5%, dan LLK 4,3% pada tahun 2004–2007.6

Salah satu manifestasi klinis dari leukemia adalah perdarahan. Manifestasi

perdarahan yang paling sering ditemukan berupa petekie, purpura atau ekimosis,

yang terjadi pada 40-70% penderita leukemia akut pada saat didiagnosis. Lokasi

perdarahan yang paling sering adalah pada kulit, mata, membran mukosa hidung,

ginggiva dan saluran cerna. perdarahan yang mengancam jiwa biasanya terjadi

pada saluran cerna dan sistem saraf pusat.7


Penyebab tersering perdarahan pada leukemia adalah trombositopenia.

Berkurangnya jumlah trombosit pada leukemia biasanya merupakan akibat dari

infiltrasi ke sumsum tulang atau kemoterapi, namun bisa juga karena koagulasi

intravaskuler diseminata, proses imunologis dan hipersplenisme sekunder

terhadap pembesaran limpa. Selain trombositopenia, perdarahan dapat juga akibat

disfungsi trombosit, kelainan hepar dan fibrinolysis.8


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Leukimia

Leukemia adalah suatu penyakit keganasan sel darah putih yang berasal

dari sum-sum tulang yang ditandai oleh poliferasi sel-sel darah putih, dengan

manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi. Pada leukemia terdapat

gangguan dalam pengaturan sel leukosit, leukosit dalam darah berpoliferasi secara

tidak teratur dan tidak terkendali sehingga menyebabkan fungsi dari sel-sel darah

menjadi tidak normal.

Leukimia dibagi atas Leukimia Limfoblastik Akut (LLA), Leukimia

Mieloblastik Akut (LMA) dan Leukimia Mielositik Kronis (LMK).9 Leukemia

merupakan produksi tidak terkontrol dari leukosit akibat mutasi keganasan dari sel

limfogen atau myelogen. Leukemia limfositik dimulai dari nodus limfatikus

sedangkan leukemia myeloid dimulai dari produksi cancerous dari sel

myelogenous dalam sumsum tulang dengan penyebaran ke organ ekstramedulla.

Perbedaan prinsip dari normal hematopoietic stem cell dan sel leukemia

adalah kemampuan sel leukemia untuk terus membelah. Hasilnya adalah massa

sel yang meluas dan menginfiltrasi sumsum tulang dan membuat pasien secara

fungsional aplastik. Kemudian kegagalan sumsum tulang menyebabkan infeksi

yang fatal atau perdarahan akibat trombositopenia. Sel leukemia juga

menginfiltrasi hati, limpa, nodus limfatikus, dan menings, menyebabkan tanda-

tanda disfungsi pada organ.10


2.2 Epidemiologi Leukimia

Leukemia mewakili 2,5% dari semua kejadian kanker dan sekitar 3,5%

kematian akibat kanker di Amerika Serikat. Insidensi penyakit ini tinggi pada

orang dewasa. Hampir 80% kasus leukemia akut terjadi pada orang dewasa dan

20% terjadi pada anak-anak. Kejadiannya meningkat seiring dengan

bertambahnya usia seseorang.11

Angka kejadian leukemia merupakan salah satu jenis kanker yang apabila

tidak dideteksi secara dini bisa berakibat sangat fatal yaitu berupa kematian.

Kejadian leukemia di Eropa adalah 13/100.000 penduduk per tahunnya. Pada

tahun 2016 di Amerika diperkirakan muncul 60.140 kasus baru leukemia dan

sekitar 75% adalah kasus leukemia limfoblastik akut. Selain itu, di Cina leukemia

termasuk kedalam penyakit kanker yang paling banyak terjadi pada anak dan

remaja yaitu sekitar 20 – 50 juta anak setiap tahunnya.12

Di Indonesia angka kejadian leukemia terus meningkat setiap tahunnya.

Berdasarkan data statistik rumah sakit dalam Sistem Informasi Rumah Sakit

(SIRS) tahun 2006, kasus leukemia (5,93%) berada pada peringkat kelima.

Indonesia memiliki sekitar 11.000 kasus kanker anak setiap tahunnya dan

sepertiga dari kanker anak adalah leukemia dengan jenis terbanyak adalah LLA.13

2.3 Anestesi pada Pasien Leukimia

Anestesi diperlukan pada semua tingkat pelayanan termasuk diagnosis,

terapi, dan manajemen nyeri. Ahli anestesi menjadi bagian penting tim

multidisiplin yang menangani anak-anak dengan keganasan. Pengetahuan

mengenai efek fisiologi dari keganasan dan terapinya adalah penting bagi ahli

anestesi yang melayani pasien tersebut. Peran anestesia termasuk untuk prosedur
singkat, untuk insersi akses vena sentral, memfasilitasi radioterapi dan

pembedahan mayor.8

Leukimia umumnya terjadi pada sepertiga anak yang terdiagnosa kanker,

insidensi tertinggi terjadi pada usia 2 – 3 tahun. Delapan puluh persen leukemia

merupakan Akut Limfoblastik Leukimia (ALL). Salah satu terapi pada ALL

adalah kemoterapi, kemoterapi tersebut menggunakan sitotoksik intratekal dengan

aspirasi sumsum tulang rutin untuk Biopsi sumsum tulang yang digunakan

sebagai mendiagnosis leukemia, dan juga untuk memantau respon terhadap

pengobatan. Prosedur aspirasi sumsum tulang tersebut merupakan prosedur yang

menimbulkan nyeri (lumbar puncture, aspirasi sumsum dan biopsy trephine)

sehingga memerlukan anestesi yang menghasilkan analgesia.14,15

Ahli anestesi yang berpengalaman, staf ruang pemulihan dan perlengkapan

resusitasi yang lengkap harus tersedia setiap saat, penting bagi ahli anestesi untuk

mengetahui interaksi antara obat yang sering diberikan dengan proses penyakit

dan terapinya. 9

Anestesi mempunyai peranan dalam hal prosedur singkat seperti aspirasi

sumsum tulang dan pemberian kemoterapi intratekal sebagai sedasi dan analgesia.

Obat dan teknik anestesi yang diberikan dapat berpengaruh terhadap sistem

pertahanan tubuh. Beberapa penelitian yang telah dilakuakn secara invitro

menunjukkan bahwa obat-obatan anestesi dapat menghambat fungsi imunologis

yang berperan dalam perkembangan sel ganas.16 Sebelum dilakukan tindakan

perlu dilakukan penilaian praoperatif untuk mengetahui diagnosis mendasar serta

keadaan pasien. Memperhatikan hasil darah rutin lengkap untuk


mempertimbangkan obat anestesi yang akan diberikan. Pasien dengan

trombositopenia harus dihindari penggunakan obat anti inflamasi non steroid.15

Obat anesthesia intravena yang digunakan sebagai sedasi dan analgesia

harus memperhatikan fungsi ginjal dan hepar. Disfungsi hepatic atau ginjal yang

terjadi pada pasien leukemia dapat mempengaruhi obat anestesi. Gagal ginjal

dapat memperpanjang efek sedasi jika dosisi yang diberikan dalam jumlah besar. 15

Opioid dan propofol menunjukkan efek kecil pada ginjal, kecuali digunakan

secara tunggal.17

Pada saat tindakan biopsi sumsum tulang dapat berpotensi mengakibatkan

anemia dan hipovolemia. Jika hal ini terjadi, maka perlu dilakukan resusitasi

cairan, namun tranfusi darah harus ditunda sampai setelah prosedur karena sel

darah merah yang ditransfusikan dapat mencemari sumsum yang diambil. 15 Dalam

prosedur aspirasi sumsum tulang, banyak institusi mnganjurkan penggunaan

anestesi intravena dengan propofol dan remifentanyl (atau alfentanyl/fentanyl)

karena profil efek samping yang lebih disukai. Keuntungan lain dibanding

anestesi inhalasi: onset dan pemulihan yang cepat hilangnya gerakan terhadap

stimulus dan tidak memerlukan scavenging gas anestesi.18

Banyak jenis teknik anestesi yang dapat digunakan secara aman untuk

menganestesi anak-anak ataupun orang dewasa dengan penyakit leukemia. Tidak

ada obat, agen, ataupun teknik tertentu yang merupakan kontra indikasi mutlak

dari hal ini. Agen anestesi tertentu seperti Nitrous oxide bersifat myelosuppressive

atau menekan pembentukan myelosit, tetapi penggunaan agen ini selama proses

anestesi tidak menjadi kontraindikasi.19


Salah satu terapi pada leukemia ini adalah dengan tindakan hematopoietic

stem cell transplantation (HSCT). Pada pasien leukemia yang akan dilakukan

HSCT hal unik yang perlu di perhatikan tingginya insiden dan potensi morbiditas

oleh mukositis yang disebabkan oleh kondisi neutropenia. Tindakan anestesi

berupa manipulasi airway pada anak-anak harus seminimal mungkin. Pemberian

propofol intravena sebagai sedasi total dengan pernapasan spontan tanpa bantuan

alat ventilasi airway lebih dianjurkan. Hal ini karena propofol memiliki proses

pemulihan yang lebih cepat serta memiliki profil anti-emetik. Obat ini juga lebih

baik digunakan pada infant yang dilakukan terapi radiasi jika dibandingkan

dengan penggunaan agen lain seperti ketamin atau tiopental.19

Kemoterapi modern terdiri dari penggunaan obat sitotoksik intratekal

dengan aspirasi sumsum tulang secara reguler dan trephines untuk menilai respon

terapi. Prosedur ini sering dilakukan dan membutuhkan anestesia untuk

memberikan analgesi dan amnesia sambil membatasi efek samping dan gangguan

aktivitas anak.10

2.4 Efek anestesi pada leukemia

Pasien kanker dapat mengalami disfungsi organ setiap saat karena

berbagai alasan. Riwayat anestesi sebelumnya yang tidak bermasalah tidak selalu

menjadi prediktor keamanan. Perhatian harus difokuskan pada efek fisiologi dan

anatomi dari penyakit kanker itu sendiri maupun terapinya.20

Pasien pediatri dengan hiperleukositosis berada pada risiko perioperatif

yang signifikan. Gejalanya adalah dispnea akut, yang sering disertai disorientasi
dan defisit fokal akibat gangguan perfusi serebral. Selain itu, gagal napas,

perdarahan intrakranial dan/atau iskemia, dan koagulopati adalah manifestasi khas

dari hiperleukositosis.

Pasien tersebut rentan terhadap risiko pernapasan perioperatif, seperti

ketidakseimbangan cairan, gangguan neurologis, dispnea akut, dan gagal ginjal

akut. Beberapa agen kemoterapi yang digunakan untuk pasien pediatri dengan

leukemia dapat menyebabkan nyeri neuropatik.

Mual dan muntah yang disebabkan kemoterapi adalah efek samping yang

lazim dan merugikan dari pengobatan kanker. Sekitar 60% pasien yang menjalani

kemoterapi meskipun menerima obat antiemetik mengalami mual dan muntah.

Rekomendasi untuk pencegahan mual dan muntah adalah deksametason,

ondansetron, dan klorpromazin.21

Penting untuk mengenali pasien kanker karena pasien kanker dapat

mengalami disfungsi organ setiap saat karena berbagai alasan. Riwayat anestesi

sebelumnya yang tidak bermasalah tidak selalu menjadi prediktor keamanan.

Perhatian harus difokuskan pada efek fisiologi dan anatomi dari penyakit kanker

itu sendiri maupun terapinya. Deksametason sering digunakan sebagai antiemetik

namun juga digunakan sebagai kemoterapi dan sebaiknya tidak diberikan selama

operasi tanpa berdiskusi dengan tim onkologi karena dapat mencetuskan lisis

tumor.10
BAB III

KESIMPULAN

Leukemia adalah suatu penyakit keganasan sel darah putih yang berasal

dari sum-sum tulang yang ditandai oleh poliferasi sel-sel darah putih, dengan

manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi. Pada leukemia terdapat

gangguan dalam pengaturan sel leukosit, leukosit dalam darah berpoliferasi secara

tidak teratur dan tidak terkendali sehingga menyebabkan fungsi dari sel-sel darah

menjadi tidak normal.

Leukemia mewakili 2,5% dari semua kejadian kanker dan sekitar 3,5%

kematian akibat kanker di Amerika Serikat. Insidensi penyakit ini tinggi pada

orang dewasa. Hampir 80% kasus leukemia akut terjadi pada orang dewasa dan

20% terjadi pada anak-anak. Kejadiannya meningkat seiring dengan

bertambahnya usia seseorang.

Obat anesthesia intravena yang digunakan sebagai sedasi dan analgesia

harus memperhatikan fungsi ginjal dan hepar. Disfungsi hepatic atau ginjal yang

terjadi pada pasien leukemia dapat mempengaruhi obat anestesi. Gagal ginjal

dapat memperpanjang efek sedasi jika dosisi yang diberikan dalam jumlah besar. 15

Opioid dan propofol menunjukkan efek kecil pada ginjal, kecuali digunakan

secara tunggal.

Beberapa agen kemoterapi yang digunakan untuk pasien pediatri dengan

leukemia dapat menyebabkan nyeri neuropatik. Mual dan muntah yang

disebabkan kemoterapi adalah efek samping yang lazim dan merugikan dari

pengobatan kanker. Sekitar 60% pasien yang menjalani kemoterapi meskipun


menerima obat antiemetik mengalami mual dan muntah. Rekomendasi untuk

pencegahan mual dan muntah adalah deksametason, ondansetron, dan

klorpromazin.

Pemilihan anastesi pada leukimia bukanlah hal yang sederhana. Ahli

anastesi menjadi bagian penting untuk menangani kasus keganasan pada semua

tingkat pelayanan termasuk diagnosis, terapi (radioterapi dan kemoterapi) dan

menejemen nyeri. Teknik anastesi yang dipergunakan tersebut memiliki

keuntungan dan kerugian. Pada anastesi umum, sebagian besar obat yang

dipergunakan (sedasi dan juga analgetik) pada leukimia telah dipersiapkan melalui

jalur intravena dengan infus propofol dan remifentanyl merupakan pilihan yang

baik karena efek sampingnya. Opioid diperlukan hanya apabila tindakan yang

dilakukan mengakibatkan nyeri.

Tindakan anastesi dipantau sampai dengan waktu pulih sadar. Pulih sadar

merupakan bangun dari efek obat anestesi setelah dilakukan tindakan radioterapi,

kemoterapi atau pembedahan. Lamanya waktu yang dihabiskan pasien di recovery

room tergantung kepada berbagai faktor termasuk durasi dan jenis pembedahan,

teknik anestesi, jenis obat dan dosis yang diberikan dan kondisi umum pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wirawan R. Diagnosis keganasan darah dan sumsum tulang. Dalam:

Suryaatmajaya, ed. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik.

Jakarta.

2. Ciesla B. Hematology In Practica. Philadelpia: F.A. Davis. 2007: 160 –

181.

3. Gustaviani R.,Sudoyo. 2007.Diagnosis dan Penatalaksanaan

LeukemiaBukuAjar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI. hlm.189-192.

4. Leukemia & Lymphoma Society. Fact Spring. 2013. New York: Leukemia

& Lymphoma Society.

5. Depkes, RI. Riset Kesehatan Dasar 2007. Laporan Nasional Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI.

Jakarta: 2008: 325.

6. Simamora I. Karakteristik penderita leukemia rawat inap di RSUP H.

Adam Malik Medan Tahun 2004 – 2007. Skripsi Sarjana. Jurusan

Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan. 2009.

7. Corazza F, Hermans C, D’Hondt S, et al. Circulating thrombopoietin as an

in vivo growth factor for blast cells in acute myeloid leukemia. Blood.

2006;107:2525-30.

8. Dalimoenthe NZ. Kelainan hemostasis pada keganasan hematologi.

Dalam: Suryaatmadja M, ed. Pendidikan Berkesinambungan Patologi

Klinik. Jakarta: Bagian Patologi Klinik FKUI. 2005;129-148.


9. Sudoyo AW. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6. Jakarta: Balai

penerbit FK UI: 2014.

10. Turgoen L M. Clinical Hematology Theory and Procedures 5th Ed.

Philadelpia: Lippincott Williams and Wilkins, 2012: 307 – 341.

11. Chang F, Shamsi TS, Waryah AM. Clinical and Hematological Profile of

Acute Myeloid leukemia (AML) Patient of Sindh. J Hematol Thrombo

Dis. 2016; 4(2): 1-5.

12. American Cancer Society. Cancer facts & figures. 2016. Available at:

http://www.cancer.org/acs/groups/content/@research/documents.

13. Kementerian Kesehatan RI. Infodatin Pusat Data dan Informasi

Kementerian Kesehatan RI, Kanker di Indonesia. 2015.

14. Scrace B, Mcgregor K. 2013. Anaesthetic Consideration for Paediatric

Oncology. Anaesthetic tutorial of the week 280.

15. Oduro-Dominah, L. and Brennan, L. 2013. Anaesthetic management of the

child withhaematological malignancy. Contin Educ Anaesth Crit Care

Pain, 13(5), pp.158-164.

16. Synder G, Greenberg S. 2010. Effect of anaesthetic technique and other

perioperative factors on cancer recurrence. British Journal of Anaesthesia.

vol 2. p. 109.

17. Butterwort JF, Mackey DC, Wasnick JD. 2013. Morgan and Mikhail’s

Clinical Anestehsiology. Chapter 29: Renal physiology and anesthesia. p

644.
18. Limanto H, Setiawan AR, Chandy I, dkk. 2016. Anstesi Pada Gangguan

Hematologi dan Terapi koagulan. Bagian Smf Ilmu Anestesiologi Dan

Terapi Intensif Fk Uns/ Rsud Dr.Moewardi ,Surakarta.

19. Longnecker DE, Brown DL, Newman MF, Zapol WM. Anesthesiology.

McGrawHill: 2008; 1408-11

20. Limanto H, Setiawan AR, Chandy I, dkk. 2016. Anstesi Pada Gangguan

Hematologi dan Terapi koagulan. Bagian Smf Ilmu Anestesiologi Dan

Terapi Intensif Fk Uns/ Rsud Dr.Moewardi ,Surakarta.

21. Tsukamoto M, Taura S, Yamanaka H, Hitosugi T, Yokoyama T. General

Anesthesia for Pediatric Patients with Leukemia. SN Comprehensive

Clinical Medicine. 2019 Aug;1(8):650-4.

Anda mungkin juga menyukai