PENDAHULUAN
denyut jantung ireguler, terlalu cepat, maupun terlalu lambat. Kondisi dimana
denyut jantung berdetak lebih dari 100 kali per menit disebut dengan takikardia,
sedangkan jantung berdetak kurang dari 60 kali per menit disebut dengan
(Takiaritmia Supraventrikular).2
orang pertahunnya.3
jantung yang berasal dari nodus sinus, jaringan atrium, jaras tambahan, dan area
Jaras Tambahan.4,5
menggambarkan takikardia baik itu atrial dan/atau ventrikular dengan laju lebih
besar dari 100 denyut per menit saat istirahat. TSV dapat dibagi menjadi
1
takikardia reentri nodus atrioventrikular (TaRNAV), dan takikardia resiprokal
atrioventrikular (TaRAV).4,5
nodus AV akibat jalur ganda (cepat dan lambat) sementara pada TaRAV terjadi
reentri abnormal akibat adanya jalur aksesori yang menyebabkan impuls yang
kembali ke atrium.2,5
akan teraba laju nadi cepat regular dan terkadang akan disertai dengan tanda
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
menggambarkan takikardia (atrial dan/atau ventrikular) dengan laju nadi lebih dari
100 kpm saat istirahat, dan mekanismenya melibatkan jaringan yang berasal dari
2.2. Klasifikasi
2.3. Epidemiologi
TSV yang paling sering ditemukan adalah dari TaRNAV (60%), diikuti
TaRAV (30%). TaRNAV lebih sering ditemukan pada wanita berbanding laki-
laki dengan onset umur sekitar 32 tahun. TaRAV lebih sering ditemukan pada
laki-laki dengan onset umur 23 tahun. Insidens dari TaRNAV di Amerika Serikat
adalah 2.29 per 1.000 orang dan merupakan takiaritmia non-sinus paling banyak
ditemukan pada dewasa muda. TSV juga merupakan aritmia simptomatis paling
banyak ditemukan pada anak. Anak yang lahir dengan penyakit jantung bawaan
3
memiliki resiko lebih tinggi terkena TSV. Pada anak berusia 12 tahun kebawah,
2.4. Etiologi
mendasarinya. Serangan pertama sering terjadi sebelum usia 4 bulan, dan lebih ser
ing terjadi pada anak laki-laki dari pada perempuan. Hampir setengahnya adalah i
omali Eibstein, single ventricle, dan L-transposisi), 10 -20 % diakibatkan oleh sin
droma WPW, serta dapat juga muncul setelah adanya operasi jantung.7,8
2.5. Patofisiologi
ang melibatkan dua jaras konduksi yang berbeda (umumnya dinamai jaras
cepat dan jaras lambat). AVNRT merupakan SVT yang paling sering dite
mui. AVNRT terjadi karena ada dua jaras nodal AV, yaitu jaras lambat da
n jaras cepat. Kedua jaras ini terhubung di proksimal dan distal nodal AV
pendek
mbat
Pada AVNRT, terdapat denyut premature atrium yang jatuh ada saa
lambat. Pada saat impuls sudah melewati jaras lambat dan sampai di distal,
4
jaras cepat telah pulih sehingga impuls berjalan secara retorgrad melalui ja
ras cepat. Pada saat impuls mencapai proksimal kedua jaras tersebut, didap
atka jaras lambat telah pulih dan dapat melanjutkan impuls. Sirkuit reentri
akan berlangsung terus (AVNRT slow-fast). Selain itu terdapat juga jenis
au pemberian obat.4
sinus koronarius.4
dan ventrikel. AVRT memiliki dua jalur; sistem konduksi normal (nodal A
5
V dan sistem His-purkinje, AVN-HPS) dan jalur atrioventricular bypass (j
alur asesori yang terletak pada annulus mitral atau trikuspid). Perbedaan pa
da masa refraktori dan konduksi antara dua jalur ini, inisiasi reentri dapat b
erasal dari denyut premature atrial atau kontraksi ventrikel. AVNRT meru
(WPW) syndrome.
o AVRT ortodromik :
Konduksi impuls reentri datang dari atrium ke ventrikel
melalui AVN-HPS merupakan konduksi antegrad dan jaras tambahan s
ebagai konduksi retrograde. AVRT ortodromik merupakan 95% dari ka
sus AVRT
o AVRT antidromik :
Konduksi impuls antegrad adalah impuls dari jaras tambahan dan kondu
terminasi mendadak, pasien juga dapat mengeluhkan pusing kepala dan dapat juga
ditemukan nadi teraba cepat reguler dan terkadang disertai dengan tanda
Pada pasien dengan TaRNAV laju jantung biasanya sangat cepat antara
150 – 200 kpm, pada dewasa dapat mencapat 160 – 200 kpm sedangkan pada
anak dapat melebihi 250 kpm. Gelombang A cannon dapat terlihat di leher akibat
kontraksi atrium dan ventrikel bersamaan. Hipotensi dapat terjadi pada pasien
TaRNAV apabila laju jantung sangat cepat dan berlangsung lama. Pasien dengan
6
ejeksi fraksi rendah yang menurun dapat menunjukan tanda – tanda gagal
jantung.4
Pada pasien TaRAV laju jantung dapat mencapat lebih dari 200 kpm.
Manifestasi klinis pada pasien TaRAV dapat ditemukan pada pasein TaRNAV
2.7. Diagnosis
Temuan Klinis
hari. Gejala yang sering terjadi adalah palpitasi, cemas, melayang, rasa
terentak dan tak nyaman di leher dan di dada, sesak, dan poliuria.
jantung yang terlalu cepat dalam waktu yang lama sehingga terjadi
atrium dan ventrikel yang terjadi bersamaan. Hipotensi dapat muncul bila
7
Onset tiba-tiba, episode sudden dan terminasi, dengan rata-rata HR 150-
P waves hilang
karena aktivasi yang simultan pada atrium dan ventrikel (66% kasus).
Selain itu, adanya gambaran pseudo r wave pada lead V1 atau pseudo S
Temuan Klinis
palpitasi, cemas, melayang, rasa terentak dan tak nyaman di leher dan di
dada, sesak, dan poliuria. Pada pemeriksaan fisik, laju jantung biasanya
8
Elektrokardiografi (EKG) AVRT:
P waves hilang
RP interval lebih dari 70 msec, PR interval yang pendek (< 0,12 detik)
Berikut ini merupakan perbedaan antara AVNRT dan AVRT seperti pada
9
2.8. Tatalaksana
mendadak, sehingga dokter jaga emergensi adalah dokter lini pertama untuk
menangani pasien SVT. Langkah awal yang harus dilakukan adalah melakukan
takiaritmianya.
sempit
10
Prinsip tatalaksana SVT terdiri dari tatalaksana fase akut dan lanjut.
fase lanjutan berupa terapi defenitif seperti ablasi radiofrekuensi atau terapi
rumatan.
atau observasi tergantung pada frekuensi dan durasi dari serangan SVT,
manifestasi klinis, seperti tanda dan gejala atau konsekuensi yang merugikan jika
kardiomiopati.
11
Pasien yang dibutuhkan untuk segera dirujuk ke spesialis aritmia adalah
4. Pasien dengan takikardi QRS sempit yang resisten atau intoleran terhadap
obat
6. Pasien dengan symptom yang berat saat palpitasi, missal sinkop, atau
dyspnea
7. Diagnosis SVT tidak bisa ditegakan secara psti dengan fasilitas pelayanan
yang ada
a. Takikardia Supraventikuler
atrioventrikuler ganda.
12
1.1 Manajemen Akut
13
Gambar 7 Tatalaksana lanjutan pada AVNRT
RP > 90 milidetik.
14
1.3 Tatalaksana akut ortodromik AVRT
Maneuver vagal dapat dilakuakn dengan cepat dan mudah, dapat berupa
maneuver valsava, pijat sinus karotis, atau imersi wajah ke air dingin. Adenosin
efektif dalam terminasi AVRT dengan efeksamping minor dan sesaat. Denyut
atrial atau ventrikel premature kadang timbul segera setelah konversi dan dapat
15
selalu persiapkan alat defibrilasi sebelum menggunakan adenosin. Kardioversi
2.9. Prognosis
Prinsip prognosis dari SVT adalah berdasarkan dari pengobatan dari SVT
amil, Cardiac glycosides Digoxin, agen anti aritmia kelas III seperti Amiodarone,
Ibutilide dapat menimbulkan efek seperti Transient AV block, flushing, nyeri dad
16
adikardi. Pemakaian amiadarone dapat menimbulkan bradikardi, QT memanjang,
me, fibrosis pulmonal, toksisitas hepatis, deposit korneal, neuritis optik, neuropati
dan non jantung. Tingkat keberhasilan dan komplikasi ablasi TaSuV. Bagi
sekitar 5%, komplikasi adalah secara keseluruhan sekitar 3%, dan kematian 0%.
Bagi TARAV pula, tingkat keberhasilan akut adalah sebesar 93%, tingkat
rekurensi 8%, dan komplikasi yang mungkin didapatkan adalah 2,8%, PPM 0.3%,
17
BAB III
KESIMPULAN
m dan biasanya disertai dengan episode takikardia berulang, yang sering meni
2. Meskipun SVT biasanya tidak mengancam jiwa, banyak pasien menderita gej
ala berulang yang mempengaruhi kualitas hidup mereka. Sifat tidak pasti dan
ensi. Kualitas hidup pasien berkurang sebagai hasilnya, dan mereka lebih men
4. Onset SVT yang tiba-tiba, cepat, teratur dan, dan pada kebanyakan pasien, di
agnosis hampir pasti hanya dari riwayat pasien saja. Upaya berulang pada dok
5. Perawatan SVT mungkin tidak diperlukan ketika episode serangan yang jaran
6. Ketika episode takikardia sering terjadi, atau berhubungan dengan gejala yan
da beberapa pasien.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. PERKI. Aritmia. Dalam: PERKI. Panduan praktik klinis dan clinical pathway
penyakit jantung dan pembuluh darah. 1st ed. Jakarta: PERKI; 2016. p: 72
2. Zardkoohi O. Callahan TD (ed). Tachyarrhytmias. Dalam: Griffin BP,
Callahan TD, Menon V (eds). Manual of cardiovascular medicine. 4th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2013. pp: 455 – 490.
3. Bibas L, Levi M, Essebag V. Diagnosis and management of supraventricular
tachycardias. CMAJ. 2016;188(17-18):E466-73.
4. PERKI. Takikardia supraventrikular. Dalam: PERKI. Pedoman tatalaksana
takiaritmia supraventrikular (TaSUV). 1st ed. Jakarta: PERKI. 2018. pp: 22 –
39.
5. Raharjo SB, Yuniadi Y, Muzakkir, Yansen I, Munawar DA, Hermanto DY.
Pedoman tatalaksana tariaritmia supraventrikular (TaSuV). Indonesian J
Cardiol.2017;38(2):119-50.
6. Patti L, Gossman WG. Rythm, tachycardia, supraventricular (SVT). Dalam:
StatPearls [Internet]. Treasure Island: StatPearls Publishing. 2017.
7. Park M, George R. Cardiac Arrhytmias. Dalam : Park M, George R, ed. Pediatr
ic cardiology for practitioner 5th ed Philadelphia : Mosby, 2008, p 507-543.
8. Doniger S.J, Sharieff G.Q. Pediatric Dysrythmia. Pediatric Clin N. Am J 2006;
53: 85-105
9. Katrisis DG, Borianai G, Cosio FG, Hindricks G, Jais P, Josephson ME, etc. E
uropean Heart Rhythm Association (EHRA) consensus document on the mana
gement of supraventricular arrhythmias, endorsed by heart Rhythm Society (H
RS), Asia-Pacific Heart Rhythm Society (APHRS), and Sociedad Latinoameric
ana de Estimulacion Cardiaca y Electrofisiologia (SOLAECE). European Socie
ty of Cardiology. 2016;19:265-511.
10. Sondhi S, Mehta A, Banayal V, Dev M. Basic understanding of
supraventricular tachycardia for post graduates. EC Cardiology. 2017:57 –
73.
19