Anda di halaman 1dari 32

Clinical Science Session

VENTRICLE SEPTAL DEFECT

Disusun Oleh:

Kenty Regina 1840312455


Khusnul Rahman 1840312616
Lusianda Putri 1740312055
Mentari Brilianti Permata Ranny 1840312612
Mhd Igo Pratama 1840312617

Preseptor:

dr. Kino, Sp. JP (K)

BAGIAN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2018

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 2

BAB 1 PENDAHULUAN 3

1.1 Latar Belakang 3


1.2 Batasan Masalah 4
1.3 Tujuan Penulisan 4
1.4 Metode Penulisan 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Perkembangan dan Pembentukan Jantung 5


2.2 Sirkulasi darah janin dan sirkulasi darah 6
2.1.1 Sirkulasi janin 6
2.1.2 Kekhususan Sirkulasi Janin 6
2.1.3 Perubahan sirkulasi janin 6
2.3 Ventricle Septal Defect 7
2.2.1 Definisi 7
2.2.2. Epidemiologi 8
2.2.3 Embriologi 9
2.2.4 Etiologi 11
2.2.5 Klasifikasi 11
2.2.6 Patofisiologi 12
2.2.7 Manifestasi Klinis dan Diagnosis 13
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang 16
2.2.9 Diagnosis Banding 23
2.2.7 Tatalaksana 24
2.2.8 Prognosis 28

BAB 3 KESIMPULAN 29

DAFTAR PUSTAKA 31

BAB 1

2
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perbaikan tingkat sosial ekonomi telah membawa perubahan pola penyakit.


Angka kejadian beberapa penyakit non infeksi mengalami peningkatan di negara
maju maupun di negara berkembang. Salah satu penyakit non infeksi yang juga
semakin dikenal adalah penyakit kongenital. Dalam bidang kardiologi, insiden
penyakit jantung bawaan semakin meningkat ditandai dengan semakin
meningkatnya konsultasi serta rujukan oleh puskesmas, dokter umum, dokter
spesialis anak, dan dokter spesialis lain ke konsultan jantung. 1

Penyakit jantung bawaan (PJB) terjadi pada 0,5-0,8% dari kelahiran hidup
dengan derajat keparahan sekitar 8 dari 1.000 bayi baru lahir memperlihatkan
gejala penyakit jantung dalam 1 tahun awal kehidupan. Diagnosis dapat ditegakan
saat usia 1 minggu pertama sekitar 40-50% dari pasien dengan penyakit jantung
bawaan dan pada usia 1 bulan pertama pada 50-60% pasien. Dengan kemajuan di
bidang operasi baik paliatif maupun korektif, jumlah anak dengan penyakit
jantung bawaan yang masih hidup sampai dewasa telah meningkat secara
dramatis. Meskipun demikian, penyakit jantung bawaan tetap merupakan
penyebab utama kematian pada anak-anak dengan cacat bawaan.2

Terjadinya penyakit jantung bawaan dipengaruhi berbagai faktor,


diantaranya mutasi genetik, faktor lingkungan, penyakit ibu, atau paparan toksin
saat kehamilan, dll. Faktor tesebut di atas dapat menimbulkan gangguan
pembentukan jantung. Namun pada sebagian besar kasus tidak diketahui
penyebabnya. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab tersebut harus
ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan, karena pada minggu kedelapan
pembentukan jantung sudah selesai.1, 3

Penyakit jantung bawaan (PJB) dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok,


yaitu penyakit jantung bawaan non sianotik dan sianotik. Jumlah pasien penyakit
jantung bawaan non-sianotik jauh lebih besar dari pada sianotik, yakni berkisar
antara 3 sampai 4 kali. Salah satu penyakit jantung bawaan non-sianotik adalah
Ventricle Septal Defect yang merupakan salah satu jenis PJB yang paling sering

3
ditemukan (sekitar 30% dari seluruh PJB). VSD adalah suatu penyakit kelainan
jantung bawaan berupa lubang pada septum interventrikuler, akibat kegagalan
fungsi septum interventrikuler semasa janin dalam kandungan. Pada sebagian
besar kasus, diagnosis dan kelainan pada VSD ditegakkan setelah melewati masa
neonatus, karena pada minggu-minggu pertama bising yang bermakna biasanya
belum terdengar. Gambaran klinis pada VSD sangat bervariasi, dari asimptomatis
sampai gagal jantung yang berat disertai dengan kegagalan tumbuh kembang
(failure to thrive), manifestasi klinis sangat bergantung pada besarnya defek serta
derajat pirau dari kiri ke kanan yang terjadi.2,3
Penatalaksanaan VSD bergantung dari besarnya defek yang terjadi. Defek
VSD kecil tidak memerlukan pengobatan apapun, kecuali pengobatan profilaksis
untuk mencegah endokarditis infektif terutama bila membutuhkan tindakan
tertentu. Pada VSD sedang dan besar diperlukan pengobatan bahkan sampai terapi
intervensi seperti pembedahan atau kateterisasi. Meskipun demikian, penyakit
jantung bawaan tetap merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak
dengan cacat bawaan.2,3 Oleh karena itu pada referat kali ini akan dibahas
mengenai VSD.

1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini bertujuan untuk memahami serta menambah


pengetahuan tentang Ventrikel Septal Defect.

1.3 Batasan Masalah

Dalam referat ini akan dibahas mengenai embriogenesis jantung dan


diagnosis serta tatalaksana Ventrikel Septal Defect.

1.4 Metode Penelitian

Penelitian referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka.

BAB 2
4
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan dan Pembentukan Jantung


Proses organogenesis/embryogenesis kardiovaskular merupakan rangkaian
pembentukan organ jantung yang sangat kompleks. Proses kompleks tersebut
dapat disederhanakan menjadi 4 tahap, yaitu: 4
a. Tubing: tahapan awal ketika bakal jantung masih merupakan tabung
sederhana
b. Looping: proses perputaran bagian-bagian bakal jantung dan arteri
besar (aorta dan arteri pulmonalis)
c. Septasi: proses pemisahan bagian bakal jantung serta arteri besar
dengan pembentukan pebagai ruang jantung dan migrasi
d. Migrasi: proses pergeseran bagian-bagian jantung sebelum mencapai
bentuk akhirnya.

5
Gambar 1. Proses embryogenesis jantung 2

2.2 Sirkulasi Janin


2.2.1 Kekhususan Sirkulasi Janin
Terdapat beberapa aspek sirkulasi janin yang membuatnya berbeda dari
sirkulasi pada neonatus dan pada orang dewasa, yaitu:
(1) terdapatnya pirau intrakardiak (foramen ovale) dan ekstrakardial (duktus
arteriosus Botalli, duktus venosus ovale)
(2) kedua ventrikel bekerja secara parallel, bukan seri.
(3) ventrikel kanan memompa melawan resistensi yang lebih tinggi dari
ventrikel kiri.
(4) aliran darah ke paru hanya merupakan sebagian kecil dari curah jantung
ventrikel kanan
(5) Paru mengambil oksigen dan darah, bukan sebaliknya
(6) Paru secara terus-menerus mengsekresi cairan ke dalam saluran
pernapasan
(7) Hati adalah organ yang pertama menerima bahan makanan seperti
oksigen, glukosa, asam amino, dan lain-lain.
(8) Plasenta adalah saran utama untuk pertukaran gas, ekskresi, dan pemberi
bahan kimia esensial untuk janin
(9) Plasenta memberikan aliran sirkuitdengan resistensi yang rendah.4

6
Gambar 2. Sirkulasi janin 2

2.2.2 Perubahan Sirkulasi Normal Setelah Lahir 2,5


Perubahan paling penting dalam sirkulasi setelah bayi lahir terjadi karena
putusnya hubungan plasenta dari sirkulasi sistemik, dan paru yang mulai
berkembang. Perubahan- perubahan yang terjadi adalah:
1. Tahanan vaskular pulmonal turun dan aliran darah pulmonal
meningkat
2. Tahanan vaskular sistemik meningkat
3. Duktus arterosus menutup
4. Foramen ovale menutup
5. Duktus venosus menutup
Penurunan tahanan paru terjadi akibat ekspansi mekanik paru-paru,
peningkatan saturasi oksigen arteri pulmonalis dan PO2 alveolar. Dengan
penurunan tahanan arteri pulmonalis, aliran darah pulmonal meningkat. Lapisan
medial arteri pulmonalis perifer berangsur-angsur menipis dan pada usia bayi 10-
14 hari tahanan arteri pulmonalis sudah seperti kondisi orang dewasa. Penurunan
tahanan a. pulmonalis ini terhambat bila terdapat aliran darah paru yang
meningkat, seperti pada defek septum ventrikel atau duktus arteriosus yang besar.
Pada keadaan hipoksemia, seperti pada bayi yang lahir di dataran tinggi,
penurunan tekanan a.pulmonalis terjadi lebih lambat.5

7
Oleh sebab itu pada bayi lahir dengan penyakit jantung bawaan, timbulnya
gagal jantung pada pasien dengan defek pirau dari kiri ke kanan sangat
bergantung kepada kecepatan penurunan tahanan vaskular paru dan kemampuan
ventrikel kiri untuk menambah volumenya. Penurunan tahanan vaskular paru yang
cepat pada hari pertama sampai ketiga, akan mengakibatkan aliran pirau yang
deras melalui duktus arteriosus, defek septum ventrikel; sehingga manifestasinya
terlihat pada minggu pertama kehidupan. Tetapi nyatanya tidak demikian. Volume
sirkulasi paru yang besar, serta adanya hubungan sirkulasi paru dengan sirkulasi
sistemik mengurangi kecepatan involusi pembuluh pulmonal, sehingga dapat
mencegah gagal jantung dini. Ini dapat menjelaskan mengapa banyak bayi dengan
defek septum ventrikel atau duktus arteriosus persisten besar tidak mengalami
gagal jantung dalam minggu-minggu pertama pascalahir. Umumnya gejala aliran
paru yang berlebihan tidak tampak pada usia sebelum 4 minggu. Bila terjadi
gangguan pada paru, tekanan arteri pulmonalis meningkat, sehingga dapat terjadi
aliran pirau terbalik.6

2.2.3 Ventrikel Septal Defect

2.2.3.1 Definisi
Ventricular Septal Defect (VSD) merupakan kelainan kongenital pada
jantung dimana ada defek pada septum ventrikel, sehingga terdapat hubungan
antara kedua ventrikel. VSD dapat muncul sebagai anomali primer dan bisa juga
disertai defek jantung lainnya. VSD termasuk kedalam penyakit jantung bawaan
asianotik, yang berarti tidak mengalami sianosis (kebiruan).2,4,5 VSD adalah suatu
lubang didinding antara kedua ventricles. Ketika kerusakannya kecil, anak-anak
tidak menderita gejala-gejala, dan satu-satunya tanda VSD adalah suara desiran
jantung yang keras. Pada kasus VSD dengan ukuran defek sedang dan berat, dapat
terjadi gagal jantung yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan gizi,
sedangkan pada kasus yang lebih berat seperti terjadinya hipertensi pulmonal
yang permanen dapat mengakibatkan terjadinya sianosis.2,3,4

2.2.3.2 Epidemiologi

8
Angka kejadian PJB di Indonesia adalah 8 tiap 1000 kelahiran hidup. 1 Jika
jumlah penduduk Indonesia 200 juta, dan angka kelahiran 2%, maka jumlah
penderita PJB di Indonesia bertambah 32000 bayi setiap tahun.4,5
VSD merupakan defek jantung yang paling sering terjadi, yaitu 15%-20%
dari seluruh defek jantung. Dimana VSD mengenai 2%-7% kelahiran. VSD lebih
sering terjadi pada perempuan disbanding laki-laki (56% : 44%). Insidens
tertinggi pada prematur dengan kejadian 2-3 kali lebih sering dibanding bayi
aterm.VSD merupakan salah satu lesi yang sering muncul pada kelainan
kromosomal, antara lain trisomi 13, trisomi 18, trisomi 21,dan kelainan sindrom
lainnya, tetapi 95% pasien dengan VSD tidak bersamaan dengan kelainan
kromosomal.2,3,4

2.2.2.3 Embriologi
Pembagian ventrikel tunggal menjadi ventrikel kiri dan kanan terjadi antara
minggu ke 4 dan minggu ke 8 , bersamaan dengan pembagian atrium tunggal
menjadi atrium kiri dan kanan. Septum ventrikel yang pertama terbentuk adalah
septum membranous, yang kemudian bergabung dengan endocardial cushion dan
bulbus kordis (bagian proksimal trunkus arteriosus). Septum muscular kemudian
mulai terbentuk, bersama dengan pertumbuhan lebih lanjut bulbus kordis dan
endocardial cushion. Hasil akhir perkembangan ini adalah terbentuknya septum
ventrikel membranous dan septum muscular, serta katup mitral yang mempunyai
kontak jaringan dengan aorta, sedangkan katup trikuspid dan katup pulmonal
terpisah. Salah bentuk pada proses ini dapat menyebabkan lubang pada septum
ventrikel, yang dapat terletak tinggi di atas krista supraventrikularis, di bawah
krista supraventrikularis pada septum membranous atau pada septum muscular.7
Pembagian ventrikel tunggal menjadi ventrikel kiri dan kanan terjadi antara
minggu ke 4 dan minggu ke 8 kehidupan mudigah, bersamaan dengan pembagian
atrium tunggal menjadi atrium kiri dan kanan. Septum ventrikel yang pertama
terbentuk adalah pars membranasea, yang kemudian bergabung dengan
endocardial cushion dan bulbus kordis (bagian proksimal trunkus arteriosus). Pars
muskularis septum kemudian mulai terbentuk, bersama dengan pertumbuhan lebih
9
lanjut bulbus kordis dan endocardial cushion.1 Hasil akhir perkembangan ini
adalah terbentuknya septum ventrikel pars membranasea dan pars muskularis,
serta katup mitral yang mempunyai kontak jaringan dengan aorta, sedangkan
katup tricuspid dan katup pulmonal terpisah. Salah bentuk pada proses ini dapat
menyebabkan lubang pada septum ventrikel, yang dapat terletak tinggi di atas
krista supraventrikularis, di bawah krista supraventrikularis pada pars
membranasea, atau pada pars muskularis septum. 8
Normalnya sistem sirkulasi darah pada jantung dimulai dari darah yang
kurang oksigen dari seluruh tubuh mengalir melalui vena cava inferior dan vena
cava superior masuk kedalam atrium kanan dan mengalir ke ventrikel kanan,
kemudia ke paru melalui arteri pulmonalis, darah yang kaya akan oksigen
mengalir ke atrium kiri melalui vena pulmonalis dan akhirnya akan ke ventrikel
kiri untuk diedarkan keseluruh tubuh melalui aorta (dapat dilihat pada gambar 2.1)
Namun pada VSD teradapat lubang antara ventrikel kiri dan ventrikel kanan,
sehingga darah yang harusnya dialirkan keseluruh tubuh melalui aorta juga masuk
ke ventrikel kanan, hal tersebut dikarenakan tekanan pada ventrikel kanan yang
lebih rendah, maka disebut terjadi pirau dari kiri ke kanan (dapat dilihat pada
gambar 2.2).

Gambar 2.1 Sirkulasi Darah Normal1

10
Gambar 2.2. Sirkulasi pada Defek Septum Ventrikel1

2.2.2.4 Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara
pasti (idopatik), tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh
pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan (PJB) yaitu:8
a. Faktor maternal ( eksogen)
- Maternal diabetes merupakan faktor risiko malformasi kongenital
kardiovaskuler
- Konsumsi alkohol oleh ibu.
- Infeksi Rubella pada trisemester pertama.
- Konsumsi obat seperti thalidomide, warfarin, derivat vitamin A, dan
antikonvulsan.
b. Faktor genetik
- Adanya keluarga (terutama orang tua ataupun saudara kandung) yang
memiliki defek pada jantung merupakan faktor risiko yang besar.
- Kelainan kromosom seperti trisomi 13, trisomi 18, dan trisomi 21
merupakan kelainan yang menimbulkan defek pada jantung.

2.2.2.5 Klasifikasi
Ventricular Septal Defect (VSD) dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran,
lokasi, dan manifestasi klinis. Berdasarkan ukurannya, VSD dibagi menjadi:1,2,3,4,8
11
- VSD kecil : lesi < 1/3 dari diameter aorta ( <5mm)
- VSD sedang : lesi 1/3 – 2/3 diameter aorta (5-10 mm)
- VSD besar : lesi kira-kira sebesar diameter aorta ( >10mm)

Septum ventrikel dibagi menjadi 2 bagian, yaitu sebagian kecil septum


membranous dan sebagian besar septum muscular. Septum muscular memiliki 3
komponen, yaitu inlet, trabecular septum, dan outlet (infundibular septum):1,2,3,4,8
-
Tipe perimembranosa (80%) : merupakan defek yang paling sering terjadi.
Membranous septum merupakan septum yang kecil dan berada di jantung
bagian bawah diantara komponen inlet dan outlet dari septum muscular.
-
Tipe inlet (5-8%) : berada di inferioposterior dari septum membranous.
-
Tipe trabecular (5%-20%): septum trabecular merupakan bagian terbesar
dari septum interventrikuler, dikelilingin seluruhnya oleh otot. Tipe ini
dapat dibagi lagi berdasarkan lokasi, yaitu apical, central, dan marginal.
Ketika ada multiple muscular VSD dengan ukuran yang besar maka
disebut “Swiss Cheese” VSD.
-
Tipe outlet (5%-7%): berada di bawah katup pulmonal ( sinonim:
infundibular, supracristal, doubly commited)

Gambar 2.3 VSD Berdasarkan Lokasi9

12
2.2.2.6 Patofisiologi
Defek pada septum interventrikuler menyebabkan hubungan antara sirkulasi
sistemik dan pulmonar. Ukuran dari VSD, tekanan pada ventrikel kanan dan kiri,
serta resitensi pulmonar merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
hemodinamik pada VSD. Demikian, darah akan mengalir dari tekanan yang tinggi
ke rendah, yaitu dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan ( left-to-right shunt).2,9
Darah mengalir melalui defek dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan yang
menyebabkan darah yang mengandung banyak oksigen masuk ke arteri pulmoner.
Penambahan darah ini menimbulkan peningkatan aliran darah ke paru dan
menyebabkan peningkatan pulmonary venous return ke atrium kiri dan ke
ventrikel kiri. Peningkatan volume ventrikel kiri menyebabkan dilatasi dan
akhirnya hipertrofi ventrikel kiri.2,9
Volume darah dalam paru yang meningkat , menyebabkan naiknya
tahanan pulmoner. Jika tahanan ini besar maka tekanan ventrikel kanan semakin
meningkat terjadilah right-to-left shunt, dimana darah yang miskin oksigen
mengalir ke ventrikel kiri menyebabkan sianosis. Peningkatan aliran darah
pulmoner menyebabkan peningkatan pulmonary capillary pressure yang dapat
menambah cairan interstisial pulmoner. Ketika kondisi ini parah maka timbul
oedem pulmonal.2.9
VSD ditandai dengan adanya hubungan septal yang memungkinkan darah
mengalir langsung antar ventrikel biasanya dari kiri ke kanan. Diameter defek
bervariasi dari 0,5 – 3,0 cm. Kira – kira 20% dari defek ini pada anak adalah defek
sederhana, banyak diantaranya menutup secara spontan. Kira- kira 50 % - 60%
anak-anak menderita defek ini memiliki defek sedang dan menunjukkan gejalanya
pada masa kanak-kanak. Defek ini sering terjadi bersamaan dengan defek jantung
lain. Perubahan fisiologi yang terjadi sebagai berikut :

- Tekanan lebih tinggi pada ventrikel kiri dan meningkatkan aliran darah
kaya oksigen melalui defek tersebut ke ventrikei kanan.
- Volume darah yang meningkat dipompa ke dalam paru, yang akhirnya
dipenuhi darah dan dapat menyebabkan naiknya tahanan vaskular
pulmonar.

13
- Jika tahanan pulmonar ini besar, tekanan ventrikel kanan meningkat
menyebabkan pirau terbalik, mengalirkan darah miskin oksigen dari
ventrikel kanan ke kiri menyebabkan sianosis ( sindrom eisenmenger ).

2.2.2.7 Manifestasi Klinis dan Diagnosis


Gambaran klinis VSD sangat bervariasi, dari yang asimptomatis sampai
gagal jantung yang berat disertai dengan gagal tumbuh (failure to thrive).
Manifestasi klinis ini sangat bergantung kepada besarnya defek, derajat pirau dari
kiri ke kanan serta status resistensi vaskularisasi paru. Letak defek biasanya tidak
mempengaruhi manifestasi klinis. VSD kecil dengan left-to-right shunt dan
tekanan arteri pulmoner yang normal, merupakan kasus yang paling sering
terjadi.1
a. VSD Kecil
Pada VSD kecil ini biasanya asimtomatik Pada hari-hari pertama pasca lahir
tahanan vaskular paru masih tinggi, sehingga belum ada perbedaan tekanan yang
bermakna antara ventrikel kiri dan ventrikel kanan. Pada saat tersebut biasanya
bising belum terdengar. Setelah bayi berumur 2-6 minggu, dengan penurunan
tahanan vaskular paru terjadilah pirau kiri ke kanan, sehingga terdengar bising
yang klasik, yaitu bising pansistolik dengan pungtum maksimum di sela iga 3 dan
4 tepi kiri sternum. Bising ini menjalar ke sepanjang tepi kiri sternum. Derajat
bising dapat mencapai 4/6, disertai getaran bising/thrill yang dapat diraba pada
garis sternalis kiri bawah. Bising berupa nada yang tinggi sehingga dapat didengar
dengan stetoskop diafragma. Pada defek yang sangat kecil dan letaknya di pars
muskularis, bising dapat terdengar hanya pada fase awal sistolik (early systolic
murmur) karena lubang defek tertutup saat kontraksi dari ventrikel. Pertumbuhan
pasien biasanya normal. kelainan ini dikenal pula dengan nama maladie de
Roger.Kira-kira 70% pasien dengan defek kecil menutup spontan dalam 10 tahun,
sebagian besar dalam 2 tahun pertama.bila setelah 2 tahun defek tidak menutup,
maka kemungkinan menutup secara spontan adalah kecil. VSD tipe muscular
lebih mudah tertutup secara spontan (80%) daripada tipe membranous (30%).1.2.9
b. VSD sedang
Pada VSD sedang hingga berat muncul gejala akibat meningkatnya aliran
darah pulmonal ( oedem pulmonal) dan menurunnya cardiac output, sehingga
14
menimbulkan takipneu, infeksi paru yang membutuhkan waktu lebih lama untuk
sembuh, failure to thrive, mudah lelah, dan diaphoresis. Pada auskultasi juga
terdengar holosistolik murmur.1
Pada defek sedang ini terjadi pirau kiri ke kanan yang cukup besar. Pirau
yang cukup besar ini akan diteruskan ke a.pulmonalis, akibatnya terjadi
peningkatan aliran darah ke paru, demikian pula darah yang kembali ke atrium
kiri akan bertambah; akibatnya atrium kiri melebar dan ventrikel kiri mengalami
hipertrofi dan dilatasi. Dengan pertumbuhan pasien, maka dapat terjadi beberapa
kemungkinan, yakni: 1
- defek mengecil, sehingga pirau kiri ke kanan berkurang. Pasien biasanya
tampak membaik.
- Defek menutup
- Terjadi stenosis infundibular sehingga pirau kiri ke kanan berkurang
- Defek tetap besar dengan pirau dari kiri ke kanan berlanjut, menyebabkan
tekanan yang selalu tinggi pada sirkulasi paru.

Pada saat lahir dan beberapa hari sesudahnya bayi masih tampak normal.
pirau kiri ke kanan mulai terjadi sekitar umur 2-6 minggu, sehingga gejala
umumnya terlihat setelah umur tersebut. Bayi menjadi takipne dengan toleransi
latihan menurun, yang dapat dilihat dengan berkurangnya kemampuan untuk
minum terus-menerus selama waktu tertentu. Setelah beberapa menit minum, bayi
menjadi capek, takipne, dispne dengan retraksi sela iga, suprasternal, dan
epigastrium dengan atau tanpa napas cuping hidung. Segera terlihat pula
pertumbuhan bayi terlambat. Dan pasien seringkali menderita infeksi paru yang
memerlukan waktu lebih lama untuk sembuh. 1,8
Pada pemeriksaan fisis tampak bayi dengan berat badan yang berkurang
untuk umurnya dengan takipne dan/tanpa dispne. Hiperaktivitas ventrikel kiri
dapat diraba. Getaran bising mungkin teraba seperti pada defek kecil.

15
Gambar 2.4 Letak Auskultasi Jantung1

Bunyi jantung II tidak teraba. Pada auskultasi bunyi jantung I dan II


normal. Terdengar bising pansistolik, kasar di sela iga bawah tepi kiri sternum,
yang menjalar ke sepanjang sternum bahkan mungkin sampai ke punggung.
Getaran bising/thrill dapat teraba dengan pungtum maksimum di sela iga III-IV
garis parasternal kiri, yang menjalar ke seluruh prekordium. Bising pada defek
septum ventrikel sedang merupakan salah satu bising yang paling keras di bidang
kardiologi. Dapat terdengar pula diastolic flow murmur di apeks akibat banyaknya
darah dari atrium kiri yang melintasi katup mitral saat diastolic. Dapat terjadi
gagal jantung dengan irama derap, ronki basah di basal paru, dengan atau tanpa
tanda bendungan vena sistemik. Edema palpebra dapat terlihat, tetapi edema
tungkai biasanya tidak ada pada bayi kecil dengan gagal jantung.1
c. VSD Besar
Gejala pasien golongan ini sama dengan golongan terdahulu, hanya lebih
berat. Toleransi latihan buruk, infeksi saluran pernapasan berulang lebih sering,
pertumbuhan lebih terganggu, dan gagal jantung sering dijumpai. Pada palpasi
teraba hiperaktivitas ventrikel kiri (karena adanya peningkatan volume overload
pada ventrikel kiri) dengan atau tanpa hiperaktivitas ventrikel kanan, pulmonary
tapping, dan pada 50% kasus teraba getaran bising. Pada bayi mungkin akan sulit
membedakan antara hiperaktivitas dari ventrikel kanan atau kiri. Auskultasi
serupa dengan defek sedang, hanya bunyi jantung II mengeras akibat tingginya
tekanan a.pulmonalis dan adanya splitting. Bising pada defek ventrikel besar ini
sering tidak memenuhi seluruh fase systole (pansistolik murmur), seperti pada
defek septum ventrikel sedang, tetapi melemah pada akhir fase sistole. Hal ini
disebabkan oleh peningkatan tekanan ventrikel kanan akibat peningkatan
resistensi vaskular paru sehingga terjadi tekanan sistolik yang sama besarnya pada
kedua ventrikel pada akhir systole.3

16
Pada VSD besar dengan aliran darah pulmonal yang berlebihan dan
hipertensi pulmonal menunjukkan gejala dyspnea, sulit makan, failure to thrive,
infeksi pulmonal berulang, dan gagal jantung pada bayi. Walaupun VSD
merupakan PJB asianotik, tetapi ketika tekanan ventrikel kanan melebihi ventrikel
kiri, terjadi right to-left shunt ( Eisenmenger Syndrome) maka timbul gejala
sianosis dan clubbing finger. Holosistolik murmur pada VSD besar tidak sekasar
pada VSD kecil karena perbedaan tekanan gradient antar ventrikel yang tidak
signifikan.1

2.2.2.8 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis VSD
antara lain rontgen thoraks, elektrokardiografi (EKG), dan echocardiografi:
A. VSD kecil
Pada pemeriksaan rontgen thoraks biasanya normal. Pada hasil EKG juga
tidak menunjukkan kelainan. Struktur jantung tampak normal pada ekokardiografi
2 dimensi. Kadang dapat dilihat defek yang kecil, tetapi pada umumnya defek
kecil sulit dipastikan dengan ekokardiografi. Ruang jantung dan arteri besar
normal, dapat diperlihatkan arus abnormal dari ventrikel kiri ke ventrikel
kanan.1,8,10

Gambar 2.5 Echocardiografi pada VSD kecil tipe perimembranosus11

B. VSD sedang
Pada pemeriksaan thoraks tampak kardiomegali akibat hipertrofi ventrikel
kiri, arteri pulmonalis menonjol, aorta menjadi kecil, dan ada tanda-tanda
peningkatan vaskularisasi pulmoner. Jantung kanan relatif normal. Hal ini dapat
17
terjadi karena darah yang seharusnya mengalir ke aorta, sebagian mengalir
kembali ke ventrikel kanan. Atrium kiri yang menampung darah dari vena
pulmonalis yang jumlahnya banyak, akan melebar dari biasa dan dapat mengalami
dilatasi. Akibatnya, otot-otot ventrikel kiri akan mengalami hipertrofi.10

Gambar 2.6 Foto Thorax VSD Sedang 12


EKG hampir selalu memperlihatkan hipertrofi ventrikel kiri, tetapi
pembesaran atrium kiri lebih jarang ditemukan.

Gambar 2.7 EKG pada VSD Sedang10

Ekokardiografi 2D dapat mudah mendeteksi defek septum ventrikel


sedang. Disamping besarnya, lokasi defek juga dapat ditentukan dengan akurat.
Doppler memperlihatkan pirau kiri ke kanan melalui defek.1,8,9

18
Gambar 2.8 VSD dengan pirau pada Tipe Membranous11

C. VSD besar
Pada rontgen thorax akan tampak kardiomegali yang massive dengan
kedua ventrikel, atrium kiri, dan arteri pulmonal yang menonjol. Terdapat juga
peningkatan corak vaskularisasi pulmonal, dan oedem pulmonal, serta efusi pleura
bisa juga nampak pada rontgen thoraks.1

Gambar 2.9 Foto Thoraks VSD Besar12

19
Pada pemeriksaan elektrokardiogram hering ditemukan hipertrofi
biventrikular. Mungkin juga terlihat pembesaran atrium kiri, sedangkan
pembesaran atrium kanan lebih jarang didapatkan.

Gambar 2.10 EKG pada VSD Besar10

Pada VSD besar, Echocardiografi dapat berfungsi untuk melihat lokasi


defek, taksiran besar ukuran shunt dengan memperkirakan ukuran relatif ruangan-
ruangan dan arahnya, gelombang kontinu dopler dapat merefleksikan perbedaan
tekanan ventrikel kiri dan kanan saat sistole.

Gambar 2.11 Echocardiografi pada VSD Besar11

Kateterisasi jantung dapat menunjukkan hemodinamik dari VSD,


walaupun sekarang kateterisasi dilakukan apabila data laboratoris tidak cocok
dengan gejala klinis atau ketika penyakit vaskuler pulmonary dicurigai.
Pemeriksaan ini berguna untuk mengukur tekanan dan saturasi oksigen, serta
besar defek.10

2.2.2.9 Komplikasi
A. Sindrom Eissenmenger
20
Sebagian pasien defek septum ventrikel besar dengan hipertensi pulmonal
ringan-sedang akan menjadi resistensi vaskular paru yang tinggi sehingga menjadi
hipertensi pulmonal yang ireversibel. Jarang sekali pasien mengalami obstruksi
vaskular paru tanpa melalui fase hiperkinetik / ringan-sedang. Pirau kiri ke kanan
yang semula besar, dengan meningkatnya tekanan ventrikel kanan, akan
berkurang. Bila tekanan ventrikel sama dengan tekanan sistemik, maka tidak
terjadi pirau sama sekali, bahkan dapat terjadi pirau terbalik yang disebut sindrom
Eisenmenger.3,12
Pemeriksaan fisik dari pasien dengan sindrom Eisenmenger umumnya
menunjukkan hipertensi arteri pulmonal, sianosis sentral dan clubbing finger dari
semua ekstremitas. Namun, dalam beberapa kasus sianosis bergantung dari status
hemodinamik pasien. 3,12
Dengan gagal jantung kanan yang progresif, maka pada pemeriksaan fisik
kadang ditemukan peningkatan tekanan vena jugularis. Peningkatan tekanan vena
paru bisa juga mengarah pada pengembangan dari hepatomegali, edema perifer,
dan ascites. Murmur trikuspid dan regurgitasi pulmonal menjadi terdengar.
Sianosis dapat terjadi, pada pemeriksaan EKG dapat menunjukkan adanya
hipertrofi biventricular, kelainan atrium kanan, atau perubahan gelombang ST-T
pada EKG,pada pemeriksaan x-ray biasanya menunjukkan adanya dilatasi arteri
paru dan kardiomegali. 3,12

B. Gagal Jantung
Gagal Jantung didefinisikan sebagai ketidakmampuan jantung
memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi ke jaringan
tubuh. Adapun manifestasi klinis yang ditemui pada pasien gagal jantung
berdasarkan tipenya terdiri dari gagal Jantung kiri, dengan tanda dan gejala
berupa3:
- Penurunan cardiac output: kelelahan, oliguri, angina, konfusi dan gelisah,
takikardi dan palpitasi, pucat, nadi perifer melemah, akral dingin.
- Kongesti pulmonal: batuk yang bertambah buruk saat malam hari
(paroxysmal noctural dyspnea), dispnea, krakels, takipnea dan orthopnea.

21
Klasifikasi keparahan gagal jantung menurut New York Heart
Association (NYHA) yang telah dikenal luas tidak dapat diaplikasikan
terhadap hampir semua populasi anak-anak. Klasifikasi berdasarkan kriteria
Ross telah dikembangkan untuk menyediakan penilaian secara umum dalam
menilai tingkat keparahan gagal jantung pada anak, yang kemudian dimodifikasi
agar dapat mencakup seluruh umur pada anak-anak.13

Tabel 2.1 Klasifikasi Gagal Jantung Menurut NYHA dan ROSS13

Kelas NYHA ROSS

I Tidak ada keterbatasan aktivitas Tanpa keterbatasan


atau
fisik; tanpa gejala pada aktivitas
Gejala
biasa

II Sedikit keterbatasan aktivitas fisik; Takipnu ringan


dan/atau
nyaman saat istirahat, bergejala
berkeringat saat makan,
dengan aktivitas biasa
Dispnu saat beraktivitas

pada anak yang lebih


besar.

Tidak ada gagal tumbuh

III Keterbatasan nyata aktivitas fisik; Takipnu yang terlihat


jelas
nyaman saat istirahat, bergejala
dan/atau berkeringat
pada aktivitas biasa yang lebih

ringan

IV Tidak mampu melakukan aktivitas Bergejala saat istirahat,

takipnu, retraksi,

22
fisik apapun dengan nyaman, merintih

gejala biasa muncul saat istirahat atau berkeringat

dan meningkat dengan aktivitas

2.2.2.10 Diagnosis Banding


Sekitar 70% dari penyakit jantung bawaan bersifat asianotik, yang paling
sering antara lain: defek septum ventrikel (VSD), paten duktus arteriosus (PDA),
defek septum atrial (ASD), dan stenosis pulmonal.3, 12
Perbandingan keempat penyakit jantung bawaan tersebut, sebagai berikut:

Tabel 2.2 Diagnosis banding pada VSD3,12


Uraian VSD PDA ASD Stenosis
pulmonal
Gejala Asianotik, Asianotik, Asianotik, Asianotik,
klinis murmur murmur murmur sistolik murmur sistolik
pansistolik yang kontinyu yang yang terdengar pada linea
terdengar pada terjadi karena pada ICS II kiri sternalis kiri
linea sternalis variasi ritme dan murmur atas
kiri bawah dari perbedaan mid-diastolik
tekanan darah yang terdengar
selama siklus pada daerah
jantung. sternum kanan
Murmur bawah
terdengar pada
daerah sternum
kiri atas. Pulsus
celer (+)

Bentuk Kardiomegali, Kardiomegali, Kardiomegali, Kardiomegali,


jantung dengan dengan dengan dengan dilatasi
pada penonjolan pelebaran arteri penonjolan pada atrium dan
gambaran arteri pulmonalis, arteri ventrikel kanan,
radiologi pulmonalis dan arcus aorta pulmonalis, arteri
dilatasi atrium tampak normal, dilatasi pulmonalis
kiri dan aorta ventrikel kanan, menonjol, dan
ventrikel kiri descendens atrium kiri dan aorta mengecil
mengecil, dan ventrikel kiri
dilatasi atrium normal
dan ventrikel
23
kiri
Corakan Bertambah Bertambah Sangat melebar Berkurang dan
vaskuler tampak kecil-
kecil

2.2.2.11 Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada VSD dapat berdasarkan dari besar atau defek pada
septum yang terjadi, yaitu :
- Defek septum ventrikel kecil
Pasien defek septum ventrikel kecil tidak memerlukan penanganan medik
atau bedah apapun, kecuali pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah
endokarditis pada tindakan tertentu. 30-40% pasien pada VSD kecil akan menutup
pada usia 6 bulan, Pasien harus terus diobservasi sampai defeknya menutup
Apabila defeknya sudah menurun, maka pasien dapat kontrol ulang setiap 3-5
tahun apabila tidak ada keluhan.3,21
Dengan bertambahnya usia dan berat badan, maka lubang menjadi
relatif kecil sehingga keluhan akan berkurang dan kondisi secara umum membaik
walaupun pertumbuhan masih lebih lambat dibandingkan dengan anak yang
normal. VSD tipe perimembranus dan muskuler akan mengecil dan bahkan
menutup spontan pada usia dibawah 8–10 tahun. 3,21
- Defek septum ventrikel sedang
Pada VSD sedang lebih jarang mengalami penutupan secara spontan. Defek
ini tidak perlu dilakukan pembedahan selama tahanan pembuluh pulmonal normal
dan jumlah shunting < 2 kali aliran sistemik. Sebagian kecil golongan ini tidak
dapat diatasi dengan obat, anak tetap dalam keadaan gagal jantung kronik atau
failure to thrive. Pasien ini perlu koreksi bedah segera. Pasien VSD sedang dengan
tahanan vaskular paru yang normal dengan tekanan arteri pulmonalis kurang dari
setengah tekanan sistemik, kecil kemungkinannya untuk menderita obstruksi
vaskular paru. Mereka hanya memerlukan terapi medik, dan sebagian akan
menjadi asimtomatik. Terapi bedah dipertimbangkan bila setelah umur 4-5 tahun
defek kelihatannya tidak mengecil dengan pemeriksaan kateterisasi ulang. 10,11
- Defek septum ventrikel besar

24
Sama dengan VSD sedang, VSD besar jarang menutup secara spontan.
Tetapi, walaupun defek yang besar yang mengakibatkan gagal jantung. Pada
pasien dengan gagal jantung dapat diberikan diuretik untuk mengurangi kongesti
pulmonal, ACE inhibitor untuk mengurangi tekanan pulmonal dan sistemik, serta
digoksin diberikan apabila diuresis dan pengurangan afterload tidak mengurangi
gejala klinis. Tetapi, masih ada beberapa kontroversi terhadap efek digoksin.1,2
Indikasi untuk terapi pembedahan pada VSD yaitu pasien pada usia
berapapun dengan VSD besar dimana gejala klinis dan failure to thrive tidak
dapat dikontrol dengan terapi medikamentosa, bayi usia 6-12 bulan dengan defek
yang besar disertai hipertensi pulmonal, pasien usia >24 bulan dengan rasio
Qp:Qs lebih dari 2:1, pasien dengan VSD tipe outlet berapapun ukurannya juga
dilakukan pembedahan karena resiko terjadinya regurgitasi katup aorta.1,2

Perawatan3,11,12
- Untuk mencegah endokarditis infektif, maka kesehatan gigi dan mulut
harus dijaga
- Pencegahan infeksi terhadap ISPA, hal tersebut dikarenakan pada anak
yang menderita penyakit jantung bawaan sering menderita ISPA dan dapat
berujung pada pneumonia yang berat.

- Jika tidak terdapat hipertensi pulmonal,maka tidak perlu ada pembatasan


olahraga.

- Pemberian oksigen yang efektif, perbanyak istirahat untuk mengurangi


penggunaan oksigen yang berlebihan didalam jaringan.


Medikamentosa
Terapi gagal jantung simptomatik6,3,11 :
- Diuretik, contoh furosemid 1-2 mg/KgBB/hari dibagi dalam 2-3 dosis
- inotropik (contoh: digoxin 10-20 µg/kgBB/hari)
- ACE inhibitor, contoh kaptopril 0,1-0,5mg/KgBB/hari
Pada pasien vsd kecil sebenarnya tidak memelukan terapi pengobatan,
namun jika berkembang menjadi gagal jantung, maka hal tersebut harus diobati.

25
Tatalaksana gagal jantung (jika ada) diindikasikan dengan digoksin dan diuretik,
selama 2-4 bulan untuk melihat apakah kegagalan pertumbuhan dapat membaik.
Penggunanaan furosemid dapat menyebabkan kehilangan kalium dalam tubuh,
maka, penggunaan diuretik dapat digantikan dengan spironolakton untuk
meminimalisir kehilangan kalium. Pemberian ACE-inhibitor dapat juga
diberikan, namun ACE inhibitor tidak dapat diberikan pada pasien dengan
hipokalemi karena dapat meningkatkan toksisitasnya, Oleh karena itu ACE
inhibitor dapat diberikan bersamaan dengan spironolakton (dosis spironolakton 1-
3mg/KgBB/hari dibagi dalam 2-3 dosis), Jika tatalaksana medikamentosa tidak
dapat mengatasi gagal jantung, intervensi merupakan indikasi. 6,3,11
Obat-obat yang digunakan pada gagal jantung antara lain (a) obat inotropik
seperti digoksin atau obat inotropik lain seperti dobutamin atau dopamin.
Digoksin untuk neonatus misalnya, dipakai dosis 10-20 µg/kg. Dosis pertama
diberikan setengah dosis digitalisasi, yang kedua diberikan 8 jam kemudian
sebesar seperempat dosis sedangkan dosis ketiga diberikan 8 jam berikutnya
sebesar seperempat dosis. Dosis rumat diberikan setelah 8-12 jam pemberian
dosis terakhir dengan dosis seperempat dari dosis digitalisasi. Obat inotropik
isoproterenol dengan dosis 0,05-1 µg/kg/ menit diberikan bila terdapat
bradikardia, sedangkan bila terdapat takikardia diberikan dobutamin 5-10 µg/
kg/menit atau dopamin bila laju jantung tidak begitu tinggi dengan dosis 2-5
µg/kg/menit. Digoksin tidak boleh diberikan pada pasien dengan perfusi sistemik
yang buruk dan jika ada penurunan fungsi ginjal, karena akan memperbesar
kemungkinan intoksikasi digitalis. (b) vasodilator, yang biasa dipakai adalah
kaptopril dengan dosis 0,1-0,5 mg/kg/hari terbagi 2-3 kali per oral. Terakhir (c)
diuretik, yang sering digunakan adalah furosemid dengan dosis 1-2 mg/kg/ hari
per oral atau intravena.5 Pada pasien dengan gagal jantung, maka pemberian
cairan harus dibatasi baik secara intravena maupun secara oral, cairan yang
diberikan adal 75% dari kebutuhan cairan perhari. 6,3,11
Pada pasien VSD diberikan pengobatan profilaksis terhadap terjadinya
endokarditis infektif terutama bila akan dilakukan tindakan operaktif di daerah
rongga mulut atau tindakan pada traktus gastrointestinal /urogenital. Maka dapat
diberikan amoxicilin oral 50mg/KgBB 1 jam sebelum prosedur atau

26
menggunakan ampicilin IV 50mg/KgBB 30 menit sebelum prosedur tindakan
dilakukan.21 Pada pasien yang mengalami anemia defisiensi besi, maka dapat
diberikan terapi besi oral 3-6mg/KgBB/hari diberikan dalam 2-3 dosis, kemudian
dievaluasi 3-4 minggu kemudian. 6,3,11
Adapun selain dengan pengobatan, tatalaksana VSD juga termasuk terapi
intervensi bedah, Indikasi terapi intervensi antara lain:6
- Jika bayi dengan gagal jantung kongestif dan hambatan pertumbuhan tidak
dapat diperbaiki dengan medikamentosa, VSD harus diintervensi dalam 6
bulan kehidupan. Selain itu, bila tekanan arteri pulmonalis >50% tekanan
sistemik, penutupan harus dilakukan pada akhir tahun pertama
- Bayi dengan hipertensi pulmonal, tetapi tanpa gagal jantung kongestif atau
hambatan pertumbuhan, sebaiknya melaksanakan kateterisasi jantung pada
usia 6-12 bulan. Dan sebaiknya diikuti dengan pembedahan.
- Bayi lain dengan VSD besar dan adanya peningkatan tekanan vaskular paru
sebaiknya dioperasi secepat mungkin.
- Beberapa pusat menutup VSD jika terdapat bukti adanya prolaps katup aorta
(meski tanpa regurgitasi aorta), riwayat endokarditis sebelumnya, atau adanya
dilatasi ventrikel kiri.
Setelah operasi maka pasien tetap akan dikontrol setiap 1-2 tahun untuk
melihat perkembangannya, tidak ada pembatasan aktivitas fisik kecuali jika ada
komplikasi dari operasi, pengobatan antibiotik untuk mencegah endokarditis
infekstif tetap harus diberikan. 6,3,11

Diet etik6,3,11
- Pemberian makanan yang mengandung zat besi,
- Pemberian nutrisi yang adekuat anak dengan defek besar lelah saat makan,
untuk mengatasinya seperti pemberian makanan kalori tinggi atau ASI.
Pemberian makanan melalui pipa nasogastrik untuk mengurangi kelelahan
karena mengisap susu botol atau ASI.

- Pemberian kalori yang cukup yaitu 100-120 kcal/hari, dengan rendah


garam 1-2mEq/KgBB/hari dan jika terjadi gagal jantung maka harus
dilakukan pembatasan cairan (75% dari kebutuhan normal).
27
2.2.12 Prognosis
Pada VSD yang kecil prognosisnya baik. Pasien dengan defek sedang atau
besar menunjukan gejala semasa bayi. Bila dengan atau tanpa penanganan pasien
dapat hidup lebih dalam 2 tahun, pada umumya keluhan berkurang, mungkin
akibat mengecilnya defek. Sebagian kecil pasien akan mengalami gagal jantung
kronik dengan hambatan tumbuh kembang yang berat. Kira-kira 50% pasien
hipertensi pulmonal bervariasi ringan-sedang (hiperkinetik) akan menjadi
hipertensi pulmonal berat, tetapi hanya sebagian kecil (10%) terjadi pada masa
bayi dan anak kecil. Dikatakan dalam kepustakaan bahwa lebih kurang 1% pasien
mengalami kelainan obstruksi vaskular paru sejak lahir (hipertensi pulmonal
primer).10
Penyebab utama kematian pada defek septum ventrikel adalah gagal jantung
kronik dan hipertensi pulmonal ireversibel. Pneumonia sering memperberat gagal
jantung dan mempercepat kematian. Pasien dengan defek kecil mempunyai risiko
lebih tinggi unutk menderita endokarditis bakterialis daripada pasien dengan defek
besar. Angka kematian keseluruhan untuk defek sedang dan besar, dengan
penanganan medik dan bedah yang adekuat adalah sekitar 5%.10

BAB III
KESIMPULAN
Penyakit jantung kongenital merupakan penyakit kelainan struktural dan
fungsional akibat gangguan pembentukan dan pembuluh darah saat dalam janin
28
dan menetap ketika lahir. Ventrikel Septal Defek merupakan bagian dari penyakit
jantung kongenital asianotik. Defek septum ventrikel ini merupakan penyakit
jantung nonsianotik yang sering terjadi mencapai angka 30%. Kelainan jantung
bawaan (kongenital) ini karena terbukanya lubang pada septum interventrikuler
yang menyebabkan adanya hubungan aliran darah antara ventrikel kanan dan kiri.
Penyebab pasti dari munculnya kelainan ini masih idiopatik. Faktor etiologi yang
berperan hingga kini adalah faktor endogen (genetik) dan eksogen (prenatal).
Proses patofisiologis yang terjadi dapat dijelaskan salah satunya melalui
tekanan lebih tinggi pada ventrikel kiri dan meningkatkan aliran darah kaya
oksigen melalui defek tersebut ke ventrikel kanan. Gejala klinis muncul sesuai
dengan derajat keparahannya. Macam defek septum ini antara lain,
perimembranous, subarterial doubly commited, dan muskuler, bila lubang terletak
di daerah septum muskularis interventrikularis. Manifestasi klinis dari kelainan
jantung ini berbeda-beda tiap klasifikasfi. Demikian pula dengan pemeriksaan
dsar fisik akan ditemukan kondisi yang berbeda antara defek septum kecil dan
besar. Pemeriksaan penunjang dan diagnostik yang dapat dilakukan antara lain
kateterisasi jantung, EKG dan foto toraks.
Penatalaksanaan pada VSD meliputi medikamentosa, perawatan dan diit.
Namun penatalaksaan pada VSD juga bergantung dari letak serta besarnya defek
yang terjadi. Penatalaksaan medikamentosa pada VSD umumnya tidak ada,
namun apabila menjadi gagal jantung maka dapat diberikan terapi diuretik dengan
menggunakan furosemid, ACE inhibitor dengan menggunakan kaptopril dan
pemberian digoxin. Perawatan pada penderita VSD seperti menjaga kebersihan
gigi dan mulut agar tidak terkena infeksi endokarditis serta pencegahan terhadap
ISPA, umumnya tidak dilakukan pembatasan fisik pada penderita VSD namun
apabila menjadi gagal jantung maka pasien harus lebih banyak istirahat agar
mengurangi beban jantung. Untuk diiet dapat diberikan Pemberian kalori yang
cukup yaitu 100-120 kcal/hari, dengan rendah garam 2-3mEq/KgBB/hari dan jika
terjadi gagal jantung maka harus dilakukan membatasi cairan (75% dari
kebutuhan normal). Terapi intervensi dilakukan jika terapi medikamentosa gagal
atau terjadi kelainan yang lebih berat seperti hipertensi pulmonal. Komplikasi
pada VSD meliputi infeksi endokarditis, gagal jantung kronik. Prognosis

29
Kemungkinan penutupan defek septum secara spontan cukup besar, terutama pada
tahun pertama kehidupan. Kemungkinan penutupan spontan sangat berkurang
pada pasien berusia lebih dari 2 tahun dan umumnya tidak ada kemungkinan lagi
di atas usia 6 tahun. Prognosis pada VSD juga bergantung pada besar dan letak
defek serta penanganannya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Silalahi C, Wahab AS. Duktus arteriosus Paten. Dalam : Wahab AS.


Kardiologi Anak: PenyakitJantung Kongenital Yang Tidak Sianotik.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2006: 69-76.
30
2. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson
Textbook Of Pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Saunders; 2007.p.1851-
7; 1888-90.
3. Lily SL. Patophysiology of Heart Disease fifth edition. North America:
Lippincott Williams & Wilkins, November 2010
4. Usman A. Kelainan Kardiovaskular. Dalam: Buku Ajar Neonatologi.
1st ed. Jakarta:Badan Penerbit IDAI;2008.p.31-9.
5. Clark EB, Mierop LHS. Development of The Cardiovasvular System.
In: Moss and Adams: Heart Disease in Infants, Children, and
adolescents. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2008.p.2-23.
6. Perloff JK. Clinical Recognition of Congenital Heart Disease. 15th ed.
Philadelphia: Saunders; 2003.p.311-5.
7. Rudolph A. Congenital Disease of The Heart. 3 rd ed.UK: Wiley-
Blackwell; 2009.p.148-51.
8. Hoffman JE. The Natural and Unnatural History of Congenital Heart
Disease. UK: Wiley-Blackwell; 2009.p.183-6.
9. Lisa C, Wahab SA. Dalam: Kardiologi Anak Penyakit Jantung
Kongenital yang Tidak Sianotik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2009.p.37-67.
10. Madiyono B. Rahayuningsih SE, Sukardi R. Penanganan Penyakit
Jantung pada Bayi dan Anak. UKK Kardiologi IDAI. Jakarta:Fakultas
Kedokteran Indonesia;2005.p.1-8.
11. Graham TP, Brender H, Spach M. Ventricular Septal Defect. In: Moss
and Adams: Heart Disease in Infants, Children, and adolescents. 7 th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.p.189-209.
12. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI)
2016. Panduan praktik klinis (PPK) dan clinical pathway (CP)
penyakit jantung dan pembuluh darah.

13. New York Heart Association (NYHA) Functional Class. Adapted from
American Heart Association Medical/Scientific Statement. 1994
revisionsto classification of functional capacity and objective
assessment of patientswith diseases of the heart.
Circulation, 1994; 90: 644-645

31
32

Anda mungkin juga menyukai