Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Pada tahun 1928, Oppenheimer dan Fishberg memperkenalkan istilah


hypertensive encephalopathy untuk menggambarkan keadaan ensefalopati dalam
hubungannya dengan hipertensi maligna oleh karena kenaikan tekanan darah yang
menyebabkan hipertensi vaskulopati dan edema intraserebral. Ensefalopati
merupakan istilah umum yang menggambarkan kerusakan atau disfungsi otak.
Ensefalopati dapat disebabkan oleh infeksi, trauma, gangguan metabolik, dan
penyakit sistem organ lainnya1.
Hipertensi merupakan salah satu kondisi medis yang ditandai oleh
peningkatan tekanan sistolik dan atau tekanan diastolik. Menurut JNC 7 (The Joint
National Committee on Prevention, Detection,Evaluation and Treatment of High
Blood Pressure) hipertensi diklasifikan sebagai berikut:

Tabel 1.1 Klasifikasi Hipertensi


Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 <80
Pre- Hipertensi 120- 139 80- 89
Hipertensi stage 1 140- 159 90- 99
Hipertensi stage 2 ≥ 160 ≥ 100
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V, halaman 1079

Hipertensi terdiri dari hipertensi urgensi dan hipertensi emergensi.


Peningkatan tekanan darah secara mendadak tanpa menyebabkan kerusakan organ
sasaran disebut hipertensi urgensi. Sedangkan peningkatan tekanan darah sistolik dan
diastolik secara mendadak yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran dikenal
sebagai hipertensi emergensi. Dalam hal ini organ sasaran antara lain otak, ginjal,
jantung, mata, dan pembuluh darah, oleh karena itu orang dengan tekanan darah
tinggi memiliki resiko terhadap penyakit cardiovaskular, cerebrovaskular, ginjal, dan
gangguan pada penglihatan. 1,2,3

1
Otak merupakan organ vital yang memiliki kebutuhan akan oksigen yang
tinggi. Apabila terjadi gangguan sirkulasi yang mengangkut oksigen ke otak maka
dapat terjadi kerusakan pada otak yang dapat bersifat permanen jika tidak ditangani
dengan segera. Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan pada otak oleh karena
kenaikan tekanan darah secara mendadak yang melampaui kemampuan autoregulasi
otak. Hal ini dikenal dengan ensefalopati hipertensi 4,5,6.
Berikutnya akan dibahas secara lebih mendalam mengenai ensefalopati hipertensi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ensefalopati hipertensi adalah sindrom klinik akut reversibel yang dicetuskan
oleh kenaikan tekanan darah secara mendadak sehingga melampaui batas autoregulasi
otak. HE dapat terjadi pada normotensi yang tekanan darahnya mendadak
naik menjadi 160/100 mmHg. Sebaliknya mungkin belum terjadi pada penderita
hipertensi kronik meskipun tekanan Arteri rata-rata mencapai 200 atau 225 mmHg.4

2.2 Epidemiologi
Ensefalopati hipertensi banyak ditemukan pada usia pertengahan dengan
riwayat hipertensi essensial sebelumnya. Menurut penelitian di USA, sebanyak 60
jutaorang yang menderita hipertensi, kurang dari 1 % mengidap hipertensi
emergensi. Mortalitas dan morbiditas dari penderita ensefalopati hipertensi
bergantung padatingkat keparahan yang dialami. Selain itu, diteliti bahwa Insiden
hipertensiessensial pada orang kulit putih sebanyak 20-30%, sedangkan pada orang
kulithitam sebanyak 80%. Sehingga orang kulit hitam lebih beresiko untuk menderita
ensefalopati hipertensi.8

2.3 Etiologi
Ensefalopati hipertensi dapat merupakan komplikasi dari berbagai penyakit
antaralain penyakit ginjal kronis, stenosis arteri renalis, glomerulonefritis akut,
toxemia akut, pheokromositoma, sindrom cushing, serta penggunaan obat seperti
aminophyline, phenylephrine. Ensefalopati hipertensi lebih sering ditemukan pada
orang dengan riwayat hipertensi esensial lama.

3
2.4 Patofisiologi
Secara fisiologis peningkatan tekanan darah akan mengaktivasi regulasi
mikrosirkulasi di otak (respon vasokontriksi terhadap distensi dinding endotel).
Aliran darah otak tetap konstan selama perfusi aliran darah otak berkisar 60 – 120
mmHg. Ketika tekanan darah meningkat secara tiba-tiba, maka akan terjadi
vasokontriksi dan vasodilatasi dari arteriol otak yang mengakibatkan kerusakan
endotel, ekstravasasi protein plasma, edema serebral. Jika peningkatan tekanan darah
terjadi secara persisten sampai ke hipertensi maligna maka dapat menyebabkan
nekrosis fibrinoid pada arteriol dan gangguan pada sirkulasi eritrosit dalam
pembuluh darah yang mengakibatkan deposit fibrin dalam pembuluh darah (anemia
hemolitik mikroangiopati)1.
Berikut teori-teori mengenai ensefalopati hipertensi:
2.4.1 Reaksi autoregulasi yang berlebihan (The overregulation theory of
hypertensive encephalopathy)
Kenaikan tekanan darah yang mendadak menimbulkan reaksi vasospasme
arteriol yang hebat disertai penurunan aliran darah otak dan iskemi. Vasospasme
dan iskemi akan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler, nekrosis,
fibrinoid, dan perdarahan kapiler yang selanjutnya mengakibatkan kegagalan
sawar darah otak sehingga dapat timbul edema otak 4.

4
Bagan 1. Patofisiologi Ensefalopati Hipertensi akibat Reaksi Autoregulasi yang
Berlebihan

Sumber: Cermin Dunia Kedokteran No.157, halaman 175

2.4.2. Kegagalan autoregulasi (the breakthrough theory of hypertensive


encephalopathy)
Tekanan darah tinggi yang melampaui batas regulasi dan mendadak
menyebabkan kegagalan autoregulasi sehingga tidak terjadi vasokonstriksi tetapi
justru vasodilatasi. Vasodilatasi awalnya terjadi secara segmental (sausage string
pattern), tetapi akhirnya menjadi difus. Permeabilitas segmen endotel yang
dilatasi terganggu sehingga menyebabkan ekstravasasi komponen plasma yang
akhirnya menimbulkan edema otak 4.

5
Bagan 2. Patofisiologi Ensefalopati Hipertensi akibat Kegagalan Autoregulasi

Sumber: Cermin Dunia Kedokteran No.157, halaman 176

Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami


perubahan bila Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg – 160 mmHg, sedangkan
pada penderita hipertensi baru dengan MAP diantara 60 – 120 mmHg. Pada keadaan
hiperkapnia, autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg,
sehingga perubahan yang sedikit saja dari tekanan darah menyebabkan asidosis otak
akan mempercepat timbulnya edema otak 6.

2.5 Manifestasi klinis


Ensefalopati hipertensi merupakan suatu sindrom hipertensi berat yang
dikaitkan dengan ditemukannya nyeri kepala hebat, mual, muntah, gangguan
penglihatan, confusion, pingsan sampai koma. Onset gejala biasanya berlangsung
perlahan, dengan progresi sekitar 24-48 jam. Gejala-gejala gangguan otak yang difus
dapat berupa defisit neurologis fokal, tanda-tanda lateralisasi yang bersifat reversibel

6
maupun irreversibel yang mengarah ke perdarahan cerebri atau stroke. Microinfark
dan peteki pada salah satu bagian otak jarang dapat menyebabkan hemiparesis ringan,
afasia atau gangguan penglihatan. Manifestasi neurologis berat muncul jika
telah terjadi hipertensi maligna atau tekanan diastolik >125mmHg disertai
perdarahan retina, eksudat, papiledema, gangguan pada jantung dan ginjal 7.

2.6 Penegakkan Diagnosis


Dalam menegakkan diagnosis ensefalopati hipertensi, maka pada pasien
dengan peningkatan tekanan darah perlu diidentifikasi jenis hipertensinya, apakah
hipertensi urgensi atau hipertensi emergensi. Hal ini dapat dilakukan dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui tanda dan gejala kerusakan target
organ terutama di otak seperti adanya nyeri kepala hebat, mual, muntah, penglihatan
kabur, penurunan kesadaran, kejang, riwayat hipertensi sebelumnya, penyakit ginjal,
penggunaan obat-obatan, dan sebagainya. Selain itu dapat dilakukan funduskopi
untuk melihat ada tidaknya perdarahan retina dan papil edema sebagai tanda
peningkatan tekanan intra kranial. Penilaian kardiovaskular juga perlu dilakukan
untuk mengetahui ada tidaknya distensi vena jugular atau crackles pada paru.
Urinalisis dan pemeriksaan darah untuk mengetahui kerusakan fungsi ginjal
(peningkatan BUN dan kreatinin) 5.
Pemeriksaan CT scan atau MRI kepala dapat menunjukkan adanya edema
pada bagian otak dan ada tidaknya perdarahan. Edema otak biasanya terdapat pada
bagian posterior otak namun dapat juga pada batang otak 7

7
Sumber: Adam and Victor’s Principle of Neurology 8th Edition, halaman 730
Gambar 1 Gambaran CT Scan (kanan) dan MRI (kiri) kepala pada wanita 55 tahun
dengan Ensefalopati Hipertensi dan kejang menunjukkan adanya lesi white matter
yang terkonsentrasi pada bagian posterior otak

2.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding ensefalopati hipertensi antara lain:
a. Stroke iskemik atau hemoragik
b. Stroke trombotik akut
c. Perdarahan intracranial
d. Encephalitis
e. Hipertensi intracranial
f. Lesi massa SSP
g.Kondisi lain yang terjadi bersamaan dengan peningkatan tekanan darah atau
yang memiliki gejala serupa 1.
Membaiknya gejala klinis dan peningkatan status mental setelah tekanan
darah terkontrol merupakan karakteristik untuk mendiagnosis dan membedakan
ensefalopati hipertensi dari penyakit-penyakit di atas 6.

8
2.8 Terapi1
Penurunan tekanan darah arterial, sesuai dengan tingkatan tekanan darah
pasien terutama yang berhubungan dengan kejadian neurologis, harus dilakukan
dengan monitoring secara tetap dan titrasi obat, tekanan darah arterial diukur dengan
kateterisasi jika memungkinkan. Terapi ini bertujuan untuk menurunkan tekanan
darah arterial sebesar 25% selama 1-2 jam dan tekanan darah diastolic ke 100-110
mmHg. Jika dengan penurunan tekanan darah arterial memperburuk keadaan
neurologis, maka harus dipertimbangkan kembali rencana pengobatannya. Untuk
obat anti hipertensi intravena yang bekerja cepat hanya labetalol, sodium
nitroprusside dan phenoldopam (pada gagal ginjal) sudah terbukti efektif pada HE.
Labetalol adalah suatu beta adrenergic blockers, kelihatannya paling adekuat
tidak menurunkan aliran darah otak dan bekerja selama 5 menit untuk administrasi.
Dosis inisial alah 20 mg dosis bolus, kemudian 20-80 mg dosis intravena setiap 10
menit sampai tekanan darah yang diinginkan atau total dosis sebesar 300 mg tercapai.
Sodium nitroprusside, sebuah vasodilator, memiliki onset yang cepat
(hitungan detik) dan durasi yang singkat dalam bekerja (1-2 menit). Bagaimanapun,
ini dapat mempengaruhi suatu venodilatasi cerebral yang penting dengan
kemungkinan menghasilkan peningkatan aliran darah otak dan hipertensi
intracranial. Suatu tindakan cytotoxic, dengan melepaskan radikal bebas NO dan
produk metaboliknya, sianida dapat menyebabkan kematian mendadak, atau koma.
Dosis inisial 0,3-0,5 mcg/kg/min IV, sesuaikan dengan kecepatan tetesan infus
sampai target efek yang diharapkan tercapi dengan dosis rata-rata 1-6 mcg/kg/min.
Fenildopam (Corlopam), sebuah short acting dopamine agonis (DA1) pada
level perifer, dengan durasi pendek dalam bekerja. Ini meningkatkan aliran darah
ginjal dan ekskresi sodium dan dapat digunakan pada pasien dengan gejala gagal
ginjal. Dosis inisial 0,003 mcg/kg/min IV secara progresif ditingkatkan sampai
maksimal 1,6 mcg/kg/min. Nicardipine dalam dosis bolus 5-15 mg/h IV dan dosis
maintenance 3-5 mg/h dapat juga digunakan.
Nifedipine sublingual, clonidine, diazoxide, atau hydralazine intravena tidak
direkomendasikan karena dapat mempengaruhi penurunan yang tidak terkontrol dari
tekanan darah arterial yang mengakibatkan iskemi cerebral dan renal.

9
2.9 Prognosis
Pada penderita ensefalopati hipertensi, jika tekanan darah tidak segera
diturunkan, maka penderita akan jatuh dalam koma dan meninggal dalam beberapa
jam. Sebaliknya apabila tekanan darah diturunkan secepatnya secara dini prognosis
umumnya baik dan tidak menimbulkan gejala sisa 4.

10
BAB III
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN :

Nama : Tn B D

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Usia : 41 tahun

Suku Bangsa : Minangkabau

Alamat : Padang

Pekerjaan : Wiraswasta

Seorang pasien laki-laki umur 41 tahun masuk bangsal neurologi RSUP


DR.M.Djamil Padang pada tanggal 7 Juli 2018 dengan :

ANAMNESIS : alloanamnesis dengan istri

Keluhan utama : penurunan kesadaran

Riwayat Penyakit Sekarang :

- Penurunan kesadaran sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit


,pasien tampak oleh keluarga gelisah dan menceracau
- Keluhan diawali dengan nyeri kepala dan muntah sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Muntah frekuensi 3 kali dalam sehari
berisi apa yang dimakan
- Tidak ada tampak kelemahan anggota gerak dan bicara pelo oleh
keluarga
- Kejang tidak ada

11
Riwayat Penyakit Sebelumnya :

- Riwayat hiperetensi disangkal


- Riwayat Diabetes mellitus dan penyakit jantung tidak ada
- Riwayat trauma tidak ada, demam sebelumnya tidak ada
- Riwayat keganasan tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Keluarga tidak ada yang menderita hipertensi ,DM, stroke dam


penyakit jantung sebelumnya

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan :

- Pasien seorang buruh


- Masih aktif bekerja ringan -sedang
- Merokok sejak usia 21 tahun sampai dengan sebelum masuk RS
lebih kurang 16 batang/hari, riwayat minum kopi (-), riwayat
minum alkohol (-)
PEMERIKSAAN FISIK :

Keadaan umum : berat

Kesadaran : delirium

TD : 200/110 mmHg

Nadi : 100x/menit

Nafas : 20x/menit

Suhu : 36,30C

Gizi : sedang

Anemia : (-) Sianosis : (-) Edema : (-)

12
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher : JVP 5-2 cmH2O, bising karotis -/-.

Dada :

Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis di 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas jantung Normal

Auskultasi : Bunyi jantung regular ,bising tidak ada

Paru : Inspeksi : pergerakan simetris kiri dan kanan

Palpasi : fremitus normal, kiri sama dengan kanan.

Perkusi : Sonor, kiri sama dengan kanan

Auskultasi : vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-).

Abdomen : Inspeksi : tidak tampak membuncit

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba.

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal.

Korpus Vertebralis : tidak ada deformitas dan gibbus

Genitalia dan anus : tidak diperiksa.

13
STATUS NEUROLOGIS :

1. GCS 15 (E4M5V4)
2. Tanda Rangsang Meningeal :
Kaku kuduk (-) Brudzinsky II (-)

Brudzinsky I (-) Kernig (-)

3. Gejala Peningkatan Tekanan Intrakranial :


- Nyeri kepala progresif ada

4. Nn Cranialis

NI : sulit dinilai

N II : Refleks cahaya langsung (+) di kedua mata

N III, IV, V : Pupil bulat, sentral, isokor, diameter 3 mm/3 mm, refleks

cahaya langsung dan tak langsung +/+, doll eyes manuver

Bergerak bebas

NV : refleks kornea pada kedua mata (+)

N VII : plika nasolabialis simetris, dahi simteris

N IX dan X : Reflek muntah (+), uvula ditengah dan arkus faring

Simetris

N XII : lidah deviasi tidak ada deviasi

14
5. Koordinasi : tidak diperiksa

6. Motorik :

Eksremitas superior : Kanan Kiri

Kekuatan 555 555

Tonus Eutonus Eutonus

Trofi Eutrofi Eutrofi

Ekstremitas inferior :

Kekuatan 555 555

Tonus eutonus Eutonus

Trofi eutrofi Eutrofi

7. Sensorik : ekseroseptif dan propioseptif normal

8. Sistem Saraf Otonom : neurogenic bladder (-) dan sekresi keringat


(+)

15
9. Refleks Fisiologis :

Kanan Kiri

Biseps ++ ++

Triseps ++ ++

KPR ++ ++

APR ++ ++

10. Refleks Patologis :

Kanan Kiri

Babinsky - -

Chaddock - -

Oppenheim - -

Gordon - -

Schaefer - -

11. Fungsi Luhur : tidak ada kelainan

16
PEMERIKSAAN PENUNJANG :

Laboratorium :

Hb : 17,4 Leukosit : 20.220 /mm3

Tombosit: 270.000 mm3 GDS : 136 gr/dl Kreatinin : 1,5

Ureum : 33 Na : 133 meq K : 4,2

Ht : 49% Cl: 102

EKG : Sinus rytm, HR 125 kali/menit. ST elevasi (-), T inverted (-), SV1+RV5<35mm

Kesan : sinus takikardi

BRAIN CT SCAN non kontras : tidak tampak lesi hipodens dan hiperdens di supratentorial
maupun infratentorial . differensiasi white and grey matter mengabur, sulcus menyempit
,sistem ventrikel tak melebar.

Diagnosa Klinis : Ensephalopathy hipertensi

Diagnosa Etiologi : Hipertensi

Diagnosa Topik : Intrakranial

Diagnosa Sekunder : sepsis ec urosepsis + AKI std 1 ec dehidrasi

Diagnosa Differensial :-

17
Penatalaksanaan :

1. Umum
- O2 3 L/menit
- IVFD asering 12 jam/ kolf
- Elevasi kepala 30o
- Pasang kateter
- ML RG II 1800 kkal
2. Khusus
o manitol 3x150cc tap off (iv)

o ranitidin 2x50mg( iv)

o Ciprofloxacin 2x200mg (iv)


o Paracetamol 3x750mg(PO)
o Nikardipin bolus 5mg/jam (IV)

18
BAB IV
DISKUSI

Telah dirawat pasien laki-laki usia 41 tahun masuk bangsal neurologi tanggal 7 Juli
2018 dengan penurunan kesadaran, penurunan kesadaran terjadi 1 hari sebelum
masuk rumah sakit, pasien gelisah dan menceracau. Keluhan disertai nyeri kepala dan
muntah sejak 3 hari yang lalu dengan frekuensi 3 kali berisi apa yang dimakan. Tidak
tampak kelemahan anggota gerak dan bicara pelo serta kejang. Berdasarkan
anamnesis pada pasien hal ini sesuai dengan manifestasi dari ensefalopathy yaitu
kumpulan gejala peningkatan tekanan intrakranial seperti nyeri kepala ,muntah dan
diikuti penurunan kesadaran. Nyeri kepala dan muntah merupakan tanda peningkatan
intrakranial sedangkan penurunan kesadaran bisa dipikirkan adanya kerusakan organ
target yaitu otak.
Pada pemeriksaan fisik umum tampak sakit berat, Delirium, penurunan GCS
E4M5V4, tekanan darah 200/120. Pada pemeriksaan fisik umum dapat kita pikirkan
adanya gangguan pada otak dan adanya hipertensi ,hal ini bisa kita sebut dengan
hipertensi emergensi. Pada pemeriksaan neurologis tidak didapatkan adanya kelainan
neurologis pada pasien.
Pada pemeriksaan penunjang tidak ada didapatkan gangguan elektrolit yang
merupakan salah satu penyebab penurunan kesadaran, pada EKG tidak didapatkan
kelainan, dan pada brain ct-scan tanpa kontras tidak ada ditemukan tanda perdarahan
otak dan tanda iskemik serta tanda tumor.
Diagnosis pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Sesuai dengan teori ensefalophathy hipertensi adanya tanda
peningkatan intrakranial atau sekumpulan gejala dengan tekanan darah sistolik
sampai 160mmHg atau lebih dan tidak adanya kelainan pada pemeriksaan elektrolit
dan tidak ada perdarahan atau iskemik pada otak.
Tatalaksana awal pada pasien yaitu terapi umum 6B , elevasi kepala 30o, pemberian
cairan asering 12 jam /kolf . oksigen intranasal 3l/menit, pemasangan kateter. Terapi
khusus diberikan penurun tekanan intrakranial dengan menghitung osmolaritas
,diberikan terapi awal manitol 0,5-1mg/kgbb dan maintenance setengah dari dosis

19
awal, lalu diturunkan tekanan darah arteri 20% dari tekanan darah arteri awal pada
pasien ini diberikan bolus nikardipin 5mg/jam sesuai dengan tatalaksana hipertensi.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Cuciureanu, D. Hypertensive Encephalopathy: Between Diagnostic and Reality.


Roumanian Journal of Neurology 6/3. 2007:114-177.

2. Yogiantoro, M.. Hipertensi Essensial. In Sudoyo A.W, et all.ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Internal Publishing. 2009: 1079.

3. Khatib O, El-Guindy M. Clinical Guidelines for the Management of Hypertension.


Cairo: WHO regional Office for the Eastern Mediterranean. 2005: 13-14.

4. Sugiyanto, E. Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskular .Cermin Dunia


Kedokteran no.157.2007:175-7

5. Price S.R, Kasner S.E. Chapter 12. Hypertension and Hypertensive


Encephalopathy. Handbook of Clinical Neurology 3rd.2014. Vol 16;162-5.

6. Majid, A. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. USU Digital Library.
2004: 1-8.

7. Anonim. Cerebrovascular Disease. In Ropper A and Brown R.ed. .Adam and


Victor’s Principle of Neurology 8th Edition. Newyork: Mc Graw Hill Medical
Publishing Division. 2005: 728-30

8. Chang G.Y,London Z.N. Hypertensive Ensefalopathy.Neurology Medlink.2015.

21

Anda mungkin juga menyukai