(GNAPS)
Oleh :
Tiffany Adelina
No BP 1110312063
Preseptor:
Dr. Mayetti, Sp.A(K)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Case report session (CRS) ini akan membahas definisi, etiologi, patogenesis,
patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalakasana,
komplikasi, prognosis pada Gromerulonefritis akut pasca streptokokus dan kasus
GNAPS yang ditemukan.
Tujuan penulisan CRS ini adalah untuk menambah wawasan sebagai dokter
muda mengenaiGromerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS).
1
Metode penulisan referat ini merupakan studi keperpustakaan yang merujuk
ke beberapa literatur dan analisis kasus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Epidemiologi
GNAPS terutama menyerang anak usia sekolah yang lebih muda, antara 6-7
tahun, dan jarang menyerang anak usia <3 tahun. Laki-laki lebih sering
mengalami GNAPS daripada perempuan dengan perbandingan 2:1.3
Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus dapat terjadi secara epidemik
atau sporadik. Di Indonesia, penelitian multisenter selama 12 bulan pada tahun
1988 melaporkan 170 orang pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan,
terbanyak di Surabaya (26,5%) diikuti oleh Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%),
dan Palembang (8,2%). Perbandingan pasien laki-laki dan perempuan 1,3:1 dan
terbanyak menyerang anak usia 6-8 tahun (40,6%).2
2.3 Etiologi
2
infeksi saluran napas atas (tonsillitis/faringitis) atau kulit (piodermi), baik secara
sporadik atau epidemiologik.4 Meskipun demikian tidak semua GABHS
menyebabkan penyakit ini, hanya 15% mengakibatkan GNAPS. Hal tersebut
karena hanya serotipe tertentu dari GABHS yang bersifat nefritogenik, yaitu yang
dindingnya mengandung protein M atau T (terbanyak protein tipe M). Serotipe
GABHS yang berhubungan dengan GNAPS dapat terlihat di tabel 2.1.1,5
Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas
membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya seperti yang
terlihat pada gambar 2.1. Streptokokus merupakan golongan bakteri yang
heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokokus pada manusia disebabkan
oleh Streptococcus β hemolitikus grup A. Bakteri ini hidup pada manusia di
tenggorokan dan juga kulit.4
3
Streptococcus β hemolitikus grup A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu 4,5:
1. Streptolisin O
Sterptolisin O merupakan suatu protein yang aktif menghemolisis dalam
keadaan tereduksi (mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila
ada oksigen. Streptolisin O bergabung dengan antistreptolisin O, suatu antibodi
yang timbul pada manusia setelah terinfeksi streptokokus yang menghasilkan
streptolisin O. Antibodi ini menghambat hemolisis oleh streptolisin O.
Fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibodi. Titer serum
antistreptolisin O (ASTO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan
menunjukkan adanya infeksi streptokokus yang baru saja terjadi atau adanya
kadar antibodi yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang
hipersensitifitas.
2. Streptolisin S
Streptolisin S adalah zat penyebab timbulnya zona hemolitik disekitar
koloni streptokokus yang tumbuh pada permukaan lempeng agar darah.
Streptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat oleh penghambat non
spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan tidak bergantung pada
pengalaman masa lalu dengan streptokokus.
2.4 Patogenesis
4
mengubah IgG endogen menjadi autoantigen. Terbentuknya autoantibodi
terhadap IgG yang telah berubah tersebut, mengakibatkan pembentukan komplek
imun yang bersirkulasi, kemudian mengendap dalam ginjal. Pada kasus ringan,
pemeriksaan dengan mikroskop cahaya menunjukkan kelainan minimal. Biasanya
terjadi proliferasi ringan sampai sedang dari sel mesangial dan matriks. Pada
kasus berat terjadi proliferasi sel mesangial, matriks dan sel endotel yang difus
disertai infiltrasi sel polimorfonuklear dan monosit, serta penyumbatan lumen
kapiler. Istilah glomerulonefritis proliferatif eksudatif endokapiler difus
digunakan untuk menggambarkan kelainan morfologi penyakit ini.6
Bentuk bulan sabit dan inflamasi interstisial dapat dijumpai mulai dari yang
halus sampai kasar yang tipikal di dalam mesangium dan di sepanjang dinding
kapiler. Endapan imunoglobulin dalam kapiler glomerulus didominasi oleh Ig G
dan sebagian kecil Ig M atau Ig A yang dapat dilihat dengan mikroskop
imunofluoresen. Mikroskop elektron menunjukkan deposit padat elektron atau
humps terletak di daerah subepitelial yang khas dan akan beragregasi menjadi
Ag-Ab kompleks.6,7
5
membran basalis glomerulus seperti yang terlihat pada gambar 2.2.
2. Insitu Formation
3. Imunitas Selular
6
Gambar 2.2 Patogenesis GNAPS
2.5 Patofisiologi1,6
7
3. Sel-sel radang interstitial yang meningkatkan aktivitas angiotensin
intrarenal.
Lebih dari 50 % kasus GNAPS adalah asimtomatik. Kasus klasik atau tipikal
diawali dengan infeksi saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua minggu
mendahului timbulnya sembab. Periode laten rata- rata 10 atau 21 hari setelah
infeksi tenggorok atau kulit.3 Gejala-gejala yang dapat muncul pada GNAPS
adalah :
1. Periode laten
Pada GNAPS yang khas harus ada periode laten yaitu periode antara
infeksi streptokokus dan timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar 1-3
minggu; periode 1-2 minggu umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului
oleh ISPA, sedangkan periode 3 minggu didahului oleh infeksi kulit/piodermi.
Periode ini jarang terjadi di bawah 1 minggu. Bila periode laten ini berlangsung
kurang dari 1 minggu, maka harus dipikirkan kemungkinan penyakit lain,
seperti eksaserbasi dari glomerulonefritis kronik, lupus eritematosus sistemik,
purpura Henoch-Schöenlein atau Benign recurrent haematuria.1
2. Edema
8
Distribusi edema bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi dan
tahanan jaringan lokal. Oleh sebab itu, edema pada palpebra sangat menonjol
waktu bangun pagi, karena adanya jaringan longgar pada daerah tersebut dan
menghilang atau berkurang pada siang dan sore hari atau setelah melakukan
kegiatan fisik. Hal ini terjadi karena gaya gravitasi. Kadang-kadang terjadi
edema laten, yaitu edema yang tidak tampak dari luar dan baru diketahui
setelah terjadi diuresis dan penurunan berat badan. Edema bersifat pitting
sebagai akibat cairan jaringan yang tertekan masuk ke jaringan interstisial yang
dalam waktu singkat akan kembali ke kedudukan semula.1,7
3. Hematuria
4. Hipertensi
9
5. Oliguria
Keadaan ini jarang dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus GNAPS dengan
produksi urin kurang dari 350 ml/m2 LPB/hari. Oliguria terjadi bila fungsi
ginjal menurun atau timbul kegagalan ginjal akut. Seperti ketiga gejala
sebelumnya, oliguria umumnya timbul dalam minggu pertama dan menghilang
bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir minggu pertama. Oliguria
bisa pula menjadi anuria yang menunjukkan adanya kerusakan glomerulus
yang berat dengan prognosis yang jelek.1
6. Gejala Kardiovaskular :
7. Gejala-gejala lain
10
Selain gejala utama, dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise, letargi
dan anoreksia. Gejala pucat mungkin karena peregangan jaringan subkutan
akibat edema atau akibat hematuria makroskopik yang berlangsung lama.1
2.7 Diagnosis1,3
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Ada hipertensi
Pemeriksaan Penunjang
11
antideoksiribonuklease (ADNase-B). Titer ASTO merupakan reaksi
serologis yang paling sering diperiksa, karena mudah dititrasi. Titer ini
meningkat 70-80% pada GNAPS. Sedangkan kombinasi titer ASTO, AD
Nase-B dan AH ase yang meninggi, hampir 100% menunjukkan adanya
infeksi streptokokus sebelumnya. Kenaikan titer ini dimulai pada hari
ke-10 hingga 14 sesudah infeksi streptokokus dan mencapai puncaknya
pada minggu ke- 3 hingga 5 dan mulai menurun pada bulan ke-2 hingga
6. Titer ASTO jelas meningkat pada GNAPS setelah infeksi saluran
pernapasan oleh streptokokus. Titer ASTO bisa normal atau tidak
meningkat akibat pengaruh pemberian antibiotik, kortikosteroid atau
pemeriksaan dini titer ASTO. Sebaliknya titer ASTO jarang meningkat
setelah piodermi. Hal ini diduga karena adanya jaringan lemak subkutan
yang menghalangi pembentukan antibodi terhadap streptokokus
sehingga infeksi streptokokus melalui kulit hanya sekitar 50% kasus
menyebabkan titer ASTO meningkat. Di pihak lain, titer AD Nase jelas
meningkat setelah infeksi melalui kulit.
LED meningkat. LED umumnya meninggi pada fase akut dan menurun
setelah gejala klinik menghilang. Walaupun demikian LED tidak dapat
digunakan sebagai parameter kesembuhan GNAPS, karena terdapat
kasus GNAPS dengan LED tetap tinggi walaupun gejala klinik sudah
12
menghilang.
Penyakit ginjal atau di luar ginjal yang memberikan gejala seperti GNAPS
antara lain1,8 :
1. Penyakit ginjal
13
b. Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria
RPGN lebih sering terdapat pada orang dewasa dibandingkan pada anak.
Kelainan ini sering sulit dibedakan dengan GNAPS terutama pada fase akut
dengan adanya oliguria atau anuria. Titer ASTO, AHase,ADNase B meninggi
pada GNAPS, sedangkan pada RPGN biasanya normal. Komplemen C3 yang
menurun pada GNAPS, jarang terjadi pada RPGN. Prognosis GNAPS
umumnya baik, sedangkan prognosis RPGN jelek dan penderita biasanya
meninggal karena gagal ginjal.
2. Penyakit-penyakit sistemik
Pada HSP dapat dijumpai purpura, nyeri abdomen dan artralgia, sedangkan
14
pada GNAPS tidak ada gejala demikian. Pada SLE terdapat kelainan kulit dan sel
LE positif pada pemeriksaan darah, yang tidak ada pada GNAPS, sedangkan pada
Subacute Bacterial Endocarditis (SBE) tidak terdapat edema, hipertensi atau
oliguria. Biopsi ginjal dapat mempertegas perbedaan dengan GNAPS yang
kelainan histologiknya bersifat difus, sedangkan ketiga penyakit tersebut
umumnya bersifat fokal.
3. Penyakit-penyakit infeksi
GNA bisa pula terjadi sesudah infeksi bakteri atau virus tertentu selain oleh
Group A β-hemolytic streptococci. Beberapa kepustakaan melaporkan gejala
GNA yang timbul sesudah infeksi virus morbili, parotitis, varicella, dan virus
ECHO. Diagnosis banding dengan GNAPS adalah dengan melihat penyakit
dasarnya. Manifestasi klinis pada masing-masing diagnosis banding secara umum
dapat terlihat pada tabel 2.3.8,9
2.9 Tatalaksana1,3
1. Istirahat
Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya
timbul dalam minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut,
tidak dianjurkan lagi istirahat di tempat tidur, tetapi tidak diizinkan kegiatan
seperti sebelum sakit. Lamanya perawatan tergantung pada keadaan penyakit.
15
Dulu dianjurkan prolonged bed rest sampai berbulan-bulan dengan alasan
proteinuria dan hematuria mikroskopik belum hilang. Kini lebih progresif,
penderita dipulangkan sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak ada
komplikasi. Bila masih dijumpai kelainan laboratorium urin, maka dilakukan
pengamatan lanjut pada waktu berobat jalan. Istirahat yang terlalu lama di
tempat tidur menyebabkan anak tidak dapat bermain dan jauh dari
teman-temannya, sehingga dapat memberikan beban psikologik.
2. Diet
Jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema berat,
diberikan makanan tanpa garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian
garam dibatasi sebanyak 0,5-1 g/hari. Protein dibatasi bila kadar ureum
meninggi, yaitu sebanyak 0,5-1 g/kgbb/hari. Asupan cairan harus
diperhitungkan dengan baik, terutama pada penderita oliguria atau anuria, yaitu
jumlah cairan yang masuk harus seimbang dengan pengeluaran, berarti asupan
cairan = jumlah urin + insensible water loss (20-25 ml/kgbb/hari) + jumlah
keperluan cairan pada setiap kenaikan suhu dari normal (10 ml/kgbb/hari).
3. Antibiotik
Pemberian antibiotik pada GNAPS sampai sekarang masih
dipertentangkan. Pihak satu hanya memberi antibiotik bila biakan hapusan
tenggorok atau kulit positif untuk streptokokus, sedangkan pihak lain
memberikannya secara rutin dengan alasan biakan negatif belum dapat
menyingkirkan infeksi streptokokus. Biakan negatif dapat terjadi oleh karena
telah mendapat antibiotik sebelum masuk rumah sakit atau akibat periode laten
yang terlalu lama (> 3 minggu). Terapi medikamentosa golongan penisilin
dapat diberikan untuk eradikasi kuman, yaitu Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi
dalam 3 dosis selama 10 hari. Jika terdapat alergi terhadap golongan penisilin,
dapat diberi eritromisin dosis 30 mg/kgbb/hari.
4. Simptomatik
a. Bendungan sirkulasi
Hal paling penting dalam menangani sirkulasi adalah pembatasan
cairan, dengan kata lain asupan harus sesuai dengan keluaran. Bila terjadi
edema berat atau tanda-tanda edema paru akut, harus diberi diuretik,
misalnya furosemid. Bila tidak berhasil, maka dilakukan dialisis peritoneal.
16
b. Hipertensi
Tidak semua hipertensi harus mendapat pengobatan. Pada hipertensi
ringan dengan istirahat cukup dan pembatasan cairan yang baik, tekanan
darah bisa kembali normal dalam waktu 1 minggu. Pada hipertensi sedang
atau berat tanpa tanda-tanda serebral dapat diberi kaptopril (0,3-2
mg/kgbb/hari) atau furosemid atau kombinasi keduanya. Selain obat-obat
tersebut diatas, pada keadaan asupan oral cukup baik dapat juga diberi
nifedipin secara sublingual dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgbb/hari yang dapat
diulangi setiap 30-60 menit bila diperlukan. Pada hipertensi berat atau
hipertensi dengan gejala serebral (ensefalopati hipertensi) dapat diberi
klonidin (0,002-0,006 mg/kgbb) yang dapat diulangi hingga 3 kali atau
diazoxide 5 mg/kgbb/hari secara intravena (IV). Kedua obat tersebut dapat
digabung dengan furosemid (1 – 3 mg/kgbb).
c. Gangguan ginjal akut
Hal penting yang harus diperhatikan adalah pembatasan cairan,
pemberian kalori yang cukup dalam bentuk karbohidrat. Bila terjadi
asidosis harus diberi natrium bikarbonat dan bila terdapat hiperkalemia
diberi Ca glukonas atau Kayexalate untuk mengikat kalium.
5. Pemantauan
17
proteinuria yang berlangsung lama, maka setiap penderita yang telah
dipulangkan dianjurkan untuk pengamatan setiap 4-6 minggu selama 6
bulan pertama. Bila ternyata masih terdapat hematuria mikroskopik dan
atau proteinuria, pengamatan diteruskan hingga 1 tahun atau sampai
kelainan tersebut menghilang. Bila sesudah 1 tahun masih dijumpai satu
atau kedua kelainan tersebut, perlu dipertimbangkan biopsi ginjal.
2.10 Komplikasi1,9
Pengobatan konservatif :
b. Mengatur elektrolit :
18
• Insulin 0,1 unit/kg & 0,5 – 1 g glukosa 0,5 g/kgbb
3. Edema paru
2.11 Prognosis
Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak ada
komplikasi, sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting disease. Berbagai
faktor memegang peran dalam menetapkan prognosis GNAPS antara lain umur
saat serangan, derajat berat penyakit, pola serangan sporadik atau epidemik,
tingkat penurunan fungsi ginjal dan gambaran histologis glomerulus. Pada anak
85-95% kasus GNAPS sembuh sempurna, sedangkan pada orang dewasa 50-75%
GNAPS dapat berlangsung kronis, baik secara klinik maupun secara histologik
atau laboratorik. Pada orang dewasa kira-kira 15-30% kasus masuk ke dalam
proses kronik, sedangkan pada anak 5-10% kasus menjadi glomerulonefritis
kronik. Perbaikan klinis yang sempurna dan urin yang normal menunjukkan
prognosis yang baik.1,3
Walaupun prognosis GNAPS baik, kematian bisa terjadi terutama dalam fase
akut akibat gangguan ginjal akut (Acute kidney injury), edema paru akut atau
ensefalopati hipertensi. Insiden gangguan fungsi ginjal berkisar 1-30%. Sekitar
0,5-2% kasus GNAPS menunjukkan penurunan fungsi ginjal cepat dan progresif
dan dalam beberapa minggu atau bulan jatuh ke fase gagal ginjal terminal. Angka
kematian pada GNAPS bervariasi antara 0-7 %.3,9
19
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : RF
No. MR : 95 26 60
Usia : 5 tahun
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
• Batuk 2 minggu yang lalu, tidak berdahak, disertai pilek, tidak ada sesak
nafas.
• Sembab pada mata sejak 1 hari yang lalu, disadari orang tua ketika
bangun tidur pagi hari. Sembab juga tampak pada kedua kaki.
20
• Buang air kecil kemerahan seperti air cucian daging ada sejak 3 jam yang
lalu, jumlah banyak.
• Buang air kecil keruh tidak ada, nyeri saat buang air kecil tidak ada.
Riwayat Keluarga
• Anak keempat dari empat bersaudara, lahir spontan ditolong bidan, cukup
bulan, berat lahir 3700 gram, panjang lahir 50 cm, langsung menangis.
21
• Imunisasi dasar tidak lengkap, hanya mendapat vaksin BCG dan DPT saat
berusia 2 bulan.
Kesadaran : Sadar
Nadi : 92 x/menit
Suhu : 37 °C
Pernafasan : 26 x/menit
Berat badan : 17 kg
TB/U : 93,0 %
BB/TB : 90,6 %
Edema : Ada
22
Kelenjar getah bening : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Pa : fremitus ki=ka
Pe : sonor
Abdomen
I : distensi (-)
23
(-)
Per : timpani
Anggota Gerak : akral hangat, CRT < 2 detik, oedem pretibial +/+
minimal, refleks fisiologis +/+ normal, refleks
patologis -/-
Laboratorium Rutin
Leukosit : 8-10/LPB
Eritrosit : 15-20/LPB
Laboratorium Khusus
24
Kesan : hipoalbuminemia, sikap belum perlu koreksi
Na : 137 mmol/L
K : 4,7 mmol/L
Ca : 7,9 mg/dl
Sindrom nefrotik
3.7 Tatalaksana
• Furosemide 1 x 17 mg po
• Captopril 3 x 1,5 mg po
3.8 Follow up
25
Tanggal Subjektif Objektif Assement Planning
03/08/16 S/ Anak tampak sembab O/ Sakit sedang, sadar, Susp MB nefritis 1400
pada kedua mata dan HR : 87 x/menit, RR: GNAPS kkal, protein 17
Rabu kaki. Anak tidak ada 24 x/menit, TD: gram/hari, garam
demam, tidak ada 140/90 mmHg, T : 1 gram/hari,
kejang, tidak ada 37°C. furosemide 1x17
mengeluh nyeri kepala, mg (p.o),
Mata : edem palpebra
tidak ada muntah. BAK Captopril 3x1,5
+/+
ada warna kuning, mg (p.o)
jumlah banyak. BAB Thoraks : cor dan
belum ada. pulmo tidak
ditemukan kelainan Rencana ASTO,
CRP, LED
Abdomen : supel,
bising usus (+) normal Rencana Swab
tenggorok
Ekstremitas : akral
hangat, CRT < 2 detik,
edem pretibial +/+
04/08/16 S/ Anak masih sembab, O/ Sakit sedang, sadar, Susp Terapi lanjut
namun tidak bertambah. HR : 98 x/menit, RR: GNAPS
Kamis
Anak tidak ada demam, 23 x/menit, TD:
tidak ada kejang, tidak 130/100 mmHg, T :
ada sesak nafas, tidak 37,2°C.
ada nyeri kepala, tidak
Mata : edem palpebra
ada muntah. BAK ada
+/+, konjungtiva tidak
warna jernih.
pucat, sklera tidak
ikhterik
Abdomen : supel,
bising usus (+) normal
Genitalia : edema
scrotalis -/-
Ekstremitas : akral
26
hangat, CRT < 2 detik,
edem pretibial +/+
05/08/16 S/ Anak sembab, tampak O/ Sakit sedang, sadar, GNAPS Terapi lanjut
berkurang. Anak tidak HR : 88 x/menit, RR:
Jumat
ada demam, tidak ada 22 x/menit, TD:
kejang, tidak ada sesak 130/90 mmHg, T :
nafas, tidak ada nyeri 36,8°C.
kepala, tidak ada
Mata : edem palpebra
muntah. BAK ada warna
+/+, konjungtiva tidak
jernih.
pucat, sklera tidak
ikhterik
Abdomen : supel,
bising usus (+) normal
Genitalia : edema
scrotalis -/-
Ekstremitas : akral
hangat, CRT < 2 detik,
edem pretibial +/+
ASTO : positif
Sabtu
BAB IV
27
DISKUSI
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 140/90 mmHg, pada kulit
tampak makula hiperpigmentasi maleolus medialis dextra, terlihat edema
palpebra minimal di mata, dan edema pretibial minimal di ekstremitas bawah kiri
dan kanan. Pada urinalisis ditemukan protein +3, leukosit 8-10/LPB, eritrosit
15-20/LPB dengan kesan proteinuria, leukosituria dan hematuria. Pada
pemeriksaan darah ditemukan Hb 8,7 gr/dl, leukosit 6700/mm3, hitung jenis
0/1/1/53/45/0, trombosit 239.000/mm3, total protein 6,3 gr/dl, albumin 3,0 gr/dl,
globulin 3,3 gr/dl, Na 137 mmol/l, K 4,7 mmol/l, Ca 7,9 mg/dl, ureum 62 gr/dl
dan creatinin 0,8 mg/dl dengan kesan hipoalbumin, hipocalsemia dan ureum
meningkat. Berdasarkan data tersebut diagnosis terarah ke GNAPS, namun masih
perlu pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan ASTO, komplemen C3,
LED dan swab tenggorok untuk memastikan adanya infeksi streptokokus beta
hemolotikus grup A.
28
DAFTAR PUSTAKA
29