Perdarahan Subaracnoid
Oleh:
1740312435
Pembimbing:
RSUP DR M. DJAMIL
PADANG
2018
BAB 1
PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang
secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke
hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum
mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau
langsung ke dalam jaringan otak.5
2.2 Epidemiologi
Menurut WHO, setiap tahun 15 juta orang di seluruh dunia mengalami
stroke. Sekitar lima juta menderita kelumpuhan permanen. Di kawasan Asia
tenggara terdapat 4,4 juta orang mengalami stroke.1 Berdasarkan data yang
berhasil dikumpulkan oleh Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), masalah stroke
semakin penting dan mendesak karena kini jumlah penderita stroke di Indonesia
adalah terbanyak dan menduduki urutan pertama di Asia. Jumlah kematian yang
disebabkan oleh stroke menduduki urutan kedua pada usia diatas 60 tahun dan
urutan kelima pada usia 15-59 tahun.6
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2013,
prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar
tujuh per mil dan yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan (nakes) atau gejala
sebesar 12,1 per mil. Jadi, sebanyak 57,9 persen penyakit stroke telah terdiagnosis
oleh nakes. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi
Utara (10,8%), diikuti DI Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta
masing-masing 9,7 per mil sedangkan Sumatera Barat 7,4 per mil. Prevalensi
stroke berdasarkan diagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi
Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti Jawa
Timur sebesar 16 per mil sedangkan Sumatera Barat sebesar 12,2 per mil.
Menurut data BPS Kota Padang tahun 2011, stroke adalah penyebab kematian
kelima di Kota Padang dengan persentase 8% setelah penyakit ketuaan/lansia,
diabetes melitus, hipertensi, jantung.7
Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih
b e r a t d a r i p a d a s t r o k e iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja
pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. S e l a i n
i t u a d a s e k i t a r 4 0 - 8 0 % a k h i r n y a meninggal pada 30 hari pertama
setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama. Penelitian
menunjukkan dari 251 penderita stroke, a d a 4 7 % wanita dan 53% kali-laki
dengan rata-rata umur 69 tahun (78%) berumur lebih dari 60 tahun. Pasien
dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-
lakimenunjukkan outcome yang lebih buruk.2
2.3 Etiologi
Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu: 8
Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
Ruptur kantung aneurisma
Ruptur malformasi arteri dan vena
Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi hati,
komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan
hemofilia.
Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
Septik embolisme, myotik aneurisma
Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
Amiloidosis arteri
Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral, dan
acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.
Penyakit Arteri koroner i Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus
vaskular aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari
thrombi mural karena miocard infarction.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,
seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek
septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian
stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum, dan tidak
untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan
peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan
jumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentian
merokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti
bukan perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika
hematokrit hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah
keseluruhan adalah dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya
menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan,
tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi
vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti
disfungsi trombosit akibat trombositosis. Perdarahan
Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk
tingkat fibrinogen stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga
dan kelainan telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein
system pembekuan C serta protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.
Sickle-cell
Hemoglobinopathy
disease :D Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik,
intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan
trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam
Sickle-cell disease adalah 6-15%.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs,
obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian
oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif
lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen ke-
atherosklerotik infark otak berikutnya.
2.5 Patofisiologi
A. Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah
penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas.
Namun, pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala
disfungsi otak menggambarkan perkembangan yang terus memburuk sebagai
perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi,
dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh. Orang mungkin tidak
dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau hilang. Mata
dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah,
kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa
detik untuk menit.10
B. Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali
menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah
besar (yang menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan,
seperti berikut:
Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang
disebut sakit kepala halilintar)
Sakit pada mata atau daerah fasial
Penglihatan ganda
Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya
aneurisma. Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke
dokter segera.
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah
dan mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan
kehilangan kesadaran singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena
meninggal sebelum mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam
koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan
mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi
tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan.
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak
mengiritasi lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher
kaku serta sakit kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang.
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang
mengindikasikan kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut:
Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa
menit atau jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama.
Sebuah perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius
lainnya, seperti:
Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid
dapat membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak
(cairan serebrospinal) dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya,
darah terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak.
Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala,
mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat
meningkatkan risiko koma dan kematian.
Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak
dapat kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian,
jaringan otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati,
seperti pada stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip
dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu
sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan
koordinasi terganggu.
Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam
seminggu.1
2.6 Diagnosis
Diagnosis stroke hemoragik dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Dari anamnesa didapatkan gejala pada pasien biasanya bervariasi tergantung dari
area otak yang terkena dan seberapa luasnya perdarahan. Stroke hemoragik
biasanya menunjukkan gejala peningkatan tekanan intrakranial dibandingkan
daripada tipe lain dari stroke.
Pokok manifestasi dari stroke ini adalah hemiparese, hemiparestesia, afasia,
disartria, & hemianopsia. Hemiparese yang ringan dapat dirasakan oleh penderita
sebagai gangguan gerakan tangkas. Hemiparestesia hampir selamanya
dikemukakan secara jelas.
a. Pada Insufisiensi karotis biasanya didapatkan keluhan berupa :
Tidak bisa menggerakkan separuh atau sebagian dari anggota tubuhnya
Rasa kesemutan di sebagian tubuh
Gangguan bicara (afasia) bila lesi pada daerah hemisfer dominan
Kebutaan (amaurosis fugaks)
Kesulitan bicara (disartria)
b. Pada insufisiensi vertebrobasiler dapat ditemukan keluhan berupa:
Penglihatan ganda (diplopia)
Mata sulit untuk membuka (ptosis) akibat parese otot otot ekstraokular
Pusing seperti berputar (vertigo)
Kesulitan untuk berbicara atau pelo (disartria)
Kesulitan untuk menelan (disfagia)
Kelumpuhan sebelah atau bahkan seluruh badan (hemiparese atau tetraparese)
Tidak merasakan anggota tubuhnya atau rasa baal (hemianestesia) baik unilateral
maupun bilateral
Klasifikasi stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score (SSS) :
SSS = (2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x sakit kepala) - (0,1 X tekanan
darah diastole) - (3 x atheroma) - 12
Scoring :
Kesadaran :
Sadar = 0; Mengantuk, stupor = 1; Semikoma, koma = 2
Muntah :
Tidak = 0; Ya = 1
Sakit kepala :
Tidak = 0; Ya = 1
Tanda – tanda atheroma :
Tidak ada = 0; Satu atau lebih tanda atheroma = 1 (Diabetes mellitus, angina,
claudicatio intermitten).
Interpretasi hasil score :
> 1 : Stroke hemoragik
< -1 : Stroke non-hemoragik
-1 s/d 1 : Diagnosa tidak pasti, lihat hasil CT scan
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan awal dilakukan pemeriksaan status generalis pasien, kemudian status
neurologisnya.
Defisit neurologis yang sudah jelas mudah dikenal terutama hemiparesis yang
jelas. Selain itu terdapat pula tanda tanda pengiring hemiparese yang dinamakan
gangguan Upper Motor Neuron (UMN) ialah:
a. Tonus otot pada lesi yang lumpuh meninggi
b. Refleks tendon meningkat pada sisi yang lumpuh
c. Refleks patologis positif pada sisi yang lumpuh
Mengenal manifestasi stroke yang sangat ringan adalah lebih penting daripada
mengenal hemiparese yang sudah jelas. Manifestasi stroke yang paling ringan
sering berupa gangguan ketangkasan gerak maka dari itu urutan pemeriksaan
susunan motorik sebagai berikut:
a. Pemeriksaan ketangkasan Gerak
b. Penilaian tenaga otot otot
c. Penilaian refleks tendon
d. Penilaian refleks patologis, seperti:
Refleks Babinsky
Refleks Oppenheim
Refleks Gordon
Refleks Schaefer
Refleks Gonda
Algoritma Gajah Mada
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit, hitung jenis, trombosit, masa
perdarahan, masa pembekuan, Laju Endap Darah (LED)
Fungsi Ginjal (ureum, kreatinin)
Fungsi hati (SGOT/SGPT)
Urine Lengkap
Elektrolit (Na, K, Cl) dan AGD (Analisa Gas Darah)
Asam Urat
Kholesterol, Trigliserid
b. CT scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke
infark dengan stroke perdarahan.
Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah didapatkan
gambaran hipodense sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan gambaran
hiperdens.
c. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak (sangat
sensitif).
d. Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis
atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau
aneurisma pada pembuluh darah.
e. Pemeriksan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial ,
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.
f. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI.
Pada stroke PIS didaptkan gambaran LCS seperti cucian daging atau berwarna
kekuningan. Pada PSA didapatkan LCS yang gross hemorragik. Pada stroke
infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).11
3 Tatalaksana
Penatalaksanaan stroke hemoragik adalah sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan Umum Stroke Akut
a. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen < 95 %
Perbaiki jalan nafas, termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang tidak
sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan
kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas
Intubasi ETT atau LMA diperlukan pada pasien dengan hipoksia ( pO2 < 60
mmHg atau pCO2 > 50 mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk
terjadi aspirasi
b. Stabilisasi hemodinamik
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik seperti
glukosa)
Optimalisasi tekanan darah
Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi
c. Pemeriksaan awal fisik umum
Tekanan darah
Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan neurologi umum awal (derajat kesadaran, pemeriksaan pupil dan
okulomotor, dan keparahan hemiparesis)
d. Pengendalian TIK
Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral
Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan penderita yang
mengalami penurunan kesadaran karena peningkatan TIK
Sasaran terapi adalah TIK < 20 mmHg dan CPP > 70 mmHg
Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan TIK :
o Tinggikan posisi kepala 20° - 30°
o Hindari penekanan vena jugular
o Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
o Hindari hipernatremia
o Jaga normovolemia
o Osmoterapi atas indikasi :
Manitol 0.25 – 0.5 gr/KgBB selama > 20 menit, diulang setiap 4 – 6 jam dengan
target ≤ 310 mOsm/L.
Furosemid dengan dosis inisial 1 mg/KgBB IV bila perlu
o Intubasi untuk menjaga normoventilasi
o Kortikosteroid tidak direkomendasi untuk mengatasi edema otak dan tingginya
TIK pada stroke iskemik
o Drainase ventrikular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik
serebelar
o Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik serebelar yang menimbulkan
efek masa, merupakan tindakan yang dapat menyelamatkan nyawa
e. Penanganan transformasi hemoragik
f. Pengendalian kejang
Bila kejang, berikan diazepan bolus lambat IV 5 – 20 mg dan diikuti oleh fenitoin
loading dose 15 – 20 mg/Kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit
Bila kejang belum teratasi, rawat di ICU
Pada stroke pendarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis dapat
diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila tidak ada
kejang selama pengobatan
g. Pengendalian suhu tubuh
Setiap penderita stroke yang disertau demam harus diberikan obat antipiretik dan
diatas penyebabnya
Beriksan acetaminophen 650 mg bila suhu > 38.5°C atau > 37.5°C
Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan
diberikan antibiotik
Jika didapatkan meningitis, segera diikuti dengan terapi antibiotik
h. Pemeriksaan penunjang
EKG
Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal hemostasis, kadar gula
darah, analisis urin, analisa gas darah, dan elektroklit)
Bila ada kecurigaan pendarahan subaraknoid, lakukan pungsi lumbal untu
pemeriksan CSF
Pemeriksaan radiologi (foto rontgen dada dan CT scan).
2. Penatalaksanaan Hipertensi Pada Stroke Akut
a. Pada pasien stroke pendarahan intraserebral akut, apabila TDS > 200 mmHg atau
MAP > 150 mmHg, tekanan darah diturunkan secara kontinyu dengan
pemantauan tekanan darah setiap 5 menit
b. Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg disertai dengan gejala dan
tanda peningkatan TIK, lakukan pemantauan TIK.
Tekanan darah dapat diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontinyu atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi
serebral ≥ 60 mmHg.
c. Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai dengan gejala
dan tanda peningkatan TIK, tekanan darah diturunkan secara hati – hati dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermiten dengan
pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan
darah 160/90 mmHg.
d. Pada pasien stroke pendarahan intraserebral dengan TDS 150 – 220 mmHg,
penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman
e. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah pada
penderita stroke pendarahan intraserebral
f. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan beta blocker (labetalol dan
esmolol), calcium channel blocker (nikardipin dan diltiazem) intravena digunakan
dalam upaya diatas.
Hidralazin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena mengakibatkan
peningkatan TIK
g. Pada pendarahan subaraknoid aneurismal, tekanan darah harus dipantau dan
dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah risiko
terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta pendarahan ulang.
Untuk mencegahan pendarahan berulang, tekanan darah diturunkan hingga TDS
140 – 160 mmHg. Sedangkan TDS 160 – 180 mmHg sering digunakan sebagai
target TDS dalam mencegah risiko terjadinya vasospasme.
h. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih
rendah dari target diatas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ
lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal
akut, dan ensefalopati hipertensif.
Target penurunan tersebut adalah 15 – 25 % pada jam pertama, dan TDS 160/90
mmHg pada 6 jam pertama.
3. Penatalaksanaan Khusus Stroke Akut.
a. Penatalaksanaan pendarahan intraserebral
Pasien dengan defisiensi berat faktor koagulasi atau trombositopenia berat
sebaiknya mendapat terapi pengganti faktor koagulasi atau trombosit
Apabila terjadi gangguan koagulasi dapat diberikan :
o Vitamin K 10 mg IV
o FFP 2 – 6 unit diberikan untuk mengoreksi defisiensi faktor pembekuan darah
b. Penatalaksanaan pendarahan subaraknoid
Tatalaksana umum :
o Tatalaksana PSA derajat I dan II adalah sebagai berikut :
Identifikasi dan atasi nyeri kepala sedini mungkin
Tidah baring total dengan posisi kepala ditinggikan 30°, beri O2 2 – 3 LPM bila
perlu
Hati – hati dalam penggunaan sedatif
Usahakan euvolemia dan monitor ketat sistem kardiopulmoner dan kelainan
neurologi yang ada
o Tatalaksana PSA dereajat III, IV, dan V :
Lakukan penatalaksanaan ABC
Perawatan dilakukan di ruang intensif
Lakukan intubasi ETT untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalan napas yang
adekuat.
Hindari pemakaian sedatif
Tindakan untuk mencegah pendarahan ulang :
o Kontrol dan monitor tekanan darah
o Bed rest total
o Terapi antifibrinolitik :
Epsilon-aminocaproic acid : loading 4 mg IV, kemudian diikuti dengan infus
kontinu 1 gr/jam atau asam traneksamat 1 gram IV kemudian dilanjutkan 1 gr
setiap 6 jam sampai aneurisma tertutup atau biasanya disarankan selama 72 jam.
Terapi umum :
o Berikan laxative untuk melunakkan feses secara reguler
o Analgetik :
Acetaminophen ½ - 1 gr/4 – 6 jam dengan dosis maksimal 4 gr/4 – 6 jam
o Pasien yang sangat gelisah dapat diberikan :
Haloperidol IM 1 – 10 mg tiap 6 jam
Petidin IM 50 – 100 mg atau morfin SC atau IV 5 – 10 mg/4 – 6 jam
Midazolam 0.06 – 1.1 mg/KgBB/jam
Propofol 1 – 3 mg/KgBB/jam12
4 Komplikasi
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut
adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada
pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran
dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal
yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas
permanen.
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta
ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah
berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi.
Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume
hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat
buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa
meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga
memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.1
BAB 3
ILUSTRASI KASUS
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Penurunan Kesadaran.
Tidak anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien
Status Generalis :
Nadi : 72 x /menit
Suhu : 36,5 °C
Status Internus :
Mata : pupil isokor Ǿ 3mm/3mm, reflek cahaya +/+, reflek kornea +/+,
gerak bola mata bebas ke segala arah.
Perkusi : Sonor
Perkusi : Timpani
Status Neurologikus :
1. GCS E2M5V2
4. Motorik
Ekstremitas Superior :
Kanan Kiri
Gerakan Tidak Aktif Aktif
Kekuatan Dengan tes jatuh : lateralisasi ke kanan
Tonus Eutonus Eutonus
Tropi Eutropi Eutropi
Ekstremitas Inferior
Kanan Kiri
Gerakan Tidak Aktif Aktif
Kekuatan Dengan tes jatuh : lateralisasi ke kanan
Tonus Eutonus Eutonus
Tropi Eutropi Eutropi
LABORATORIUM :
17-7-2018
Hb : 10,1 gr / dl
Hematokrit : 31 %
Trombosit : 135.000/mm3
DIAGNOSA KERJA :
Umum :
Khusus
Asam Traneksamat 4x1 gr (IV)
Ranitidin 2x50mg (IV)
KSR 2X80 mg (po)
Paracetamol 3x750 mg (po)
FOLLOW UP
Objektif :
Status Neurologikus:
GCS 14 (E4M6V4)
Tanda rangsangan meningeal : (+)
Tanda peningkatan intrakranial : (-)
Nervi cranialis : pupil isokor kanan dan kiri, bulat, Ф 3 mm, reflek cahaya
(+/+), Refleks Kornea +/+, gerak bola mata bebas ke segala arah, plika
nasolabialis kiri lebih datar.
Motorik : Superior : 444/555 hipertonus, eutrofi
Inferior : 444/555 hipertonus, eutrofi
bronkopneumonia
Plan :
Terapi
Umum:
Terapi umum yang diberikan pada pasien saat ini adalah elevasi kepala 300,
oksigen 3L/menit, IVFD Asering12 jam/ kolf , dipasang NGT untuk memasukkan
makanan cair sebanyak 1800 kkal. Kemudian, dipasang juga kateter untuk
menetukan balance cairan. Sedangkan untuk terapi khusus diberikan Asam
Traneksamat 4x1 gr (IV), ranitidin 2x50mg (IV), KSR 2X80 mg (po) dan
paracetamol 3x750 mg (po). Untuk edukasi juga dijelaskan mengenai dukungan
keluarga akan nutrisi yang cukup, kepatuhan minum obat dan rehabilitasi
(pergerakan pasif anggota gerak), prevensi sekunder terhadap faktor resiko
hipertensi dan hiperkolesterolemia dan rehabilitasi.
Pasien perlu perawatan lanjutan secara intensif dan perkembangan saat ini
pasien butuh mobilisasi sesegera mungkin bila klinis neorologis dan hemodinamik
stabil. Perubahan posisi badan dan ektemitas setiap 2 jam untuk mencegah
dekubitus.
DAFTAR PUSTAKA