Anda di halaman 1dari 17

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TERAPI PALIATIF PADA PASIEN

DENGAN TUMOR OTAK DAN METASTASIS : ANALISIS


RETROSPEKTIF
Teneille E. Gofton, Jerome Graber, Alan Carver
Abstrak
Tumor primer dan keterlibatan metastasis dari sistem saraf pusat tampak dalam
berbagai gejala dan kebutuhan perawatan. Pasien dan pemberi terapi berjuang
dengan gangguan fisik dan psikologis, harapan hidup yang pendek dan kebutuhan
perawatan paliatif yang beragam. Penelitian ini menilai beban gejala dan kebutuhan
terapi paliatif dari pasien dengan tumor otak primer dan dengan metastasis tumor
otak yang membutuhkan rawat inap. Penelitian ini menggunakan analisis
retrospektif pada pasien dengan tumor otak primer atau metastasis otak selama
periode 6 bulan. Data yang dianalisis mencakup gejala klinis dan keputusan terapi
seperti layanan asuransi kesehatan, tempat rawatan, dan instruksi tidak boleh
diresusitasi. 168 pasien diteliti. Gejala paling umum adalah gangguan gaya berjalan
(65,5%), perubahan kognitif/kepribadian (61,9%), defisit motorik (58,3%), kejang
(57,1%) dan delirium (27,4%). Dari pasien yang meninggal, 79% memiliki asuransi
layanan kesehatan, 79% mendapatkan diskusi rawatan, 70% tidak boleh
diresusitasi, 24% mendapatkan terapi kanker langsung pada bulan-bulan akhir
kehidupannya. Terdapat peranan dari dukungan terapi paliatif yang agresif dengan
tumor otak primer atau metastasis.
Kata Kunci Tumor otak primer, Tumor metastatik. Terapi paliatif. Perawatan akhir
hidup. Neurologi klinis

Pendahuluan
Keterlibatan bagian onkologi pada sistem saraf pusat berdampak pada gejala seperti
meningkatnya kebutuhan terhadap pemberi terapi (fisik dan kognitif), perubahan
kepribadian, nyeri kepala, kejang, dan disfagia [1-4]. Hal ini muncul sekunder
terhadap pertumbuhan tumor dan kelelahan yang parah, efek radiasi otak, toksisitas
yang diinduksi kemoterapi dan efek samping steroid atau antikonvulsan [1-4].
Perubahan fungsi kognitif, perilaku, dan kepribadian dapat menyebabkan pemberi

1
terapi sulit untuk menatalaksana. Gejala-gejala ini menyediakan area penting pada
perawatan pasien dengan tumor sistem saraf pusat primer atau metastasis otak.
Angka rata-rata pasien dengan metastasis otak dan terapi maksimal adalah
7,1 bulan (pada pasien <65 tahun, status performa Karnofsky ≥70, primer, tidak ada
penyebaran intrakranial) [5]. Serupa, pada pasien dengan glioma derajat rendah,
angka rata-rata pasien dapat bertahan hidup adalah 6 tahun sejak didiagnosis [6]
dan angka bertahan hidup pada pasien glioma derajat III bervariasi dari 3-5 tahun
[7]. Glioma sistem saraf pusat derajat tinggi, diobati dengan terapi radiasi yang
bersamaan dengan temozolomid, memiliki angka bertahan hidup rata-rata yaitu 14
bulan [8]. Dengan kombinasi perkembangan penyakit yang cepat, beban yang
tinggi dari gejala dan harapan hidup yang pendek, kebutuhan akan ahli di bidang
paliatif sangat penting.
Analisis retrospektif terbaru dari kebutuhan terapi paliatif pada pasien
dengan glioma maligna atau metastasis ke otak pada akhir hidup pasien
menunjukkan bahwa gejala yang paling umum adalah disfagia, mengantuk, nyeri
kepala, kejang, gelisah, delirium, dan angan-angan akan mati. Pace et al. [9-11]
menunjukkan pentingnya gejala seperti mengantuk dan disfagia sering memicu
diskusi tentang keputusan pada akhir hidup pasien seperti rute pemberian obat,
pemberian steroid, hidrasi, dan nutrisi selama 4 minggu terakhir kebutuhan pasien
[9]. Hanya 6% pasien yang memiliki ahli kesehatan yang membantu dan sebagai
pengganti pasien dalam mengambil keputusan terapi [9]. Bagaimanapun, keadaan
mengantuk dan disfagia sering muncul pada minggu terakhir kehidupan pasien [10].
Demikian, saat gejala-gejala pasien ini dapat memicu diskusi penting terkait terapi
pada akhir kehidupan pasien, hal itu tampaknya diskusi muncul terlambat pada
perjalanan penyakit.
Saat terdapat perkembangan dari literatur yang membahas pasien neurologi,
bukti lebih jauh dibutuhkan untuk menentukan kebutuhan terapi spesifik, baik
simtomatik dan dengan respek terhadap perencana terapi pasien dengan tumor
sistem saraf pusat primer atau metastasis ke otak. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menilai gejala dan kebutuhan terapi paliatif pada kelompok pasien dengan
tumor otak primer dan dengan tumor otak metastasis yang membutuhkan terapi

2
rawat inap di rumah sakit untuk menentukan dengan tepat kebutuhan terapi pasien
pada populasi ini dari keseluruhan spektrum penyakit mereka.

Metode
Persetujuan protokol standar, registrasi, dan persetujuan pasien
Dewan persetujuan tinjauan dari senter kanker Memorial Sloan-Kettering
menyetujui penelitian ini. Surat pernyataan untuk melepaskan tuntutan dari HIPAA
dan persetujuan untuk mengumpulkan data diperoleh sebelum memulai penelitian.
Semua data diidentifikasi sebelum dianalisis.
Penelitian ini dinilai secara deskriptif retrospektif dari semua pasien dengan
tumor otak primer atau tumor metastatik yang dirawat di bagian neurologi dan
bedah saraf pada pusat kanker Memorial Sloan-Kattering (New York, NY) antara
1 Januari 2010 hinggan 30 Juni 2010.
Pengumpulan data
Pasien diidentifikasi dengan mempertanyakan data yang tersedia pada pelayanan di
bidang saraf dan bedah saraf. Total jumlah dari pasien yang masuk ditentukan dan
pasien yang memenuhi kriteria inklusi dihitung satu per satu. Rekaman elektronik
yang relevan ditinjau ulang oleh penulis (TG, JG). Data yang dipisahkan mencakup
: jenis kelamin, kanker primer, usia, usia saat didiagnosis, durasi penyakit, usia saat
meninggal, lokasi meninggal, terapi langsung pada kanker mencakup reseksi bedah,
radiasi dan kemoterapi, bukti resusitasi saat akhir hidup, bukti terapi lansung
terhadap kanker pada bulan akhir kehidupan, layanan asuransi kesehatan, konsultasi
terapi paliatif, diskusi rawatan, dan bukti adanya diskusi terkait permintaan
resusitasi.
Analisis Data
Data terkait gejala klinis dikumpulkan : jatuh, gangguan gaya berjalan,
inkontinensia, spastisitas, gangguan sensorik, delirium, perubahan
kognitif/kepribadian, afasia, diartria, disfagia, kejang, diplopia, perubahan tajam
penglihatan, delirium, nyeri, sakit kepala, dan depresi atau anxietas. Perubahan
kognitif/kepribadian mencakup gangguan daya ingat, kepribadian yang terganggu
dan aktivitas harian yang terganggu untuk alasan nonfisik. Gangguan gaya berjalan
mencakup ketidakseimbangan ringan hingga tandem gait hingga pasien yang selalu

3
terbaring di tempat tidur. Gangguan sensorik mencakup temuan pemeriksaan fisik
objektif dan parastesia subjektif. Perubahan visual mencakup kehilangan tajam
penglihatan atau defisit lapangan pandang. Nyeri dan sakit kepala dipertimbangkan
terpisah dan pasien dengan nyeri selain sakit kepala, apakah akut atau kronik,
dikelompokkan bersama sebagai ‘nyeri’. Semua gejala muncul selama 6 bulan
penelitian. Gejala dimasukkan jika intermiten atau persisten.
Pada kasus dengan data yang hilang, data ini dieksklusikan dari analisis.
Semua data yang dianalisis dikelompokkan menjadi tumor World Health
Organization (WHO) derajat I/II, WHO derajat III/IV, limfoma sistem saraf pusat
primer, tumor otak metastasis, dan lain-lain.
Analisis statistik
Kami menganalisis variabel-variabel terkait status pasien tidak boleh diresusitasi
dan waktu dari rawatan terakhir hingga kematian menggunakan PRISM versi 5.0.
Data non-parametrik dianalisis uji Mann-Whitney dengan dua nilai p <0,05
dianggap signifikan.
Pasien
Kriteria inklusi
Pasien usia lebih 18 tahun yang dirawat inap sebagai pasien saraf dan bedah saraf
antara Januari hingga Juni 2010. Semua pasien memiliki tumor otak primer atau
kanker sistemik dengan metastasis ke intrakranial yang membutuhkan perawatan.
Kriteria eksklusi
Pasien usia kurang 18 tahun dan pasien yang dirawat di bagian saraf atau bedah
saraf untuk alasan lain seperti tumor korda spinalis atau tumor saraf perifer.

Hasil
Pasien
Total dari 530 pasien (770 rawatan, 1,45 rawatan per pasien) dirawat inap di bagian
saraf dan bedah saraf pada pusat kanker Memorial Sloan-Kattering antara 1 Januari
hingga 30 Juni 2010. Seratus enam puluh delapan (168) pasien memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi (Tabel 1).
Usia rata-rata 60 ± 13,8 tahun dengan usia rata-rata saat didiagnosis 56,7 ±
15,2 tahun dan durasi rata-rata penyakit yaitu 3,6 tahun. Terdapat 96 laki-laki

4
(57,1%) dan 72 perempuan (42,9%). Terdapat 9 pasien dengan tumor otak primer
derajat I/II (5,4%), 101 pasien dengan tumor otak primer derajat III/IV (60,1%), 34
pasien dengan PCNSL (20,2%) dan 24 pasien dengan metastasis otak (14,3%). 58
(34,5% dari 168) pasien meninggal selama periode penelitian ini.

5
Tabel 1 Karakteristik pasien dengan tumor otak primer atau tumor otak metastasis yang dirawat inap di bagian saraf dan bedah saraf pusat
kanker Memorial Sloan-Kattering dari Januari hingga Juni 2010

Total (%) Tumor otak primer (%) Tumor otak


Semua Tumor glia PCNSL metastase (%)
Grade I/II Grade III/IV
Semua Pasien 168 (100 %) 144 (85.7 % of 168) 9 (8.9 % of 144) 101 (70.1 % of 144) 34 (23.6 % of 144) 24 (14.3 % of 168)

Wanita 72 (42.9 % of 168) 58 (40.2 % of 144) 3 (33.3 % of 9) 42 (41.6 % of 101) 13 (38.2 % of 34) 14 (58.3 % of 24)

Pria 96 (57.1% of 168) 86 (59.7% of 144) 6 (66.7% of 9) 59 (58.4% of 101) 21 (61.8% of 34) 10 (41.7% of 24)

Usia saat 56.7 ± 15.2 56.3 ± 15.8 41.8 ± 21.6 54.9 ± 15.6 65.3 ± 10.7 59.0 ± 10.5
didiagnosis
Usia 60.0 ± 13.8 59.4 ± 14.0 47.1 ± 18.2 58.2 ± 13.8 67.0 ± 10.3 64.0 ± 11.6

Durasi sakit 3.6 3.3 5.3 3.5 2.2 5.2


(rata-rata dalam
tahun)

Meninggal 58 (34.5 % of 168) 48 (33.3 % of 144) 2 (22.2 % of 9) 43 (42.6 % of 101) 3 (8.8 % of 34) 10 (41.7 % of 24)

6
Secara keseluruhan , 91 (54,2%) pasien dirawat untuk manajemen gejala neurologis
akut, 31 (18,5%) pasien dengan penyakit yang stabil dirawat untuk pemberian
kemoterapi dan 46 (27,4%) pasien berganti menjadi perawatan rohani selama
periode 6 bulan penelitian ini (lihat gambar 1).

530 pasien dirawat


770 kali rawatan

168 pasien memenuhi kriteria


inklusi

96 Laki-laki
72 Perempuan
Usia rata-rata = 60 ± 1 hari

Masalah neurologis akut Pemberian kemoterapi Berpindah ke layanan


54% 19% rohani

Gambar 1 Pemilihan pasien berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Distribusi


pasien berdasarkan alasan dirawat ditunjukkan. 27% pasien dirawat dengan
kebutuhan terapi paliatif akut

Observasi kelompok dan pola diskusi akhir kehidupan


Beban dari gejala ditunjukkan pada gambar 2. Gejala yang paling umum adalah
gangguan gaya berjalan (65,550, perubahan kognitif/kepribadian (61,9%), defisit
motorik (58,3%), kejang (57,1%) dan delirium (27,4%). Tiga gejala paling umum
pada tiap subkelompok pasien (Tabel 2) merupakan : (1) tumor derajat I/II WHO—
kejang (55,6%), perubahan kognitif/perubahan perilaku (33,3%) dan nyeri kepala

7
(33,3%); (2) tumor derajat III/IV WHO—perubahan kognitif/kepribadian (66,3%),
kejang (66,3%), defisit motorik (59,4%); (3) PCNSL—gangguan gaya berjalan
(73,5%), perubahan kognitif/kepribadian (67,6%) dan defisit motorik (58,8%); dan
(4) tumor otak metastatik—gangguan gaya berjalan (91,7%), defisit motorik
(66,7%) dan kejang (50,0%).

Gambar 2 Beban gejala pada pasien penelitian. Data menunjukkan persentase dari
semua pasien dengan axis x dan gejala dengan axis y. Gejala yang paling sering
pada kelompok penelitian adalah gangguan gaya berjalan, perubahan
kognitif/kepribadian, defisit motorik, kejang, dan delirium

8
Tabel 2 Beban gejala pada pasien penelitian berdasarkan subkelompok
Total (%) Tumor otak primer (%) Tumor otak
Semua Tumor glia PCNSL metastase (%)
Grade I/II Grade III/IV
Semua pasien 168 (100 %) 144 (85.7 % of 168) 9 (8.9 % of 144) 101 (70.1 % of 144) 34 (23.6 % of 144) 24 (14.3 % of 168)

Gangguan berjalan 110 (65.5 % of 168) 88 (61.1 % of 144) 3 (33.3 % of 9) 60 (59.4 % of 101) 25 (73.5 % of 34) 22 (91.7 % of 24)

Perubahan kognitif 104 (61.9 % of 168) 93 (64.6 % of 144) 3 (33.3 % of 9) 67 (66.3 % of 101) 23 (67.6 % of 34) 11 (45.8 % of 24)

Defisit motorik 98 (58.3 % of 168) 82 (56.9 % of 144) 2 (22.2 % of 9) 60 (59.4 % of 101) 20 (58.8 % of 34) 16 (66.7 % of 24)

Kejang 96 (57.1 % of 168) 84 (58.3 % of 144) 5 (55.6 % of 9) 67 (66.3 % of 101) 12 (35.3 % of 34) 12 (50.0 % of 24)
Afasia 46 (27.4 % of 168) 46 (31.9 % of 144) 2 (22.2 % of 9) 33 (32.7 % of 101) 11 (32.4 % of 34) 0 (0.0 % of 24)
Delirium 46 (27.4 % of 168) 35 (24.3 % of 144) 1 (11.1 % of 9) 29 (28.7 % of 101) 5 (14.7 % of 34) 11 (45.8 % of 24)
Nyeri kepala 43 (25.6 % of 168) 39 (27.1 % of 144) 3 (33.3 % of 9) 29 (28.7 % of 101) 7 (20.6 % of 34) 4 (16.7 % of 24)
Gangguan penglihatan 37 (22.0 % of 168) 35 (24.3 % of 144) 3 (33.3 % of 9) 27 (26.7 % of 101) 5 (14.7 % of 34) 2 (8.3 % of 24)

Jatuh 34 (20.2 % of 168) 30 (20.8 % of 144) 1 (11.1 % of 9) 23 (22.8 % of 101) 6 (17.6 % of 34) 4 (16.7 % of 24)

Gangguan sensorik 32 (19.0 % of 168) 26 (18.1 % of 144) 1 (11.1 % of 9) 19 (18.8 % of 101) 6 (17.6 % of 34) 6 (25.0 % of 24)

Nyeri 31 (18.5 % of 168) 21 (14.6 % of 144) 4 (44.4 % of 9) 12 (11.9 % of 101) 5 (14.7 % of 34) 10 (41.7 % of 24)
Disfagia 23 (13.7 % of 168) 23 (16.0 % of 144) 0 (0.0 % of 9) 19 (18.8 % of 101) 4 (11.8 % of 34) 0 (0.0 % of 24)
Spastisitas 22 (13.1 % of 168) 18 (12.5 % of 144) 0 (0.0 % of 9) 14 (13.9 % of 101) 4 (11.8 % of 34) 4 (16.7 % of 24)
Depresi 18 (10.7 % of 168) 11 (7.6 % of 144) 3 (33.3 % of 9) 4 (4.0 % of 101) 6 (17.6 % of 34) 7 (29.1 % of 24)
Disarthria 18 (10.7 % of 168) 17 (11.8 % of 144) 0 (0.0 % of 9) 11 (10.9 % of 101) 6 (17.6 % of 34) 1 (4.2 % of 24)
Inkontinensia 17 (10.1 % of 168) 16 (11.1 % of 144) 0 (0.0 % of 9) 14 (13.9 % of 101) 2 (5.9 % of 34) 1 (4.2 % of 24)
Diplopia 3 (1.8 % of 168) 3 (2.1 % of 144) 0 (0.0 % of 9) 1 (0.01 % of 101) 2 (5.9 % of 34) 0 (0.0 % of 24)
Anxietas 3 (1.8 % of 168) 1 (0.1 % of 144) 0 (0.0 % of 9) 1 (0.1 % of 101) 0 (0.0 % of 34) 2 (8.3 % of 24)

9
Dalam kelompok pasien yang meninggal, konsultasi terapi paliatif dilakukan pada
7 (12,1%) pasien. Sebelum meninggal, 46 (79,3%) pasien memiliki layanan
asuransi kesehatan formal. Layanan rohani dilakukan pada 46 (79,3%) pasien rata-
rata 37,5 ± 33,4 hari sebelum meninggal (median = 28 hari; rentang = 1-140 hari).
Empat puluh (70,0%) dari pasien dengan status tidak boleh resusitasi memiliki rata-
rata 48,8 ± 44,9 hari sebelum meninggal (median = 39 hari; rentang = 1-198 hari).
Empat belas pasien (24,1%) mendapatkan terapi langsung kanker selama 30 hari
terakhir hidup pasien. Lihat tabel 3 terkait diskusi akhir kehidupan.
Pasien dengan instruksi tidak boleh diresusitasi (rentang rata-rata 30,0-90,0,
95% CI = 56,3-66,2) memiliki median lebih rendah pada waktu kunjungan terakhir
ke klinik sebelum rawatan terakhir dibanding pasien tanpa instruksi tidak boleh
diresusitasi (rata-rata 74,3, rentang 50,0-100,0, 95% CI = 71,0-77,6; p < 0,00001).
Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status pernikahan, nyeri, sakit
kepala, afasia, disfungsi kognitif, inkontinensia, jatuh atau penggunaan opioid dari
waktu rawatan terakhir hingga meninggal.

Tumor otak primer (tidak termasuk PCNSL)


Subgrup pasien terbesar yaitu tumor otak WHO derajat III/IV (101 pasien, 70,1%
dari 168 pasien, 70,1% dari 168 pasien) mencakup glioblastoma,
oligodendrositoma anaplastik, astrositoma anaplatik, meningioma anaplastik, dan
glioma anaplastik campuran. Mayoritas dari pasien yang menjalani reseksi bedah
(80,2%), kemoterapi (87,1%), dan radiasi (85,1%). Empat puluh tiga pasien
(42,6%) dari pasien dengan tumor WHO derajat III/IV meninggal selama penelitian
ini. Dua puluh satu (20,9%) pasien dengan tumor derajat III/IV WHO meninggal di
rumah, 34,9% meninggal dengan layanan rohani rawat jalan, 32,6% meninggal
dengan fasilitas layanan rohani rawat inap dan 2,3% meninggal saat dirawat di
rumah. 15% dari pasien tidak memiliki diskusi akhir kehidupan, 77,1% memiliki
layanan asuransi kesehatan, 64,6% memiliki layanan diskusi rohani (lihat Tabel 3).

10
Tabel 3 Diskusi akhir kehidupan pasien. Fokus dan waktu diskusi
Total (%) Tumor otak primer (%) Tumor otak
Semua Tumor glia PCNSL metastase (%)
Grade I/II Grade III/IV
Total meninggal 58 (100.0 %) 48 (82.8 % of 58) 2 (4.2 % of 48) 43 (89.6 % of 48) 3 (6.3 % of 48) 10 (17.2 % of 58)

Waktu dari 56.03d ± 44.6 57.3d ± 47.1 45.5d ± 2.1 57.1d ± 49.3 59.7d ± 17.0 50.2d ± 31.0
dirawat hingga median = 40.5 median = 42 median = 45.5 median = 38 median = 61 median = 35.5
meninggal range = 3–208 range = 3–208 range = 44–47 range = 3–208 range = 42–76 range = 16–105
Layanan rohani 46 (79.3 % of 58) 41 (85.4 % of 48) 1 (50.0 % of 2) 38 (88.4 % of 43) 2 (66.7 % of 3) 5 (50.0 % of 10)

Waktu dari 37.5d ± 33.4 38.3d ± 34.1 40.0d ± 0.0 39.2d ± 34.7 7.0d ± 0.0 31.4d ± 29.7
diskusi rohani median = 28 median = 28 median = 40 median = 28 median = 7 median = 27
hingga range = 1–140 range = 1–140 range = 40–40 range = 1–140 range = 7–7 range = 4–81
meninggal
Memiliki 46 (79.3 % of 58) 37 (77.1 % of 48) 2 (100.0 % of 2) 33 (76.7 % of 43) 2 (66.7 % of 3) 9 (90.0 % of 10)
layanan asuransi
kesehatan
Do-not- 40 (70.0 % of 58) 31 (64.6 % of 48) 0 (0.0 % of 2) 28 (65.1 % of 43) 3 (33.3 % of 3) 8 (80.0 % of 10)
resuscitate order
Waktu dari 48.8d ± 44.9 44.7d ± 39.2 NA 41.2d ± 34.1 77.7d ± 74.7 64.5d ± 62.9
DNR order median = 39 median = 32 median = 31.5 median = 62 median = 61
hingga range = 1–198 range = 1–140 range = 1–140 range = 12–159 range = 1–198
meninggal

11
Hanya terdapat sembilan (8,9% dari 101) pasien dengan tumor derajat I/II
WHO (ependimoma, astrositoma cerebellar derajat rendah, astrositoma derajat II,
meningioma, ganglioglioma rekuren, xanthroastrositoma pleomorfik, astrositoma
pilositik). Seratus pasien pada kelompok ini mendapatkan reseksi bedah, dimana
55,6% mendapatkan terapi radiasi dan 33,3% mendapatkan kemoterapi. Dua pasien
(22,2% dari sembilan pasien) meninggal selama penelitian. Kedua pasien memiliki
layanan asuransi kesehatan dan satu pasien memiliki diskusi rohani (Tabel 3).
Limfoma sistem saraf pusat primer
Terdapat 34 (23,6% dari 168) pasien dengan PCNSL. Seratus persen dari
pasien dengan kemoterapi dan 23,5% dari kelompok ini mendapatkan reseksi bedah
atau terapi radiasi. Tiga (8,8% dari 34%) pasien meninggal selama penelitian ini.
Ketiga pasien ini meiliki dokumentasi instruksi resusitasi dan dua memiliki layanan
asuransi kesehatan dan diskusi rohani (Tabel 3).
Tumor otak metastasis
Dua puluh empat (14,3% dari 168) pasien dengan tumor otak metastasis
dimasukkan. Jenis kanker primer mencakup limfoma se B, kanker payudara,
melanoma, kanker paru non small cell, kanker paru small cell, dan adenokarsinoma
dari sumber primer yang tidak diketahui. Dari pasien-pasien ini 91,7%
mendapatkan kemoterapi langsung ke kanker sistemik primer, 75% pasien
mendapatkan terapi radiasi dan 37,5% mandapatkan reseksi bedah dari emtastasis
selama onset penyakit. Tiga puluh persen dengan penyakit metastasis mendapatkan
konsultasi terapi paliatif, 90% memiliki layanan asuransi kesehatan, 50%
mendapatkan diskusi rohani dan 80% memiliki instruksi resusitasi (Tabel 3).

Kesimpulan
Data-data ini menyarankan bahwa pasien dengan tumor sistem saraf pusat primer
dan metastasis ke otak memiliki derjat gejala yang berat. Gejala-gejala yang paling
umum pada populasi ini adalah gangguan gaya berjalan, perubahan
kognitif/kepribadian, defisit motorik, kejang, dan delirium. Literatur terapi paliatif
pada populasi tumor otak otak berfokus pada kejang, perubahan kognitif, efek
samping steroid, tromboembolisme, dan manajemen edema serebri [1, 2, 9, 12, 13].
Ketika topik ini menjadi penting, terdapat banyak gejala lain, termasuk gangguan

12
gaya berjalan dan jatuh, afasia, gangguan kognitif, yang menyebabkan stress yang
signifikan dan kualitas hidup terganggu. Pelayanan terapi paliatif masih sedikit
dimanfaatkan meskipun tingginya jumlah pasien yang dirawat ke rumah sakit saat
mereka menjelang akhir hidupnya. Kami menyadari bahwa populasi pasien yang
tercakup pada penelitian ini (semua pasien dengan tumor otak primer atau
metastasis dirawat inap di bagian saraf dan bedah saraf selama periode 6 bulan)
beragam dan menunjukkan spektrum penyakit yang luas dari diagnosis awal hingga
akhir hidupnya. Populasi ini dipilih dalam rangka menilai total beban gejala pada
populasi ini, tidak hanya beban gejala pada akhir minggu-minggu kehidupan
pasien. Hanya terdapat sedikit data untuk menunjukkan waktu diskusi mengenai
akhir kehidupan pasien pada populasi ini. Memasukkan spektrum komplit pasien
pada penelitian ini memudahkan kami untuk berkomentar mengenai waktu diskusi
dan untuk menyorot variabilitas waktu pada diskusi mengenai akhir hidup pasien
(lihat di bawah untuk diskusi lebih lanjut).
Pada penelitian kami, 32% pasien dengan tumor otak primer memiliki afasia
atau disartria (12%). Lebih jauh 61,9% pasien hidup dengan perubahan kepribadian
atau gangguan kognitif selama waktu penyakit mereka. Afasia, disartria, perubahan
kepribadian, dan gangguan kognitif dapat menyebabkan gangguan komunikasi,
yang menunjukkan tantangan spesifik pada populasi ini. Pada stadium-stadium
penyakit yang berbeda, komunikasi mengenai topik-topik dan membuat keputusan
mengenai akhir kehidupan pasien dibutuhkan dan dapat terganggu dikarenakan
ketidakmampuan individu untuk mengekspresikan diri mereka atau memahami
sepenuhnya mengenai konten diskusi. Kesulitan bicara, komunikasi yang terbatas
atau efek afasia terdapat pada 64% pasien di bulan-bulan terakhir hidupnya [14].
Meskipun tingginya angka gangguan komunikasi, penelitian menunjukkan bahwa
terapi wicara dan bahasa kurang dimanfaatkan pada pasien yang hidup dengan
tumor otak [14].
Keputusan klinis pada akhir kehidupan pasien paling sering dibuat dalam 4
minggu terakhir kehidupan pasien dengan tumor otak berfokus pada hidrasi, nutrisi,
pemberian steroid, instruksi lebih lanjut dan sedasi paliatif [9]. Sehingga, pasien
secara kognitif atau psikologis tidak mampu mengekspresikan apa yang membuat
mereka stress atau apa yang mereka takutkan mengenai masa depan. Anjurkan

13
untuk diskusi lebih awal pada pasien dengan komunikasi yang masih intak
Watanabe dan MacLeod [15]. Jiwa yang sehat sangat penting pada pasien dengan
tumor otak dan pemberi terapi mereka [11]. Bukti menyarankan bahwa ukuran
tumor dan derajatnya berkaitan dengan skor uji neuropsikologi yang lebih buruk
[16]. Bagaimanapun, terdapat bukti yang tidak cocok terkait reseksi tumor terhadap
kemampuan kognitif : reseksi tumor memiliki potensi untuk meningkatkan (24%)
atau mengganggu lebih jauh (38%) hasil uji neuropsikologi [16]. Baik terapi radiasi
dan kemoterapi juga berkontribusi terhadap neurotoksisitas dan kemungkinan
gangguan kognitif [17]. Pasien-pasien tersebut menempatkan pentingnya jiwa yang
sehat dimana hal itu menentukan kualitas hidup mereka. Pasien-pasien tersebut
menyatakan bahwa kualitas hidup lebih penting bagi mereka dibanding hidup yang
lebih panjang [11]. Sebagai tambahan terhadap kualitas hidup, gangguan kognitif
juga mempengaruhi kapasitas dalam membuat keputusan pada pasien dengan
glioma maligna. Beberapa dari pasien ini memiliki kemampuan untuk
mengompensasi penyakitnya tersebut dalam hal memahami, memberikan alasan,
dan apresiasi yang dianggap sebagai kemampuan untuk memberikan persetujuan
terhadap instrumen pengobatan [18]. Tidak terdapat gangguan dalam kemampuan
mengekspresikan pilihan terapi, bagaimanapun, hal ini bukan merupakan aspek
yang kompleks dalam membuat keputusan klinis. Prediktor kognitif untuk
memahami akuisisi verbal jangka pendek, mengingat kembali, dan kelancaran kata
semantik [18]. Aspek-aspek kognitif tersebut terganggu pada pasien dalam bentuk
afasia, yang menyorot kebutuhan untuk penelitian lebih jauh pada gangguan
kognitif dan komunikasi pada pembuatan keputusan pada akhir kehidupan pasien
dengan tumor otak.
Pasien dan keluarga jarang membahas masalah akhir kehidupan pasien
dengan dokter disaat pasien masih berkompeten [9, 19, 20]. Bagaimanapun, pasien
dengan tumor otak dan pemberi terapi mereka menilai diskusi dengan profesional
layanan kesehatan mengenai kematian dan meninggal dan, faktanya, beberapa
menemukan diskusi tersebut sebagai terapi. [11]. Penelitian yang sama
menunjukkan pasien yang hidup dengan tumor otak menilai kualitas hidup mereka
sangat tinggi [11]. Penilaian kualitatif mengenai kualitas hidup pasien dengan
metastasis ke otak menunjukkan bahwa pasien takut mereka akan jadi beban bagi

14
keluarga mereka, bahwa mereka berbagi pengambilan keputusan dengan keluarga
mereka tetapi mereka sering merasakan kurangnya pemahaman keluarga pasien
terhadap penyakit pasien tersebut [21]. Hal itu masih perlu ditentukan apakah
paparan terhadap populasi pasien ini dengan pelayanan terapi paliatif akan
menstimulasi diskusi terkait akhir kehidupan mereka sehingga pasien dapat
memiliki peranan yang lebih aktif dalam proses pembuatan keputusan.
Hal itu diketahui bahwa pasien rawat inap dengan tumor otak maligna
primer dirawat ke rumah sakit umum sebanyak 4% dari semua pasien rawat inap
dengan kebutuhan terapi paliatif [22]. Disaat 4% dari pasien menunjukkan proporsi
kecil dari semua pasien dengan kebutuhan terapi paliatif, kelompok pasien ini
diketahui memiliki beberapa kebutuhan terapi paliatif tertinggi. Pasien yang hidup
dengan tumor otak metastasis juga dihitung sekitar 38% dari pasien di rumah sakit
umum dengan kebutuhan terapi paliatif [22]. Penelitian kami menunjukkan hampir
sepertiga (27%) dari pasien dengan tumor otak primer atau metastasi ke otak
dirawat ke unit rawat neurosains memiliki kebutuhan terapi paliatif akut dan
dipindahkan dari rumah sakit layanan akut ke layanan rohani selama penelitian ini
berlangsung. Oberndofer et al. [23] menunjukkan alasan paling umum pasien
dengan tumor otak lanjut dirawat ke rumah sakit pada minggu-minggu terakhir
hidupnya termasuk kesulitan dengan perawatan di rumah disebabkan imobilitas,
perubahan akut pada kondisi klinis pasien, kejang, dan infeksi. Penelitian di Inggris
mengenai pemanfaatan layanan rohani pada pasien yang hidup dengan tumor otak
maligna menunjukkan bahwa mayoritas pasien mengakses layanan terapi paliatif
komunitas setelah melakukan berbagai terapi aktif [14]. Di dalam kelompok pasien
ini, hanya setengah yang mendapatkan manfaat dari layanan rohani dimana 74%
dirawat kembali di rumah sakit layanan akut lokal untuk manajemen gejala yang
mengalami krisis [14]. Meskipun tingginya beban gejala saat mendekati akhir
kehidupan, hanya 12% dari pasien pada penelitian kami yang mendapatkan
konsultasi terapi paliatif. Pada penelitian kami, terdapat perbedaan antara jumlah
pasien yang berpindah menjadi layanan rohani dengan jumlah pasien yang
mendapatkan konsultasi terapi paliatif.
Tujuh puluh sembilan persen pasien memiliki layanan asuransi kesehatan,
tetapi masih terdapat variasi derajat yang lebar pada waktu diskusi terkait akhir

15
kehidupan seperti perencanaan layanan rohani (1-140 hari menjelang kematian) dan
permintaan resusitasi (1-198) hari menjelang kematian). Pasien dengan skor KPS
yang lebih rendah pada kunjungan klinik terakhir sebelum dirawat di rumah sakit
lebih cenderung memiliki instruksi tidak boleh diresusitasi sebelum meninggal
dibanding pasien dengan skor KPS yang lebih tinggi. Perbedaan pada konsultasi
terapi paliatif dan rentang waktu diskusi mengenai akhir kehidupan pasien
mencerminkan bahwa standar pendekatan terhadap terapi pada akhir kehidupan
pada pasien ini belum mapan.
Data menunjukkan bahwa pasien dengan glioma memiliki interaksi yang
lebih sedikit dengan spesialis terapi paliatif dibanding pasien onkologi lainnya [24].
Survey dari neurologis-neurologis Amerika menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan substansi dalam pengetahuan dan sikap dari neurologis dengan terapi
paliatif pada pasien neurologi [25]. Terdapat kebutuhan lebih jauh akan edukasi
terhadap dokter terapi paliatif dan neurologis pada kebutuhan di akhir hidup pasien
pada pasien neurologi.
Keterbatasan penelitian ini yaitu desain penelitiannya yang berupa
retrospektif. Hal itu membuat penelitian ini tidak dapat mengukur kualitas hidup
pasien atau penelitian mengenai konten diskusi akhir kehidupan pasien. Meskipun
terdapat ketidakuntungan dengan penelitian retrospektif, namun juga ada beberapa
keuntungan. Sebagai contoh, pendekatan dokter dan waktu untuk diskusi mengenai
akhir kehidupan pasien menjadi terganggu karena dokter saar bahwa aspek ini tidak
diamati dengan cermat. Dengan menginvestigasi waktu diskusi mengenai akhir
kehidupan pasien dengan cara retrospektif, penilaian yang realistik dari waktu yang
ada menjadi mungkin, dimana hal itu juga merupakan informasi yang berharga.
Penelitian ini juga mencerminkan manajemen pasien dan pola rujukan oleh
spesialis neuroonkologi pada institusi layanan tersier. Diagram tinjauan mencakup
semua dokumen terkait perawatan pasien di pusat kanker Memorial Sloan-
Kattering dan semua fasilitas satelitnya. Informasi terkait pasien yang tidak dapat
melanjutkan terapi atau memilih untuk tidak melanjutkan terapi di institusi ini tidak
dimasukkan ke dalam data. Demikian, hal itu menjadi mungkin bahwa data yang
ada dapat tidak mencerminkan keseluruhan gejala yang ada dan hal itu dapat
menunjukkan populasi yang kurang akurat dan disuksi mengenai akhir kehidupan

16
pasien di luar institusi menjadi terlewati. Bagaimanapun, hasil penelitian yang
serupa dengan laporan lainnya di literatur [1-4, 10, 14], penelitian mencerminkan
layanan yang ditawarkan di institusi lain. Gejala-gejala pasien diikuti berdasarkan
catatan rawat inap ataupun rawat jalan. Karena hanya gejala yang dicatat pada
pasien rawat inap ataupun rawat jalan yang sukarelawan untuk dikunjungi ataupun
menjadi koresponden via telepon, hal ini dapat menjadi bias. Bagaimanapun,
pendekatan ini, tidak menjamin semua gejala yang dilaporkan dihitung, dan sebagai
tambahan terhadap literatur yang sudah ada, menyediakan bingkai yang
komprehensif untuk penelitian lebih lanjut pada populasi ini. Penelitian prospektif
lebih jauh menyelidiki gejala subjektif yang dilaporkan pasien, mejadi manajemen
gejala dan menjadi konten maupun penentuan waktu diskusi mengenai akhir
kehidupan pasien sebagaimana reaksi pasien dan keluarga mereka terhadap diskusi
ini menjadi sesuatu yang tidak dapat dinilai. Kami mempertimbangkan data yang
diperoleh pada penelitian ini menjadi penting dan berharga pada desain penelitian
prospektif yang komprehensif.
Secara keseluruhan, menjadi jelas bahwa pasien yang hidup dengan tumor
sistem saraf pusat primer dan dengan metastasis otak memeiliki beban gejala yang
berat tetapi tidak sering bertemu dengan spesialis terapi paliatif. Kami telah
menunjukkan bahwa, pembuatan keputusan di akhir kehidupan mendapat tempat
pada perjalanan penyakit dan hampir sepertiga dari pasien di penelitian ini
berpindah ke layanan rohani dalam periode 6 bulan penelitian ini. Dalam rangka
menambahkan proses ini, terdapat peranan untuk partisipasi spesialis terapi paliatif
dalam perawatan tumor otak yang lebih agresif dan progresif. Penelitian lebih jauh
mengenai manajemen gejala dan waktu penentuan dan konten diskusi terkait akhir
kehidupan pasien dengan tumor otak dapat mengurangi tekanan dan memperbaiki
kualitas hidup melalui perjalanan penyakit pasien untuk kedua pasien dan pemberi
terapi.

17

Anda mungkin juga menyukai