Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT

KELAINAN JANTUNG DI RUANG CATLEYA


RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Oleh:
Jessica Galuh Puspitasari, S.Kep
NIM 232311101155

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2024
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT
KELAINAN JANTUNG DI RUANG CATLEYA RSD dr. SOEBANDI
JEMBER

disusun guna memenuhi tugas pada Program Studi Pendidikan


Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal

Oleh:
Jessica Galuh Puspitasari, S.Kep
NIM 232311101155

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2024
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan berikut dibuat oleh:


Nama : Jessica Galuh Puspitasari, S.Kep
NIM : 232311101155
Judul : Laporan Pendahuluan Pada Klien dengan Penyakit Kelainan
Jantung di Ruang Catleya RSD dr Soebandi Jember
Telah disetujui dan disahkan pada:
Hari, tanggal : April 2024
Tempat : Ruang Catleya RSD dr Soebandi Jember

Jember , April 2024

Kepala Ruang, Pembimbing Akademik,


Ruang Catleya RSD dr Soebandi Jember FKep Universitas Jember

(Ns. Sri Wahyuningsih, S.Kep) (Murtaqib, S.Kp., M.Kep)


NIP.19750508 200604 2 025 NIP. 19740813 200112 1 002

Pembimbing Klinik,
Ruang Catleya RSD dr Soebandi Jember

(Ns. Eranie Oktayuliana, S.Kep)


NIP. 203 200906 2 19831008
BAB 1. KONSEP TEORI

1.1 Pengertian
Kelainan Jantung Kongenital (CHD) atau Penyakit Jantung Bawaan adalah
kelainan yang sudah ada sejak bayi lahir, jadi kelainan tersebut sudah terjadi
sebelum bayi lahir. Tetapi kelainan ini tidak selalu memeberi gejala yang segera
setelah bayi lahir. Tidak jarang kelainan tersebut baru muncul setelah bayi berusia
beberapa bulan atau beberapa tahun. Kelainan Jantung Kongenital (CHD)
merupakan kelainan yang disebabkan gangguan perkembangan sistem
kardiovaskuler pada embrio yang diduga karena adanya faktor endogen dan
eksogen. Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan kongenital yang
paling umum dan sebagai jenis penyakit jantung tersering pada anak. PJB disebut
juga defek jantung bawaan, merupakan istilah yang umum untuk kelainan struktur
jantung dan pembuluh darah besar yang muncul sejak lahir (Kalolo, 2016).

Kelainan jantung kongenital adalah kelainan structural dan atau pembuluh darah
besar intrathorakal yang dapat menimbulkan gangguan fungsi kardiovaskuler
(Smeltzer, 2001)

Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir,
karena sudah terjadi ketika bayi masih dalam kandungan. Pada akhir kehamilan 7
minggu, pembentukan jantung sudah lengkap; jadi kelainan pembentukan jantung
terjadi pada awal kehamilan. Penyebab PJB seringkali tidak bisa diterangkan,
meskipun beberapa faktor dianggap berpotensi sebagai penyebab (Soebroto,
2023).

Penyakit jantung bawaan dapat terjadi karena dua faktor, faktor genetik dan faktor
lingkungan. Faktor genetik antara lain pengaruh keturunan atau riwayat penyakit
dalam keluarga dan sindrom tertentu karena jumlah kromosom yang tidak normal
seperti sindrom Down. Faktor lingkungan seperti infeksi maternal virus rubella,
penggunaan obat-obatan yang teratogenik selama masa kehamilan, konsumsi
alkohol yang berlebihan (maternal alcohol abuse) (Kumala, 2018).
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Penyakit jantung Bawaan
(PJB) merupakan penyakit kelainan anatomi jantung yang didapat sejak lahir yang
dapat menimbulkan gangguan kardiovaskuler pada anak.

1.2 Tanda dan Gejala


Manifestasi klinis kelainan jantung kongenital sangat bervariasi,
tergantung macam kelainannya. Kelainan yang menyebabkan penurunan
aliran darah ke paru atau percampuran darah berkadar tinggi zat asam dengan
darah kotor dapat menimbulkan sianosis, ditandai oleh kebiruan di kulit, kuku
jari, bibir, dan lidah. Ini karena tubuh tidak mendapatkan zat asam memadai
akibat pengaliran darah kotor ke tubuh. Pernapasan anak akan lebih cepat dan
nafsu makan berkurang. Daya toleransi gerak yang rendah mungkin
ditemukan pada anak yang lebih tua.
Kelainan yang dapat menyebabkan sianosis atau kebiruan adalah
penyumbatan katup pulmonal (antara bilik jantung kanan dan pembuluh darah
paru) yang mengurangi aliran darah ke paru, tertutupnya katup pulmonal
(pada muara pembuluh darah paru) yang menghambat aliran darah dari bilik
jantung kanan ke paru, tetralogi fallot (kelainan yang ditandai oleh bocornya
sekat bilik jantung, pembesaran bilik jantung kanan, penyempitan katup
pulmonal dan transposisi aorta), serta tertutupnya katup trikuspidal (terletak
antara serambi dan bilik jantung kanan) yang menghambat aliran darah dari
serambi ke bilik jantung kanan. Selain itu, gejala kebiruan juga bisa muncul
jika terjadi transposisi pembuluh darah besar, gangguan pertumbuhan
ruangan, katup dan pembuluh darah yang berhubungan dengan sisi jantung
kiri, serta kelainan akibat salah bermuaranya keempat vena paru yang
seharusnya ke serambi jantung kiri (Nelson, 2002).
Beberapa jenis kelainan jantung kongenital juga dapat menyebabkan
gagal jantung. Kelainan ini menyebabkan terjadinya aliran darah dari sisi
jantung kiri ke sisi jantung kanan yang secara progresif meningkatkan beban
jantung. Gejala dari gagal jantung berupa menurut Sudarti dan Endang (2010)
adalah sebagai berikut:
a) Nafas Cepat, bibir biru
b) Sulit makan dan menyusu
c) Berat badan rendah
d) Infeksi pernafasan berulang
e) Toleransi gerak badan yang rendah

1.3 Pemeriksaan Khusus dan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht)
akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin
dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA
menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2),
penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH.pasien
dengan Hn dan Ht normal atau rendah mungkin menderita defisiensi
besi.
2 Radiologis
Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak
ada pembesaran jantung . gambaran khas jantung tampak apeks jantung
terangkat sehingga seperti sepatu.

3 EKG
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula
hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal
4 Echocardiography
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi
ventrikel kanan,penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan
aliran darah ke paru-paru.

5 Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek septum
ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi
stenosis pulmonal perifer. Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen,
peningkatan tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan pulmonalis normal atau
rendah.

1.4 Penatalaksanaan
2. VSD (Ventrikel Septum Defect)
a. Medis
Pasien dengan VSD perlu ditolong dengan obat-obatan untuk
mengatai gagal jantung seperti digoksin dan diuretic,jika
menunjukan perbaikan maka operasi tidak perlu dilakukan ampai
umur 2-3 tahun.Operasi dilakukan jika pada umur muda
pengobatan medis untuk mengatasi gagal jantung tidak berhasil.
b. Keperawatan
Pada VSD baru dirawatdi RS bila sedang mendapatkan infeksi
saluran nafas,karena biasanya sangat dispnea dan sianosis sehingga
pasien terlihat payah,Maslah pasien yang perlu diperhatikan adalah
bahaya terjadinya gagal jantung,resiko terjadi infeksi saluran
nafas,kebutuhan nutrisi,gangguanrasa aman dan
nyaman,kurangnya pengetahuan orangtua mengenai penyakit.
3. Paten Duktus Arteriosus (PDA)
a. Medis
Pengobatan definitive untuk PDA kecil adalah pembedahan PDA
kecil dapat dioperasikapan saja. Pada PDA besar dapat diberikan
digoksin dan diuretic untuk mengurangi gagal jantung. Operasi
dilakukan pada masa bayi bila gejala yang terjadi berat.pada bayi
premature PDA ditutup dengan Antiprostatglandin,misalnya
indometasin,yang harus diberikan sedini mungkin(<1 minggu).
b. Keperawatan
Berbagai resiko seperti pada VSD juga terjadi pada PDA,dengan
demikian perawatan bayi dan anak dengan PDA serupa pada VSD
4. ASD (Atrial Septum Defect)
ASD kecil tidak perlu oprasi karena tidak menyebabkan gangguan
hemodinamik atau bahaya (Maryunani, 2002).
5. Stenosis Pulmonal
a. Medis
Jika tekanan ventrikel kanan 70 mm Hg, maka terdapat indikasi
untuk operasi. Sekarang makin populer pelebaran penyempitan SP
dengan kateter balon, dan dilaporkan hasilnya baik.
b. Keperawatan
Kegiatan anak harus dibatasi sesuai dengan petunjuk dokter dan
istirahat harus diperhatikan. Pada anak yang sudah mengerti hal
tersebut perlu pula diberitahukan secara kontinu pasien harus
datang konsultasi ke dokter jantung anak/dokter yang menangani.
6. Tetralogi Of Fallot (TOF)
a. Medis
Pertolongan untuk pasien TOF hanya dengan dioperasi. Jika TOF
dengan sianosis ringan dapat dilakukan hanya dengan satu tahap
pada umur 3-5 tahun. Pada TOF dengan sianosis berat yang terjadi
sebelum umur 6 bulan operasi dilakukan 2 tahap. Tahap ke-2 pada
umur 3-5 tahun. Pasien TOF yang sedang mendapat serangan
anoksia harus ditolong dengan memberikan sikap knee chest atau
menungging dengan kepala dimiringkan sambil diberikan O2
melalui air minimal 2 L per menit. Diberikan juga suntikan morfin
dosis 1mg/kg BB secara subkutan. Bila perlu koreksi dehidrasi dan
asidosis metabolik. Setiap tindakan yang dapat menimbulkan
bakteremia seperti mencabut gigi, sirkumsisi, kateterisasi urine
harus dilindungi dengan antibiotik 1 hari sebelum dan 3 hari
setelahnya untuk mencegah endokarditis bakterialis.
b. Keperawatan
Walaupun pasien TOF selalu tampak sianosis (hanya TOF ringan
tidak sianosis) tetapi tidak selalu dirawat di rumah sakit kecuali
jika dokter memandang perlu. Oleh karena itu, orang tua pasien
perlu diberikan petunjuk perawatan anaknya. Masalahnya pasien
yang perlu diperhatikan ialah bahaya terjadi anoksia, kebutuhan
nutrisi, risiko terjadi komplikasi, dan kurangnya pengetahuan
orang tua mengenai penyakit.
7. Transposition of the Great Arteries (TGA)
a. Medis
Dengan operasi memungkinkan pasien TAB dapat bertahan hidup.
b. Keperawatan
Sama dengan pasien TOF dan penyakit jantung lainnya. Bedanya
tidak perlu tindakan memberikan sikap knee-chest karena sianosis
selalu terdapat, maka O2 harus diberikan terus menerus secara
rumat. Dalam bangsal tersebut watan pasien penyakit jantung
perawat yang bertugas di ruang tersebut diharapkan memahami
kelainan yang diderita oleh setiap pasien sehingga dapat
menentukan tindakan sewaktu-waktu diperlukan. Selain itu juga
mengetahui bagaimana persiapan pasien untuk suatu tindakan
seperti:
- Membuka rekaman EKG, bila perlu dapat membacanya.
- Mengukur tekanan darah secara benar.
- Mempersiapkan pasien untuk keteterisasi jantung atau
oprasi.
- Mengambil darah untuk pemeriksaan gas darah arteri.
1.5 Etiologi
Penyebab terjadinya PJB belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada
beberapa faktor yang di duga memmpunyai pengaruh pada penyakit
peningkatan angka kejadia PJB. Faktor-faktor penyebab kelainan jantung
menurut sifatnya dapat dibagi sebagai berikut :
1. Eksogen
Infeksi rubella atau penyakit virus lain, obat-obat yang diminum ibu
(misalnya thalidomide), konsumsi alkohol, radiasi dan sebagainya
yang dialami ibu pada kehamilan muda dapat merupakan faktor
terjadinya kelainan jantung kongenital, umur ibu lebih dari 40 tahun,
dan lain-lain. Diferensiasi lengkap susunan jantung terjadi pada
kehamilan bulan kedua. Faktor eksogen mempunyai pengaruh terbesar
terhadap terjadinya kelainan jantung dalam masa tersebut.
2. Endogen
Faktor genetik/kromosom memegang peranan kecil dalam terjadinya
kelainan jantung congenital (Prawirohardjo, 1999). Walaupun
demikian beberapa keluarga mempunyai insiden PJB tinggi, jenis PJB
yang sama terdapat pada anggota keluarga yang sama (Latief dkk,
2005).
1.6 Klasifikasi
PJB dapat dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu
1. Golongan PJB Asianotik (tidak biru)
a. Defek Septum Atrium / Atrial Septum Defect (ASD)
Atrial Septal Defect (ASD) adalah terdapatnya hubungan antara
atrium kanan dengan atrium kiri yang tidak ditutup oleh katup.
Biasanya anak dengan DSA tidak terlihat menderita kelainan
jantung karena pertumbuhan dan perkembangannya biasa seperti
anak lain yang tidak ada kelainan. Hanya pada pirau kiri ke kanan
yang sangat besar pada stres anak cepat lelah dan mengeluh
dispnea, dan sering memdapat infeksi saluran napas. Pada
pemeriksaaan palpasi terdapat kelainan ventrikel kanan
hiperdinamik di parasternal kiri. Pada pemeriksaan auskltasi, foto
toraks EKG dapat lebih jelas adanya kelainan DSA ini. Diagnosis
dipastikan dengan pemeriksaaan ekokardiografi.
b. Defek Septum Ventrikel (VSD)
Ventricular septum defect (VSD) merupakan suatu keadaan
adanya lubang disekat jantung yang memisahkan ruang ventrikel
(bilik) kanan dan kiri . Lubang ini mengakibatkan kebocoran
aliran darah dari bilik kiri yang memiliki tekanan lebih besar
melalui bilik kanan langsung masuk ke pembuluh nadi paru
(arteri pulmonalis).
c. Duktus Arteriosus Paten (PDA)
Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke
VI pada janin yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan
aorta desendens. Pada bayi normal duktus tersebut menutup
secara fungsional 10 – 15 jam setelah lahir dan secara anatomis
menjadi ligamentum arteriosum pada usia 2 – 3 minggu. Bila
tidak menutup disebut Duktus Arteriosus Persisten (Persistent
Ductus Arteriosus : PDA). Jika duktus tetap terbuka, darah yang
seharusnya mengalir ke seluruh tubuh akan kembali ke paru-paru
sehingga memenuhi pembuluh paru-paru.
d. Stenosis Pulmonal (PS)
Stenosis Katup Pulmonal adalah suatu kerusakan katup jantung
yang ditandai dengan penyempitan (stenosis) katup pulmonal.
Katup pulmonal terdiri dari tiga jaringan kelopak yang tipis yang
dikenal sebagai daun katup yang tersusun seperti kaki tripod.
Ketika ruang jantung kanan bawah (ventrikel kanan) berkontraksi,
daun katup ini terbuka, memungkinkan darah mengalir dari
ventrikel kanan ke paru-paru melalui arteri pulmonalis. Pada
stenosis katup pulmonal, satu atau lebih daun katup tersebut
mungkin rusak, terlalu tebal atau tidak terpisah satu dengan
lainnya sebagimana mestinya. Hal ini menyebabkan katup
pulmonal tidak terbuka sepenuhnya, membatasi aliran darah ke
paru-paru. Hal ini menurunkan kemampuan darah untuk
mengalirkan darah yang kaya akan oksigen keseluruh tubuh.
Keadaan ini biasanya muncul pada saat lahir (kongenital).
Namun, kondisi ini juga dapat terjadi sebagai akibat dari demam
reumatik atau endokarditis. Stenossi katup pulmonal yang ringan
biasanya tidak membutuhkan perawatan. Pada kasus yang
moderat dan berat mungkin membutuhkan pembedahan (Persify,
2014)
2. Golongan PJB Sianotik (biru)
a. Tetralogi of Fallot (TOF)
Tetralogi fallot (TF) adalah kelainan jantung dengan gangguan
sianosis yang ditandai dengan kombinasi 4 hal yang abnormal
meliputi defek septum ventrikel, stenosis pulmonal, overriding
aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan.
b. Transposition of the Great Arteries (TGA)
Kelainan jantung bawaan TGA (Transposition Of The Great
Arteries) merupakan kelainan pada jantung berupa adanya
pemindahan asl dari aorta dan arteri pulmonalis; aorta keluar dari
ventrikel kanan dan arteri pulmonalis dari ventrikel kiri. Selain
kelainan asal aorta dan arteri pulmonalis pada TGA terdapat
kelainan pada jantung yang menyertai TGA seperti letak katup
aorta, katup pulmonal, dan sebagainya. Pada PJB yang disebut
TGA komplek ialah adanya letak katup aorta di kanan pada
lengkung aorta ke kanan. ( Ngastiah, 2005 ).
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata
b. Genogram
c. Keluhan Utama
Keletihan, nampak lemah, sering mengalami infeksi saluran
pernafasan, sianosis
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat keturunan dengan memperhatikan adanya anggota
keluarga lain yang juga mengalami kelainan jantung, untuk
mengkaji adanya factor genetic yang menunjang.
2. Pemeriksaan Fisik
Meliputi : inspeksi, palpasi, perkusi & auskultasi
Dari hasil pemeriksaan fisik pada penyakit jantung congenital (CHD)
adalah: Bayi baru lahir berukuran kecil dan berat badan kurang, anak
terlihat pucat, banyak keringat bercucuran, ujung-ujung jari hiperemik,
- Diameter dada bertambah, sering terlihat penonjolan dada kiri
- Tanda yang menonjol adalah nafas pendek dan retraksi pada
jugulum, selaintrakostal dan region epigastrium.
- Pada anak yang kurus terlihat impuls jantung yang hiperdinamik
- Anak sering mengalami kelelahan dan infeksi saluran pernafasan
atas
- Neonatus menunjukkan tanda-tanda respiratory distress seperti
mendengkur, dan retraksi.
- Pusing, tanda-tanda ini lebih nampak apabila pemenuhan
kebutuhan terhadap O2 tidak terpenuhi ditandai dengan adanya
murmur sistolik yang terdengar pada batas kiri sternum
- Adanya kenaikan tekanan darah. Tekanan darah lebih tinggi pada
lengan daripada kaki. Denyut nadi pada lengan atas terasa kuat,
tetapi lemah pada popliteal dan femoral.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan Curah Jantung b.d perubahan irama dan preload jantung
d.d lelah, batuk, gambaran EKG aritmia
b. Gangguan Pertukaran Pertukaran Gas b.d ketidaksimbangan
ventilasi – perfusi d.d bunyi napas tambahan
c. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas d.d fase
ekspirasi memanjang, pola napas abnormal
d. bersihan jalan napas tidak efektif b.d. spasme jalan napas,
hipersekresi dalan napas d.d sputum berlebih, suara napas
tambahan, pola napas berubah
e. perfusi perifer tidak efektif b.d. kurang terpapar informasi tentang
penyakit d.d akral dingin, warna kulit pucat
f. Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen d.d mengeluh Lelah, frekuensi jantung
meningkat
g. Resiko Infeksi d.d penyakit kronis
h. Keletihan b.d kondisi fisiologis, program perawatan, stress d.d
mengeluh Lelah tampak lesu
i. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi, ketidaktahuan
menemukan sumber informasi d.d menunjukkan persepsi keliru
terhadap masalah
CLINICAL PATHWAY

Faktor lingkungan
Faktor parenatal Faktor genetik

Penyakit Jantung Bawaan

Asianotik Sianotik

Tetralogi fallot, ticuspid Aliran darah bercampur


↓ aliran darah ke paru obstruksi aliran darah ke atresia
ventrikel

Transposisi arteri besar,


DSV, DSA, DAP
Koarktasio aorta, stenosis aorta ↑ aliran darah ke paru Total anomalous pulmonary venous
return
Stenosis pulmonal
Hypoplastia left heart syndom
Penanganan
Pembedahan
2.2 Intervensi Keperawatan
DIAGNOSIS PERENCANAAN
INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
TUJUAN KEPERAWATAN (SIKI)
(SDKI) (SLKI)

Gangguan Setelah diberikan Status Pernapasan: Pertukaran Gas Pemantauan Respirasi (I.01014)
pertukaran gas b.d. perawatan selama Observasi
1. Tingkat kesadaran meningkat (skala
perubahan membran 3x24 jam, pertukaran 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman
5)
alveolar-kapiler d.d gas meningkat dan upaya napas
2. Dispnea menurun (skala 5)
dyspnea, PCO2 2. Monitor pola napas
3. Bunyi napas tambahan menurun (5)
meningkat/menurun, 3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. PO2 membaik yang ditunjukkan
PO2 menurun, 4. Monitor adanya produksi sputum
dengan skala 5,
takikardi, bunyi 5. Monitor adanya sumbatan jalan
5. PCO2 membaik yang ditunjukkan
napas tambahan napas
dengan skala 5,
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
6. Takikardia membaik (5)
7. Auskultasi bunyi napas
7. Sianosis membaik (skala 5)
8. Monitor SPO2
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil xray toraks
Terapeutik
11. Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
12. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
13. Jelaskan prosedur dan tujuan
pemantauan
14. Informasikan hasil pemantauan
pola napas tidak Setelah diberikan 1. Ventilasi semenit meningkat (5) Manajemen jalan napas (I.010111)
efektif b.d. depresi perawatan selama 2. Tekanan ekspirasi inspirasi Observasi
pusat pernapasan, 3x24 jam, pola napas meningkat (5) 1. Monitor pola napas
hipoventilasi d.d pasien membaik 3. Dispnea menurun (5) 2. Monitor bunyi napas tambahan
dyspnea, 4. Penggunaan otot bantu napas 3. Monitor sputum
penggunaan otot menurun (5) 4. Pertahankan kepatenan jalan
bantu pernapasan, 5. Pemanjangan fase ekspirasi napas
fase ekspirasi menurun (5) 5. Posisi semi fowler atau fowler
memanjang, pola 6. Frekuensi napas membaik (5) 6. Berikan minum hangat
7. Kedalaman napas membaik (5) 7. Lakukan fisioterapi dada
napas abnormal 8. Lakukan penghisapan lender
<15detik
9. Lakukan hiperoksigenasi
10. Keluarkan sumbatan benda padat
11. Berikan oksigen
12. Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari
13. Ajarkan Teknik batuk efektif
14. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran, mukolitik
bersihan jalan napas Setelah diberikan 1. Batuk efektif meningkat (5) Latihan batuk efektif (I.01006)
tidak efektif b.d. perawatan selama 2. Produksi sputum menurun (5) 1. Identifikasi kemampuan batuk
spasme jalan napas, 3x24 jam, bersihan 3. Suara napas tambahan menurun (5) 2. Monitor adanya retensi sputum
hipersekresi dalan jalan napas pasien 4. Frekuensi dan pola napas membaik 3. Monitor tanda dan gejala infeksi
napas d.d sputum meningkat (5) saluran napas
berlebih, suara napas 4. Monitor input output cairan
tambahan, pola 5. Atur posisi semi fowler atau fowler
napas berubah 6. Pasang perlak dan bengkok di
pangkuan pasien
7. Buang secret pada tempat sputum
8. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
efektif
9. Anjurkan Tarik napas dalam melalui
hidung 4 detik, tahan 2 detik,
keluarkan atau hembuskan melalui
mulut 8 detik
10. Anjurkan mengulang Teknik no 9 3x
11. Anjurkan batuk kuat setelah
melaksanakan Teknik no 9
12. Kolaborasi pemberian mukolitik atau
ekspektoran
perfusi perifer tidak Setelah diberikan 1. Denyut nadi perifer meningkat Perawatan Sirkulasi (1.02079)
efektif b.d. kurang perawatan selama (5) 1. Periksa sirkulasi perifer
terpapar informasi 3x24 jam, perfusi 2. Edema perifer menurun (5) 2. Identifikasi faktor resiko gangguan
tentang penyakit d.d perifer meningkat 3. Tekanan darah cukup membaik sirkulasi
akral dingin, warna (5) 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri
kulit pucat 4. Indeks ankle brachial cukup atau bengkak pada ekstremitas
membaik (5) 4. Hindari pemasangan infus atau ambil
darah di bagian yang terbatas perfusi
5. Hindari pengukuran TD di bagian
perfusi terbatas
6. Hindari penekanan dan pemasangan
tourniquet di bagian cedera
7. Lakukan pencegahan infeksi
8. Lakukan hidrasi
9. Anjurkan berhenti rokok
10. Anjurkan olahraga rutin
11. Anjurkan konsumsi obat penurun TD
(teratur) , antikoagulan dan penurun
kolestrol
12. Anjurkan melakukan perawatan kulit
13. Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi
14. Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan
Intoleransi aktivitas Setelah diberikan 1. Frekuensi nadi meningkat (5) Manajemen energi (1.05178)
b.d. perawatan selama 1. Identifikasi gangguan fungsi
ketidakseimbangan 3x24 jam, toleransi 2. SPO2 meningkat (5) tubuh yang mengakibatkan
antara suplai dan aktivitas meningkat 3. Kemudahan beraktivitas meningkat kelelahan
kebutuhan O2 (5) 2. Monitor kelelahan fisik dan
4. Kekuatan tubuh meningkat (5) emosional
5. Lemah menurunn (5) 3. Monitor pola dan jam tidur
6. TD dan frekuensi nafas membaik 4. Monitor lokasi dan
(5) ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
5. Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus
6. Lakukan latihan rentang gerak
aktif/pasif
7. Berikan aktivitas distraksi atau
penenang
8. Fasilitasi duduk di sisi bed jika
tidak dapat berpindah atau jalan
9. Anjurkan tirah baring
10. Anjurkan melalukan aktivitas
bertahap
11. Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
12. Strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
13. Kolaborasi ahli gizi untuk
meningkatkan asupan makanan
Penurunan curah Setelah dilakukan 1. Kekuatan nadi perifer meningkat Perawatan Jantung (1.02075)
(5) 1. Identifikasi tanda/gejala primer
jantung b.d tindakan keperawatan
selama 3 x 24. jam 2. Frekuensi dan irama jantung penurunan curah jantung
perubahan curah jantung membaik (5) (meliputi: dispnea, kelelahan,
meningkat 3. Edema menurun (5) edema, ortopnea, PND,
kontraktilitas,
4. Dispnea menurun (5) peningkatan CVP).
frekuensi, irama 5. Suara jantung S3 S4 menurun (5) 2. Identifikasi tanda/gejala sekunder
6. TD membaik (5) penurunan curah jantung
jantung
(meliputi: peningkatan berat
badan, hepatomegaly, distensi
vena jugularis, palpitasi, ronkhi
basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
3. Monitor tekanan darah (termasuk
tekanan darah ortostatik, jika
perlu)
4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor berat badan setiap hari
pada waktu yang sama
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor keluhan nyeri dada (mis:
intensitas, lokasi, radiasi, durasi,
presipitasi yang mengurangi
nyeri)
8. Monitor EKG 12 sadapan
9. Monitor aritmia (kelainan irama
dan frekuensi)
10. Monitor nilai laboratorium
jantung (mis: elektrolit, enzim
jantung, BNP, NTpro-BNP)
11. Monitor fungsi alat pacu jantung
12. Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum dan
sesudah aktivitas
13. Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum pemberian
obat (mis: beta blocker, ACE
Inhibitor, calcium channel
blocker, digoksin)
14. Posisikan pasien semi-fowler atau
fowler dengan kaki ke bawah atau
posisi nyaman
15. Berikan diet jantung yang sesuai
(mis: batasi asupan kafein,
natrium, kolesterol, dan makanan
tinggi lemak)
16. Gunakan stocking elastis atau
pneumatik intermitten, sesuai
indikasi
17. Fasilitasi pasien dan keluarga
untuk modifikasi gaya hidup sehat
18. Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stress, jika perlu
19. Berikan dukungan emosional dan
spiritual
20. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
> 94%
21. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
toleransi
22. Anjurkan beraktivitas fisik secara
bertahap
23. Anjurkan berhenti merokok
24. Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan harian
25. Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output
cairan harian
26. Kolaborasi pemberian antiaritmia,
jika perlu
27. Rujuk ke program rehabilitasi
jantung
Keletihan b.d Setelah dilakukan 1. Verbalisasi kepulihan energi Observasi :
meningkat (5) 1) Identifikasi gangguan
kondisi fisiologis, tindakan keperawatan
selama 3 x 24. jam 2. Tenaga meningkat (5) fungsi tubuh yang
program perawatan, keletihan membaik 3. Lesu menurun (5) mengakibatkan
4. Gelisah menurun (5) kelelahan
stress d.d mengeluh
2) Monitor kelelahan fisik
Lelah tampak lesu dan emosional
3) Monitor pila dan jam
tidur
4) Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan
selama melakukan
aktivitas
Terapeutik :
1) Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus (mis. cahaya,
suara, kunjungan)
2) Lakukan latihan rentang
gerak pasif dan/atau
aktif
3) Berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan
4) Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi :
1) Anjurkan tirah baring
2) Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
3) Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
4) Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi :
1) Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
Defisit pengetahuan Setelah dilakukan 1. Perilaku sesuai anjuran Observasi :
tindakan keperawatan meningkat 1. Identifikasi kesiapan dan
b.d kurang terpapar
selama 3 x 24. jam 2. Pertanyaan tentang masalah kemampuan menerima informasi
informasi, tingkat pengetahuan yang dihadapi menurun – Memberikan informasi ketika
meningkat 3. Persepsi yang keliru terhadap pasien siap dan mampu dapat
ketidaktahuan
masalah menurun mengoptimalkan dalam persiapan
menemukan sumber 4. Perilaku membaik informasi
2. Identifikasi faktor-faktor yang
informasi d.d
dapat meningkatkan dan
menunjukkan menurunkan motivasi perilaku
hidup bersih dan sehat.
persepsi keliru
Terapeutik :
terhadap masalah 1. Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan - Untuk
penunjang agar menyampaikan
materi lebih mudah dan menarik
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan
sesuai kesepakatan - Edukasi :
Penjadwalan sesuai kesepakatan
agar tidak mengganggu aktivitas
masing-masing
3. Berikan kesempatan untuk
bertanya

Memberikan
kesempatan bertanya untuk
mengetahui sejauh mana pasien
dapat menerima pasien
Edukasi :
1. Jelaskan faktor resiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan

Sebagai pengetahuan agar
kedepannya lebih berhati-hati
2. Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat –
Untuk meminimalisir komplikasi
yang akan timbul
2.3 Evaluasi Keperawatan
Setelah diberikan tindakan keperawatan yang telah direncanakan dengan
benar, pasien dengan ALO akan dapat mengungkapkan bahwa ia sudah dapat
bernapas lega. Pasien juga tidak tampak sianosis. Tanda vital pasien juga
menunjukkan dalam batas normal. Pasien perlu diberikan rencana tindak lanjut
perawatan untuk meningkatkan kesembuhan pasien dan menekan gejala yang
timbul dari ALO.

2.4 Discharge Planning


Rencana pemulangan yang dapat diberikan pada pasien dengan ALO antara
lain:
1. Jelaskan pada pasien dan keluarga terkait jenis, indikasi, dosis, waktu dan cara
konsumsi obat pulang yang telah diresepkan,
2. anjurkan pasien untuk meminum obat yang elah diresepkan sesuai dengan
dosis dan waktu yang dianjurkan,
3. anjurkan pasien untuk melakukan kontrol ke pelayanan kesehatan secara rutin,
4. ajarkan pada keluarga pasien tanda-tanda kekambuhan dan anjurkan keluarga
untuk membawa pasien ke pelayanan kesehatan jika terjadi kekambuhan,
5. anjurkan pasien untuk tidak melakukan aktivitas terlalu berat,
6. anjurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan yang sehat, seperti sayur-
sayuran dan buah segar.
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, M., M. W. Dayrit, dan Y. Siswadi. 2008. Klien Gangguan


Kardiovaskuler : Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Baughman, D. C., J. C. Hackley, Y. Asih, dan M. Ester. 2000. Keperawatan


Medikal-Bedah : Buku Saku Untuk Brunner Dan Suddarth. Jakarta: EGC.

Murray, J. F. 2011. Pulmonary edema : pathophysiology and diagnosis. The


International Journal of Tuberculosis and Lung Disease. 15(2):155–160.

Nendrastuti, H. dan M. Soetomo. 2010. Edema paru akut kardiogenik kardiogenik


dan non kardiogenik. Majalah Kedokteran Respirasi. 1(3):2010.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2017. Standar Diagnosis


Keperawatan Indonsesi (SDKI). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2017. Standar Intervnesi


Keperawatan Indonsesi (SDKI). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2017. Standar Luaran Keperawatan


Indonsesi (SLKI). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Rampengan, S. H. 2014. Edema paru kardiogenik akut. Jurnal Biomedik (JBM).


6(3):149–156.

Setyawan, S., T. Sukartini, Sriyono, dan Kusmiati. 2007. Oksigenasi dengan bag
and mask 10 lpm memperbaiki asidosis respiratorik ( oxygenation by using
10 lpm bag and mask improves respiratory acidosis )

Anda mungkin juga menyukai