Anda di halaman 1dari 31

Case Report Session

CONGESTIVE HEART FAILURE

Oleh:

Akhmad Rizky Subki 1010313006


Sophia Devta Lestati 0910313223
Vistaria Furkano 1210312090

PRESEPTOR:
Dr. Liza Fitria, Sp.A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RS ACHMAD MUCHTAR BUKITTINGGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2017

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) adalah kondisi dimana
fungsi jantung sebagai pompa untuk menghantarkan darah yang kaya oksigen ke tubuh
tidak cukup untuk memenuhi keperluan tubuh. Suatu definisi objektif yang sederhana
untuk menentukan batasan gagal jantung kronik hampir tidak mungkin dibuat karena tidak
terdapat nilai batas yang tegas mengenai disfungsi ventrikel. Sebenarnya istilah gagal
jantung menunjukkan berkurangnya kemampuan jantung untuk mempertahankan beban
kerjanya.1
Gagal jantung pada anak-anak berbeda dari orang dewasa dalam banyak hal.
Penyebab dan gejala klinis mungkin berbeda jauh antara anak-anak dari kelompok usia
yang berbeda dan antara anak-anak dan orang dewasa, yang sering disebabkan oleh
penyakit jantung koroner dan hipertensi. Sedangkan pada anak-anak, gagal jantung paling
sering disebabkan oleh penyakit jantung bawaan (PJB) dan kardiomiopati.2
Hsu dan Pearson mendefinisikan gagal jantung pada anak-anak sebagai sindrom
klinis dan patofisiologis yang progresif disebabkan oleh kelainan kardiovaskular dan
nonkardiovaskular yang menghasilkan tanda-tanda karakteristik dan gejala termasuk
edema, distres pernapasan, kegagalan pertumbuhan dan intoleransi latihan, dan disertai
dengan gangguan sirkulasi, neurohormonal dan molekul.3
Gagal jantung memberi kontribusi terhadap estimasi 15 juta kematian anak tiap
tahun di dunia, penyebab tersering adalah PJB. Penelitian di RSCM memaparkan bahwa
penderita PJB 90% meninggal karena gagal jantung dalam usia kurang dari satu tahun,
sedangkan sisanya terjadi pada umur 1-5 tahun. Penyebab gagal jantung pada umur 5-15
tahun umumnya kelainan jantung di dapat (diantaranya demam reumatik).4
Banyak dari anak-anak dengan penyakit jantung koroner menerima intervensi bedah
dini dan telah diperkirakan bahwa insiden gagal jantung akibat cacat bawaan adalah
antara 1 dan 2 per 1000 kelahiran hidup per tahunnya. Prognosis penderita yang
berhubungan dengan penyakit jantung koroner telah berubah secara dramatis setelah
pengenalan awal intervensi bedah. Massin et al. melaporkan bahwa hanya 10% dari

2
pasien mereka dalam perawatan tersier di bagian Kardiologi Anak mengembangkan gejala
gagal jantung.2
Kasus gagal jantung kongestif memerlukan perhatian lebih di kalangan masyarakat.
Untuk itu diperlukan pemahaman lebih lanjut mengenai gagal jantung kongestif ini.

1.2 Batasan Masalah


Case Report Session ini membahas tentang gagal jantung kongestif.

1.3 Tujuan Penulisan


Penulisan Case Report Session ini bertujuan untuk memahami serta menambah
pengetahuan tentang gagal jantung kongestif.

1.4 Metode Penulisan


Metode penulisan makalah ini berupa tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada
berbagai literatur.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah dalam
jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh atau kemampuan
tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan pengisian jantung yang tinggi atau kedua-
duanya.5
Gagal jantung telah ditetapkan sebagai kelainan struktur atau fungsi jantung yang
mengarah ke kegagalan jantung untuk mengantarkan oksigen pada tingkat yang sesuai
dengan kebutuhan metabolisme jaringan, meskipun tekanan pengisian normal (atau hanya
karena peningkatan tekanan pengisian).2
Gagal jantung didefinisikan sebagai keadaan patologis dimana jantung tidak
mampu memompa darah cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Gagal
jantung pada bayi dan anak merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai oleh
miokardium tidak mampu memompa darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh termasuk kebutuhan untuk pertumbuhan.6
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan New York Heart Association (NYHA) tidak
berlaku untuk sebagian besar populasi anak. Klasifikasi Ross dikembangkan untuk
menilai tingkat keparahan pada bayi dan kemudian telah dimodifikasi untuk diterapkan
untuk segala usia pediatrik. Klasifikasi Ross yang telah dimodifikasi untuk anak-anak
[Tabel 2.1] menyediakan kelas yang sebanding dengan klasifikasi NYHA untuk orang
dewasa.

4
Tabel 2.1. Klasifikasi Ross termodifikasi untuk gagal jantung pada anak sesuai NYHA2
2.3 Epidemiologi
Pada anak-anak, penyebab gagal jantung sangat berbeda dari orang dewasa dan
banyak kasus disebabkan oleh malformasi kongenital yang biasanya mengakibatkan
kegagalan akibat cardiac output yang tinggi. Beberapa anak-anak menderita dari
kegagalan akibat cardiac output yang rendah seperti kardiomiopati. Penyakit jantung
bawaan terjadi pada sekitar 8/1000 kelahiran hidup. Gagal jantung yang terkait dengan
penyakit jantung bawaan terjadi di sekitar 20% dari semua pasien.2
Kardiomiopati juga berkontribusi sebagai penyebab gagal jantung pada anak.
Rossano et al dari Amerika Serikat melaporkan bahwa anak-anak 10.000 – 14.000 dirawat
di rumah sakit setiap tahun dengan gagal jantung dan sekitar 27% (kira-kira 3000)
memiliki kelainan otot jantung sebagai penyebab yang mendasari. Insiden kardiomiopati
di negara maju adalah sekitar 0,8-1.3 kasus per 100.000 anak dalam kelompok usia 0 – 18
tahun tetapi sepuluh kali lebih tinggi pada kelompok usia 0-1 tahun.7
Gagal jantung memberi kontribusi terhadap estimasi 15 juta kematian anak tiap
tahun di dunia, penyebab tersering adalah PJB. Penelitian di RSCM memaparkan bahwa
penderita PJB 90% meninggal karena gagal jantung dalam usia kurang dari satu tahun,
sedangkan sisanya terjadi pada umur 1-5 tahun. Penyebab gagal jantung pada umur 5-15
tahun umumnya kelainan jantung di dapat (diantaranya demam reumatik).4

2.4 Etiologi
Gagal jantung pada anak-anak dapat dibagi menjadi dua kelompok. Kegagalan over
sirkulasi dan kegagalan pompa. Over sirkulasi termasuk kondisi yang mengakibatkan
volume overload dari ventrikel jantung. Fungsi ventrikel kiri (LV) dapat normal ataupun
hiperkontraksi. Hipertensi arteri atau vena pulmonal di tingkat yang bervariasi. Penyebab
kegagalan pompa termasuk penyebab kongenital dan didapat. Fungsi LV atau sistemik
ventrikel abnormal dan kebanyakan pasien menderita hipertensi vena pulmonal dalam
kelompok ini.2

5
Tabel 2.2 Penyebab over-sirkulasi gagal jantung2

Tabel 2.3 Penyebab kegagalan pompa2

2.5 Patofisiologi
Mekanisme gagal jantung kongestif pada dasarnya dibagi dalam 2 kategori yaitu5:
1. Jantung memompa darah dengan kekuatan normal tetapi darah yang mengalir ke
sistem arteri perifer tidak efektif, hal ini akibat sebagian besar darah yang keluar
dari jantung mengalir ke paru oleh adanya defek anatomis sehingga menimbulkan
aliran/pirau kiri ke kanan (left to right shunt). Pada saat ini jantung dan paru tidak
mampu lagi mengatasi perubahan hemodinamik yang terjadi. Mekanisme ini sering
terjadi pada bayi dan anak dengan defek kiri ke kanan yaitu ASD, VSD, PDA,
Common AV valve atau kombinasi.
2. Jantung tidak kuat memompa darah ke aliran arteri sistemik oleh karena kelainan
struktur jantung yaitu jantung kiri terlalu kecil atau terlalu sempit (hipolastik

6
jantung kiri, stenosis katup aorta, koartasio aorta), atau oleh karena otot jantung
sangat lemah sehingga tidak kuat memompa darah keluar menuju arteri sistemik
walaupun struktur jantung normal (kardiomiopati, miokarditis, penyakit Kawasaki).
Dengan melalui salah satu atau kedua mekanisme tersebut gagal jantung kongestif
terjadi bila ada penurunan fungsi ventrikel kanan dan atau ventrikel kiri. Penurunan fungsi
ventrikel kanan, sehingga tidak mampu memompa darah menuju paru, selalu ada darah
sisa di ventrikel kanan, sementara darah dari vena sistemik akan terus mengisi ventrikel
kanan setiap diastol. Akibatnya terjadi bendungan di ventrikel kanan yang akan diteruskan
ke seluruh sistem vena perifer termasuk hepar. Penurunan fungsi ventrikel kiri, sehingga
tidak mampu memompa darah menuju arteri sistemik, dengan demikian terjadi bendungan
di sistem vena paru. Oleh karena itu gagal jantung kongestif merupakan sindroma klinik
yang terdiri dari kumpulan gejala yang bervariasi tergantung umur yaitu berupa iritabel,
nafsu makan yang menurun, ganggun proses tumbuh kembang, penurunan akitivitas,
berkeringat, penurunan jumlah air kencing, takikardia, takipnea, retraksi ruang iga dan
subkosta, kardiomegali, hepatomegali, pelebaran vena jugularis dan menurunnya
pengisian kapiler.5

2.6 Manifestasi Klinis


Gagal jantung kongestif adalah kondisi yang disertai gangguan multisistem, tidak
ada satupun keluhan atau gejala klinis yang spesifik untuk suatu gangguan organ tertentu
saja. Variasi yang luas dipengaruhi oleh usia, penyebab penyakit jantung, ruang jantung
yang paling terganggu, respons individu terhadap timbulnya mekanisme kompensasi serta
derajat dan progresifisitas gangguan penampilan jantung.5
Oleh karena itu perlu dibuat suatu sistem penilaian klinik terhadap keluhan dan
gejala, bukti adanya penyakit jantung serta pengamatan nilai obyektif yang menentukan
ada atau tidak adanya gangguan hemodinamik untuk menjamin pengobatan yang tidak
terlambat tapi tepat. Menegakkan diagnosa gagal jantung kongestif hanya berdasarkan
satu kriteria saja adalah tidak mungkin. Penilaian kilinik yang lengkap termasuk riwayat
kelahiran, feeding difficulty, tumbuh kembang. Riwayat sesak berupa orthopnea atau PND
jarang ditemukan pada bayi. Pemeriksaan fisik yang cermat dan laboratorium yang
rasional sehingga dapat menilai secara akurat beberapa determinan yang menggambarkan

7
fungsi jantung. Sering gejala dan keluhan gagal jantung kongestif baru muncul setelah ada
faktor pencetus yaitu febris, infeksi paru dan gangguan gizi.5
Pada neonatus, manifestasi klinis paling awal mungkin tidak terlalu jelas. Paling
umum, bayi mengalami kesulitan makan karena dispnea, peningkatan kelelahan, dan
sekresi hormon anoreksia yang membatasi volume menyusu. Pada akhirnya, bayi yang
terkena akan mengalami fail to thrive. Temuan fisik pada bayi yang menderita gagal
jantung meliputi retraksi ringan sampai berat, takipnea atau dispnea dengan mendengkur,
takikardia, ritme gallop (S3, S4), dan hepatomegali.8
Anak yang lebih tua menunjukkan intoleransi olahraga, mengantuk, anoreksia, atau
gejala seperti orang dewasa seperti batuk, mengi, atau kerutan (rales). Pada anak yang
lebih muda, pemeriksaan fisik dapat menunjukkan irama gallop dan hepatomegali serta
edema perifer dan distensi vena jugularis.8
Gagal jantung kongestif merupakan sindroma klinik yang terdiri dari kumpulan
gejala yang bervariasi tergantung umur yaitu berupa iritabel, nafsu makan yang menurun,
ganggun proses tumbuh kembang, penurunan akitivitas, berkeringat, penurunan jumlah air
kencing, takikardia, takipnea, retraksi ruang iga dan subkosta, kardiomegali,
hepatomegali, pelebaran vena jugularis dan menurunnya pengisian kapiler.
2.6 Diagnosis
Pemeriksaan klinis gagal jantung selalu dimulai dari anamnesa dan pemeriksaan
fisik, yang hingga kini tetap menjadi ujung tombak evaluasi gagal jantung, didukung oleh
pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto toraks, biomarker, dan ekokardiografi Doppler.
Prinsip dan teknik pemeriksaan yang benar harus dikuasai, sehingga riwayat gagal jantung
yang objektif dapat digali secara detail.
2.6.1 Anamnesa
Onset terjadinya gagal jantung adalah kunci penting untuk menegakkan diagnosa
etiologi gagal jantung. Penyebab gagal jantung pada neonatus termasuk diantaranya
takikardi supraventrikular, bradikardi berat karena adanya blok jantugn total, regurgitasi
katup trikuspid, regurgitasi katup mitralis pada defek atrioventrikular, fistel
arteriovenosus, mikarditis, dan lain sebagainya.gagal janutng yang muncul pada hari
pertama kehidupan biasanya dikarenakan abnormalitas sistemik seperti hiperglikemia,
hipokalsemia, asfiksia atau sepsis.2

8
Gejala klinis gagal jantung pada bayi baru lahir diantaranya takipnu, sulit menyusu
(menyusu lama >20 menit dengan penurunan ambilan karena intoleransi atau muntah
setelah menyusu), diaforesis, iritabilitas, berkeringat saat menyusu atau malas menyusu
merupakan gejala yang sering ada. Takikardi > 150 kali per menit, frekuensi napas > 50
kali/ menit, irama gallop, dan hepatomegali terdapat pada bayi. Pada anak yang lebih
besar kelelahan, intoleransi usaha, dispnea, ortopnea, nyeri perut, edema dependen, asites,
dan gejala lainnya.2
Gagal jantung nyata menyebabkan pertambahan berat badan yang buruk, dan dalam
jangka lama dapat menyebabkan gagal tumbuh. Edema wajah dan tungkai jarang terjadi
pada bayi dan anak-anak. 2
Klasifikasi NYHA AHA dapat diterapkan pada pada anak-anak dan remaja. Selaim
itu, juga telah dikembangkan klasifikasi Ross untuk menilai derajat gagal jantung pada
anak semua usia2, namun tidak bisa digunakan untuk menentukan prognosis.

Klasifikasi Ross:
Kelas I : asimtomatik
Kelas II : takipneu sedang atau diaforesis saat menyusu pada bayi, dispnea atau
kelelahan pada anak-anak
Kelas III: takipnea atau diaforesis saat menyusu pada bayi, dispnea nyata pada
eksersi, meyusu lama dengan gagal tumbuh
Kelas IV: takipnea, retraksi, grunting, atau diaforesis saat istirahat.
Keluhan lelah secara tradisional dianggap diakibatkan oleh rendahnya kardiak output
pada gagal jantung, abnormalitas pada otot skeletal dan komorbiditas non-kardiak lainnya
seperti anemia dapat pula memberikan kontribusi. Gagal jantung pada tahap awal, sesak
hanya dialami saat pasien beraktivitas berat, seiring dengan semakin beratnya gagal
jantung, sesak terjadi pada aktivitas yang semakin ringan dan akhirnya dialami pada saat
istirahat. Penyebab dari sesak ini kemungkinan besar multifaktorial, mekanisme yang
paling penting adalah kongesti paru, yang diakibatkan oleh akumulasi cairan pada
jaringan intertisial atau intraalveolar alveolus. Hal tersebut mengakibatkan teraktivasinya
reseptor juxtacapiler J yang menstimulasi pernafasan pendek dan dangkal yang menjadi

9
karakteristik cardiac dypnea. Faktor lain yang dapat memberikan kontribusi pada
timbulnya sesak antara lain adalah kompliance paru, meningkatnya tahanan jalan nafas,
kelelahan otot respiratori dan diagfragma, dan anemia. Keluhan sesak bisa jadi semakin
berkurang dengan mulai timbulnya gagal jantung kanan dan regurgitasi trikuspid.9
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
Pada gagal jantung ringan atau sedang, pasien bisa tampak tidak memiliki keluhan,
kecuali merasa tidak nyaman saat berbaring datar selama lebih dari beberapa menit. Pada
pasien dengan gagal jantung yang lebih berat, pasien bisa memiliki upaya nafas yang
berat dan bisa kesulitan untuk menyelesaikan kata-kata akibat sesak. Tekanan darah
sistolik bisa normal atau tinggi, tapi pada umumnya berkurang pada gagal jantung lanjut
karena fungsi LV yang sangat menurun. Tekanan nadi bisa berkurang, dikarenakan
berkurangnya stroke volume, dan tekanan diastolik arteri bisa meningkat sebagai akibat
vasokontriksi sistemik. Sinus tachycardia adalah gejala non spesifik yang diakibatkan oleh
aktivitas simpatis yang meningkat. Vasokontriksi perifer mengakibatkan ekstrimitas
perifer menjadi lebih dingin dan sianosis dari bibir dan ujung jari juga diakibatkan oleh
aktivitas simpatis yang berlebihan.11
Pemeriksaan vena jugularis memberikan perkiraan tekanan pada atrium kanan, dan
secara tidak langsung tekanan pada atrium kiri. Pada tahap awal gagal jantung, tekanan
vena jugularis bisa normal saat istirahat, tapi dapat secara abnormal meningkat saat
diberikan tekanan yang cukup lama pada abdomen (refluk hepatojugular positif). Giant V
wave menandakan keberadaan regurgitasi katup trikuspid.11
Pulmonary Crackles (ronkhi atau krepitasi) dihasilkan oleh transudasi cairan dari
rongga intravaskular kedalam alveoli. Pada pasien dengan edema paru, ronki dapat
didengar pada kedua lapang paru dan dapat disertai dengan wheezing ekspiratoar (asma
kardiale). Jika ditemukan pada pasien tanpa penyakit paru, ronkhi spesifik untuk gagal
jantung. Walau demikian harus ditekankan bahwa ronkhi seringkali tidak ditemukan pada
pasien dengan gagal jantung kronik, bahkan ketika pulmonary capilary wedge pressure
kurang dari 20 mmHg, hal ini karena pasien sudah beradaptasi dan drainase sistem
limfatik cairan rongga alveolar sudah meningkat. Efusi pleura timbul sebagai akibat
meningkatnya tekanan sistem kapiler pleura, hasilnya adalah transudasi cairan kedalam

10
rongga pleura. Karena vena pada pleura bermuara pada vena sistemik dan pulmoner, efusi
pleura paling sering terjadi pada kegagalan kedua ventrikel (biventricular failure). Walau
efusi pleura biasanya ditemukan bilateral, angka kejadian pada rongga pleura kanan lebih
sering daripada yang kiri.12
Pemeriksaan jantung, walau penting, seringkali tidak dapat memberikan informasi
yang berguna mengenai beratnya gagal jantung. Jika terdapat kardiomegali, titik impulse
maksimal (ictus cordis) biasanya tergeser kebawah intercostal space (ICS) ke V, dan
kesamping (lateral) linea midclavicularis. Hipertrofi ventrikel kiri yang berat
mengakibatkan pulsasi prekodial (ictus) teraba lebih lama (kuat angkat). Pemeriksaan
pulsasi prekordial ini tidak cukup untuk mengevaluasi beratnya disfungsi ventrikel kiri.
Pada beberapa pasien, bunyi jantung ketiga dapat didengar dan teraba pada apex.1
Pada pasien dengan ventrikel kanan yang membesar dan mengalami hipertrofi dapat
memiliki impulse yang kuat dan lebih lama sepanjang sistole pada parasternal kiri (right
ventricular heave). Bunyi jantung ketiga (gallop) umum ditemukan pada pasien dengan
volume overload yang mengalami tachycardia dan tachypnea, dan seringkali
menunjukkan kompensasi hemodinamik yang berat. Bunyi jantung keempat bukan
indikator spesifik gagal jantung, tapi biasanya ada pada pasien dengan disfungsi diastolik.
Murmur regurgitasi mitral dan trikuspid umumnya ditemukan pada pasien dengan gagal
jantung yang lanjut.1
Hepatomegali adalah tanda yang penting tapi tidak umum pada pasien dengan gagal
jantung. Jika memang ada, hati yang membesar seringkali teraba lunak dan dapat
berpulsasi saat sistol jika terdapat regurgitasi katup trikuspid. Asites dapat timbul sebagai
akibat transudasi karena tingginya tekanan pada vena hepatik dan sistem vena yang
berfungsi dalam drainase peritenium.1
Jaundice dapat juga ditemukan dan merupakan tanda gagal jantung stadium lanjut,
biasanya kadar bilirubin direk dan indirek meningkat. Ikterik pada gagal jantung
diakibatkan terganggunya fungsi hepar sekunder akibat kongesti (bendungan) hepar dan
hipoksia hepatoselular.1
Edema perifer adalah manisfestasi kardinal gagal jantung, hal ini walau demikian
tidaklah spesifik dan biasanya tidak terdapat pada pasien yang telah mendapat diuretik.

11
Edema perifer pada pasien gagal jantung biasanya simetris, beratnya tergantung pada
gagal jantung yang terjadi, dan paling sering terjadi sekitar pergelangan kaki dan daerah
pretibial pada pasien yang masih beraktivitas. Pada pasien tirah baring, edema dapat
ditemukan pada sakrum dan skrotum. Edema yang berlangsung lama dihubungkan dengan
kulit yang mengeras dan pigmentasi yang bertambah.1
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium Darah
- Pemeriksaan darah lengkap
- Kimia klinik (SGPT, SGOT, ureum, kreatinin, natrium, kalium, klorida,
kolesterol total, LDL, HDL)
2) Elektrokardiogram
Dalam kasus kardiogenik, elektrokardiogram (EKG) dapat menunjukkan bukti MI
( Miocardium Infark ) atau iskemia, namun dalam kasus nonkardiogenik, EKG
biasanya normal.
3) Radiologi
a. Foto thoraks
Fungsi utama pemeriksaan foto thoraks adalah mengetahui ukuran dan bentuk
siluet jantung, serta edema di dasar paru-paru. Pada gagal jantung hampir selalu
ada dilatasi dari satu atau lebih pada ruang-ruang di jantung, menghasilkan
pembesaran pada jantung. Pemeriksaan radiologi memberikan informasi berguna
mengenai ukuran jantung dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta,
dan kadang-kadang efusi pleura, begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat
mengidentifikasi penyebab nonkardiak pada gejala pasien.1
b. Echocardiografi
Echokardiografi dua dimensi dianjurkan sebagai bagian awal dari evaluasi pasien
dengan gagal jantung kongestif yang diketahui atau diduga. Fungsi ventrikel dapat
dievaluasi, dan kelainan katup primer dan sekunder dapat dinilai secara akurat.
Ekokardiografi Doppler mungkin memainkan peran berharga dalam menentukan
fungsi diastolik dan dalam menegakkan diagnosis HF diastolik. Dua dimensi dan
Ekokardiografi Doppler dapat digunakan untuk menentukan kinerja sistolik dan
diastolik LV (ventrikel kiri), cardiac output (fraksi ejeksi), dan tekanan arteri
pulmonalis dan pengisian ventrikel. Echocardiographi juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi penyakit katup penting secara klinis. Tingkat kepercayaan di

12
echocardiography adalah tinggi, dan tingkat temuan positif palsu dan negatif palsu
yang rendah. 1
2.7 Tatalaksana
Tatalaksana gagal jantung sulit dan teradang berbahaya jika penyebab tidak
diketahui. Tujuan pengobatan diantaranya mengurangi volume preload, meningkatkan
kontraktilitas jantung, mengurangi volume afterload, memperbaiki oksigenasi, dan
meningkatkan nutrisi. 10
Pengurangan preload dapat dilakukan dengan diuretik oral atau intravena (furosemid,
tiazid, metolazone), dilator vena ( mis.nitrogliserin) dapat diberikan, terutama jika ada
hipertensi berat pada gagal ginjal. Kontraktilitas dapat ditingkatkan dengan pemberian
inotropik ( dopamin, dobutamin). Untuk gagal jantung yang stabil, furosemid dosis
sedang ( 1 mg/kgBB/kali dua kali sehari). Dosis dapat ditingkatkan menjadi 2 mg/kgBB
pada gagal jantung yang lebih berat, dapat disertai pemberian tiazid atau metolazone
untuk mendapatkan efek sinergis. 10
Pengurangan afterload dapat dicapai dengan ACE inhibitor oral atau intravena seperti
sodium nitroprusid.3 Pengurangan afterload diindikasikan pada pasien dengan left to
right shunt ( mis, VSD atau PDA) yang besar. Lesi katup sisi kirj (mis. Insud=fisiensi
aorta atau regurgitasi mitral), atau fungsi sistolik yang buruk (mis. Miokarditis atau
kardiomiopati). Semua keadaan diatas dapat diberikan ACE inhibitor.10
Anemia dapat memperberat gagal jantung karena menyebabkan peningkatan cardiac
output. Oleh karena itu, pengawasan ketat penyimpanan zat besi atau transfusi PRC dapat
memperbaiki gejala gagal jantung. Tatalaksana nutrisi juga menjadi hal yang penting
dikarenakan kondisi gagal jantung meningkatkan kebutuhan metabolik sementara
menyebabkan sulit makan.10

Tatalaksana Farmakologi13:
a. ANGIOTENSIN-CONVERTING ENZYME INHIBITORS (ACE-I)
Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal jantung
simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. ACEI memperbaiki fungsi
ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup (kelas

13
rekomendasi I, tingkatan bukti A). ACEI kadang-kadang menyebabkan
perburukanfungsi ginjal, hiperkalemia, ACEI hanya diberikan pada pasien dengan
fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal.
b. ANGIOTENSIN RECEPTOR BLOCKERS (ARB)
Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan
fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik walaupun sudah
diberikan ACEI dan penyekat β dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis
aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,
mengurangi angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung ARB
direkomedasikan sebagai alternative pada pasien intoleran ACEI.

c. HYDRALAZINE DAN ISOSORBIDE DINITRATE (H-ISDN)


Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, kombinasi H-
ISDN digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap ACEI dan ARB
(kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti B).

d. DIGOKSIN
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan untuk
memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti penyekat
beta) lebih diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik, fraksi ejeksi
ventrikel kiri ≤ 40 % dengan irama sinus, digoksin dapat mengurangi gejala,
menurunkan angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung, tetapi
tidak mempunyai efek terhadap angka kelangsungan hidup (kelas rekomendasi IIa,
tingkatan bukti B)

e. DIURETIK
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau
gejala kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan bukit B). Tujuan dari pemberian
diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis
yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk
menghindari dehidrasi atau resistensi.

14
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : An. L
MR : 274821
Umur/Tanggal lahir : 7 tahun 2 bulan/ 1 Juli 2010
Jenis kelamin : laki-laki
Nama ibu kandung : Yanti Agreka
Agama : Islam
Alamat : Sungai sarik
Suku bangsa : Minang
Tanggal Masuk : 30 Agustus 2017
Tanggal Pemeriksan : 4 September 2017
B. ANAMNESA
Diberikan oleh : Ibu kandung pasien
Seorang pasien laki-laki berusia 7 tahun 2 bulan masukk tanggal 30 Agustus 2017
dengan:
Keluhan Utama:
Sesak napas semakin meningkat sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat penyakit sekarang
 Demam sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, demam tidak tinggi,
hilang timbul,tidak menggigil, tidak berkeringat banyak.
 Batuk sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, berdahak warna kehijauan,
sulit dikeluarkan.
 Sesak napas disertai dada berdebar semakin meningkat sejak 12 jam sebelum
masuk rumah sakit, sesak tidak dipengaruhi aktivitas, tidak berbunyi menciut,
tidak dipengaruhi makanan/cuaca. Kebiruan tidak ada. Pasien sering
mengeluhkan sesak napas saat sedang bermain, namun hilang dengan
istirahat. Terbangun malam karena sesak tidak ada. Pasien tidur dengan satu
bantal.

15
 Muntah 12 jam sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 1 kali, jumlah kira-kira
100 cc berisi apa yang dimakan
 Penurunan nafsu makan tidak ada
 Penurunan berat badan tidak ada, riwayat berat badan sulit bertambah ada.
 BAB dan BAK tidak ada kelainan
 Riwayat kontak dengan penderita batuk lama tidak ada
Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat kebiruan saat lahir tidak ada
 Riwayat sesak saat menyusu tidak ada
 Riwayat ibu demam, keputihan, nyeri BAK saat hamil dan menjelang
persalinan tidak ada.
 Riwayat minum OAT saat pasien berumur 1 tahun, selama 6 bulan, dihentikan
oleh dokter.
Riwayat penyakit dalam keluarga
 Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien
Riwayat kelahiran
Masa kehamilan : cukup bulan
Partus : pervaginam
Ditolong oleh : bidan
Berat badan lahir : 3200 gram
Panjang badan lahir : 49 cm
Keadaan saat lahir : tidak langsung menangis
Riwayat makan
ASI : 0 – 4 bulan
Susu formula : 1 tahun
Bubur susu : 4 bulan
Nasi tim : 6 bulan
Nasi biasa : 1 tahun

16
Anak :
Makanan utama : 3x / hari menghabiskan 1 porsi makanan.
Ikan : 3-4x/minggu
Telur : 4-5x/minggu
Sayur : 3-4x/minggu
Buah : 1-2x/minggu
Kualitas dan kuantitas makanan cukup.
Riwayat imunisasi
BCG : 0 bulan, scar (+)
DPT : 2,3,4 bulan
Polio : 1,2,3,4 bulan
Hepatitis B : 0,2,3,4 bulan
Hib : 2,3,4 bulan
Campak : 9 bulan
Kesan : imunisasi dasar lengkap, booster tidak dilakukan
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Tertawa : 3 bulan
Miring : 4 bulan
Tengkurap :-
Duduk : 8 bulan
Merangkak :-
Berdiri : 10 bulan
Lari : 2 tahun
Gigi pertama : 4 bulan
Bicara : 11 bulan
Kesan : perkembangan normal

17
Identitas orang tua
Ayah Ibu
Nama Januar Yanti Agreka
Umur 47 tahun 46 tahun
Pendidikan terakhir SMP SMA
Pekerjaan Tani IRT
Perkawinan Pertama Pertama
Penyakit Tdak ada Tidak ada

Saudara kandung
Jenis kelamin Umur Keterangan
1 Laki-laki 5 tahun sehat
2 Perempuan 3 tahun sehat

Riwayat higiene dan sanitasi lingkungan


Rumah tempat tinggal : semipermanen
Buang air besar : jamban diluar rumah
Sumber air minum : mata air
Pekarangan : sempit
Sampah : dibakar, 2-3 kali seminggu
Kesan : higiene dan sanitasi kurang
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : sadar
Tekanan darah : 111/68 mmHG
Nadi : 125x/menit
Pernapasan : 26x/ menit
Suhu : 360 C
Berat badan : 15,5 kg
Tinggi badan : 109 cm
BB/U : 67,39%
TB/U : 89,34%
BB/TB : 86,11 %

18
Status gizi : gizi kurang
Anemis : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Ikterus : tidak ada
Edema : tidak ada
Kulit : teraba hangat, turgor kembali cepat
Kepala :
Bentuk: normocephal, bulat, simetris
Rambut: hitam, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, refleks
cahaya +/+
Hidung : napas cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Mulut : mukosa mulut dan bibir basah, sianosis tidak ada
Tenggorokan : tonsil T1-T1, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Thorak
Paru-paru
Inspeksi : asimetris, retraksi epigastrium (-)
Palpasi : fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor kiri sama dengan kanan
Auskultasi : suara napas bronkovesikular, wheezing -/-, ronkhi basah halus
nyaring +/+ pada seluruh lapangan paru
Jantung
Inspeksi : iktus kordis terlihat 2 jari lateral LMCS RIC VI
Palpasi : iktus kordis teraba 2 jari lateral LMCS RIC VI, thrill (+)
Perkusi : batas jantung kiri
Auskultasi : irama reguler, bising pansistolik (+) terdengar keras di apeks, 5/6
Abdomen
Inspeksi : distensi tidak ada

19
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bunyi usus (+) normal
Punggung : tidak ada kelainan
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, pitting edema (-/-)
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
30 Agustus 2017
Hb : 12,5 g/dl
Ht : 38%
Leukosit : 19.720 mm3
Trombosit : 358000 mm3
Eritrosit : 4,83 x 106 / mm3
MCV : 78.7 fl
MCH : 25.9 pg
MCHC : 32.9 g/dl
Natrium : 137.8 mEq/l
Kalium : 3,7 mEq/l
Klorida : 110,4 mEq/l
Kesan : anemia, leukositosis, klorida serum meningkat
E. EKG
Tanda-tanda LVH:
S1 20 mm, R5 24 mm, R6 28 mm (>21 mm)
R/S di V1 = 0,4 (>0,1)
Kesan : Sinus takikardi, LVH

F. RONTGEN THORAX PA

20
Skoliosis torakalis, jaringan lunak dinding dada tak tampak kelainan
Sinuses dan diafragma normal
Cor membesar, CTI > 50%
Mediastinum tak melebar, trakea relatif ditengah
Pulmo: hili melebar, corakan vaskuler bertambah
Tak tampak infiltrat dan nodul opaq bilateral paru
Kesan : pembesaran jantung, suspek CHD, VSD?

G. EKOKARDIOGRAFI

21
Ejection fraction 63%
Dimensi ruang jantung normal
LVH tidak ada
Kontraktilitas LV dan RV baik
Irama sinus
AV-VA concordant
PDA L to R shunt dengan diameter 1,4 cm
Kesan : PDA left to right shunt
H. DIAGNOSIS
CHF Fc II LVH irama sinus ec CHD
Bronkopneumonia (perbaikan)
I. TATALAKSANA
IVFD KAEN 1B 750cc /24 jam, 11 tetes/ menit
Ampicilin 100 mg/kgBB/hari, 4x400 mg
Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari, 4x300 mg
PCT 3x160 mg

22
Ambroxol 3x1/2 sdt
Rawat inap

Follow up tanggal 4 September 2017


S/ Sesak napas tidak ada, batuk ada, nafsu makan ada, demam tidak ada,
dada berdebar tdak ada,
O/ KU : sedang kesadaran: sadar
HR : 125x/menit tekanan darah : 111/68 mmHg
RR : 26x/i
T : 360 C
Mata : konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada
Hidung : napas cuping hidung tidak ada
Thorax : retraksi epigastrium tidak ada
Pulmo : suara napas bronkovesikuler, ronkhi +/+, wheezing -/-
Cor : bising (+)
Abdomen : distensi -, BU + N
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 dtk
A/ CHF Fc II LVH irama sinus ec CHD
Bronkopneumonia (perbaikan)
P/ IVFD KAEN 1B 750cc /24 jam, 12 cc/jam
Furosemid 1 x 15 mg po
Spironolakton 2 x 2,5 mg po
Captopril 2 x 6,25 mg po

Follow up tanggal 5 September 2017


S/ Sesak napas tidak ada, batuk tidak ada, demam tidak ada, dada berdebar
tdak ada
O/ KU : sedang kesadaran: sadar
HR : 115x/menit tekanan darah : 110/60 mmHg
RR : 24x/menit
T : 360 C

23
Mata : konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada
Hidung : napas cuping hidung tidak ada
Thorax : retraksi epigastrium tidak ada
Pulmo : suara napas bronkovesikuler, ronkhi +/+, wheezing -/-
Cor : bising (+)
Abdomen : distensi -, BU + N
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 dtk
Hb : 12,2 g/dl
Ht : 38.6%
Leukosit : 9450 mm3
Trombosit : 446000 mm3
Eritrosit : 4,85 x 106 /mm3
MCV : 79.6 fl
MCH : 25.2 pg
MCHC : 31.6 g/dl
Natrium : 136.1mEq/l
Kalium : 4,74 mEq/l
Klorida : 99,1 mEq/l
Kesan : anemia ringan
A/ CHF Fc II LVH irama sinus ec CHD
Bronkopneumonia (perbaikan)
P/ IVFD KAEN 1B 750cc /24 jam, 12 cc/jam
Furosemid 1 x 15 mg po
Spironolakton 2 x 2,5 mg po
Captopril 2 x 6,25 mg po

24
BAB IV

DISKUSI

Telah dilaporkan kasus seorang anak laki-laki usia 7 tahun 2 bulan dengan
diagnosis CHF fc II. Diagnosis pasien ini ditegakkan bersasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Telah dilaporkan kasus seorang anak laki-laki usia 7 tahun 2 bulan dengan

diagnosis CHF Fc class II ec CHD. Diagnosis pasien ini ditegakkan bersasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan sesak napas semakin meningkat sejak

12 jam sebelum masuk rumah sakit, sesak disertai dada berdebar debar. Sesak yang timbul

tidak berbunyi menciut, tidak dipengaruhi makanan, cuaca, dan emosi. Tidak ditemukan

biru. Kriteria tersebut dapat menyingkirkan kemungkinan sesak karena asma. Sesak yang

diringi jantung yang berdebar-debar biasanya akan timbul ketika pasien melakukan

aktifitas yang berat seperti berlari lari atau bertengkar dengan saudaranya. Hal ini dapat

menimbulkan kecurigaan adanya gangguan jantung akibat ketidakmampuan mengimbangi

kebutuhan peningkatan metabolism tubuh.

Demam sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Demam yang dikeluhkan

tidak tinggi, hilang timbul,tidak menggigil, tidak berkeringat banyak dan tidak disertai

kejang. Kemungkinan demam karena malaria, demam berdarah dengue, maupun kejang

demam dapat disingkirkan.

Batuk sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak berwarna

kehijauan namun sulit dikeluarkan. Riwayat kontak dengan penderita batuk-batuk lama

lebih dari 2 minggu tidak ada. Anamnesis lebih lanjut ditemukan saat pasien berusia 18

25
bulan pernah minum obat selama 6 bulan yang kemudian dihentikan oleh dokter.

Kemungkinan pasien pernah berobat dengan kecurigaan tuberkolosis. Batuk saat ini tidak

disertai keringat malam , demam yang lama tampa diketahui sebabnya, dan penurunan

berat badan, sehingga kemungkinan batuk karena tuberculosis dapat disingkirkan.

Batuk dan demam merupakan gejala-gejala yang sering muncul pada infeksi

saluran nafas bawah akut yang sering ditemui pada anak yang mengalami gagal jantung.

Muntah 12 jam sebelum masuk rumah sakit. Muntah frekuensi 1 kali, jumlah 100

cc berisi apa yang dimakan tidak menyemprot. Muntah dapat disebabkan karena berbagai

sebab baik karena proses yang bersifat akut maupun kronik.

Keadaan umum pasien saat diperiksa sakit sedang, sadar, laju nadi 125 kali/menit.

Pada pasien ini ditemukan takikardi yang dapat terjadi pada keadaan demam, aktifitas

fisik, ansietas, tiroksikosis, miokarditis, gagal jantung maupun dehidrasi. Pada keadaan

demam kenaikan suhu 10C dikuti oleh kenaikan denyut nadi sebanyak 15-20 kali/menit.

Laju pernafasan 26 kali/menit bermakna normal. Data pemeriksaan laju

pernafasaan saat pasien masuk adalah 48 kali/menit bermakna terjadi takipneu yang

terjadi akibat kebutuhan O2 ataupun penumpukan CO2 akibat gangguan pada paru, jantung

ataupun sistemik.15

Pemeriksaan dada ditemukan dada asimetris dimana dada kiri lebih menonjol hal

ini dapat akibat kelainan iga lokal atau disebabkan hipertrovi ventrikel kanan. Penyebab

asimetri yang paling sering adalah skoliosis, dimana hal ini ditemukan pada hasil

pemeriksaan rongent pasien ini.

Pemeriksaan palpasi dan perkusi paru dalam batas normal. Auskultasi paru suara

napas bronkovesikular, wheezing -/-, ronkhi basah halus nyaring +/+ pada seluruh

26
lapangan paru, hal ini menunjukkan adanya infiltrate atau konsolidasi pada paru biasanya

ditemukan pada pnemunia, broncho pneumonia, atau TBC.

Pemeriksaan fisik jantung ditemukan adanya pergeseran iktus kordis ke kiri pada

RIC V-VI. Pemeriksan palpasi ditemukan iktus jantung yang melebar dan kuat angkat

menandakan adanya peningkatan aktivitas ventrikel kiri serta ditemukan thrill yang

menandakan adanya bising yang kuat. Pada auskultasi jantung ditemukan bising. Bising

jantung terjadi akibat terdapatnya arus darah turbulen melalui jalan yang sempit atau jalan

abnormal. Hasil pemeriksaan ini menunjukkan adanya kardiomegali serta kelainan

structural yang mengarahkan kemungkinan terjadinya gagal jantung. 14,15

Manifestasi klinis gagal jantung pada anak adalah adanya gejala sesak nafas,

toleransi terhadap aktifitas yang menurun sehingga anak mudah cepat lelah dan pada bayi

menyusunya kurang kuat sehingga sering terputus-putus, gangguan pertumbuhan hingga

gagal tumbuh, sering mengalami infeksi saluran nafas bawah akut. Pada anak yang lebih

besar sering timbul keluhan berdebar-debar. Tanda yang dapat ditemukan pada

pemeriksaan fisik berupa takipneu, dispneu, takikardi. Pada inspeksi dapat ditemukan

dada yang simetris namun dengan retraksi dinding dada. Iktus jantung akan tampak lebih

jelas bila terdapat kardiomegali akan terjadi pergeseran iktus jantung kearah kiri untuk

pembesaran ventrikel kanan dan pergeseran iktus jantung kea rah kiri bawah pada

pembesaran ventrikel kiri. Pada palpasi jantung akan terasa iktus jantung yang kuat angkat

dan melebar, adanya thrill (getaran jantung ) menandakan adanya bising yang keras pada

daerah tersebut. Auskultasi jantung tergantung kelainan jantung yang mendasari dapat

berupa takikardi, gallop hingga bising jantung. 14,15

27
Hasil pemeriksaan elekrokardiografi menunjukkan kesan LVH, pembesaran

ventrikel kiri. Rongent thorak menunjukkan kesan pembesaran jantung atau kardiomegali.

Hal ini dapat terjadi akibat kelainan structural yang menyebabkan pembesaran raung

jantung kiri dan berlanjut menjadi gagal jantung.

Hasil rongent paru tidak ditemukan infiltrate, hal ini belum tentu menyingkirkan

kemungkinan kelainan paru karena hasil atau kelainan pada pencitraan thorak sering tidak

sejalan dengan gambaran klinis. 14

Echocardiografi menunjukkan kesan adanya PDA (patent ductus arteriousus)

dengan shunt kiri ke kanan. PDA adalah duktus arteriousus yang menghubungkan arteri

pulonalis dengan aorta yang gagal menutup secara spontan setelah lahir. Sebagai

akibatnya darah yang harusnya dialirkan oleh aorta ke seluruh tubuh kembali lagi baik ke

atrium, ventrikel kiri maupun paru kiri sehingga terjadinya pembesaran atrium kiri,

ventrikel kiri, aorta, arteri pulmonalis, serta vaskularisasi paru meningkat. Perubahan-

perubahan tersebut akan tercermin pada pemeriksaan foto rongent dada maupun

elekrokardiologi. 14,15

PDA biasanya belum terdeteksi pada awal awal kehidupan karena tahanan paru

masih tinggi. Saat tahanan paru menurun maka akan terdengar bising kontinyu karena

adanya pirau dari aorta ke arteri pulmonalis. Berat ringannya gejala klinis tergantung

besarnya defek. Gejalanya bervariasi dari asimptomatik hingga gagal jantung berat yang

ditandai dengan sesak nafas dan gagal tumbuh. Keluhan dari ibu adalah kesulitan minum

pada bayi, toleransi latihan berkurang dan bila anak semakin besar berat badan sulit naik

serta sering mengalami infeksi saluran nafas akut. 14,15

28
Tatalaksana pada pasien ini diberikan O2 2 L/menit via nasal kanul untuk

meningkatkan oksigenisasi, IVFD KAEN 1B 750cc /24 jam, Ampicilin 100 mg/kgBB/ ,

4x400 mg, Kloramfenikol 75 mg/kgBB/ , 4x300, PCT 3x160 mg, Ambroxol 3x1/2 sdt.

Pasien dengan gagal jantung yang berat biasanya beristiraat dengan posisi tirah baring

setengah duduk. Tenangkan pasien. Perlu ditelusuri factor pencetus atau pemberat

terjadinya gagal jantung seperti aktifitas yang lebih berat, pada pasien ini kemungkinan

akiibat adanya infeksi sehingga timbul demam untuk itu perlu diberikan antipiretik.

Mencari kemungkinan factor penyebab misalnya hipertensi, aritmia, penyakit jantung

bawaan, penyakit jantung yang didapat atau anemia kronis yang berat. Pada pasien ini

kemungkinan penyebab adalah adanya penyakit jantung bawaan PDA. Selanjutnya

pemasangan jalur infuse intravena jika memungkinkan. Pembatasan asupan cairan dan
14,15
garam sebagai usaha dalam mengurangi beban kerja jantung.

Tatalaksana medikamentosa yang dapat diberikan terdiri dari tiga jenis yaitu

inotropik untuk meningkatakan kontraktilitas miokard, diuretic untuk mengurangi

preload, serta obat yang mengurangi afterload seperti B blocker maupun ACE inhibitor.

Tatalaksana korektif dengan penutupan PDA dengan tindakan kateterisasi

intervensi maupun secara operatif dengan melakukan ligasi PDA. Semakin muda usia

koreksi semakin baik hasil yang didapatkan.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Davis RC, Hobbs FDR, Lip GYH. ABC of heart failure: History and epidemiology.
BMJ 2000;320:39-42.
2. Jayaprasad N. Heart failure in children. Heart Views 2016;17:92–99
3. Hsu DT, Pearson GD. Heart failure in children: part I: history, etiology, and
pathophysiology. Circ Heart Fail 2009;2:63-70.
4. Supriyatno, Bambang. Management of pediatric heart disease for practitioner: From
early detection to intervention. Jakarta: Departemen IKA FKUI-RSCM; 2009.h.
5. Ontoseno T. Gagal jantung kongestif dan penatalaksanaannya pada anak. Simposium
nasional Perinatologi dan Pediatri Gawat Darurat: Feb 12-13, 2005. Banjarmasin:
IDAI; 2005.h.1-20.
6. Bernstein D. Heart failure. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, Geme JW, Schor NF,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-20. Philadelphia: Elsevier;
2016.h.2282-7.
7. Rossano JW, Kim JJ, Decker JA, Price JF, Zafar F, Graves DE, dkk. Prevalence,
morbidity, and mortality of heart failure-related hospitalizations in children in the
United States: a population-based study. J Card Fail 2012; 18:459-70.
8. Mandriago E, Silberbach M. Heart failure in infants and children. Pediatrics in
Review 2010;31:4-11
9. Hess OM, Carrol JD. Clinical assessment of heart failure. Dalam: Libby P, Bonow
RO, Mann DL. Zipes DP, penyunting. Braunwald’s Heart Disease. Philadelphia:
Saunders; 2007.h.561-80
10. Das RR, Panda SS, Naik SS. Congestive cardiac failure in children: an update on
pathophisiology and management. Cardiol Pharmacol 2014:122.
11. Shah RV, Fifer MA. Heart failure. Dalam: Lilly LS, penyunting. Pathophysiology of
heart disease: a collaborative project of medical student and faculty. Edisi ke-4.
Philadephia. Lippincott Williams & Wilkins; 2007.h.225-51.

30
12. Mann DL. Heart failure and cor pulmonale. Dalam: Fauci AS, Braunwald E, Kasper
DL, penyunting. Harrison’s principles of internal medicine. Edisi ke-17. New York:
MC Graw Hill; 2008.h.1443.
13. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman gagal jantung.
Edisi ke-1. Jakarta: PERKI; 2015.
14. Sastroasmoro S, Mardiyono B. Buku Ajar Kardiologi Anak. Jakarta: IDAI;
1994.h.425-42.
15. Corry SM, Iskandar W, Sudigdo S. Diagnosis fisis pada anak. Jakarta: Sagung Seto;
2000.

31

Anda mungkin juga menyukai