Anda di halaman 1dari 16

TUGAS BACA

PEDIATRIC HEART FAILURE

Oleh :

dr. Karuna Dhorayho Yasa, S.Ked

PPDS-1 Ilmu Kesehatan Anak

1971011006

Pembimbing :

Dr. Eka Gunawijaya, Sp.A(K)

Dr. dr. Veny Kartika Yantie, MSc, Sp.A(K)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gagal jantung didefinisikan sebagai kelainan struktur jantung atau fungsi yang menyebabkan

kegagalan jantung untuk mengirimkan oksigen pada tingkat yang sepadan dengan kebutuhan

metabolisme jaringan, meskipun tekanan pengisian normal. Gagal jantung kongestif pada bayi

dan anak merupakan kegawatdaruratan yang sangat sering dijumpai oleh petugas kesehatan

dimanapun berada. Keluhan dan gejala sering tidak khas dan sangat bervariasi sehingga sulit

dibedakan dengan akibat penyakit lain diluar jantung. Penyebab, gejala klinis, determinan dan

penatalaksanaan gagal jantung kongestif pada bayi dan anak berbeda dengan orang dewasa,

walaupun mekanisme dasarnya sama untuk semua usia.

1.2 Tujuan

untuk membahas dan mengetahui secara ringkas mengenai definisi hingga tatalaksana gagal

jantung kongestif pada anak.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gagal jantung merupakan sindroma klinis yang ditandai oleh ketidakmampuan

miokardium memompa darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh

termasuk kebutuhan untuk pertumbuhan.1

2.2 Epidemiologi

Sampai saat ini belum ada data yang valid mengenai insidensi gagal jantung akut pada anak.

Gagal jantung memberi kontribusi terhadap estimasi 15 juta kematian anak tiap tahun di dunia,

dengan penyebab terseringnya adalah PJB. Menurut dr. Sukma Tulus Putra, Sp.A, ketua divisi

kardiologi anak RSCM, penderita PJB 90% meninggal karena gagal jantung dalam usia kurang
dari 1 tahun, sedangkan sisanya terjadi pada umur 1-5 tahun. Penyebab gagal jantung pada umur

5-15 tahun umumnya kelainan jantung didapat (diantaranya demam reumatik).

2.3 Etiologi

Terdapat 3 kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu :7,8

1. Gangguan mekanik : Beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau bersamaan,

yaitu:

a. Beban tekanan Sentral ( Aorta stenosis, koartasio aorta, stenosis pulmonalis) Perifer

(Hipertensi pulmonal/sistemik, Takayashu, Kawasaki).

b. Beban volume, Pirau kiri ke kanan, regurgitasi katup, arteriovenous fistula, anemia, gangguan

gizi berat, hipertiroid.

c.Tamponade jantung atau konstriksi perikardium, jantung tidak dapat diastol.

d. Obstruksi pengisian ventrikel akibat stenosis mitral, trikuspidal.

e. Aneurisma ventrikel

f. Disinergi ventrikel.

g. Restriksi endokardial atau miokardial (endokarditis).

2. Abnormalitas otot jantung

a. Primer : Kardiomiopati, miokarditis metabolik (diabetes, gagal ginjal kronis, anemia) atau

toksin maupun sitostatika.

b. Sekunder : iskemia (penyakit jantung koroner), penyakit sistemik, penyakit infiltratif,

korpulmonal, Kawasaki).

3. Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi

a. Takidisritmia : Supraventrikular, fibrilasi.

b. Bradidisritmia/standstill.

c. Blok AV total bawaan atau didapat.

d. Asinkroni elektrik jantung

2.4 Patofisiologi
Kemampuan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh dipengaruhi oleh 4

faktor yaitu: preload, afterload, kontraktilitas otot jantung, dan frekuensi denyut jantung.8

2.4.1 Preload

Preload adalah beban volume dan tekanan yang diterima ventrikel kiri pada akhir

diastol. Preload ditentukan oleh tekanan pengisian ventrikel dan jumlah darah yang

kembali dari sistem vena ke jantung.8

2.4.2 Afterload

Afterload yaitu tahanan total untuk melawan ejeksi ventrikel yang merupakan keadaan

beban sistolik. Apabila afterload meningkat maka isi sekuncup dan curah jantung

menurun, sebaliknya berkurangnya afterload meningkatkan curah jantung.8

2.4.3 Kontraktilitas otot jantung

Kontraktilitas otot jantung yaitu kemampuan intrinsik otot jantung berkontraksi tanpa

tergantung preload maupun afterload tapi hanya dipengaruhi oleh frekuensi denyut

jantung. Derajat aktivitas serabut otot jantung ditentukan oleh perubahan kadar kalsium

intrasel atau sensitivitas protein miofibril terhadap kalsium. Konsep ini merupakan

dasar penggunaan obat gagal jantung melalui salah satu mekanisme sinergik yang juga

merupakan mekanisme kompensasi sistem adrenergik melalui reseptor beta 1

yang mengaktivasi adenylsiklase dan cyclic AMP dengan mengikutsertakan

peranan protein kontraktil (troponin-C), sarkoplasma, phospolamban dan Ca++ ATPase

pump sehingga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kekuatan kontraksi maupun

relaksasi otot jantung.8

2.4.4 Frekuensi denyut jantung.

Frekuensi denyut jantung setiap menit dikalikan dengan volume darah yang dipompa

keluar pada 1 kali kontraksi jantung adalah besar curah jantung. Peningkatan frekuensi

denyut jantung akan meningkatkan curah jantung. Akan tetapi, frekuensi denyut

jantung yang terlalu tinggi tidak akan memberikan kesempatan jantung untuk relaksasi
sehingga akan menurunkan volume diastolik akhir, meningkatkan kebutuhan oksigen

dan menurunkan perfusi koroner, akhirnya justru menurunkan curah jantung.8

Mekanisme gagal jantung kongestif pada dasarnya dibagi dalam 2 kategori yaitu:8

1. Jantung memompa darah dengan kekuatan normal tetapi darah yang mengalir ke sistem

arteri perifer tidak efekif, hal ini akibat sebagian besar darah yang keluar dari jantung

mengalir ke paru oleh adanya defek anatomis sehingga menimbulkan aliran kiri ke kanan

(left to the right shunt). Pada saat ini jantung dan paru tidak mampu lagi mengatasi

perubahan hemodinamik yang terjadi. Mekanisme ini sering terjadi pada bayi dan anak

dengan defek kiri ke kanan yaitu ASD, VSD, atau PDA.8

2. Jantung tidak kuat memompa darah ke aliran sistemik oleh karena kelainan struktur jantung

yaitu jantung kiri terlalu kecil atau terlalu sempit (stenosis katup aorta, koartasio aorta) atau

oleh karena otot jantung sangat lemah sehingga tidak kuat memompa darah keluar menuju

arteri sistemik meskipun struktur jantung normal (kardiomiopati, miokarditis, penyakit

kawasaki).8

Dengan melalui salah satu atau kedua mekanisme tersebut, gagaljantung kongestif terjadi bila

ada penurunan fungsi ventrikel kanan dan atau ventrikel kiri. Penurunan fungsi ventrikel kanan,

sehingga tidak mampu memompa darah menuju paru, selalu ada darah sisa di ventrikel kanan,

sementara darah dari vena sistemik akan terus mengisi ventrikel kanan setiap diastol.

Akibatnya terjadi bendungan di ventrikel kanan yang akan diteruskan ke seluruh sistem vena

perifer termasuk hepar. Penurunan fungsi ventrikel kiri sehingga tidak mampu memompa darah

menuju arteri sistemik,sehingga terjadi bendungan di sistem vena paru.8

2.5 Klasifikasi

New York Heart Association (NYHA), pada tahun 1994 mempublikasikan klasifikasi

fungsional gagal jantung, namun klasifikasi yang dipublikasikan NYHA kurang dapat
diaplikasikan pada anak, karena terdapat perbedaan gejala dan tanda antara anak dengan

dewasa. Untuk itu, digunakanlah klasifikasi gagal jantung yang dibuat Ross, dengan

pembagian diterangkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Ross untuk gagal jantung pada bayi sesuai NYHA

Ross pada tahun 1992 mempublikasikan sistem skoring untuk mengklasifikasikan gagal

jantung secara klinis pada bayi usia <6 bulan yang dapat dilihat pada tabel 2.9

Tabel 2. Sistem skor Ross untuk gagal jantung pada bayi

Klasifikasi gagal jantung anak tidak mudah dibuat karena luasnya kelompok umur

dengan variasi angka normal untuk laju napas dan laju jantung, rentang kemampuan kapasitas

latihan yang lebar (mulai dari kemampuan minum ASI sampai kemampuan mengendarai

sepeda) dan variasi etiologi yang berbeda pula. Kriteria Ross hanya dapat digunakan untuk
bayi, sehingga Reithman, membuat sistim skor gagal jantung modifikasi skor Ross, yang dapat

digunakan untuk anak usia 0 sampai dengan 14 tahun. Skor klinis gagal jantung modifikasi

Ross dapat dilihat pada Tabel 7, dengan interpretasi skor 0-2 : tanpa gagal jantung, skor 3-6 :

gagal jantung ringan, skor 7-9 : gagal jantung sedang dan skor 10-12 : gagal jantung berat.

Peningkatan skor gagal jantung berhubungan dengan penurunan curah jantung.

Tabel 3. Sistem klinis gagal jantung pada anak

- Sesak napas terutama saat beraktivitas. Sesak napas dapat mengakibatkan kesulitan
makan/minum dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan gagal tumbuh.

2.6 Diagnosis

2.6.1 Anamnesa

a) Sesak napas terutama saat beraktivitas. Sesak napas dapat mengakibatkan kesulitan

makan/minum dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan gagal tumbuh.

b) Sering berkeringat (peningkatan tonus simpatis).

c) Ortopnea

d) Dapat dijumpai wheezing ekspirasi/ronkhi

e) Edema di perifer atau di kelopak mata.11

2.6.2 Pemeriksaan Fisik

a) Gangguan Penampilan Jantung

b) Takikardia : Merupakan akibat dari mekanisme adaptasi yang merangsang sistem

adrenergik terhadap penurunan volume sekuncup.

c) Kardiomegali

d) Hiperaktifitas precordial : Terutama akibat shunt lesion, kecuali pada

kardiomiopati/tamponade jantung aktivitas prekordial menurun.Sianosis perifer

e) Terjadi akibat penurunan perfusi di kulit dan peningkatan ekstraksi oksigen jaringan.

Ekstremitas teraba dingin, pulsasi perifer melemah, tekanan darah sistemik menurun,

penurunan capillary refill time dan gelisah.

f) Pulsus paradoksus (pirau kiri ke kanan yang besar), pulsus alternans (penurunan fungsi

ventrikel stadium lanjut).

g) Peningkatan tonus simpatis : berkeringat, gangguan pertumbuhan.

h) Bising bising: Bising jantung mendukung diagnosis tapi tidak terdengarnya bising jantung

tidak dapat menyingkirkan bahwa bukan gagal jantung kongestif.8

i) Gejala bendungan paru


Peningkatan tekanan pembuluh vena pulmonalis pada awalnya timbul edema interstitial, bila

berlangsung terus maka akan timbul edema alveoli dan edema bronkiolar yang memberikan

gejala berupa retraksi, grunting, wheezing ekspirasi (akibat obstruksi saluran napas besar oleh

pendesakan dari pelebaran arteri pulmonalis atau atrium kiri). Tampak sianosis sentral yang

ringan akibat penurunan fungsi pertukaran gas oleh penumpukan cairan di alveoli.8 Gejala

bendungan vena pulmonalis juga dapat berupa takipnea, sesak nafas terutama saat beraktivitas,

ortopnea, paroksismal nokturnal dypsnea, mengi/ronkhi, dan batuk.12

Gejala bendungan vena sistemikyBendungan vena perifer akibat jantung mengalami beban

volume yang berlebihan menimbulkan pembesaran hati (hepatomegali), bendungan vena di leher,

edema perifer dan asites terutama pada anak yang lebih besar.8

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang

- Foto Toraks
Foto toraks penting sebagai pemeriksaan rutin untuk melihat besarnya jantung serta
vaskularisasi paru. Hampir selalu ditemukan kardiomegali. Tidak ditemukannya
kardiomegali hampir dapat menyingkirkan diagnosis gagal jantung. Dikatakan
kardiomegali pada foto torak posteroanterior (PA) jika ratio antara diameter jantung
dengan dimensi toraks internal (cardiothoracic ratio) melebihi 50% pada dewasa, 55%
pada anak dan sekitar 60% pada bayi. Peningkatan CTR terjadi akibat dilatasi ventrikel kiri
atau kanan, hipertrofi ventrikel kiri, atau efusi perikardium. Vaskularisasi paru perlu dinilai
untuk melihat adanya peningkatan atau bahkan kongesti vena. Foto toraks juga dapat
digunakan untuk memantau hasil terapi.12
- EKG
Hasil tergantung penyebabnya, terutama adalah untuk melihat adanya hipertrofi atrium/
ventrikel dan gangguan irama misalnya takikardia supra ventrikular.12
- Ekokardiografi

11
Ekokardiografi dapat memberikan gambaran terinci dan kuantitatif mengenai anatomi dan
fungsi jantung. Ekokardiografi dapat memastikan pembesaran runag jantung, gangguan
fungsi ventrikel kiri, dan juga dapat mendeteksi penyebab dari gagal jantung tersebut
misalnya ditemukan defek septum ventrikel besar. Ekokardiografi juga bermanfaat untuk
melihat efektivitas terapi.12
- Kateterisasi dan Angiokardiografi
Suatu pemeriksaan invasif, untuk menilai hemodinamik, anatomi, elektrofisiologi dan
sekaligus intervensi non bedah berupa blade dan balloon atrial septostomy sebagai upaya
dekompresi tekanan atrium kiri pada stenosis mitral yang berat, dan transposisi pembuluh
darah besar.8
- Biomarker : Peptida natriuretik (peptida natriuretik otak [BNP] atau terminal amino [NT]
-proBNP) berguna untuk membedakan gagal jantung dari penyebab.11 Peningkatan kadar
peptida natriuretik mungkin berhubungan dengan hasil yang buruk pada gagal
jantung.13Pengukuran protein antistreptolisin O dan C-reaktif harus dilakukan pada kasus
gagal jantung dengan demam rematik akut atau reaktivasi penyakit jantung reumatik
kronis.

2.1. Tatalaksana
1. Umum
- Pemberian Oksigen.
- Tirah baring, posisisemifowler. Sedasi kadang diperlukan pada anak yang sangat
gelisah : fenobarbital 2-3mg/kgBB/dosis tiap 8 jam selama 1-2 hari.
- Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang timbul.
- Restriksi garam jangan terlalu ketat. Pada anak, garam diberikan <0.5g/hari
- Timbang berat badan tiap hari pada pasien yang dirawat inap. Hal ini untuk menilai
apakah retensi cairan yang bertambah atau berkurang.
- Menghilangkan faktor yang memperberat seperti demam (diberi anti piretik), anemia
(berikan transfusi), atasi infeksi jika ada.8
- Diet makanan berkalori tinggi.14

2. Medikamentosa
Ada 3 jenis obat yang digunakan untuk gagal jantung:11,12
1. Inotropik : Meningkatkan kontraktilitas miokardium

12
2. Diuretik : Mengurangi preload
3. Pengurang afterload

Inotropik
Obat inotropik yang bekerja cepat seperti dopamin dan dobutamin digunakan pada kasus kritis
atau akut sedangkan obat inotropik lain seperti digoksin untuk kasus yang tidak kritis.Digoksin
masih merupakan preparat digitalis yang paling sering digunakan dalam mengobati gagal
jantung pada anak. Pada semua kasus gagal jantung dapat diberikan digoksin kecuali jika ada
kontraindikasi seperti kardiomiopati hipertrofik, blok jantung komplit, atau tamponade jantung.
Digoksin harus diberikan secara hati-hati karena sempitnya rentang antara dosis efektif dengan
dosis toksik. Sebelum pemberian digoksin, harus dilakukan EKG untuk melihat irama jantung
dan interval PR. Digoksin bermanfaat sebagai inotropik ; menambah kekuatan dan kecepatan
kontraksi ventrikel, mengurangi tonus simpatis, menurunkan resistensi sistemik dengan
vasodilatasi perifer, menurunkan frekuensi denyut jantung dan juga mengaktivasi
neurohormonal jantung. Digitalisasi diberikan dengan cara pemberian awal ½ dosis digitalisasi
total kemudian dilanjutkan dengan ¼ dosis digitalisasi total setelah 8 jam, kemudian sisanya
diberikan setelah 8 jam lagi. Dosis rumat diberikan dalam 2 dosis terbagi perhari pada usia <
10 tahun, sedangkan pada usia > 10 tahun dapat diberi sebagai dosis tunggal perhari.12

Tabel 4. Dosis Digitalisasi dan Rumat Digoksin

Usia Dosis digitalisasi total Dosis rumat


(µg/kg) (µg/kg/hari)

Prematur 20 5

Bayi < 30 hari 30 8

Usia < 2 tahun 40-50 10-12

Usia > 2 tahun 30-40 8-10

13
Dopamin dan dobutamin merupakan obat inotropik secara parenteral. Mempunyai mula
kerja yang cepat dan lama kerja yang singkat. Dopamin dan dobutamin bersifat simpatomimetik
sehingga meningkatkan curah jantung, tekanan darah dan denyut jantung. Dopamin mempunyai
efek vasodilatasi renal yang bermanfaat untuk mempertahankan fungsi ginjal yang baik pada
penderita gagal jantung tetapi juga dapat menimbulkan takikardia dan bahkan vasokonstriksi
pada dosis tinggi. Efek vasodilatasi renal tidak dimiliki oleh dobutamin sehingga relatif tidak
menimbulkan takikardi. Atas dasar ini, penggunaan gabungan dobutamin dan dopamin dosis
rendah memberikan hasil yang cukup baik. Dosis dopamin (iv drip) biasanya 5-10
µg/kgBB/menit. Dosis dobutamin (iv drip) 5-8 µg/kgBB/menit.12

Diuretik
Furosemid biasanya dipakai pada anak dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari yang dapat diberikan
secara oral atau intravena dengan dosis yang sama. Furosemide menghambat reabsorpsi air dan
natrium di ginjal sehingga mengurangi volume sirkulasi sehingga mengurangi preload jantung.
Furosemid sering diberikan bersamaan dengan digoksin. Efek samping furosemid adalah
hipokalemia sehingga pada pemberian furosemid kadar elektrolit harus dimonitor. Pemberian
preparat kalium pada pemberian furosemid yang lama dengan dosis yang tinggi seringkali
diperlukan untuk mencegah terjadinya hipokalemia. Pada penderita gagal jantung, kadar
aldostreronnya meningkat secara bermakna sehingga pemberian spironolakton, suatu diuretik
inhibitor aldosteron yang bersifat meretensi kalium dapat digunakan bersamaan dengan
furosemid dengan dosis yang sama. Berbeda dengan furosemid, spironolakton hanya dapat
diberikan per oral.12

Pengurang afterload
Sebagai mekanisme kompensasi dari berkurangnya curah jantung pada penderita gagal jantung,
terjadi vasokonstriksi sebagai akibat dari peningkatan tonus simpatik, peningkatan katekolamin
dan juga aktivitas sistem renin-angiotensin. Vasokonstriksi memperberat keadaan ventrikel
sehingga menambah beban kerjanya dan dapat memperburuk gagal jantung. Pada keadaan ini,
pengurang afterload merupakan pilihan yang tepat. Obat ini mengurangi afterload dengan cara
mengurangi resistensi vaskular perifer melalui vasodilatasi arteri atau bahkan vena. Bersifat
meningkatkan isi sekuncup tetapi tidak meningkatkan kontraktilitas sehingga tidak
meningkatkan konsumsi oksigen pada otot jantung. Kaptopril merupakan obat golongan ini
yang paling sering dipakai dengan dosis 0,3-0,6 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis,

14
dimulai dengan dosis rendah. Pemberian harus dilakukan 1 jam sebelum atau 2 jam setelah
makan mengingat absorpsinya terganggu oleh makanan.12

3. Pembedahan
Tergantung penyebab misalnya pada defek septum ventrikel dilakukan penutupan defek
setelah gagal jantung teratasi.11

2.2. Prognosis
Prognosis gagal jantung bergantung pada derajat beratnya dan penyebab gagal jantungnya.
Gagal jantung yang penyebabnya non-struktural jantung, prognosisnya tergantung keberhasilan
menangani penyakit dasanya, sedangkan gagal jantung karena malformasi jantung, tindakan
operasi akan memberikan prognosis lebih baik. Tindakan operasi pada pasien kelainan jantung
kongenital hanya bersifat paliatif.11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Gagal jantung merupakan sindroma klinis yang ditandai oleh ketidakmampuan miokardium
memompa darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh termasuk
kebutuhan untuk pertumbuhan.Kemampuan jantung memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan tubuh dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu: preload, afterload, kontraktilitas otot jantung,
dan frekuensi denyut jantung.Prognosis gagal jantung bergantung pada derajat beratnya dan
penyebab gagal jantungnya.
Daftar Pustaka

1. Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, McMurray JJ, Ponikowski P, Poole- Wilson PA,


et al. ESC guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure
2008: The task force for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure
2008 of the European Society of Cardiology. Developed in collaboration with the Heart
Failure Association of the ESC (HFA) and endorsed by the European Society of
Intensive Care Medicine (ESICM) Eur J Heart Fail. 2008;10:933–89. [PubMed]
2. Hsu DT, Pearson GD. Heart failure in children: Part I: History, etiology, and
pathophysiology. Circ Heart Fail. 2009;2:63–70. [PubMed]
3. Oesman IN. Gagal jantung. Dalam: Sastroasmoro S, Madiyono, editors. Buku ajar
kardiologi anak IDAI. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994. hlm. 425-32.
4. Ontoseno T. Pemeriksaan Klinis Kardiovaskular pada Bayi dan Anak. Dalam : Putra ST,
Advani N dan Rahayoe A, editors. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Jantung pada
Anak. Forum Ilmiah Kardiologi Anak Indonesia. Simposium Nasional Kardiologi Anak.
Jakarta; 1996. Hlm. 49-62.
5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak UI. 1985. Gagal Jantung. Dalam: Hassan R dan
Alatas H, editors. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: 776-785
6. Gessner IH. 1993. Congestive Heart Failure. Dalam : Gessner IH, Victoria BE.Ed.
Pediatric Cardiology. A problem oriented approach. Philadelphia; 117-29.
7. Artman M, Mahony L, Teitel DF. 2002. Neonatal Cardiology. The McGraw-Hill
Companies Medical Publishing Division.

17
8. Ontoseno T. 2002. Konsep Terbaru Mengenai Gagal Jantung pada Anak.
Dalam: Noer MS, Ismoedijanto dan Untario MC, editors. Bunga Rampai
Pediatri. Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair RSUD Dr Sutomo.
Surabaya; 122-142.
9. Alsagaff Hood, Mukty H.Abdul. 2008. Pneumonia. Dasar– Dasar Ilmu
Penyakit Paru. Surabaya :Airlangga University Press. Hal ; 193-7
10. Pratama, Eka Putera. 2013, Gambaran pasien gagal jantung kongestif di
Unit Rawat Kardiovaskular RSUP H.Adam Malik Tahun 2012., skripsi
program pendidikan sarjana, Universitas Sumatera Utara.
11. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Gagal Jantung. Pedoman Pelayanan
Medik.Jakarta: hal: 79-83.
12. Ganda, I.J. Gagal Jantung Pada Anak. [Online], accessed 25 December 2018,
available from :https://www.scribd.com/doc/279100983/Gagal-Jantung-
Pada-Anak.
13. N. Jayaprasad. Heart Failure in Children.Heart Views. 2016 Jul-Sep; 17(3):
92–99. doi: 10.4103/1995-705X.192556
14. Sucipto, N.I. 2011. Referat Gagal Jantung Pada Anak. SMF Ilmu Kesehatan
Anak RSUD Dr. Soebandi Jember; 21.

Anda mungkin juga menyukai