PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke adalah istilah umum yang digunakan untuk satu atau sekelompok
gangguan cerebro vasculer, termasuk infark cerebral, perdarahan intracerebral dan
perdarahan subarahnoid. Menurut Caplan, stroke adalah segala bentuk kelainan
otak atau susunan saraf pusat yang disebabkan kelainan aliran darah, istilah stroke
digunakan bila gejala yang timbul akut.
Klasifikasi stroke dibagi ke dalam stroke iskemik dan
stroke
intraserebral
dan
stroke
15%
perdarahan
banyak dibandingkan dengan perempuan pada usia lebih muda, tetapi tidak
demikian halnya pada usia tua. Rasio insiden pria terhadap wanita pada usia 55-64
tahun adalah 1,25, pada usia 65-74 tahun adalah 1,50, pada usia 75-84 tahun
adalah 1,07 dan pada usia 85 tahun adalah 0,76.
Di Indonesia, penelitian berskala cukup besar pernah dilakukan oleh
ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 Rumah Sakit (RS) seluruh
Indonesia. Studi epidemiologi stroke ini bertujuan untuk melihat profile klinis
stroke dimana dari 2065 pasien stroke akut, dijumpai rata-rata usia adalah 58,8
tahun (range 18-95 tahun) dengan kasus pada pria lebih banyak dari pada wanita.
Rata-rata waktu masuk ke RS adalah lebih dari 48,5 jam (range 1-968 jam) dari
onset. Rekuren stroke dijumpai hampir pada 20% pasien dan frekuensi stroke
iskemik adalah yang paling sering terjadi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Stroke menurut definisi World Health Organization (WHO) adalah suatu
tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau
global), dengan gejala gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan
dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler.
2.2 Epidemiologi
Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan
keganasan.Stroke diderita oleh 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya.
Stroke merupakan penyebab utama cacat menahun. Pengklasifikasiannya adalah
65-85% merupakan stroke non hemoragik ( 53% adalah stroke trombotik, dan
31% adalah stroke embolik) dengan angka kematian stroke trombotik 37%, dan
stroke embolik 60%. Presentase stroke non hemoragik hanya sebanyk 15-35%.
10-20% disebabkan oleh perdarahan atau hematom intraserebral, dan 5-15%
perdarahan subarachnoid.Angka kematian stroke hemoragik pada jaman sebelum
ditemukannya CT scan mencapai 70-95%, setelah ditemukannya CT scan
mencapai 20-30%.
2.3 Etiologi
Penyebab stroke antara lain adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme,
hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme
sakular. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti
hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus
atau penyakit vascular perifer.
2.4 Klasifikasi
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik
1) Perdarahan intra serebral
2) Perdarahan ekstraserebral (subarakhnoid)
b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infarkotak, penyumbatan)
1) Stroke akibat thrombosis serebri
2) Emboli serebri
3) Hipoperfusi sistemik
2)
amaurosisfugaks
d. Gangguan fungsiluhur : afasia, agnosia
Sistem vertebrobasiler
a. Motorik : hemiparese alternans, disartria
b. Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia
c. Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia
A. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke
yang dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur
sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke
dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskular yang dapat menyebabkan
perdarahan subaraknoid (PSA) adalah aneurisma sakular (Berry) dan
malformasi arteriovena (MAV). Mekanisme lain pada stroke hemoragik
adalah pemakaian kokain atau amfetamin, karena zat-zat ini dapat
menyebabkan
hipertensi
subaraknoid.
Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases
Related Health Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas:
1) Perdarahan intraserebral (PIS)
Perdarahan intraserebral biasanya disebabkan suatu aneurisma yang
pecah ataupun karena suatu penyakit yang menyebabkan dinding arteri
menipis dan rapuh seperti pada hipertensi dan angiopati amiloid. Pada
darah
sedikit.
Namun,
perdarahan
ke
dalam
ruang
Tabel 2.1 Skala Hunt dan Hess untuk penentuan derajat PSA
Derajat
Status Neurologik
II
kuduk ringan
Nyeri kepala sedang sampai parah, kaku kuduk, tidak
ada defisit neurologik kecuali kelumpuhan saraf
III
IV
kranialis
Mengantuk, defisit neurologik minimal
Stupor, hemiparesis sedang sampai berat, mungkin
dapat mendeteksi cedera seperti aneurisma di pembuluh darah leher dan batang
otak.
Berdasarkan waktu terjadinya stroke dibedakan menjadi :
1.
insufisiensi
karotis
karena
terlibatnya
system
arteri
aliran
darah
otak
dibawah
20-30
ml/100gr/min
3. Progressive Stroke
-
Deficit neurologifokal ,
Terjadi bertahap dan mencapai puncaknya 24 48 jam ( sistem
carotis) atau 96 jam
10
4. Completed Stroke
-
peranannya
pada
perdarahan
belum
jelas.
Diduga
DM
11
Infark otak terjadi 2,5 kali lebih banyak pada penderita DM pria
kali lebih banyak pada penderita wanita,
dan 4
12
besar.
Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).
Overdosis narkoba, seperti kokain.
14
15
iskemia
berkepanjangan,
sel
tidak
dapat
lagi
mempertahankan
intergritasnya sehingga terjadi kematian sel, yang secara akut timbul melalui
proses apoptosis, yaitu disintergrasi elemen-elemen seluler secara bertahap
dengan kerusakan dinding sel yang disebut juga programmed cell death. Iskemia
menyebabkan aktifitas intraseluler Ca2+ meningkat hingga peningkatan ini akan
menyebabkan juga aktifitas Ca2+ di celah sinaps bertambah sehingga terjadi
sekresi neurotransmitter yang berlebihan, yaitu glutamat, asparat, dan kainat yang
bersifat eksitotoksik. Akibat lamanya stimulasi reseptor metabolik oleh zat-zat
yang dikeluarkan oleh sel, menyebabkan juga aktifitas reseptor neurotropik yang
merangsang pembukaan kanal Ca2+ yang tidak tergantung pada kondisi tegangan
potensial membran seluler (receptor-operated gate opening), di samping
terbukanya kanal Ca2+ akibat aktifitas NMDA reseptor voltage operated gate
opening yang telah terjadi sebelumnya. Kedua proses tersebut mengakibatkan
masuknya Ca2+ ion eksteaseluler ke dalam ruang intraseluler. Jika proses berlanjut,
pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan membran sel dan rangka sel
(sitoskeleton) melalui terganggunya proses fosforilasi dari regulator sekunder
sintesa protein, proses proteolisis dan lipolisis yang akan menyebabkan ruptur atau
nekrosis.
Pada infark serebri yang cukup luas, edema serebri timbul akibat
kegagalan energi dari sel-sel otak dengan akibat perpindahan elektrolit (Na+, K+)
dan perubahan permeabilitas membran serta gradasi osmotik. Akibatnya terjadinya
pembengkakan sel /edema sitotoksik. Keadaan ini terjadi pada iskemia berat dan
akut seperti hipoksia dan henti jantung. Selain itu edema serebri dapat juga timbul
akibat kerusakan sawar otak yang mengakibatkan permeabilitas kapiler rusak,
sehingga cairan dan protein bertambah mudah memasuki ruangan ekstraseluler
sehingga menyebabkan edema vasogenik. Efek edema jelas menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial dan akan memperburuk iskemia otak.
Selanjutnya terjadi efek massa yang berbahaya dengan akibat herniasi otak.
16
Biomolekular Stroke
Kerusakan seluler pada stroke akibat iskemik terjadi karena nekrosis pada
neuron terutama akibat disintegrasi struktur sitoskeleton karena zat-zat
neurotransmitter eksitotoksik yang bocor pada hipoksia akut. Selain itu, pada
stroke iskemik, kerusakan yang terjadi lebih lambat, akibat berkurangnya energi
yang berkepanjangan pada sel-sel otak yang menyebabkan apoptosis, yaitu
kematian sel secara perlahan karena kehabisan energi pendukungnya. Energi
dibutuhkan untuk mempertahankan keseimbangan ion-ion yang berada di intra
seluler seperti kalium (K+) dan ekstraseluler seperti natrium (Na+), kalsium (Ca++)
dan klorida (Cl-). Keseimbangan ini dipertahankan melalui pompa ion yang aktif
yang bergantung pada keberadaan energi tinggi, adenosine triphospate (ATP), dan
adenosine diphosphate (ADP). Pada kondisi iskemik dibedakan dua daerah, yakni
infark (core) dan daerah di sekitar infark tadi yang disebut sebagai
penumbra.Daerah yang infark dan penumbra mempunyai karakteristik kematian
sel yang berbeda yakni nekrosis dan apoptosis.Pada penumbra beberapa residu
perfusi masih berfungsi melalui sirkulasi kolateral, namun tidak dapat
mempertahankan metabolisme secara penuh. Dalam keadaan iskemik, pompa ion
tidak akan bekerja karena pompa ini tergantung pada aktifitas metabolisme sel,
yakni energi dan oksigen. Akibatnya terjadi akumulasi intraseluler ion Na + dan Cldisertai oleh masuknya H2O. Hal ini akan menyebabkan edema sel, baik neuron
maupun glia. Keadaan ini bisa terjadi dalam jangka waktu singkat, sekitar 5 menit
setelah terjadinya iskemia.
Iskemia dan Proses Eksitatorik
Neurotransmiter
eksitatorik
seperti
glutamat
dan
aspartat
akan
17
19
Tingkat awal dari inflamasi dimulai beberapa jam sesudah onset iskemia
dengan karakteristik munculnya ekspresi adhesi molekul di endotel pembuluh
darah dan leukosit di sirkulasi. Leukosit bergerak melewati endotel keluar dari
sirkulasi dan penetrasi ke jaringan parenkim otak yang mengakibatkan reaksi
inflamasi. Bagian mayoritas dari inflamasi ditentukan oleh populasi dari sel
mikroglia yang disebut juga efektor imun dari sususan saraf pusat (SSP).
Mikroglia adalah fagosit aktif dan merupakan target utama yang sanggup
menghasilkan sitokin dan enzim pro-inflamasi. Kelompok sitokin anti-inflamasi
seperti tumor growth factor-1 beta (TGF-1 beta) dan IL-10 yang bersifat sebagai
neuroprotektif juga menjadi aktif terhadap stimulasi mikroglia. Secara klinis,
kelompok sitokin yang domainnya terdiri dari 2 kelompok protein adalah iNOS
dan kelompok cyclo-oxygenase 2 (COX-2).
2.7 Diagnosis
Pada evaluasi stroke akut, banyak hal akan terjadi pada waktu yang sama.
Pada saat dokter mencari informasi riwayat pasien dan melakukan pemeriksaan
fisik, perawat akan mulai memonitor tanda-tanda vital pasien, melakukan tes
darah dan melakukan pemeriksaan EKG (elektrokardiogram).
Bagian dari pemeriksaan fisik yang menjadi standar adalah penggunaan
skala stroke. The American Heart Association telah mempublikasikan suatu
pedoman pemeriksaan sistem saraf untuk membantu penyedia perawatan
menentukan berat ringannya stroke dan apakah intervensi agresif mungkin
diperlukan.
Untuk membedakan
hemoragis.
antara
keduanya,
dapat
ditentukan
berdasarkan
anamnesis,
pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah
berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke
hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan
20
21
3.b.
22
23
Catatan
4. Pemeriksaan Penunjang
Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan
penyebab seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut
CT scan otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari
perdarahan atau massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke
yang memerlukan penanganan yang berbeda pula. CT Scan berguna untuk
menentukan:
24
jenis patologi
lokasi lesi
ukuran lesi
magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih
detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis
depan untuk stroke. jika CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu
waktu lebih dari satu jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan
pasien jika detail yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan keputusan medis
lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti, pacemaker) atau
metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah magneti
kuat suatu MRI.
Metode lain teknologi MRI: suatu MRI scan dapat juga digunakan untuk
secara spesifik melihat pembuluh darah secara non invasif (tanpa menggunakan
pipa atau injeksi), suatu prosedur yang disebut MRA (magnetic resonance
angiogram). Metode MRI lain disebut dengan diffusion weighted imaging (DWI)
ditawarkan di beberapa pusat kesehatan. Teknik ini dapat mendeteksi area
abnormal beberapa menit setelah aliran darah ke bagian otak yang berhenti,
dimana MRI konvensional tidak dapat mendeteksi stroke sampai lebih dari 6 jam
dari saat terjadinya stroke, dan CT scan kadang-kadang tidak dapat mendeteksi
sampai 12-24 jam. Sekali lagi, ini bukanlah test garis depan untuk mengevaluasi
pasien stroke.
Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat
warna yang disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di
otak dapat memberikan informasi tentang aneurisma atau arteriovenous
malformation. Seperti abnormalitas aliran darah otak lainnya dapat dievaluasi
dengan peningkatan teknologi canggih, CT angiography menggeser angiogram
konvensional.
25
Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadangkadang digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang
dimasukkan ke dalam arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna
diinjeksikan sementara foto sinar-x secara bersamaan diambil. Meskipun
angiogram memberikan gambaran anatomi pembuluh darah yang paling detail,
tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan digunakan hanya jika benarbenar diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah perdarahan jika sumber
perdarahan perlu diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga kadang-kadang
dilakukan untuk evaluasi yang akurat kondisi arteri carotis ketika pembedahan
untuk membuka sumbatan pembuluh darah dipertimbangkan untuk dilakukan.
Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa
injeksi atau penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk
menampakkan penyempitan dan penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri
utama di leher yang mensuplai darah ke otak)
Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering
dilakukan pada pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram
adalah tes dengan gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan
peralatan microphone pada dada atau turun melalui esophagus (transesophageal
achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor Holter sama dengan
electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada dada selama
24 jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.
Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein
yang dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk
adanya arteri yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat
meningkatkan peluang terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur.
Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau
untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari
infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga
perlu dipertimbangkan.
Tabel 2.6 Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu.
26
Tabel 2.8 Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark
2.8 Penatalaksanaan
Terapi dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut.
27
Dijaga agar
oksigenasi dan ventilasi baik, agar tidak terjadi aspirasi (gigi palsu
dibuka). Intubasi pada pasien dengan GCS < 8. Pada kira-kira 10%
penderita pneumonia (radang paru) merupakan merupakan penyebab
28
harus
dihindari
karena
memperbanyak
pelepasan
29
memperbaiki
sirkulasi
adalah
naftidrofuril
dengan
30
Obat
menginhibisi
reseptor
adenosin
difosfat
dan
thyenopyridine.
Proteksi neuronal/sitoproteksi
Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok
ini karena diharapkan dapat dengan memotong kaskade iskemik
31
Obat-
cara
menghambat
menambah
sintesa
phospatidylcholine,
terbentuknya
radikal
bebas
dan
juga
Therapeutic Windows 2
14 hari.
o Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui,
diperkirakan memperbaiki integritas sel, memperbaiki
fluiditas membran dan menormalkan fungsi membran.
Dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan 4 x 3 gr iv sampai hari ke
empat, hari ke lima dilanjutkan 3 x 4 gr peroral sampai
minggu ke empat, minggu ke lima sampai minggu ke 12
diberikan 2 x 2,4 gr per oral,. Therapeutic Windows 7 12
jam.
o Statin, diklinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat
neuroprotektif untuk iskemia otak dan stroke. Mempunyai
efek anti oksidan downstream dan upstream.
Efek
(inducible
Nitric
Oxide
Synthese,
sifatnya
32
Bila terjadi
33
Pengelolaan operatif
Tujuan pengelolaan operatif adalah : Pengeluaran bekuan
darah, Penyaluran cairan serebrospinal & Pembedahan mikro pada
pembuluh darah. Yang penting diperhatikan selain hasil CT Scan
dan arteriografi adalah keadaan/kondisi pasien itu sendiri :
Faktor faktor yang mempengaruhi :
1. Usia
Lebih 70 th tidak ada tindakan operasi
60 70 th
pertimbangan operasi lebih ketat
Kurang 60 th operasi dapat dilakukan lebih aman
2. Tingkat kesadaran
Koma/sopor
tak dioperasi
Sadar/somnolen
tak dioperasi kecuali kesadaran
atau keadaan neurologiknya menurun
Perdarahan serebelum : operasi
kadang
hasilnya
tak
dioperasi
Bila hematoma lebih dari 3 cm
tak
dioperasi,
kecuali
kesadaran
atau
defisit
neurologiknya memburuk
Perdarahan talamus
Pada umumnya tak dioperasi, hanya ditujukan pada
hidrocepalusnya akibat perdarahan dengan VP shunt
bila memungkinkan.
Perdarahan serebelum
Bila perdarahannya lebih dari 3 cm dalam minggu
pertama maka operasi
Bila perjalanan neurologiknya stabil diobati secara
medisinal dengan pengawasan
Bila hematom kecil tapi disertai tanda tanda
penekanan batang otak operasi
34
tanda
35
kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara, dan
psikoterapi. Jika seorang pasien tidak lagi menderita sakit akut setelah suatu
stroke, staf perawatan kesehatan memfokuskan pada pemaksimalan kemampuan
fungsi pasien. Hal ini sering dilakukan di rumah sakit rehabilitasi atau area khusus
di rumah sakit umum. Rehabilitasi juga dapat bertempat di fasilitas perawat.
Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:
1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan
2. Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan
tangan
3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan
4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam
merawat orang yang mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan
mereka hadapi.
Tabel 2.9 Pedoman dasar rehabilitasi pasien pasca stroke
Hari 1-3 (di sisi tempat tidur)
Hari 3-5
Komunikasi, menelan
Team/family planning
Hari 7-10
2-3 minggu
36
3-6 minggu
10-12 minggu
Home program
Ketika seorang pasien stroke telah siap untuk pulang ke rumah, seorang
perawat sebaiknya datang ke rumah selama periode waktu tertentu sampai
keluarga terbiasa dengan merawat pasien dan prosedur untuk memberikan
bermacam obat. Terapi fisik dapat dilanjutkan di rumah.
Pada akhirnya pasien biasa ditinggalkan di rumah dengan satu atau lebih
orang yang menjaganya, yang sekarang mendapati hidupnya telah sangat berubah.
Merawat pasien stroke di rumah dapat sangat mudah atau sangat tidak mungkin.
Pada waktunya, ini akan menjadi jelas bahwa pasien harus ditempatkan pada
fasilitas perawatan yang terlatih karena perawatan yang sesuai tidak dapat
diberikan di rumah walaupun keluarga bermaksud baik untuk merawatnya.
Macam-macam rehabilitasi fisik yang dapat diberikan adalah :
1. Bed exercise
2. Latihan duduk
3. Latihan berdiri
4. Latihan mobilisasi
5. Latihan ADL (activity daily living)
6. Latihan Positioning (Penempatan)
7. Latihan mobilisasi
8. Latihan pindah dari kursi roda ke mobil
9.
Latihan berpakaian
37
2.9 Komplikasi
Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik stroke
menjadi semakin memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak dini
sehingga dapat dicegah agar tidak semakin buruk dan dapat menentukan terapi
yang sesuai.1 Komplikasi pada stroke yaitu:
1. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama):
1. Edema serebri: Merupakan komplikasi yang umum terjadi, dapat
menyebabkan defisit neurologis menjadi lebih berat, terjadi
peningkatan
tekanan
intrakranial,
herniasi
dan
akhirnya
menimbulkan kematian.
2. Abnormalitas jantung: Kelaianan jantung dapat menjadi penyebab,
timbul bersama atau akibat stroke,merupakan penyebab kematian
mendadak pada stroke stadium awal.sepertiga sampai setengah
penderita stroke menderita gangguan ritme jantung.
3. Kejang: kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke
hemoragik dan pada umumnya akan memperberat defisit
neurologis.
4. Nyeri kepala
5. Gangguan fungsi menelan dan asprasi
2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama):
1. Pneumonia: Akibat immobilisasi yang lama.2 merupakan salah satu
komplikasi stroke pada pernafasan yang paling sering, terjadi
kurang lebih pada 5% pasien dan sebagian besar terjadi pada
pasien yang menggunakan pipa nasogastrik.
2. Emboli paru: Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali
pada saat penderita mulai mobilisasi.
38
6.
7.
39
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
40
41
DAFTAR PUSTAKA
Adam HP, Del Zoppo GJ, Kummer RV. Management of stroke. 2 nd Ed,
Professional communications inc New York, 2002
Alfa AY, Soedomo A, Toyo AR, Aliah A, Limoa A, et al. Gangguan Peredaran
Darah Otak (GPDO) Dalam Harsono ed. Buku Ajar NeurologiKlinis. Edisi 1.
Yogyakarta: GadjahMadya University Press; 1999. hal. 59-10.
Brass LM. Stroke. Available at http://www.med.yale.edu/library/heartbk/18.pdf.
Accessed on 10th January 2012.
CP Warlow, MS Dennis, J Van Gijn, GJ Hankey, PAG Ssandercock, JH Bamford,
Wardlaw. Stroke.A practical guide to management. Specific treatment of acute
ischaemic stroke Excell Typesetters Co Hongkong, 1996; 11; 385 429.,
Feigin V. Stroke Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke
(terjemahan). cetakan kedua. PT Buana Ilmu Populer. Jakarta. 2006
Gilroy J. Basic Neurology. Third Edition. Mc Graw Hill. New York, 2000 ; 225
-306
Gofir A. Manajemen Stroke: Evidence Based Medicine. Jakarta: Pustaka Cendekia
Press, 2009.
Goldszmidt AJ, Caplan LR. Stroke Essentials. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran,
2009.
Guidelines Stroke 2004. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, Seri
Ketiga. Jakarta, 2004.
Hinton RC. Stroke, in Samuel MA Manual of Neurologic Therapeutics. Fifth
Edition. Litle Brown and Company Ney York 1995 ; 207 24
42
D.
Highlight
of
Stroke
Management.
Pendidikan
Kedokteran
43
44