Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke adalah istilah umum yang digunakan untuk satu atau sekelompok
gangguan cerebro vasculer, termasuk infark cerebral, perdarahan intracerebral dan
perdarahan subarahnoid. Menurut Caplan, stroke adalah segala bentuk kelainan
otak atau susunan saraf pusat yang disebabkan kelainan aliran darah, istilah stroke
digunakan bila gejala yang timbul akut.
Klasifikasi stroke dibagi ke dalam stroke iskemik dan

stroke

hemoragik. Dimana stroke iskemik memliki angka kejadian 85% terhadap


seluruh stroke dan terdiri dari 80% stroke aterotrombotik dan 20% stroke
kardioemboli. Stroke hemoragik memiliki angka kejadian sebanyak
dari

seluruh stroke, terbagi merata antara jenis

intraserebral

dan

stroke

15%

perdarahan

stroke perdarahan subaraknoid. Stroke adalah salah satu

penyebab kematian tertinggi, yang berdasarkanlaporan tahunan 2006 di RS dr.


Saiful Anwar, Malang, angka kematian ini berkisar antara 16,31% (462/2832) dan
menyebabkan 4,41% (1356/30096) pasien dirawatinapkan. Angka-angka tersebut
tidak membedakan antara stroke iskemik dan hemoragik.
Stroke masih merupakan suatu perhatian mayoritas dalam kesehatan
masyarakat. Stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung
dan kanker dan juga mengakibatkan disabilitas jangka panjang. Terdapat variasi
angka insidensi dan outcome stroke diberbagai negara. Insidensi stroke di Asia
umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan Amerika Serikat dan juga lebih
banyak terjadi pada negara Eropa bagian timur dibandingkan bagian barat. Angka
Insidensinya bervariasi dari 660/100.000 pria di Rusia sampai 303/100.000 pria di
Swedia. Setiap tahunnya, 795.000 orang mengalami kejadian stroke yang baru
atau rekuren. Lebih kurang 610.000 orang diantaranya mengalami serangan
pertama dan 185.000 orang merupakan rekuren. Insiden stroke pada laki-laki lebih

banyak dibandingkan dengan perempuan pada usia lebih muda, tetapi tidak
demikian halnya pada usia tua. Rasio insiden pria terhadap wanita pada usia 55-64
tahun adalah 1,25, pada usia 65-74 tahun adalah 1,50, pada usia 75-84 tahun
adalah 1,07 dan pada usia 85 tahun adalah 0,76.
Di Indonesia, penelitian berskala cukup besar pernah dilakukan oleh
ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 Rumah Sakit (RS) seluruh
Indonesia. Studi epidemiologi stroke ini bertujuan untuk melihat profile klinis
stroke dimana dari 2065 pasien stroke akut, dijumpai rata-rata usia adalah 58,8
tahun (range 18-95 tahun) dengan kasus pada pria lebih banyak dari pada wanita.
Rata-rata waktu masuk ke RS adalah lebih dari 48,5 jam (range 1-968 jam) dari
onset. Rekuren stroke dijumpai hampir pada 20% pasien dan frekuensi stroke
iskemik adalah yang paling sering terjadi.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Stroke menurut definisi World Health Organization (WHO) adalah suatu
tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau

global), dengan gejala gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan
dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler.
2.2 Epidemiologi
Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan
keganasan.Stroke diderita oleh 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya.
Stroke merupakan penyebab utama cacat menahun. Pengklasifikasiannya adalah
65-85% merupakan stroke non hemoragik ( 53% adalah stroke trombotik, dan
31% adalah stroke embolik) dengan angka kematian stroke trombotik 37%, dan
stroke embolik 60%. Presentase stroke non hemoragik hanya sebanyk 15-35%.
10-20% disebabkan oleh perdarahan atau hematom intraserebral, dan 5-15%
perdarahan subarachnoid.Angka kematian stroke hemoragik pada jaman sebelum
ditemukannya CT scan mencapai 70-95%, setelah ditemukannya CT scan
mencapai 20-30%.
2.3 Etiologi
Penyebab stroke antara lain adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme,
hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme
sakular. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti
hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus
atau penyakit vascular perifer.

2.4 Klasifikasi
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik
1) Perdarahan intra serebral
2) Perdarahan ekstraserebral (subarakhnoid)
b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infarkotak, penyumbatan)
1) Stroke akibat thrombosis serebri
2) Emboli serebri
3) Hipoperfusi sistemik

2. Berdasarkan waktu terjadinya


1) Transient Ischemic Attack (TIA)
2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
3) Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke
4) Completed stroke
3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler
1) Sistemkarotis
a. Motorik : hemiparese kontralateral, disartria
b. Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia
c. Gangguan visual : hemianopsia homonym kontralateral,

2)

amaurosisfugaks
d. Gangguan fungsiluhur : afasia, agnosia
Sistem vertebrobasiler
a. Motorik : hemiparese alternans, disartria
b. Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia
c. Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia

A. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke
yang dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur
sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke
dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskular yang dapat menyebabkan
perdarahan subaraknoid (PSA) adalah aneurisma sakular (Berry) dan
malformasi arteriovena (MAV). Mekanisme lain pada stroke hemoragik
adalah pemakaian kokain atau amfetamin, karena zat-zat ini dapat
menyebabkan

hipertensi

berat dan perdarahan intrasererum atau

subaraknoid.
Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases
Related Health Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas:
1) Perdarahan intraserebral (PIS)
Perdarahan intraserebral biasanya disebabkan suatu aneurisma yang
pecah ataupun karena suatu penyakit yang menyebabkan dinding arteri
menipis dan rapuh seperti pada hipertensi dan angiopati amiloid. Pada

perdarahan intraserebral, perdarahan terjadi pada parenkim otak itu


sendiri. Adapun penyebab perdarahan intraserebral :
Hipertensi (80%)
Aneurisma
Malformasi arteriovenous
Neoplasma
Gangguan koagulasi seperti hemofilia
Antikoagulan
Vaskulitis
Trauma
Idiopatik
Stroke yang disebabkan oleh perdarahan intraserebrum paling
sering terjadi saat pasien terjaga, sehingga kejadiannya sering
disaksikan oleh orang lain. Karena lokasinya berdekatan dengan arteriarteri dalam, basal ganglia dan kapsula interna sering menerima beban
terbesar tekanan dan iskemia yang disebabkan oleh stroke tipe ini.
Dengan mengingat bahwa ganglia basal memodulasi fungsi motorik
volunter dan bahwa semua serat saraf aferen dan eferen di separuh
korteks mengalami pemadatan untuk masuk dan keluar dari kapsula
interna, maka dapat dilihat bahwa stroke di salah satu bagian ini
diperkirakan menimbulkan defisit yang sangat merugikan. Biasanya
perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit
neurologik fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam
beberapa menit sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis di sisi yang
berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas pertama pada
keterlibatan kapsula interna. Angka kematian untuk perdarahan
intraserebrum hipertensif sangat tinggi, mendekati 50%. Perdarahan
yang terjadi di ruang supratentorium memiliki prognosis baik apabila
volume

darah

sedikit.

Namun,

perdarahan

ke

dalam

ruang

infratentorium di daerah pons atau serebelum memiliki prognosis yang


jauh lebih buruk karena cepatnya timbul tekanan pada struktur-struktur
vital di batang otak. Terapi utama untuk stroke hemoragik adalah
menurunkan tekanan darah apabila hipertensi adalah kasusnya dan
5

melawan antikoagulasi apabila kasusnya adalah gangguan perdarahan


endogen atau akibat obat. Tidak banyak yang dapat dilakukan setelah
perdarahan terjadi. Perdarahan yang terjadi langsung ke dalam ventrikel
otak jarang dijumpai. Yang lebih sering adalah perdarahan di dalam
parenkim otak yang menembus ke dalam sistem ventirkel, sehingga
bukti asal perdarahan menjadi kabur. Seperti pada iskemia, defisit
neurologik utama mencerminkan kerusakan bagian otak tertentu.
Dengan demikian, gangguan lapang pandang terjadi pada perdarahan
oksipitalis dan kelemahan atau paralisis pada kerusakan korteks motorik
di lobus frontalis.
2) Perdarahan subarachnoid (PSA)
Perdarahan subarachnoid merupakan perdarahan yang terjadi di rongga
subarachnoid. Perdarahan ini kebanyakan berasal dari perdarahan
arterial akibat pecahnya suatu aneurisma pembuluh darah serebral atau
AVM yang ruptur di samping juga sebab-sebab yang lain. Perdarahan
subarachnoid terdiri dari 5% dari semua kejadian stroke. Pada
perdarahan subarachnoid, perdarahan terjadi di sekeliling otak hingga
ke ruang subarachnoid dan ruang cairan serebrospinal. Penyebab
perdarahan subarachnoid :
o Aneurisma (70-75%)
o Malformasi arterivenous (5%)
o Antikoagulan ( < 5%)
o Tumor ( < 5% )
o Vaskulitis (<5%)
o Tidak di ketahui (15%)
PSA memiliki dua kausa utama: ruptur suatu aneurisma vaskular dan
trauma kepala. Karena perdarahan dapat masif dan ekstravasasi darah
ke dalam ruangan subaraknoid lapisan meningen dapat berlangsung
cepat, maka angka kematian sangat tinggi, sekitar 50% pada bulan
pertama setelah perdarahan. Penyebab tingginya angka kematian ini
adalah bahwa empat penyulit utama dpat menyebabkan iskemia otak
serta morbiditas dan mortalitas tipe lambat yang dapat terjadi lama

setelah perdarahan terkendali. Penyulit-penyulit tersebut adalah (1)


vasospasme reaktif disertai infark, (2) ruptur ulang, (3) hiponatremia
dan (4) hidrosefalus.Yang sering digunakan untuk mengklasifikasikan
keparahan PSA adalah Hunt dan Hess Classification Grading Scale,
skala ini digunakan untuk menilai derajat disfungsi dini. Ada juga
modifikasi skala dari Hunt dan Hess ini yang mencakup tujuh tingkat
keparahan, skala ini digunakan untuk mengevaluasi pasien stroke.

Tabel 2.1 Skala Hunt dan Hess untuk penentuan derajat PSA
Derajat

Status Neurologik

Asimtomatikm atau nyeri kepala minimal dan kaku

II

kuduk ringan
Nyeri kepala sedang sampai parah, kaku kuduk, tidak
ada defisit neurologik kecuali kelumpuhan saraf

III
IV

kranialis
Mengantuk, defisit neurologik minimal
Stupor, hemiparesis sedang sampai berat, mungkin

rigiditas desebrasi dini dan gangguan vegetatif


Koma dalam, rigiditas desebrasi, penampakan parah

Malformasi arteriovena (MAV) adalah jaringan kapiler yang mengalami


malformasi kongenital dan merupakan penyebab PSA yang lebih jarang dijumpai.
Pada MAV, pembuluh melebar sehingga darah mengalir di antara arteri
bertekanan-tinggi dan sistem vena bertekanan rendah. Akhirnya, dinding venula
melemah dan darah dapat keluar dengan cepat ke jaringan otak.
B. Stroke non hemoragik/infarct/ischaemic
Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat
obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.
Umumnya disebabkan oleh trombus yang menyebabkan oklusi menetap,
mencegah adanya reperfusi pada organ yang infark sehingga menyebabkan
7

terjadinya iskemik. Hampir 85% stroke nonhemoragik disebabkan oleh sumbatan


bekuan darah, penyempitan arteri / beberapa arteri yang mengarah ke otak,
embolus (kotoran) yang terlepas dari jantung atau arteri ekstrakranium yang
menyebabkan sumbatan di satu atau beberapa arteri ekstrakranium. Pada usia
lebih dari 65 tahun penyumbatan atau penyempitan dapat disebabkan oleh
aterosklerosis.
Obstruksi yang disebabkan oleh bekuan (thrombus) terbentuk di dalam
suatu pembuluh otak atau mungkin dapat terbentuk di dalam suatu organ seperti
jantung, dan kemudian dibawa melalui system arteri ke otak sebagai suatu
embolus. Terdapat beragam penyebab stroke trombotik dan embolik primer,
termasuk aterosklerosis, arteritis, keadaan hiperkoagulasi dan penyakit jantung
structural. Namun, trombosis yang menjadi penyulit arterosklerosis merupakan
penyebab pada sebagian besar kasus stroke trombotik dan embolus dari pembuluh
besar atau jantung merupakan penyebab tersering stroke embolik.
Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merupakan penyebab
stroke pada orang berusia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak
aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis.
Pangkal arteri karotis interna (tempat arteri karotis komunis bercabang menjadi
arteri karotis interna dan eksterna) merupakan tempat tersering terbentuknya
aterosklerosis, aterosklerosis arteri serebri media atau anterior lebih jarang
menjadi tempat pembentukan aterosklerosis.
Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme, yang sering merupakan
respons vascular reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruangan antara lapisan
araknoid dan piamater meningen. Sebagian besar stroke iskemik tidak
menimbulkan nyeri, karena jaringan otak tidak peka terhadap nyeri. Namun,
pembuluh besar di leher dan batang otak memiliki banyak reseptor nyeri dan
cedera pada pembuluh-pembuluh ini saat serangan iskemik dapat menimbulkan
nyeri kepala. Dengan demikian, pada pasien dengan stroke iskemik disertai
gambaran klinis berupa nyeri kepala perlu dilakuakan uji-uji diagnostik yang

dapat mendeteksi cedera seperti aneurisma di pembuluh darah leher dan batang
otak.
Berdasarkan waktu terjadinya stroke dibedakan menjadi :
1.

Transient Ischaemic Attacks (TIAs)


TIAs merupakan gejala neurologic fokal yang berhubungan dengan tidak

cukupnya aliran darah ke otak. Serangannya muncul tiba-tiba, terjadi dalam 24


jam atau kurang dan tidak menyisakan deficit neurologis.Serangan ini sangat
penting sebagai peringatan atau precursor infark serebral. Gejala-gejala TIA
bergantung kepada lokasi fokal iskemia pada otak. Ada dua kategori TIA, yaitu :
Terjadi sebagai respon terhadap iskemia pada system arteri karotis
1. Gejala visual yaitu menurunnya visual penglihatan pada sisi yang
mengalami

insufisiensi

karotis

karena

terlibatnya

system

arteri

ophthalmica. Hemianopia homonym bisa terjadi ketika ada iskemia


hemisfer serebri.
2. Disfungsi bahasa. Terjadi disfasia atau afasia bila iskemia pada hemisfer
yang dominan.
3. Gejala motorik. Terjadi hemiparesis atau hemiplegic kontralateral pada
iskemia hemisferik.
4. Gejala sensorik. Kebal, dingin atau prestesi kontra lateral pada tangan,
lengan atas atau tungkai bawah bila iskemia pada lobus parietal.
Dihasilkan dari terganggunya aliran darah pada system vertebrobasilar.
1. Gejala visual. Menurunnya visus, hemianopia, aleksia tanpa agrafia,
anomia warna, halusinasi visual simple atau kompleks, prosopagnosia
pada iskemia lobus frontal.
2. Gangguan gerakan mata. Termasuk sindrom Parinaud (tidak selaras bila
melihat ke atas), pare sisi melirik atas, paralisis melihat bawah, ptosis
bilateral, blepharospasme, abnormalitas pupil, nystagmus, penurunan saat
berkedip dan ophthalmoplegia internuclear.

3. Deficit nervuskraniialis. Diplopia, kebal pada wajah, tinnitus, vertigo,


disartria atau disfagia didapatkan pada iskemia batang otak. Vertigo
terisolasi terjadi lebih sering pada orang lanjut usia.
4. Gejala motorik. Parese atau paralisis pada satu atau kedua tungkai.
Sindrom Horner parsial dengan asimetri pupil dan ptosis ringan terjadi
pada banyak kasus.
5. Gangguan koordinasi. Ataksia atau kekakuan pada tungkai atas atau bawah
atau keduanya, pada satu atau kedua sisi, tremor rubral, hemibalismus atau
koreoatetosis didapatkan pada iskemia serebellar.
6. Gejala sensorik. Parestesi pada satu atau kedua sisi wajah dan tungkai atas
atau bawah, nyeri talamik didapatkan pada iskemia di daerah yang disuplai
oleh arteri serebri posterior.
7. Jatuh tiba-tiba. Hilangnya tonus secara tiba-tiba pada tungkai bawah
didapatkan pada iskemia piramida medullaris.
Patogenesis
Berkurangnya

aliran

darah

otak

dibawah

20-30

ml/100gr/min

menyebabkan terjadinya gejala neurologis. Proses perkembangan infark ini


merupakan konsekuensi besarnya derajat menurunnya aliran darah dan durasinya.
Jika alirannya tersimpan pada suatu daerah di otak selama periode kritis, gejala
iskemik bisa berkurang dengan sendirinya. TIAs bisa disebabkan oleh
berkurangnya aliran melalui pembuluh darah, blockade aliran darah karena
emboli. TIAs sembuh tanpa ada gejala sisa dan reversible
2. Residual Ischemic Neurological Deficit (RIND)
-

seperti TIA , tetapi> 24 jam


sembuh sempurna dalam waktu 3 minggu
sifatnya reversible

3. Progressive Stroke
-

Deficit neurologifokal ,
Terjadi bertahap dan mencapai puncaknya 24 48 jam ( sistem
carotis) atau 96 jam

10

Penyembuhan biasanya tidak sempurna

4. Completed Stroke
-

Deficit neurologi berat dan menetap


irreversible, memerlukan rehabilitasi medik

2.5 Faktor Resiko


1. Hipertensi
Kenaikan tekanan darah 10 mmHg saja dapat meningkatkan resiko terkena
stroke sebanyak 30%. Hipertensi berperanan penting untuk terjadinya infark
dan perdarah-an otak yang terjadi pada pembuluh darah kecil. Hipertensi
mempercepat arterioskleosis sehingga mudah terjadi oklusi atau emboli
pada/dari pembuluh darah besar. Hipertensi secara langsung dapat
menyebabkan arteriosklerosis obstruktif, lalu terjadi infark lakuner dan
mikroaneurisma.Hal ini dapat menjadi penyebab utama PIS.Baik hipertensi
sistolik maupun diastolik, keduanya merupakan faktor resiko terjadinya
stroke.
2. Penyakit Jantung
Pada penyelidikan di luar negeri terbukti bahwa gangguan fungsi jantung
secara bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke tanpa
tergantung derajat tekanan darah.
Penyakit jantung tersebut antara lain adalah:
- Penyakit katup jantung
- Atrial fibrilasi
- Aritmia
- Hipertrofi jantung kiri (LVH)
- Kelainan EKG
3. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan faktor resiko untuk terjadinya infark otak,
sedangkan

peranannya

pada

perdarahan

belum

jelas.

Diduga

DM

mempercepat terjadinya proses arteriosklerosis, biasa dijumpai arteriosklerosis


lebih berat, lebih tersebar dan mulai lebih dini.

11

Infark otak terjadi 2,5 kali lebih banyak pada penderita DM pria
kali lebih banyak pada penderita wanita,

dan 4

dibandingkan dengan yang tidak

menderita DM pada umur dan jenis kelamin yang sama.


4. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat, hal ini berlaku
untuk semua jenis rokok (sigaret, cerutu atau pipa) dan untuk semua tipe
stroke

terutama perdarahan subarachnoid dan stroke infark, merokok

mendorong terjadinya atherosclerosis yang selanjutnya memprofokasi


terjadinya thrombosis arteri.
5. Riwayat keluarga.
Kelainan keturunan sangat jarang meninggalkan stroke secara langsung, tetapi
gen sangat berperan besar pada beberapa factor risiko stroke, misalnya
hipertensi, penyakit jantung, diabetes dan kelainan pembuluh darah. Riwayat
stroke dalam keluarga terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah
menderita stroke pada usia 65 tahun.
6. Obat-obatan
Obat- obatan yang dapat menimbulkan addiksi (heroin, kokain, amfetamin)
dan obat-obatan kontrasepsi, dan obat-obatan hormonal yang lain, terutama
pada wanita perokok atau dengan hipertensi.
7. Kelainan-kelainan hemoreologi darah
Kelainan-kelainan hemoreologi darah seperti anemia berat, polisitemia,
kelainan koagulopati, dan kelainan darah lainnya.
8. Beberapa penyakit infeksi,
Beberapa penyakit infeksi misalnya lues, SLE, herpes zooster, juga dapat
merupakan faktor resiko walaupun tidak terlalu tinggi frekuensinya.
Faktor predisposisi stroke hemoragik
Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang
menekan dinding arteri sampai pecah. Penyebab lain terjadinya stroke
hemoragik adalah :

Aneurisma, yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang

akhirnya dapat pecah.


Hubungan abnormal antara arteri dan vena, seperti kelainan
arteriovenosa.

12

Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh

seperti payudara, kulit, dan tiroid.


Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam
dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih

besar.
Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).
Overdosis narkoba, seperti kokain.

2.6 Patofisiologi Stroke


Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering
adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri
karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi
aliran darah. Energi yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal berasal
dari metabolisme glukosa dan disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau
glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1 menit. Bila tidak ada aliran darah
lebih dari 30 detik gambaran EEG akan mendatar, bila lebih dari 2 menit aktifitas
jaringan otak berhenti, bila lebih dari 5 menit maka kerusakan jaringan otak
dimulai, dan bila lebih dari 9 menit manusia dapat meninggal. Bila aliran darah
jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk
pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na+ K+ ATP-ase,
sehingga membran potensial akan menurun. K+ berpindah ke ruang ekstraselular,
sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan
permukaan sel menjadi lebih negatif sehingga terjadi membran depolarisasi.Saat
awal depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi
perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak.
Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang batas
kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 10 ml / 100
gram /menit. Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan
gangguan fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis
13

menimbulkan edema serebral yang ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan


glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi. Oleh karena itu terjadi peningkatan
resistensi vaskuler dan kemudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi
perluasan daerah iskemik.
Perubahan Fisiologi Pada Aliran Darah Otak
Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan akan menyebabkan
iskemia di suatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di sekitarnya disertai
mekanisme kompensasi fokal berupa vasodilatasi, memungkinkan terjadinya
beberapa keadaan berikut ini:
1. Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat
dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal. Secara
klinis gejala yang timbul adalah transient ischemic attack (TIA) yang
timbul dapat berupa hemiparesis yang menghilang sebelum 24 jam atau
amnesia umum sepintas.
2. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan CBF
regional lebihbesar, tetapi dengan mekanisme kompensasi masih mampu
memulihkan fungsi neurologik dalam waktu beberapa hari sampai dengan
2 minggu. Mungkin pada pemeriksaan klinik ada sedikit gangguan.
Keadaan ini secara klinis disebut RIND (Reversible Ischemic Neurologic
Deficit).
3. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas
sehinggamekanisme kolateral dan kompensasi tak dapat mengatasinya.
Dalam keadaan ini timbul defisit neurologi yang berlanjut.
Pada iskemia yang luas, tampak daerah yang tidak homogen akibat perbedaan
tingkat iskemia, yang terdiri dari 3 lapisan (area) yang berbeda:
a. Lapisan inti yang sangat iskemia (ischemic core) terlihat sangat pucat
karena CBF-nya paling rendah. Tampak degenerasi neuron, pelebaran
pembuluh darah tanpa aliran darah. Kadar asam laktat di daerah ini
tinggi dengan PO2 yang rendah. Daerah ini akan mengalami nekrosis

14

b. Daerah di sekitar ischemic core yang CBF-nya juga rendah, tetapi


masih lebih tinggi daripada CBF di ischemic core. Walaupun sel-sel
neuron tidak sampai mati, fungsi sel terhenti dan menjadi functional
paralysis. Pada daerah ini PO2 rendah, PCO2 tinggi dan asam laktat
meningkat. Tentu saja terdapat kerusakan neuron dalam berbagai
tingkat, edema jaringan akibat bendungan dengan dilatasi pembuluh
darah dan jaringan berwarna pucat. Keadaan ini disebut ischemic
penumbra. Daerah ini masih mungkin diselamatkan dengan resusitasi
dan manajemen yang tepat.
c. Daerah di sekeliling penumbra tampak berwarna kemerahan dan edema.
Pembuluh darah mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2 tinggi,
dan kolateral maksimal. Pada daerah ini CBF sangat tinggi sehingga
disebut sebagai daerah dengan perfusi berlebihan (luxury perfusion).
Konsep penumbra iskemia merupakan sandaran dasar pada pengobatan
stroke, karena masih terdapatnya strukturselular neuron yang masih hidup dan
reversibel apabila dilakukan pengobatan yang cepat. Usaha pemulihan daerah
penumbra dilakukan dengan reperfusi yang harus tepat waktu supaya aliran darah
kembali ke daerah iskemia tidak terlambat. Komponen waktu ini disebut sebagai
jendela terapeutik (therapeutic window) yaitu jendela waktu reversibilitas sel-sel
neuron penumbra.
Perubahan Pada Tingkat Seluler dan Mikrosirkulasi
Perubahan yang kompleks terjadi di tingkat seluler dan mikrosirkulasi
yang saling berkaitan. Pengaruh iskemia terhadap integritas dan struktur otak pada
daerah penumbra terletak antara batas kegagalan elektrik otak (electrical failure)
dengan batas bawah kegagalan ionik (ion pump failure). Selanjutnya dikatakan
bahwa aliran darah otak di bawah 17 cc/100 gram otak/menit, menyebabkan
aktifitas otak listrik berhenti walaupun kegiatan pompa ion masih berlangsung.
Neuron penumbra masih hidup jika CBF berkurang di bawah 20 cc/100 gram
otak/menit dan kematian neuron akan terjadi apabila CBF di bawah 10 cc/100
gram otak/menit.

15

Daerah ischemic core kematian sudah terjadi sehingga mengalami nekrosis


akibat kegagalan energi (energy failure) yang akan merusak dinding sel beserta
isinya sehingga mengalami lisis (sitolisis). Sementara pada daerah penumbra jika
terjadi

iskemia

berkepanjangan,

sel

tidak

dapat

lagi

mempertahankan

intergritasnya sehingga terjadi kematian sel, yang secara akut timbul melalui
proses apoptosis, yaitu disintergrasi elemen-elemen seluler secara bertahap
dengan kerusakan dinding sel yang disebut juga programmed cell death. Iskemia
menyebabkan aktifitas intraseluler Ca2+ meningkat hingga peningkatan ini akan
menyebabkan juga aktifitas Ca2+ di celah sinaps bertambah sehingga terjadi
sekresi neurotransmitter yang berlebihan, yaitu glutamat, asparat, dan kainat yang
bersifat eksitotoksik. Akibat lamanya stimulasi reseptor metabolik oleh zat-zat
yang dikeluarkan oleh sel, menyebabkan juga aktifitas reseptor neurotropik yang
merangsang pembukaan kanal Ca2+ yang tidak tergantung pada kondisi tegangan
potensial membran seluler (receptor-operated gate opening), di samping
terbukanya kanal Ca2+ akibat aktifitas NMDA reseptor voltage operated gate
opening yang telah terjadi sebelumnya. Kedua proses tersebut mengakibatkan
masuknya Ca2+ ion eksteaseluler ke dalam ruang intraseluler. Jika proses berlanjut,
pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan membran sel dan rangka sel
(sitoskeleton) melalui terganggunya proses fosforilasi dari regulator sekunder
sintesa protein, proses proteolisis dan lipolisis yang akan menyebabkan ruptur atau
nekrosis.
Pada infark serebri yang cukup luas, edema serebri timbul akibat
kegagalan energi dari sel-sel otak dengan akibat perpindahan elektrolit (Na+, K+)
dan perubahan permeabilitas membran serta gradasi osmotik. Akibatnya terjadinya
pembengkakan sel /edema sitotoksik. Keadaan ini terjadi pada iskemia berat dan
akut seperti hipoksia dan henti jantung. Selain itu edema serebri dapat juga timbul
akibat kerusakan sawar otak yang mengakibatkan permeabilitas kapiler rusak,
sehingga cairan dan protein bertambah mudah memasuki ruangan ekstraseluler
sehingga menyebabkan edema vasogenik. Efek edema jelas menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial dan akan memperburuk iskemia otak.
Selanjutnya terjadi efek massa yang berbahaya dengan akibat herniasi otak.

16

Biomolekular Stroke
Kerusakan seluler pada stroke akibat iskemik terjadi karena nekrosis pada
neuron terutama akibat disintegrasi struktur sitoskeleton karena zat-zat
neurotransmitter eksitotoksik yang bocor pada hipoksia akut. Selain itu, pada
stroke iskemik, kerusakan yang terjadi lebih lambat, akibat berkurangnya energi
yang berkepanjangan pada sel-sel otak yang menyebabkan apoptosis, yaitu
kematian sel secara perlahan karena kehabisan energi pendukungnya. Energi
dibutuhkan untuk mempertahankan keseimbangan ion-ion yang berada di intra
seluler seperti kalium (K+) dan ekstraseluler seperti natrium (Na+), kalsium (Ca++)
dan klorida (Cl-). Keseimbangan ini dipertahankan melalui pompa ion yang aktif
yang bergantung pada keberadaan energi tinggi, adenosine triphospate (ATP), dan
adenosine diphosphate (ADP). Pada kondisi iskemik dibedakan dua daerah, yakni
infark (core) dan daerah di sekitar infark tadi yang disebut sebagai
penumbra.Daerah yang infark dan penumbra mempunyai karakteristik kematian
sel yang berbeda yakni nekrosis dan apoptosis.Pada penumbra beberapa residu
perfusi masih berfungsi melalui sirkulasi kolateral, namun tidak dapat
mempertahankan metabolisme secara penuh. Dalam keadaan iskemik, pompa ion
tidak akan bekerja karena pompa ini tergantung pada aktifitas metabolisme sel,
yakni energi dan oksigen. Akibatnya terjadi akumulasi intraseluler ion Na + dan Cldisertai oleh masuknya H2O. Hal ini akan menyebabkan edema sel, baik neuron
maupun glia. Keadaan ini bisa terjadi dalam jangka waktu singkat, sekitar 5 menit
setelah terjadinya iskemia.
Iskemia dan Proses Eksitatorik
Neurotransmiter

eksitatorik

seperti

glutamat

dan

aspartat

akan

menstimulasi sel post-sinapsis, sementara gamma-aminobutiric acid (GABA)


akan bekerja sebaliknya. Keadaan defisit energi lokal seperti pada iskemik akan
menyebabkan depolarisasi neuron dan glia yang kemudian memicu aktivasi dari
kanal Ca2+ serta sekresi asam amino eksitatorik glutamat di ekstrasel. Selain itu, sel
yang iskemik tidak mempunyai kesanggupan untuk memetabolisme atau memecah

17

neurotransmiter eksitatorik tersebut akibat terganggunya enzim pemercah pada


iskemik, sehingga terjadi penumpukan glutamat di sinaps. Glutamat yang berlebih
akan berikatan dengan 3 reseptor glutamat, yaitu N-methyl-D-aspartate
(NMDA),-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazole propionic acid (AMPA), dan
reseptor metabotropik. Ikatan dengan reseptor NMDA menyebabkan masuknya
ion N+ dan Ca2+ juga berakibat pada masuknya cairan H 2O yang berlebihan.
Aktivasi reseptor AMPA yang berlebihan juga menyebabkan gangguan
homeostasis, dengan dibarengi masuknya cairan H2O ke dalam sel merupakan
penyebab edema toksik, serta merupakan faktor penyebab sel lisis (nekrosis).
Selanjutnya, reseptor metabotropik glutamat menjadi aktif dengan memblok
induksi fosfolipase C dan insitol trifosfat serta diiringi oleh mobilisasi Ca2+ yang
tersimpan di dalam sel. Kondisi lain adalah masuknya Ca 2+ melalui kanal ion
akibat ikatan neurotransmiter eksitatorik dengan reseptor NMDA. Keadaan ini
diperburuk oleh kejadian iskemia, yaitu Ca2+ akan keluar dari mitokondria dan
retikulum endoplasmik sehingga secara substansial terjadi penumpukan kalsium di
intraseluler yang menyebabkan kerusakan neuron yang reversibel.
Kalsium dan Kematian Sel
Kalsium berperan mengaktifasi enzim perusak asam nukleus, protein, dan
lipid dengan target utama membran fosfolipid yang sangat sensitif. Seperti
diketahui , konsentrasi Ca2+ di ekstra sel ditemukan sekitar 10.000 kali lebih
beasar dibanding intrasel. Keseimbangan ini dipertahankan melalui 4 mekanisme
untuk menjaga tidak masuknya Ca2+ ke intrasel, yaitu melalui pompa ATP yang
aktif; intaknya pertukaran Ca2+ dan Na+ di membran oleh adanya pompa Na+ - K+;
pemisahan Ca2+ intraseluler di retikulum endoplasmik melalui proses penggunaan
ATP yang aktif, serta akumulasi dari Ca++ intraseluler melalui pemisahan Ca2+ di
mitokondria secara oksidatif.
Keadaan iskemia mengakibatkan kehilangan keseimbangan gradien antara
Na+ dan K+ yang secara beruntun mengakibatkan gangguan keseimbangan Ca2+.
Hal ini akan menyebabkan masuknya Ca2+ ke dalam sel secara masif yang
selanjutnya mengakibatkan beban mitokondria berlebihan. Kalsium akan
mengaktifkan fosforilase ,membran dan protein kinase. Akibatnya terbentuk asam
18

lemak bebas (FFA) yang berpotensi mengindukasi prostaglandin dan asam


arakidonat. Metabolisme asam arakidonat ini akan membentuk radikal bebas
seperti toxic oxygen intermediates, eikosanoid, dan leukotrin yang akan memacu
agregasi platelet dan vasokontriksi vaskuler. Selain itu, keberasaan Ca 2+ yang
berlebihan dalam sel akan merusak beberapa jenis enzim termasuk protein kinase
C, kalmodulin protein kinase II, protease dan nitrik okside sintesase. Ca 2+ juga
mengaktivasi enzim sitosolik dan denukleasi yang mengakibatkan terjadinya
apoptosis.
Iskemia dan Angiogenesis
Pengaruh sistemik akut yang disebabkan oleh penurunan suplai sirkulasi
ke otak akan berakibat pada perubahan tatanan biokimiawi otak. Hal ini yang
merupakan penyebab kematian

dari jaringan otak. Dalam pengamatan

neovaskularisasi di daerah infark dan peri-infark berkaitan dengan survival


penderita stroke membuktikan bahwa angiogenesis merupakan proses kompensasi
atau proteksi yang sekaligus merupakan target terapi stroke. Neovaskularisasi
yang akan terjadi bersamaan dengan meningkatnya ekspresi dari neuron, sel
mikroglia, astrosit, dan molekul angiogenik, vascular endothel growth factor
(VEGF). VEGF merupakan faktor angiogenesis yang berperan lewat reseptor
VEGF tirosin kinase, VEGFR1 dan 2, serta neurophilin-1 dan 2 (NP-1 dan NP-2)
Iskemia dan Radikal Bebas
Konsekuensi iskemia dan reperfusi adalah terbentuknya radikal bebas
seperti superoksida, hidrogen peroksida, dan radikal hiroksil. Keberadaan nitric
oxide (NO) sendiri adalah melalui aktifitas inducible nitric oxide synthase
(iNOS). Sumber lain akibat pemecahan produksi ADP melalui oksidasi xantine
dan reaksi iron -catalysed. Radikal bebas yang bermacam-macam ini akan
bereaksi dengan komponen seluler seperti karbohidrat, asam amino, DNA dan
fosfolipid sebagai korbannya sendiri.
Iskemia dan Inflamasi

19

Tingkat awal dari inflamasi dimulai beberapa jam sesudah onset iskemia
dengan karakteristik munculnya ekspresi adhesi molekul di endotel pembuluh
darah dan leukosit di sirkulasi. Leukosit bergerak melewati endotel keluar dari
sirkulasi dan penetrasi ke jaringan parenkim otak yang mengakibatkan reaksi
inflamasi. Bagian mayoritas dari inflamasi ditentukan oleh populasi dari sel
mikroglia yang disebut juga efektor imun dari sususan saraf pusat (SSP).
Mikroglia adalah fagosit aktif dan merupakan target utama yang sanggup
menghasilkan sitokin dan enzim pro-inflamasi. Kelompok sitokin anti-inflamasi
seperti tumor growth factor-1 beta (TGF-1 beta) dan IL-10 yang bersifat sebagai
neuroprotektif juga menjadi aktif terhadap stimulasi mikroglia. Secara klinis,
kelompok sitokin yang domainnya terdiri dari 2 kelompok protein adalah iNOS
dan kelompok cyclo-oxygenase 2 (COX-2).

2.7 Diagnosis
Pada evaluasi stroke akut, banyak hal akan terjadi pada waktu yang sama.
Pada saat dokter mencari informasi riwayat pasien dan melakukan pemeriksaan
fisik, perawat akan mulai memonitor tanda-tanda vital pasien, melakukan tes
darah dan melakukan pemeriksaan EKG (elektrokardiogram).
Bagian dari pemeriksaan fisik yang menjadi standar adalah penggunaan
skala stroke. The American Heart Association telah mempublikasikan suatu
pedoman pemeriksaan sistem saraf untuk membantu penyedia perawatan
menentukan berat ringannya stroke dan apakah intervensi agresif mungkin
diperlukan.
Untuk membedakan
hemoragis.

antara

stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non

keduanya,

dapat

ditentukan

berdasarkan

anamnesis,

pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah
berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke
hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan

20

anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat


ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.2 Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis

2. Pemeriksaan klinis neurologis


Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila
dibandingkan antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 2.3 Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark berdasarkan
tanda-tandanya.

3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.


Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan :
3.a.Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada

21

3.b.

Gambar 2.1 Algoritma Stroke Gadjah Mada


Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi stroke score

Tabel 2.4 Djoenaedi Stroke Score

22

Bila skor > 20 termasuk stroke hemoragik, skor < 20 termasuk


stroke non-hemoragik. Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini 91.3%

23

untuk stroke hemoragik, sedangkan pada stroke non-hemoragik 82.4%.


Ketepatan diagnostik seluruhnya 87.5%
Terdapat batasan waktu yang sempit untuk menghalangi suatu
stroke akut dengan obat untuk memperbaiki suplai darah yang hilang pada
bagian otak. Pasien memerlukan evaluasi yang sesuai dan stabilisasi
sebelum obat penghancur bekuan darah apapun dapat digunakan.

3.c. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score


Tabel 2.5 Siriraj Stroke Score (SSS)

Catatan

: 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik


2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik

4. Pemeriksaan Penunjang
Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan
penyebab seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut
CT scan otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari
perdarahan atau massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke
yang memerlukan penanganan yang berbeda pula. CT Scan berguna untuk
menentukan:

24

jenis patologi

lokasi lesi

ukuran lesi

menyingkirkan lesi non vaskuler


MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang

magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih
detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis
depan untuk stroke. jika CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu
waktu lebih dari satu jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan
pasien jika detail yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan keputusan medis
lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti, pacemaker) atau
metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah magneti
kuat suatu MRI.
Metode lain teknologi MRI: suatu MRI scan dapat juga digunakan untuk
secara spesifik melihat pembuluh darah secara non invasif (tanpa menggunakan
pipa atau injeksi), suatu prosedur yang disebut MRA (magnetic resonance
angiogram). Metode MRI lain disebut dengan diffusion weighted imaging (DWI)
ditawarkan di beberapa pusat kesehatan. Teknik ini dapat mendeteksi area
abnormal beberapa menit setelah aliran darah ke bagian otak yang berhenti,
dimana MRI konvensional tidak dapat mendeteksi stroke sampai lebih dari 6 jam
dari saat terjadinya stroke, dan CT scan kadang-kadang tidak dapat mendeteksi
sampai 12-24 jam. Sekali lagi, ini bukanlah test garis depan untuk mengevaluasi
pasien stroke.
Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat
warna yang disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di
otak dapat memberikan informasi tentang aneurisma atau arteriovenous
malformation. Seperti abnormalitas aliran darah otak lainnya dapat dievaluasi
dengan peningkatan teknologi canggih, CT angiography menggeser angiogram
konvensional.

25

Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadangkadang digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang
dimasukkan ke dalam arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna
diinjeksikan sementara foto sinar-x secara bersamaan diambil. Meskipun
angiogram memberikan gambaran anatomi pembuluh darah yang paling detail,
tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan digunakan hanya jika benarbenar diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah perdarahan jika sumber
perdarahan perlu diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga kadang-kadang
dilakukan untuk evaluasi yang akurat kondisi arteri carotis ketika pembedahan
untuk membuka sumbatan pembuluh darah dipertimbangkan untuk dilakukan.
Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa
injeksi atau penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk
menampakkan penyempitan dan penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri
utama di leher yang mensuplai darah ke otak)
Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering
dilakukan pada pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram
adalah tes dengan gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan
peralatan microphone pada dada atau turun melalui esophagus (transesophageal
achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor Holter sama dengan
electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada dada selama
24 jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.
Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein
yang dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk
adanya arteri yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat
meningkatkan peluang terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur.
Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau
untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari
infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga
perlu dipertimbangkan.
Tabel 2.6 Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu.

26

Tabel 2.7 Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik

Tabel 2.8 Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark

2.8 Penatalaksanaan
Terapi dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut.

27

1. Fase Akut (hari ke 0-14 sesudah onset penyakit)


Sasaran pengobatan ialah menyelamatkan neuron yang menderita jangan
sampai mati, dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak
mengganggu/mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah
menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Sehingga
perlu dipelihara fungsi optimal dari respirasi, jantung, tekanan darah darah
dipertahankan pada tingkat optimal, kontrol kadar gula darah (kadar gula darah
yang tinggi tidak diturunkan dengan derastis), bila gawat balans cairan, elektrolit,
dan asam basa harus terus dipantau.
Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan
mengurangi kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki
aliran darah ke otak secepat mungkin dan melindungi neuron dengan memotong
kaskade iskemik. Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi
dalam :
1. Pengelolaan umum, pedoman 5 B
- Breathing
- Blood
- Brain
- Bladder
- Bowel
2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya
Stroke iskemik
Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
Proteksi neuronal/sitoproteksi
Stroke Hemoragik
Pengelolaan konservatif
Perdarahan intra serebral
Perdarahan Sub Arachnoid
Pengelolaan operatif
1. Pengelolaan umum, pedoman 5 B
a. Breathing
Jalan nafas harus terbuka lega, hisap lendir dan slem untuk mencegah
kekurang oksigen dengan segala akibat buruknya.

Dijaga agar

oksigenasi dan ventilasi baik, agar tidak terjadi aspirasi (gigi palsu
dibuka). Intubasi pada pasien dengan GCS < 8. Pada kira-kira 10%
penderita pneumonia (radang paru) merupakan merupakan penyebab

28

kematian utama pada minggu ke 2 4 setelah serangan otak.Penderita


sebaiknya berbaring dalam posisi miring kiri-kanan bergantian setiap 2
jam. Dan bila ada radang atau asma cepat diatasi.
b. Blood
Tekanan darah pada tahap awal tidak boleh segera diturunkan, karena
dapat memperburuk keadaan, kecuali pada tekanan darah sistolik >
220 mmHg dan atau diastolik > 120 mmHg (stroke iskemik), sistolik >
180 mmHg dan atau diastolik > 100 mmHg (stroke hemoragik).
Penurunan tekanan darah maksimal 20 %. Obat-obat yang dapat
dipergunakan Nicardipin (0,5 6 mcg/kg/menit infus kontinyu),
Diltiazem (5 40 g/Kg/menit drip), nitroprusid (0,25 10
g/Kg/menit infus kontinyu), nitrogliserin (5 10 g/menit infus
kontinyu), labetolol 20 80 mg IV bolus tiap 10 menit, kaptopril 6,25
25 mg oral / sub lingual. Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu
diawasi Kadar gula darah (GD) yang terlalu tinggi terbukti
memperburuk outcome pasien stroke, pemberian insulin reguler
dengan skala luncur dengan dosis GD > 150 200 mg/dL 2 unit, tiap
kenaikan 50 mg/dL dinaikkan dosis 2 unit insulin sampai dengan kadar
GD > 400 mg/dL dosis insulin 12 unit.
c. Brain
Bila didapatkan kenaikan tekanan intra kranial dengan tanda nyeri
kepala, muntah proyektil dan bradikardi relatif harus di berantas, obat
yang biasa dipakai adalah manitol 20% 1 - 1,5 gr/kgBB dilanjutkan
dengan 6 x 100 cc (0,5 gr/Kg BB), dalam 15 20 menit dengan
pemantauan osmolalitas antara 300 320 mOsm, keuntungan lain
penggunaan manitol penghancur radikal bebas. Peningkatan suhu
tubuh

harus

dihindari

karena

memperbanyak

pelepasan

neurotransmiter eksitatorik, radikal bebas, kerusakan BBB dan


merusak pemulihan metabolisme enersi serta memperbesar inhibisi
terhadap protein kinase.Hipotermia ringan 30C atau 33C mempunyai

29

efek neuroprotektif. Bila terjadi kejang beri antikonvulsan diazepam


i.v karena akan memperburuk perfusi darah kejaringan otak.
d. Bladder
Hindari infeksi saluran kemih bila terjadi retensio urine sebaiknya
dipasang kateter intermitten. Bila terjadi inkontinensia urine, pada laki
laki pasang kondom kateter, pada wanita pasang kateter.
e. Bowel
Kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan, hindari obstipasi, Jaga
supaya defekasi teratur, pasang NGT bila didapatkan kesulitan
menelan makanan. Kekurangan albumin perlu diperhatikan karena
dapat memperberat edema otak
2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya
2.a. Stroke iskemik
- Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan
upaya yang paling ideal, obat trombolisis yang sudah di setujui
oleh FDA adalah rt-PA (recombinan tissue plasminogen activator)
dengan dosis 0,9 mg/kgBB maksimal 90 mg (10% diberikan bolus
& sisanya infus kontinyu dalam 60 menit). Sayangnya bahwa
pengobatan dengan obat ini mempunyai persyaratan pemberian
haruslah kurang dari 3 jam, sehingga hanya pasien yang masuk
rumah

sakit dengan onset awal dan dapat penyelesaian

pemeriksaan darah, CT Scan kepala dan inform consent yang cepat


saja yang dapat menerima obat ini.
Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan
memperbaiki hemorheologi seperti obat pentoxifillin yang yang
mengurangi viskositas darah dengan meningkatkan deformabilitas
sel darah merah dengan dosis 15 mg/kgBB/hari. Obat lain yang
juga

memperbaiki

sirkulasi

adalah

naftidrofuril

dengan

memperbaiki aliran darah melalui unsur seluler darah dosis 600


mg/hari selama 10 hari iv dilanjutkan oral 300 mg/hari.
-

Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)

30

Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua


kelas pengobatan yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti
agregasi trombosit.
Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai
risiko untuk terjadi emboli otak seperti pasien dengan kelainan
jantung fibrilasi atrium non valvular, thrombus mural dalam
ventrikel kiri, infark miokard baru & katup jantung buatan.

Obat

yang dapat diberikan adalah heparin dengan dosis awal 1.000


u/jam cek APTT 6 jam kemudian sampai dicapai 1,5 2,5 kali
kontrol hari ke 3 diganti anti koagulan oral, Heparin berat molekul
rendah (LWMH) dosis 2 x 0,4 cc subkutan monitor trombosit hari
ke 1 & 3 (jika jumlah < 100.000 tidak diberikan), Warfarin dengan
dosis hari I = 8 mg, hari II = 6 mg, hari III penyesuaian dosis
dengan melihat INR pasien.
Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berrisiko
terjadi trombosis vena dalam dan emboli paru untuk prevensi
diberikan heparin 2 x 5.000 unit sub cutan atau LMWH 2 x 0,3 cc
selama 7 10 hari.
Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara
lain aspirin dosis 80 1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan
menghambat jalur siklooksigenase, dipiridamol dikombinasi
dengan aspirin aspirin 25 mg + dipiridamol SR 200 mg dua kali
sehari dengan menghambat jalur siklooksigenase, fosfodiesterase
dan ambilan kembali adenosin, cilostazol dosis 2 x 50 mg
mekanisme kerja menghambat aktifitas fosfodiesterase III,
ticlopidin dosis 2 x 250 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin
difosfat dan thyenopyridine dan clopidogrel dosis 1 x 75 mg
dengan
-

menginhibisi

reseptor

adenosin

difosfat

dan

thyenopyridine.
Proteksi neuronal/sitoproteksi
Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok
ini karena diharapkan dapat dengan memotong kaskade iskemik

31

sehingga dapat mencegah kerusakan lebih lanjut neuron.

Obat-

obatan tersebut antara lain :


o CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel
dengan

cara

menghambat

menambah

sintesa

phospatidylcholine,

terbentuknya

radikal

bebas

dan

juga

menaikkan sintesis asetilkolin suatu neurotransmiter untuk


fungsi kognitif.

Meta analisis Cohcrane Stroke Riview

Group Study(Saver 2002) 7 penelitian 1963 pasien stroke


iskemik dan perdarahan, dosis 500 2.000 mg sehari
selama 14 hari menunjukkan penurunan angka kematian
dan kecacatan yang bermakna.

Therapeutic Windows 2

14 hari.
o Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui,
diperkirakan memperbaiki integritas sel, memperbaiki
fluiditas membran dan menormalkan fungsi membran.
Dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan 4 x 3 gr iv sampai hari ke
empat, hari ke lima dilanjutkan 3 x 4 gr peroral sampai
minggu ke empat, minggu ke lima sampai minggu ke 12
diberikan 2 x 2,4 gr per oral,. Therapeutic Windows 7 12
jam.
o Statin, diklinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat
neuroprotektif untuk iskemia otak dan stroke. Mempunyai
efek anti oksidan downstream dan upstream.

Efek

downstream adalah stabilisasi atherosklerosis sehingga


mengurangi pelepasan plaque tromboemboli dari arteri ke
arteri. Efek upstream adalah memperbaiki pengaturan
eNOS (endothelial Nitric Oxide Synthese, mempunyai sifat
anti trombus, vasodilatasi dan anti inflamasi), menghambat
iNOS

(inducible

Nitric

Oxide

Synthese,

sifatnya

berlawanan dengan eNOS), anti inflamasi dan anti oksidan.


o Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat
anti calpain, penghambat caspase dan sebagai neurotropik

32

dosis 30 50 cc selama 21 hari menunjukkan perbaikan


fungsi motorik yang bermakna.
2.b. Stroke Hemoragik
-

Pengelolaan konservatif Perdarahan Intra Serebral


Pemberian anti perdarahan : Epsilon aminocaproat 30 - 36
gr/hari, Asam Traneksamat 6 x 1 gr untuk mencegah
lisisnya bekuan darah yamg sudah terbentuk oleh tissue
plasminogen.

Evaluasi status koagulasi seperti pemberian

protamin 1 mg pada pasien yang mendapatkan heparin 100


mg & 10 mg vitamin K intravena pada pasien yang
mendapat warfarin dengan prothrombine time memanjang.
Untuk mengurangi kerusakan jaringan iskemik
disekeliling hematom dapat diberikan obat-obat yang
-

mempunyai sifat neuropriteksi.


Pengelolaan konservatif Perdarahan Sub Arahnoid
o Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang
tenang, pada pasien yang sadar, penggunaan morphin 15
mg IM pada umumnya diperlukan untuk menghilangkan
nyeri kepala pada pasien sadar.
o Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat diberikan
Calcium Channel Blockers dengan dosis 60 90 mg oral
tiap 4 jam selama 21 hari atau 15 30 mg/kg/jam selama 7
hari, kemudian dilanjutkan per oral 360 mg /hari selama 14
hari, efektif untuk mencegah terjadinya vasospasme yang
biasanya terjadi pada hari ke 7 sesudah iktus yang berlanjut
sampai minggu ke dua setelah iktus.

Bila terjadi

vasospasme dapat dilakukan balance positif cairan 1 2


Liter diusahakan tekanan arteri pulmonalis 18 20 mmHg
dan Central venous pressure 10 mmHg, bila gagal juga
dapat diusahakan peningkatan tekanan sistolik sampai 180
220 mmHg menggunakan dopamin.

33

Pengelolaan operatif
Tujuan pengelolaan operatif adalah : Pengeluaran bekuan
darah, Penyaluran cairan serebrospinal & Pembedahan mikro pada
pembuluh darah. Yang penting diperhatikan selain hasil CT Scan
dan arteriografi adalah keadaan/kondisi pasien itu sendiri :
Faktor faktor yang mempengaruhi :
1. Usia
Lebih 70 th tidak ada tindakan operasi
60 70 th
pertimbangan operasi lebih ketat
Kurang 60 th operasi dapat dilakukan lebih aman
2. Tingkat kesadaran
Koma/sopor
tak dioperasi
Sadar/somnolen
tak dioperasi kecuali kesadaran
atau keadaan neurologiknya menurun
Perdarahan serebelum : operasi

kadang

hasilnya

memuaskan walaupun kesadarannya koma


3. Topis lesi
Hematoma Lobar (kortical dan Subcortical)
Bila TIK tak meninggi tak dioperasi
Bila TIK meninggi disertai tanda tanda herniasi

(klinis menurun) operasi


Perdarahan putamen
Bila hematoma kecil atau sedang

tak

dioperasi
Bila hematoma lebih dari 3 cm

tak

dioperasi,

kecuali

kesadaran

atau

defisit

neurologiknya memburuk
Perdarahan talamus
Pada umumnya tak dioperasi, hanya ditujukan pada
hidrocepalusnya akibat perdarahan dengan VP shunt

bila memungkinkan.
Perdarahan serebelum
Bila perdarahannya lebih dari 3 cm dalam minggu
pertama maka operasi
Bila perjalanan neurologiknya stabil diobati secara
medisinal dengan pengawasan
Bila hematom kecil tapi disertai tanda tanda
penekanan batang otak operasi

34

4. Penampang volume hematoma

Bila penampang hematoma lebih 3 cm atau volume lebih


dari 50 cc ------------- operasi
Bila penampang kecil, kesadaran makin menurun dan
keadaan neurologiknya menurun ada tanda

tanda

penekanan batang otak maka ---------- operasi


5. Waktu yang tepat untuk pembedahan
Dianjurkan untuk operasi secepat mungkin 6 7 jam
setelah serangan sebelum timbulnya edema otak , bila tak
memungkinkan sebaiknya ditunda sampai 5 15 hari
kemudian. Indikasi pembedahan pasien PSA adalah pasien
dengan grade Hunt & Hest

Scale 1 sampai 3, waktu

pembedahan dapat segera (< 72 jam) atau lambat (setelah


14 hari).

Pembedahan pasien PSA dengan Hunt &Hest

Scale 4 5 menunjukkan angka kematian yang tinggi


(75%).

2. Fase Pasca Akut


Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.
Terapi Preventif
Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru
stroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko
stroke:
Untuk stroke infark diberikan :
a Obat-obat anti platelet aggregasi
b Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya
c Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin
Menghindari rokok, obesitas, stres
Berolahraga teratur
Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun,
maka yang paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin

35

kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara, dan
psikoterapi. Jika seorang pasien tidak lagi menderita sakit akut setelah suatu
stroke, staf perawatan kesehatan memfokuskan pada pemaksimalan kemampuan
fungsi pasien. Hal ini sering dilakukan di rumah sakit rehabilitasi atau area khusus
di rumah sakit umum. Rehabilitasi juga dapat bertempat di fasilitas perawat.
Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:
1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan
2. Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan
tangan
3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan
4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam
merawat orang yang mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan
mereka hadapi.
Tabel 2.9 Pedoman dasar rehabilitasi pasien pasca stroke
Hari 1-3 (di sisi tempat tidur)

Kurangi penekanan pada daerah yang


sering tertekan (sakrum, tumit)

Hari 3-5

Modifikasi diet, bed side, positioning

Mulai PROM dan AROM


Evaluasi ambulasi

Beri sling bila terjadi subluksasi bahu


Aktifitas berpindah

Latihan ADL: perawatan pagi hari

Komunikasi, menelan
Team/family planning

Therapeuthic home evaluation

Hari 7-10

2-3 minggu

36

3-6 minggu

10-12 minggu

Home program

Independent ADL, tranfer, mobility


Follow up

Review functional abilities

Ketika seorang pasien stroke telah siap untuk pulang ke rumah, seorang
perawat sebaiknya datang ke rumah selama periode waktu tertentu sampai
keluarga terbiasa dengan merawat pasien dan prosedur untuk memberikan
bermacam obat. Terapi fisik dapat dilanjutkan di rumah.
Pada akhirnya pasien biasa ditinggalkan di rumah dengan satu atau lebih
orang yang menjaganya, yang sekarang mendapati hidupnya telah sangat berubah.
Merawat pasien stroke di rumah dapat sangat mudah atau sangat tidak mungkin.
Pada waktunya, ini akan menjadi jelas bahwa pasien harus ditempatkan pada
fasilitas perawatan yang terlatih karena perawatan yang sesuai tidak dapat
diberikan di rumah walaupun keluarga bermaksud baik untuk merawatnya.
Macam-macam rehabilitasi fisik yang dapat diberikan adalah :
1. Bed exercise
2. Latihan duduk
3. Latihan berdiri
4. Latihan mobilisasi
5. Latihan ADL (activity daily living)
6. Latihan Positioning (Penempatan)
7. Latihan mobilisasi
8. Latihan pindah dari kursi roda ke mobil
9.

Latihan berpakaian

10. Latihan membaca

37

11. Latihan mengucapkan huruf A,I,U,E,O

2.9 Komplikasi
Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik stroke
menjadi semakin memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak dini
sehingga dapat dicegah agar tidak semakin buruk dan dapat menentukan terapi
yang sesuai.1 Komplikasi pada stroke yaitu:
1. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama):
1. Edema serebri: Merupakan komplikasi yang umum terjadi, dapat
menyebabkan defisit neurologis menjadi lebih berat, terjadi
peningkatan

tekanan

intrakranial,

herniasi

dan

akhirnya

menimbulkan kematian.
2. Abnormalitas jantung: Kelaianan jantung dapat menjadi penyebab,
timbul bersama atau akibat stroke,merupakan penyebab kematian
mendadak pada stroke stadium awal.sepertiga sampai setengah
penderita stroke menderita gangguan ritme jantung.
3. Kejang: kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke
hemoragik dan pada umumnya akan memperberat defisit
neurologis.
4. Nyeri kepala
5. Gangguan fungsi menelan dan asprasi
2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama):
1. Pneumonia: Akibat immobilisasi yang lama.2 merupakan salah satu
komplikasi stroke pada pernafasan yang paling sering, terjadi
kurang lebih pada 5% pasien dan sebagian besar terjadi pada
pasien yang menggunakan pipa nasogastrik.
2. Emboli paru: Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali
pada saat penderita mulai mobilisasi.

38

3. Perdarahan gastrointestinal: Umumnya terjadi pada 3% kasus


stroke. Dapat merupakan komplikasi pemberian kortikosteroid
pada pasien stroke. Dianjurkan untuk memberikan antagonis H2
4.
5.

6.
7.

pada pasien stroke ini.


Stroke rekuren
Abnormalitas jantung
Stroke dapat menimbulkan beberapa kelainan jantung berupa:
- Edema pulmonal neurogenik
- Penurunan curah jantung
- Aritmia dan gangguan repolarisasi
Deep vein Thrombosis (DVT)
Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia urin

3. Komplikasi jangka panjang


1. Stroke rekuren
2. Abnormalitas jantung
3. Kelainan metabolik dan nutrisi
4. Depresi
5. Gangguan vaskuler lain: Penyakit vaskuler perifer.
2.10 Prognosis
Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara
sempurna asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal
ini penting agar penderita tidak mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa
seperti jalannya pincang atau berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih bisa
disembuhkan.
Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit
48-72 jam setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu
dilakukan adalah pemulihan. Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi
komplikasi akibat stroke dan berupaya mengembalikan keadaan penderita kembali
normal seperti sebelum serangan stroke.
Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya
dilakukan secepat mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien
stabil. Tiap pasien membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari
kebutuhan pasien. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan.

39

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

40

Stroke adalah serangan otak yang timbulnya mendadak akibat


tersumbat atau pecahnya pembuluh darah otak. Stroke merupakan satu
masalah kesehatan paling serius dalam kehidupan modern saat ini. Jumlah
penderita stroke terus meningkat setiap tahunnya, bukan hanya menyerang
mereka yang berusia tua, tetapi juga orang-orang muda pada usia
produktif. Data penelitian mengenai pengobatan stroke hingga kini masih
belum memuaskan walaupun telah banyak yang dicapai, hasil akhir
pengobatan kalau tidak meninggal hampir selalu meninggalkan kecacatan.
Agaknya pengobatan awal/dini seperti pencegahan sangat bermanfaat,
akan tetapi harus disertai dengan pengenalan dan pemahaman stroke pada
semua lapisan dan komjunitas dalam masyarakat.
3.2 Saran
Mencegah lebih baik daripada mengobati. Istilah ini sudah sangat
lumrah di kalangan kita. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya
stroke, maka yang harus kita ubah mulai sekarang adalah pola hidup dan
pola makan yang sehat dan teratur. Jika kita membiasakan hidup sehat,
maka kita tidak akan mudah terserang penyakit.

41

DAFTAR PUSTAKA
Adam HP, Del Zoppo GJ, Kummer RV. Management of stroke. 2 nd Ed,
Professional communications inc New York, 2002
Alfa AY, Soedomo A, Toyo AR, Aliah A, Limoa A, et al. Gangguan Peredaran
Darah Otak (GPDO) Dalam Harsono ed. Buku Ajar NeurologiKlinis. Edisi 1.
Yogyakarta: GadjahMadya University Press; 1999. hal. 59-10.
Brass LM. Stroke. Available at http://www.med.yale.edu/library/heartbk/18.pdf.
Accessed on 10th January 2012.
CP Warlow, MS Dennis, J Van Gijn, GJ Hankey, PAG Ssandercock, JH Bamford,
Wardlaw. Stroke.A practical guide to management. Specific treatment of acute
ischaemic stroke Excell Typesetters Co Hongkong, 1996; 11; 385 429.,
Feigin V. Stroke Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke
(terjemahan). cetakan kedua. PT Buana Ilmu Populer. Jakarta. 2006
Gilroy J. Basic Neurology. Third Edition. Mc Graw Hill. New York, 2000 ; 225
-306
Gofir A. Manajemen Stroke: Evidence Based Medicine. Jakarta: Pustaka Cendekia
Press, 2009.
Goldszmidt AJ, Caplan LR. Stroke Essentials. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran,
2009.
Guidelines Stroke 2004. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, Seri
Ketiga. Jakarta, 2004.
Hinton RC. Stroke, in Samuel MA Manual of Neurologic Therapeutics. Fifth
Edition. Litle Brown and Company Ney York 1995 ; 207 24

42

Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Guideline Stroke


2000 Seri Pertama, Jakarta, Mei 2000
Misbach HJ. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999.
National Institute of Neurological Disorders and Stroke: Classification of
cerebrovascular disease III. Stroke 1990, 21: 637-76.
Price SA. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta:
EGC; 2005
Primary Prevention of Stroke, AHA/ASA Guideline, Stroke, June 2006; 15831633.
Pusinelli W.: Pathophysiology of acute ischemic stroke. Lancet 1992, 339: 533-6.
Rasyid A, Soertidewi L. Unit Stroke: Manajemen Stroke Secara Komprehensif.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.
Sandercock P, Huub W, Peter S.: Medical Treatment of acute ischemic stroke.
Lancet 1992, 339: 537-9.
SI : Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia, Jakarta, 1999.
Smith WS, Johnston SC. Cerebrovascular Diseases. In: Harrisons Neurology in
Clinical Medicine. California: University of California, San Framsisco, 2006:
233-271.
Toole J.F.: Cerebrovascular disorder. 4th edition, Raven Press, New York, 1990.
Widjaja

D.

Highlight

of

Stroke

Management.

Pendidikan

Kedokteran

Berkelanjutan, Surabaya 2002.

43

World Health Organizations: Stroke 1989. Recommendations on stroke


prevention, diagnosis anf therapy. Stroke 1989, 20: 1407-31.

44

Anda mungkin juga menyukai