Anda di halaman 1dari 29

Laporan Kasus

Congestive Heart Failure


Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada
Bagian / SMF Jantung dan Pembuluh Darah
Fakultas Kedokteran Unsyiah RSUD dr. Zainoel Abidin – BandaAceh

Disusun Oleh :
Fitri Wahyu Ramadhani
1807101030009

Pembimbing:
dr. Sri Murdiati, Sp.JP-FIHA

BAGIAN/SMF JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. yang telah
menciptakan manusia dengan akal dan budi serta berkat rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus ini dengan judul “Congestive
Heart Failure”. Shalawat beriring salam penulis sampaikan kepada Rasulullah
nabi Muhammad SAW, atas semangat perjuangan dan pengorbanan bagi
ummatnya.
Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada dr. Sri Murdiati, Sp.JP-FIHA yang telah meluangkan waktunya untuk
memberi arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran
dan kritik dari pembimbing dan teman-teman akan penulis terima dengan tangan
terbuka, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran dan bekal di masa mendatang.

Banda Aceh, Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................2
3.1 Definisi ..................................................................................................2
3.2 Etiologi..................................................................................................2
3.3 Epidemiologi........................................................................................3
3.4 Patofisiologi.........................................................................................4
3.5 Mekanisme Kompensasi....................................................................6
3.6 Menifestasi Klinis...............................................................................7
3.7 Diagnosis.............................................................................................9
3.8 Tatalaksana.......................................................................................12
BAB III LAPORAN KASUS..............................................................................16
BAB IV ANALISA MASALAH..........................................................................22
BAB V KESIMPULAN........................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Setiap tahunnya lebih dari 36 juta orang meninggal karena Penyakit Tidak
Menular (PTM). Penyakit kardiovaskular merupakan PTM nomor satu yang
menyebabkan kematian. Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang
progresif dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju
maupun negara berkembang termasuk Indonesia.(1,2)
Gagal jantung merupakan sindroma klinis kompleks yang disebabkan
gangguan struktur dan fungsi jantung sehingga mempengaruhi kemampuan
jantung untuk memompakan darah sesuai dengan kebutuhan tubuh. Tingkat
insidensi gagal jantung di dunia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Gagal jantung bertanggung jawab terhadap 287.000 kematian per tahun. Jumlah
penderita gagal jantung di Amerika diperkirakan sebanyak 5,7 juta orang dewasa
dan 550.000 kasus baru didiagnosis setiap tahunnya.(3)
Di Indonesia, berdasarkan survei Sample Registration System (SRS) pada
tahun 2019 menunjukkan bahwa penyakit jantung merupakan penyebab kematian
tertinggi kedua setelah stroke, dengan persentase 12,9%. Prevalensi penyakit
gagal jantung di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,13% atau diperkirakan sekitar
229.696 orang. Berdasarkan diagnosis/ gejala, estimasi jumlah penderita penyakit
gagal jantung terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak 96.487 orang
(0,3%), sedangkan jumlah penderita paling sedikit ditemukan di Provinsi Kepri
Bangka Belitung, yaitu sebanyak 945 orang (0,1%).(1,2)
Tanda cardinal dari gagal jantung adalah dyspnea dan fatigue yang
menyebabkan keterbatasan aktivitas, serta retensi cairan yang dapat menyebabkan
odema paru atau odema peripheral. Kedua gangguan ini mengakibatkan
penurunan kapasitas fungsional dan penurunan kualitas hidup individu. Prognosis
pasien gagal jantung buruk walaupun dengan terapi yang adequate. Data yang
diperoleh sekitar 35% pasien pria bertahan hidup setelah onset akut gagal jantung
dan 50% pada wanita.(4,5)

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gagal jantung merupakan suatu keadaan yang abnormal pada struktur
jantung atau fungsi yang menyebabkan kegagalan dari jantung untuk
mendistribusikan oksigen ke seluruh tubuh. Secara klinis, gagal jantung
merupakan kumpulan gejala yang kompleks dimana seseorang memiliki
tampilan berupa: gejala gagal jantung; tanda khas gagal jantung dan adanya
bukti obyektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istrahat.(2)
Gagal jantung merupakan keadaan dimana jantung tidak lagi mampu
memompa darah dalam jumlah yang memadai ke jaringan untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh (forward failure) atau kemampuan tersebut
hanya dapat terjadi dengan tekanan pengisian jantung yang tinggi (backward
failure) atau dapat pula keduanya.(3)
Gagal jantung dapat diklasifikasikan sebagai gagal jantung dengan
penurunan fungsi sistolik (fraksi ejeksi) dan gangguan fungsi diastolik saja
namun fungsi sistolik (fraksi ejeksi) yang normal, yang selanjutnya akan
disebut sebagai Heart Failure with Reduced Ejection Fraction (HFREF) dan
Heart Failure with Preserved Ejection Fraction (HFPEF).(6)

2.2 Etiologi
Gagal jantung dapat disebabkan oleh penyakit pada endokardium,
miokardium, perikardium, katup jantung, pembuluh darah atau gangguan
metabolisme. Sebagian besar pasien gagal jantung memiliki gejala akibat
gangguan fungsi miokard ventrikel kiri. Penyebab paling umum dari
disfungsi sistolik adalah kardiomiopati dilatasi idiopatik (DCM), penyakit
jantung koroner (iskemik), hipertensi, dan penyakit katup. Pada gagal
jantung terdapat kegagalan output yang tinggi, yang dapat disebabkan oleh:
(7)

a) Anemia
b) Hipertiroidisme

2
c) Fistula AV
d) Mieloma multipel
e) Kehamilan
f) Penyakit Paget tulang
g) Sindrom karsinoid
h) Polisitemia vera
Penyebab dekompensasi yang sangat umum pada pasien stabil dengan
gagal jantung meliputi: (7)
 Kelebihan asupan natrium dalam makanan
 Pengurangan obat yang tidak tepat
 Kurang aktivitas fisik
 Kurangnya kepatuhan minum obat
 Aktivitas fisik yang berkepanjangan
 Krisis emosi
 Perubahan cuaca yang tiba-tiba
 Kelebihan asupan air

2.3 Epidemiologi
Tingkat insidensi gagal jantung di dunia terus mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. Gagal jantung bertanggung jawab terhadap 287.000
kematian per tahun. Sekitar 5,1 juta orang di Amerika Serikat memiliki
manifestasi klinis gagal jantung, dan prevalensinya terus meningkat. Insiden
gagal jantung tetap stabil selama beberapa dekade terakhir, dengan lebih
dari 650.000 kasus baru gagal jantung didiagnosis setiap tahun, terutama
untuk individu yang berusia lebih dari 65 tahun.(3)
Prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia tahun 2013 sebesar
0,13% atau diperkirakan sekitar 229.696 orang. Berdasarkan diagnosis/
gejala, estimasi jumlah penderita penyakit gagal jantung terbanyak terdapat
di Provinsi Jawa Barat sebanyak 96.487 orang (0,3%), sedangkan jumlah
penderita paling sedikit ditemukan di Provinsi Kepri Bangka Belitung, yaitu
sebanyak 945 orang (0,1%).(1)

3
Angka kejadian gagal jantung meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Menurut studi yang dilakukan Framingham, insiden
tahunan pada laki–laki dengan gagal jantung (per 1000 kejadian) meningkat
dari 3 pada usia 50 – 59 tahun menjadi 27 pada usia 80 – 89 tahun,
sementara wanita memiliki insiden gagal jantung yang relatif lebih rendah
dibanding pada laki–laki (wanita sepertiga lebih rendah). kronik. World
Health Organization (WHO) menggambarkan bahwa meningkatnya jumlah
penyakit gagal jantung di dunia, termasuk Asia diakibatkan oleh
meningkatnya angka perokok, tingkat obesitas, dislipidemia, dan diabetes.
(7,8)

2.4 Patofisiologi
Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu
gangguan mekanik (beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara
tunggal atau bersamaan yaitu beban tekanan, beban volume, tamponade
jantung atau kontriksi perikard, jantung tidak dapat diastole, obstruksi
pengisian ventrikel, aneurisme ventrikel, disenergi ventrikel, restriksi
endokardial atau miokardial) dan abnormalitas otot jantung yang terdiri dari
primer (kardiomiopati, miokarditis metabolic (DM, gagal ginjal kronik,
anemia) toksin atau sitostatika) dan sekunder (iskemia, penyakit sistemik,
penyakit infiltrative, dan korpulmonal). (9)
Beban pengisian (preload) dan beban tekanan (afterload) pada
ventrikel yang mengalami dilatasi atau hipertrofi memungkinkan adanya
peningkatan daya kontraksi jantung yang lebih kuat, sehingga curah jantung
meningkat. Pembebanan jantung yang lebih besar meningkatkan simpatis,
sehingga kadar katekolamin dalam darah meningkat dan terjadi takikardi
dengan tujuan meningkatkan curah jantung. Pembebanan jantung yang
berlebihan dapat mengakibatkan curah jantung menurun, maka akan terjadi
redistribusi cairan dan elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal
dan vasokontriksi perifer dengan tujuan untuk memperbesar aliran balik
vena (venous return) ke dalam ventrikel sehingga meningkatkan tekanan
akhir diastolic dan menaikkan kembali curah jantung. (3,9)

4
Dilatasi, hipertrofi, takikardi, dan redistribusi cairan badan merupakan
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam
memenuhi kebutuhan kompensasi untuk mempertahankan curah jantung
dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan. Bila semua kemampuan
mekanisme kompensasi jantung tersebut di atas sudah dipergunakan
seluruhnya dan sirkulasi darah dalam badan belum juga terpenuhi, maka
terjadilah keadaan gagal jantung. (9)
Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena
adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah
jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastole dalam ventrikel
kiri dan volume akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini
merupakan beban atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri
pada waktu diastolic, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan rata-rata
dalam atrium kiri. Tekanan dalam atrium kiri yang meninggi ini
menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dari vena-vena pulmonal.
Bila keadaan ini terus berlanjut, maka bendungan akan terjadi juga dalam
paru-paru dengan akibat terjadinya edema paru dengan segala keluhan dan
tanda-tanda akibat adanya tekanan dalam sirkulasi yang meninggi. (9)
Keadaan yang terakhir ini merupakan hambatan bagi ventrikel kanan
yang menjadi pompa darah untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil). Bila beban
pada ventrikel kanan itu terus bertambah, maka akan meransang ventrikel
kanan untuk melakukan kompensasi dengan mengalami hipertropi dan
dilatasi sampai batas kemempuannya, dan bila beban tersebut tetap
meninggi maka dapat terjadi gagal jantung kanan, sehingga pada akhirnya
terjadi akhirnya terjadi gagal jantung kiri-kanan. (9)
Perubahan terkait miokardium pada kondisi gagal jantung dapat
meliputi perubahan volume miosit jantung serta perubahan pada volume dan
komposisi matriks ekstraseluler. Pada gagal jantung, miosit jantung pada
miokardium dapat mengalami nekrosis, apoptosis, serta kematian sel secara
autofagi yang berujung pada hilangnya jumlah miosit progresif, disfungsi
jantung, dan remodelisasi ventrikel kiri. Sementara itu, matriks ekstraseluler
menunjukkan perubahan sintesis dan degradasi kolagen berserat, hilangnya

5
penyangga kolagen yang menghubungkan antar miosit, dan kerusakan
anyaman kolagen. (10)
Metaloproteinase matriks (matrix metalloproteinase/MMP) juga
memiliki peran penting dalam remodelisasi ventrikel sebab MMP teraktivasi
dan meningkat pada kondisi gagal jantung. Namun, progresivitas
remodelisasi ventrikel sebenarnya lebih dipengaruhi oleh
ketidakseimbangan antara MMP dan glikoprotein regulatornya, yakni TIMP
(tissue inhibitors of matrix metalloproteinase). Evaluasi pada berbagai studi
mengisyaratkan bahwa aktivasi MMP memicu progresivitas dilatasi
ventrikel kiri sedangkan ekspresi TIMP berperan pada fibrosis miokard. (11)

2.5 Mekanisme Kompensasi Gagal Jantung


1) Mekanisme Frank Starling
Mekanisme Frank Starling meningkatkan stroke volume berarti
terjadi peningkatan volume ventrivuler end diastolic. Bila terjadi
peningkatan pengisian diastolic, berarti ada peningkatan peregangan
dari serat otot jantung, lebih optimal pada filament aktin dan myosin,
dan hasilnya meningkatkan tekanan pada kontraksi berikutnya. Pada
gagal jantung, mekanisme Frank Starling membantu mendukung
kardiak output. Kardiak output mungkin akan normal pada penderita
gagal jantung yang sedang beristirahat, dikarenakan terjadinya
peningkatan volume ventricular end diastolic dan mekanisme Frank-
Starling. Mekanisme ini menjadi tidak efektif ketika jantung
mengalami pengisian yang berlebihan dan serat otot mengalami
peregangan yang berlebihan. (9)
2) Aktivasi neurohormonal yang mempengaruihi sistem saraf simpatetik
Stimulasi system saraf simpatetik berperan penting dalam
respon kompensasi menurun cardiac output dan pathogenesis gagal
jantung. Baik cardiac sympathetic tone dan katekolamin (epinephrine
dan norepinephrin) meningkat selama tahap akhir dari hamper semua
bentuk gagal jantung. Stimulasi lansung irama jantung dan
kontraktilitas otot jantung oleh pengaturan vascular tone, sistem saraf

6
simpatetik membantu memelihara perfusi berbagai organ, terutama
otak dan jantung. (9)
3) Mekanisme Renin-Angiotensin-Aldosteron
Salah satu efek yang paling penting dalam menurunkan cardiac
output dalam gagal jantung adalah reduksi aliran darah pada ginjal dan
kecepatan filtrasi glomerulus, yang menyebabkan retensi garam dan
air. Penurunan aliran darah ke ginjal, meningkatkan sekresi renin oleh
ginjal yang secara paralel akan meningkatkan pula angiotensin II.
Peningkatan konsentrasi angiotensin II berkontribusi pada keadaan
vasokonstriksi dan menstimulasi produksi aldosteron dari adrenal
korteks. Aldosteron akan meningkatkan reabsorpsi natrium dengan
meningkatkan retensi air. (9)
4) Hipertrofi otot jantung dan remodeling
Perkembangan hipertrofi otot jantung dan remodeling
merupakan salah satu mekanisme akibat meningkatnya kerja yang
berlebih. Meskipun hipertrofi ventrikel memperbaiki kerja jantung, ini
juga merupakan faktor risiko yang penting bagi morbiditas dan
mortalitas. Keadaan hipertrofi dan remodeling dapat menyebabkan
perubahan dalam struktur (massa otot, dilatasi chamber) dan fungsi
(gangguan fungsi sistolik dan diastolik). (9)

2.6 Menifestasi Klinis


Gejala awal yang tampak pada gagal jantung yaitu dyspnea (sesak
napas), mudah lelah dan adanya retensi cairan. Paroxysmal Nocturnal
Dyspnea (PND) yaitu kondisi mendadak bangun karena dyspnea yang
dipicu oleh timbulnya edema paru interstisial. PND merupakan salah satu
manifestasi yang spesifik dari gagal jantung kiri. (3,9)
Backward failure pada sisi kanan jantung dapat meningkatkan tekanan
vena jugularis. Penimbunan cairan dalam ruang interstisial dapat
menyebabkan edema dan jika berlanjut akan menimbulkan edema anasarka.
Forward failure pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda berkurangnya
perfusi ke organ tubuh seperti kulit pucat dan kelemahan otot rangka. Makin
menurunnya curah jantung dapat isertai insomnia, kegelisahan, dan

7
kebingungan. Bahkan pada gagal jantung kronis yang berat, dapat terjadi
kehilangan berat badan yang progresif. Berikut tabel menifestasi klinis pada
pasien gagal jantung. (2,3,9)

Gambar 1: Menifestasi Klinis Gagal Jantung

2.7 Klasifikasi Gagal Jantung


Klasifikasi gagal jantung dapat dijelaskan dalam dua kategori yakni
kelainan struktural jantung atau berdasarkan gejala yang berkaitan dengan
kapasitas fungsional dari New York Heart Association (NYHA). (2)
 Berdasarkan kelainan struktural jantung
1) Stadium A
Memiliki risiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal jantung.
Tidak terdapat gangguan struktural atau fugsional jantung, dan
juga tidak tampak tanda atau gejala.
2) Stadium B

8
Telah terbentuk kelainan pada struktur jantung yang
berhubungan dengan perkembangan gagal jantung tapi tidak
terdapat tanda atau gejala.

3) Stadium C
Gagal jantung yang simtomatik berhubungan dengan penyakit
struktural jantung yang mendasari.
4) Stadium D
Penyakit jantung struktural lanjut serta gejala gagal jantung yang
sangat bermakna muncul saat istrahat walaupun sudah mendapat
terapi farmakologi maksimal (refrakter).
 Berdasarkan kapasitas funsional (NYHA) (2)
1) Kelas I
Tidak ada batasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari-hari tidak
menimbulkan kelelahan, berdebar atau sesak nafas.
2) Kelas II
Terdapat batasan aktivitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat
istrahat, namun aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan
kelelahan, berdebar atau sesak nafas.
3) Kelas III
Terdapat batasan aktivitas yang bermakna. Tidak terdapat
keluhan saat istrahat, namun aktivitas fisik ringan menyebabkan
kelelahan, berdebar atau sesak nafas.
4) Kelas IV
Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa keluhan. Terdapat
gejala saat istrahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktivitas.

2.8 Diagnosis
Pendekatan pada pasien dengan kecurigaan kegagalan jantung
meliputi riwayat dan pemeriksaan fisik, foto toraks, dan serangkaian tes

9
yang harus dijalani. Penegakan diagnosa CHF juga dapat menggunakan
kriteria Framingham, seperti yang tertera pada tabel dibawah ini: (2,9)

Gambar 2 : kriteria Framingham

a) Anamnesis
Riwayat perjalanan penykit pasiengagal jantung kurang dapat
dipakai dalam menegakkan diagnosa kegagalan jantung, tapi sering
kali dapat memberi petunjuk penyebab dari kegagalan jantung, faktor
yang memperberat, dan keparahan dari penyakit. Gejala gagal jantung
dapat dihubungkan dengan penurunan cardiac output (mudah lelah,
dan kelemahan) atau retensi cairan (dyspnea, orthopnea, dan ”cardiac
wheezing”). Retensi cairan juga menyebabkan edema perifer dan
asites. Kegagalan pada jantung kiri dapat menyebabkan gejala berupa
munculnya dyspnea on effort. (9)
b) Pemeriksaan Fisik
Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya
overload volume adalah adanya peningkatan pada Jugular Venous
Pressure. Pelebaran dari ventrikel dapat dilihat pada saat palpasi
precordial, dan denyutan dari apex yang terletak lateral dari
midclavicular line. (9)
c) Pemeriksaan Penunjang
 Elektrokardiogram (EKG)

10
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada
semua pasien diduga gagal jantung. Abnormalitas EKG sering
dijumpai pada gagal jantung. Abnormalitas EKG memiliki
nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung.
Jika EKG normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan
disfungsi sistolik sangat kecil (<10%).(2)
 Foto Toraks
Foto toraks merupakan komponen penting dalam
diagnosis gagal jantung. Foto toraks dapat mendeteksi
kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura, dan dapat
mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan atau
memperberat sesak nafas. Kardiomegali dapat tidak ditemukan
pada gagal jantung akut dan kronik. (2)
 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal
jantung adalah darah perifer lengkap (hemoglobin, leukosit,
trombosit), elektrolit, kreatinin, estimasi laju filtrasi
glomerulus (eGFR), glukosa, tes fungsi hepar, dan urinalisa.
Pemeriksaan tambahan lain dipertimbangkan sesuai gambaran
klinis. (2)
 Peptida Natriuretik
Kadar plasma peptida natriuretik dapat digunakan untuk
diagnosis, membuat keputusan merawat atau memulangkan
pasien, serta mengidentifikasi pasien-pasien yang berisiko
mengalami dekompensasi. Kadar peptida natriuretik
meningkat sebagai respon peningkatan tekanan dinding
ventrikel. Peptida natriuretik mempunyai waktu paruh yang
panjang, penurunan tiba-tiba tekanan dinding ventrikel tidak
langsung menurunkan kadar peptida natriuretik. Kadar peptida
natriuretik yang tetap tinggi setelah terapi optimal merupakan
indikasi prognosis buruk. (2)
 Troponin I atau T

11
Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal
jantung jika gambaran klinis disertai dengan dugaan sindrom
koroner akut. Peningkatan ringan kadar troponin kardiak
sering terjadi pada gagal jantung berat atau selama episode
dekompensasi gagal jantung pada penderita tanpa iskemia
miokard. (2)
 Ekokardiografi
Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan/atau disfungsi
jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan
dan dilakukan secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal
jantung. Pengukuran fungsi ventrikel untuk membedakan
antara dengan HFREF dan HFPEF. (2)
 Ekokardiografi Transesofagus
Direkomendasikan pada pasien dengan
ekokardiografi transtorakal tidak adekuat (obesitas,
pasien dengan ventilator), pasien dengan kelainan
katup, pasien endokarditis, penyakit jantung
bawaan atau untuk mengeksklusi trombus di left
atrial appendage pada pasien fibrilasi atrium.
 Ekokardiografi Beban
Ekokardiografi dengan beban (dobutamin atau
latihan) digunakan untuk mendeteksi disfungsi
ventrikel yang disebabkan oleh iskemia dan
menilai viabilitas miokard pada keadaan
hipokinesis atau akinesis berat.

2.9 Tatalaksana
a) Terapi Non Farmakologi
 Asupan Cairan
Restriksi cairan 900 ml–1,2 liter/hari (sesuai berat badan)
dipertimbangkan terutama pada pasien dengan gejala berat yang
disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada semua pasien

12
dengan gejala ringan sampai sedang tidak memberikan keuntungan
klinis. (2)

 Pengurangan Berat Badan


Pengurangan berat badan pasien obesitas dengan gagal jantung
dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung,
mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup. (2)
 Latihan Fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung
kronik stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama
baik dikerjakan di rumah sakit atau di rumah. (2)
b) Terapi Farmakologi
Obat-obat yang dapat digunakan pada pasien gagal jantung,
meliputi: diuretik, ACE-inhibitor (Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor), ARB (Angiotensin Receptor Blocker), Beta Blocker,
Antagonis Aldosteron, Vasodilator, Glikosida Jantung, Bypiridine,
Agonis beta, Natriuretic Peptide. (3)
 Diuretik
Obat-obatan golongan diuretik diberikan pada pasien
gagal jantung dengan tanda kongesti (biasanya kelas I atau
stadium B). Efek utama dari pemberian diuretik yakni
mengurangi tekanan darah dan preload ventrikel. Selain itu,
pada pasien gagal jantung kiri, pemberian diuretik akan
membantu mengurangi pembengkakan jantung sehingga
pemompaan lebih efisien. (3)
 ACE-Inhibitor
ACE-inhibitor merupakan terapi lini pertama bagi pasien
gagal jantung. Obat golongan ini harus diberikan pada pasien
dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40%. Mekanisme kerja dari
ACE-inhibitor yakni dengan menghambat perubahan

13
angiotensin I menjadi angiotensin II yang diperantarai oleh ACE
(Angiotensin Converting Enzyme). (3)
 Angiotensin Receptor Blockers (ARB)
Obat-obat ARB bekerja dengan memblok reseptor
angiotensin II subtipe 1 (AT1). Sehingga, efek dari angiotensin
II akan terhambat. Dampak dari terbloknya reseptor AT1 yakni
vasodilatasi dan terhambatnya perburukan ventrikel. Karena
obat ARB tidak menghambat ACE, sehingga tidak
mempengaruhi aktivitas bradikinin. Bradikinin merupakan
mediator inflamasi yang dapat menyebabkan batuk. Oleh sebab
itu, ARB biasanya diberikan pada pasien yang tidak toleran
terhadap pemberian ACE-inhibitor, khususnya batuk. (3)

14
Gambar 3 : Algoritma pengobatan Gagal jantung(2)

 Beta Bloker
Metoprolol, carvedilol, dan biprolol adalah obat golongan
beta blocker yang terbukti dapat mengurangi mortilitas gagal
jantung. Metoprolol dan bisoprolol bekerja selektif memblok
reseptor β1 sedangkan carvedilol memblok reseptor β1, β2, dan

15
α1. Obat-obat beta blocker tidak boleh diberikan pada pasien
yang memiliki asma dan dapat menyebabkan bradikardia. (3)
 Antagonis Aldosteron
Spironolakton dan eplerenon merupakan obat-obat
golongan antagonis aldosteron yang bekerja dengan memblok
reseptor mineralokortokoid. Di ginjal, antagonis aldosteron
menghambat reabsorpsi natrium dan ekskresi potasium.
Sehingga antagonis aldosteron juga memiliki efek diuretik. Di
jantung, antagonis aldosteron menghambat terbentuknya deposit
kolagen dan matriks. Deposit kolagen dan matriks merupakan
salah satu pemicu terjadinya fibrosis jantung dan remodeling
ventrikel. (3)
 Digoksin
Digoksin digunakan untuk memperlambat lajur ventrikel
pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial. Dosis awal
pemberian digoksin yakni 0,25 mg 1x sehari pada pasien dengan
fungsi ginjal normal. Pasien geriatri dan pasien dengan
gangguan fungsi ginjal diberi dosis yang lebih rendah yakni
0,125 atau 0,0625 mg 1x sehari. (3)

BAB III
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. NHY

16
No. CM : 1-15-32-02
Tanggal Lahir : 11-12-1965
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 55 tahun 9 bulan
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Banda Aceh
Tanggal Masuk RS : 01-10-2021
Tanggal Pemeriksaan : 01-10-2021

2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan Utama
Sesak Nafas
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas dirasakan pasien
selama 20 menit. Pasien sudah sering merasakan sesak nafas hilang timbul
sejak 5 tahun terakhir dan memberat sejak 1 minggu terakhir. Pasien
mengatakan pasien dada pasien terasa berat saat menarik nafas. Dada
pasien juga terasa seperti tertekan benda berat. Sesak nafas dirasakan
pasien ketika pasien naik turun tangga dan berkurang saat pasien istirahat.
Nyeri dada disangkal, jantung berdebar-debar disangkal, batuk malam hari
disangkal.
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien didiagnosis hipetrensi dan DM sejak 10 tahun yang lalu. Pasien
juga menderita penyakit jantung sehak 5 tahun terakhir dan rutin berobat
di poli RSUDZA. Pasien sebelumnya pernah disarankan untuk
pemasangan ring jantung, namun pasien menolak.
2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama.

2.2.5 Riwayat Penggunaan Obat


Pasien mengkonsumsi obat jantung, tapi pasien lupa nama obatnya

17
2.2.6 Riwayat Sosial
Pasien sehari-hari bekerja sebagai guru MIN di Aceh Besar

2.3 Pemeriksaan Fisik


2.3.1 Tanda Vital
 Keadaan umum : Sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 Tekanan darah : 150/89 mmHg
 Heart rate : 78x/i, regular, isi cukup, kuat angkat
 Respiratory rate : 20x/i, regular
 Temperature : 36,7oC
2.3.2 Status Generalisata
 Kepala dan Leher
Ukuran : Normocephali
Rambut : Distribusi merata, tidak mudah dicabut
Wajah : Simetris, deformitas (-), edema (-).
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), ikterik (-/-),
pupil bulat isokor 3mm/3mm, RCL (+/+), dan RCTL (+/+)
Telinga : Normotia, sekret (-/-), massa (-/-)
Hidung : NCH (-/-), sekret (-/-)
Mulut : Bibir tidak pucat, mukosa bibir tidak sianosis
Leher : massa (-), pembesaran KGB (-), peningkatan TVJ (-)
 Thorax
Paru Depan Belakang
Statis & dinamis : Simetris, Statis & dinamis : Simetris,
Inspeksi
normochest, retraksi (-) normochest, retraksi (-)
Palpasi Nyeri (-), SF kanan SF kiri Nyeri (-), SF kanan SF kiri
Perkusi Sonor (+/+) Sonor (+/+)
Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-),
Auskultasi
wheezing (-/-) wheezing (-/-)

 Jantung

18
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V, midclavikula sinistra
Perkusi : Batas jantung atas ICS II linea parasternal sinistra
Batas jantung kanan ICS IV linea parasternal dextra
Batas jantung kiri ICS V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : S1 > S2, Reguler, Bising (-)
 Abdomen
Inspeksi : Simetris, ikterik (-), distensi (-)
Palpasi : Soepel (+), nyeri tekan (-), H/L/R tidak teraba, asites (-)
Perkusi : Timpani (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) normal.
 Genetalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Anus : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Ekstremitas
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis (-) (-) (-) (-)
Edema (-) (-) (-) (-)
Pucat (-) (-) (-) (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


2.4.1 Laboratorium Klinik (Tgl 04/10/2021)
Pemeriksaan Nilai Normal Satuan Hasil
Hemoglobin 14,0-17 g/dl 14,8
Hematokrit 45-55 % 44
Eritrosit 4,7-6,1 10 /mm
6 3
5,1
Leukosit 4,5-10,5 103/mm3 11,7
Trombosit 150-450 10 /mm
3 3
360
MCV 80-100 fl 87
MCH 27-31 Pg 29
MCHC 32-36 % 34
RDW 11,5-14,5 12,6

MPV 7.2 – 11.1 11,3

Eosinofil 0-6 % 3

19
Basofil 0-2 % 0
Neutrofil Batang 2-6 % 0
Neutrofil Segmen 50-70 % 44
Limfosit 20-40 % 42
Monosit 2-8 % 11
GDS <200 mg/dL 174
Ureum 13-43 mg/dL 37
Kreatinin 0,56-0,95 mg/dL 0,97
PT 11,50-15,50 detik 12,50
APTT 26,00-37,00 detik 29,10
Kolesterol total <200 Mg/dL 311
Kolesterol HDL >65 mg/dL 61
Kolesterol LDL <100 mg/dL 251
Trigliserida <200 mg/dL 139
Asam Urat 2,6-6,0 mg/dL 6,4

2.4.2 EKG

Irama : sinus rytme


QRS rate : 96 bpm
Gelombang P : 0,08 s
PR interval : 0,24 s
QRS : 0,8 s
Aksis LAD

20
2.4.3 Echocardiografi

2.5 Diagnosa
Congestive Heart Failure Fc NYHA 2-3 ec CAD

2.6 Tatalaksana
 Miniaspi 1x 80 mg
 Furosemid 2x 40 mg

21
 Atorvastatin 1x 10 mg
 Adalat Oros 1x 30 mg
 Fitbon 1x 1 tab

2.7 Prognosis
 Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
 Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam
 Quo ad Sanactionam : Dubia ad Bonam

BAB IV
ANALISA MASALAH

22
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas dirasakan pasien
selama 20 menit. Pasien sudah sering merasakan sesak nafas hilang timbul sejak 5
tahun terakhir dan memberat sejak 1 minggu terakhir. Pasien mengatakan pasien
dada pasien terasa berat saat menarik nafas. Dada pasien juga terasa seperti
tertekan benda berat.
Berdasarkan keluhan pasien, diagnosis dapat mengarah ke arah gagal
jantung. Manifestasi klinis gagal jantung dapat diperhatikan secara relatif dari
derajat latihan fisik yang diberikan. Gejala awal pasien pada kasus, sama dengan
gejala awal pada pasien gagal jantung. Dimana gejala awal gagal jantung ditandai
dengan dyspnea (sesak napas), mudah lelah dan adanya retensi cairan. (2,3)
Sesak nafas dirasakan pasien ketika pasien naik turun tangga dan berkurang
saat pasien istirahat. Nyeri dada disangkal, jantung berdebar-debar disangkal,
batuk malam hari disangkal. Dari keluhan pasien didapatkan klasifikasi gagal
jantung berdasarkan NYHA yaitu kelas 3. Gagal jantung NYHA kelas tiga yaitu
Terdapat batasan aktivitas yang bermakna. Tidak terdapat keluhan saat istrahat,
namun aktivitas ringan menyebabkan kelelahan, berdebar atau sesak nafas. Pada
pasien aktivitas ringan yang dilakukan sehingga menyebabkan sesak nafas berupa
naik turun tangga. Sesak nafas yang terjadi pada kasus disebabkan karena
kegagalan pada jantung kiri dapat menyebabkan gejala berupa munculnya
dyspnea on effort. Selain itu kongesti pada paru juga dapat menyebabkan sesak
pada pasien gagal jantung. (2,9)
Pada kasus, pasien mempunyai riwayat hipertensi dan penyakit jantung.
Pasien pernah disarankan untuk dilakukan pemasangan ring jantung, namun
pasien menolak. Erdasarkan teori, gagal jantung dapat disebabkan oleh adanya
hipertensi kronis dan juga dapat disebabkan oleh penyakit jantung koroner.
Hipertensi kronis dapat menyebabkan terjadinya pembesaran pada jantung dan
perubahan pada struktur jantung. Pembesaran jantung sebagai kompensasi dari
tekanan yang tinggi, namun lama-kelamaan jantung tidak akan sanggup bertahan,
sehingga terjadi kegagalan pompa jantung. (5,9)
Pada penderita penyakit jantung korener, arteri yang tersumbat akan
menyebabkan terjadinya infark miokard sehingga akan berdampak kepada
aktivitas jantung. Jika penyumbatan arteri dibiarka terus menerus, maka infark

23
miokard yang terjadi akan semakin meluas dan jantung juga akan mengalami
kegagalan dalam berkotraksi. (5,9)
Pasien diberikan terapi berupa furosemid, miniaspi, atorvastatin, adalat oros
dan fitbon. Furosemid merupakan salah satu obat golongan diuretik. Berdasarkan
teorti diuretik merupakan salah astu oabta yang diberikan pada pasien gagal
jantung. fek utama dari pemberian diuretik yakni mengurangi tekanan darah dan
preload ventrikel. Selain itu, pada pasien gagal jantung kiri, pemberian diuretik
akan membantu mengurangi pembengkakan jantung sehingga pemompaan lebih
efisien. (2,3)
Miniaspi (Aspilet), atorvastatin dan adalat oros merupakan obat yang
diberikan untuk penyakit hipetensi dan penyakit jantung yang diderita pasien.
Berdasarkan teori miniaspi dan atorvastatin merupaka obat yang diberikan untuk
terapi penyakit arteri koroner. Aspilet dan atorvastatin diberikan untuk mencegah
terjadinya trombus di jantung dan mencegah terjadinya emboli. Sedangka adalat
oros merupakan obat yang berisi nifedipin, salah satu obat antihipertensi. (2,3)

BAB V
KESIMPULAN

24
Gagal jantung merupakan suatu keadaan yang abnormal pada struktur
jantung atau fungsi yang menyebabkan kegagalan dari jantung untuk
mendistribusikan oksigen ke seluruh tubuh. Gagal jantung dapat disebabkan oleh
penyakit pada endokardium, miokardium, perikardium, katup jantung, pembuluh
darah atau gangguan metabolisme. Obat-obat yang dapat digunakan pada pasien
gagal jantung, meliputi: diuretik, ACE-inhibitor (Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor), ARB (Angiotensin Receptor Blocker), Beta Blocker, Antagonis
Aldosteron, Vasodilator, Glikosida Jantung, Bypiridine, Agonis beta, Natriuretic
Peptide

DAFTAR PUSTAKA

25
1. Kementrian Kesehaan RI. Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI: Situasi Kesehatan Jantung. 2014.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman
Tatalaksana Gagal jantung. PERKI. 2020.
3. Nurkhalis; Adista, Rangga Juliar. Tinjauan Pustaka: Manifestasi Klinis
dan Tatalaksana Gagal Jantung, Vol 3(3). Jurnal Kedokteran Nanggro
medika. 2020.
4. Sari, Pradila Desti; Yonata, Ade; Haryadi; Swadharma, Bobby.
Penatalaksanaan Gagal Jantung NYHA II disertai Pleurapneumonia
pada Laki-laki Usia 38 Tahun, Vol 6(1). Jurnal Medula Unila. 2016.
5. Khoiriah, Fabbela; Anggrain, Dian Isti. Congestive Heart Failure
NYHA IV et causa Penyakit Jantung Rematik dengan Hipertensi
Grade II dan Gizi Kurang, Vol 6(3). Jurnal Majority. 2017.
6. Inamdar, Arati A.; Inamdar, Ajinkya C. Review: Heart Failure:
Diagnosis, Management and Utilization, Vol 5(62). 2016.
7. Malik, Ahmad; Brito, Daniel; Chhabra, Lovely. 2021. Congestive
Heart Failure. StatPearls Publishing LLC.
8. Fachrunnisa; Nurchayati, Sofiana; Arneliwati. Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kualitas Tidur pada Pasien Congestive Heart
Failure, Vol 2(2). Journal Of Medicine. 2015.
9. Rachma, Lailia Nur. Patomekanisme Penyakit Gagal Jantung
Kongestif, Vol 4(2). El-Hayah. 2014.
10. Janicki JS, Brower GL. The Role of myocardial Fibrillar Collagen in
Ventricular Remodelling and Function. J Card Fail. 2002.
11. Oppie LH, Commerford PJ, Gersh BJ, Pfeffer MA. Controversies in
Ventricular Remodelling. Lancet. 2006.

26

Anda mungkin juga menyukai