Anda di halaman 1dari 49

1

BAB 1
PENDAHULUAN
Congestive Heart Failure atau CHF merupakan salah satu masalah
kesehatan yang angka kejadiannya terus meningkat. WHO melaporkan bahwa ada
sekitar 3000 warga Amerika menderita CHF, juga sebanyak 17,3 juta orang
meninggal akibat penyakit ini setiap tahunnya, mewakili 30% dari semua
kematian global. American Heart Association (AHA) melaporkan bahwa sebanyak
5,7 juta penduduk Amerika Serikat menderita penyakit ini.1
Data dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia menyebutkan bahwa
penyakit pada sistem jantung dan pembuluh darah merupakan masalah penting
kesehatan masyarakat dan merupakan penyebab kematian yang utama. Data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) menyebut bahwa prevalensi penyakit jantung secara
nasional adalah 7,2%. Penyakit jantung iskemik mempunyai proporsi sebesar
5,1% dari seluruh penyakit penyebab kematian di Indonesia, dan penyakit jantung
mempunyai angka proporsi 4,6% dari seluruh kematian.2
Penderita gagal jantung atau CHF di Indonesia pada tahun 2012 menurut
data dari Departemen Kesehatan mencapai 14.449 jiwa penderita yang menjalani
rawat inap di rumah sakit. Pada tahun 2012 di Jawa Tengah terdapat 520 penderita
CHF dan menjalani rawat inap Selain itu, penyakit yang paling sering
memerlukan perawatan ulang di rumah sakit adalah gagal jantung ( readmission ),
walaupun pengobatan dengan rawat jalan telah diberikan secara optimal. Sekitar
44 % pasien yang dirawat dengan diagnosis CHF akan dirawat kembali pada 6
bulan kemudian.2
Kasus CHF kebanyakan berada pada usia lebih dari 50 tahun. CHF
merupakan alasan yang paling umum bagi lansia untuk dirawat di rumah sakit.
Sekitar 75 % pasien yang dirawat dengan CHF berusia usia 65 75 tahun. Resiko
kematian yang diakibatkan oleh CHF adalah sekitar 5-10 % per tahun pada kasus
gagal jantung ringan, dan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat.
Menurut penelitian, sebagian besar lansia yang didiagnosis menderita CHF tidak
dapat hidup lebih dari 5 tahun.2

Berdasarkan pada data tersebut, perlu dilakukan berbagai langkah guna


diperoleh penanganan yang tepat bagi penderita gagal jantung kongestif agar
diperoleh penurunan insidensi kejadian dan kematian akibat penyakit ini.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana
seorang pasien harus memiliki tampilan berupa: gejala gagal jantung (nafas
pendek yang tipikal saat istirahat atau saat melakukan aktifitas disertai atau
tidak disertai kelelahan); tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema
pergelangan kaki); adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi
jantung saat istirahat.3
2.2. Etiologi
2.2.1.

Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran

darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan


asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium
degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.5
2.2.2.

Hipertensi
Menyebabkan gagal jantung kongestif melalui mekanisme

disfungsi sistolik dan diastolik dari ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri
menjadi predisposisi terjadinya infark miokard, aritmia atrium dan ventrikel
yang nantinya akan berujung pada gagal jantung kongestif.5
2.2.3.

Konsumsi alkohol
Alkohol memiliki efek toksik terhadap jantung yang menyebabkan

atrial fibrilasi ataupun gagal jantung akut. Konsumsi alkohol dalam jangka
panjang menyebabkan dilated cardiomiopathy. Didapati 2-3% kasus gagal
jantung kongestif yang disebabkan oleh konsumsi alkohol jangka panjang. 5
2.2.4.

Kelainan katup jantung


Dari beberapa kasus kelainan katup jantung, yang paling sering

menyebabkan gagal jantung kongestif ialah regurgitasi mitral. Regurgitasi

mitral meningkatkan preload sehingga terjadi peningkatan volume di


jantung. Peningkatan volume jantung memaksa jantung untuk berkontraksi
lebih kuat agar darah tersebut dapat didistribusi ke seluruh tubuh. Kondisi
ini jika berlangsung lama menyebabkan gagal jantung kongestif. 5
2.3. Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung dapat dibagi berdasarkan kelainan
struktural jantung atau berdasarkan gejala yang berkaitan dengan kapasitas
fungsional.3
Tabel 2.1. Klasifikasi gagal jantung

Klasifikasi

berdasarkan

kelainan Kelainan

struktural jantung
Stadium A
Memiliki

risiko

berdasarkan

kapasitas fungsional (NYHA)


Kelas I
tinggi

untuk Tidak terdapat batasan dalam

berkembang menjadi gagal jantung. melakukan

aktivitas

fisik.

Tidak terdapat gangguan struktural Aktivitas fisik sehari-hari tidak


atau

fungsional

jantung,

tidak menimbulkan

terdapat tanda atau gejala.


Stadium B

kelelahan,

palpitasi, atau sesak napas.


Kelas II

Telah terbentuk penyakit struktur Terdapat batasan aktivitas ringan.


jantung yang berhubungan dengan Tidak

terdapat

keluhan

saat

perkembangan gagal jantung, tidak istirahat, namun aktivitas fisik


terdapat tanda atau gejala.

sehari-hari

menimbulkan

kelelahan, palpitasi, atau sesak


napas.
Kelas III

Stadium C

Gagal jantung yang simptomatik Terdapat


berhubungan

dengan

batasan

aktivitas

penyakit bermakna. Tidak terdapat keluhan

struktural jantung yang mendasari.

saat istirahat, tetapi aktivitas fisik


ringan menyebabkan kelelahan,

Stadium D

palpitasi, atau sesak napas.


Kelas IV

Penyakit jantung struktural lanjut Tidak dapat melakukan aktivitas


serta gejala gagal jantung yang fisik tanpa keluhan. Terdapat
sangat

bermakna

saat

istirahat gejala saat istirahat. Keluhan

walaupun sudah mendapat terapi meningkat


medis maksimal (refrakter).

saat

melakukan

aktivitas.

Sumber: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015. Pedoman


Tatalaksana Gagal Jantung.

2.4. Manifestasi Klinis


Tabel 2.2. Manifestasi klinis gagal jantung

GEJALA
Tipikal

TANDA
Spesifik

Sesak napas

Peningkatan JVP

Ortopneu

Refluks hepatojugular

Paroxysmal

Suara jantung S3 (gallop)

Apeks jantung bergeser

nocturnal

dyspnea

Toleransi

aktivitas

yang

berkurang

ke lateral

Bising jantung

Cepat lelah

Bengkak di pergelangan kaki


Kurang tipikal

Kurang tipikal

Batuk di malam atau dini hari

Edema perifer

Mengi

Krepitasi pulmonal

Berat badan bertambah lebih

Suara pekak di basal paru

dari 2 kilogram per minggu

pada perkusi

Berat badan turun (gagal

Takikardia

jantung stadium lanjut)

Nadi ireguler

Napas cepat

begah

Hepatomegali

Nafsu makan menurun

Asites

Perasaan bingung (terutama

Kaheksia

Perasaan

kembung

atau

pasien usia lanjut)

Depresi

Berdebar

Pingsan

Sumber: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015. Pedoman


Tatalaksana Gagal Jantung.

2.5. Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan jasmani,
elektrokardiografi atau foto toraks, ekokardiografi Doppler, dan kateterisasi.
Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung
kongestif.4
Kriteria Mayor

Paroksismal nocturnal dyspnea

Distensi vena leher

Ronki paru

Kardiomegali

Edema paru akut

Gallop S3

Peninggian tekanan vena jugularis

Refluks hepatojugular

Kriteria minor

Edema ekstremitas

Batuk malam hari

Dyspnea deffort

Hepatomegali

Efusi pleura

Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

Takikardia (>120 kali per menit)

Mayor atau minor


Penurunan berat badan >4,5 kilogram dalam 5 hari pengobatan
Diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan jika terdapat minimal 1 kriteria
mayor dan 2 kriteria minor.4
2.5.1.

Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua

pasien diduga gagal jantung. Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal
jantung. Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang kecil dalam
mendiagnosis gagal jantung, jika EKG normal, diagnosis gagal jantung
khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (< 10%).3
Tabel 2.3. Abnormalitas EKG yang umum dijumpai pada gagal jantung

Abnormalitas
Sinus takikardia

Penyebab
Gagal jantung

Implikasi Klinis
Penilaian klinis

dekompensasi, anemia,

Pemeriksaan

Sinus

demam, hipertroidisme
Obat penyekat , anti

laboratorium
Evaluasi terapi obat

bradikardia

aritmia, hipotiroidisme,

Pemeriksaan

Atrial

sindroma sinus sakit


Hipertiroidisme, infeksi,

laboratorium
Perlambat konduksi AV,

takikardia/futer/

gagal jantung

konversi medik,

fibrilasi

dekompensasi, infark

elektroversi, ablasi

Aritmia

miokard
Iskemia, infark,

kateter, antikoagulasi
Pemeriksaan

ventrikel

kardiomiopati,

laboratorium, tes latihan

miokardits, hipokalemia,

beban, pemeriksaan

hipomagnesemia,

perfusi, angiografi

overdosis digitalis
Penyakit jantung koroner

koroner, ICD
Ekokardiografi, troponin,

Iskemia/infark

Angiografiikoroner,
Gelombang Q

Infark, kardiomiopati

revaskularisasi
Ekokardiografi,

hipertrofi, LBBB,

angiografii koroner

Hipertrofi

preeksitasi
Hipertensi, penyakit

Ekokardiografi, doppler

ventrikel kiri

katup aorta,

Blok

kardiomiopati hipertrofi
Infark miokard,

Evaluasi penggunaan

atrioventrikular

Intoksikasi obat,

obat, pacu jantung,

miokarditis, sarkoidosis,

penyakit sistemik

Mikrovoltase

Penyakit Lyme
Obesitas, emfisema, efusi Ekokardiograf, rontgen

perikard, amiloidosis
Durasi QRS > Disinkroni elektrik dan

toraks
Ekokardiograf, CRT-P,

0,12

CRT-D

detik mekanik

dengan
morfologi LBBB
LBBB = Lef Bundle Branch Block; ICD = Implantable Cardioverter
Defbrillator CRT-P = Cardiac Resynchronizaton TherapyPACEImaker; CRT-D = Cardiac Resynchronizaton TherapyDefbrillator
Sumber: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015. Pedoman
Tatalaksana Gagal Jantung.

2.5.2.

Foto toraks
Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung.

Rontgen toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura


dan dapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan atau
memperberat sesak napas. Kardiomegali dapat tidak ditemukan pada gagal
jantung akut dan kronik.3
Tabel 2.4. Abnormalitas foto toraks yang umum ditemukan pada gagal jantung

Abnormalitas
Kardiomegali

Penyebab
Dilatasi ventrikel kiri,

Implikasi Klinis
Ekokardiograf,

ventrikel kanan, atria,

doppler

efusi perikard

Hipertrofi

Hipertensi, stenosis

Ekokardiografi,

ventrikel

aorta,

doppler

kardiomiopati
Tampak paru

hipertrofi
Bukan kongesti paru

Nilai ulang diagnosis

normal
Kongesti

vena Peningkatan tekanan

Mendukung

paru

pengisian

diagnosis

Edema

ventrikel kiri
Peningkatan tekanan

gagal jantung kiri


Mendukung

interstitial

pengisian

diagnosis

Efusi pleura

ventrikel kiri
Gagal jantung dengan

gagal jantung kiri


Pikirkan etologi

peningkatan tekanan

nonkardiak

pengisian jika efusi

(jika efusi

bilateral

banyak)

Infeksi paru, pasca


Garis Kerley B

bedah/ keganasan
Peningkatan tekanan

limfatik
paru Emboli paru atau

Area
hiperlusen
Infeksi paru

Infiltrat paru

Mitral stenosis/gagal
jantung kronik
Pemeriksaan CT,

emfisema

Spirometri,

Pneumonia sekunder

ekokardiografi
Tatalaksana kedua

akibat

penyakit:

kongesti paru

gagal jantung dan

Penyakit sistemik

infeksi paru
Pemeriksaan
diagnostik lanjutan

Sumber: ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 2008

2.5.3.

Ekokardiografi

10

Istilah ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraan


ultrasound jantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler, colour
Doppler dan tissue Doppler imaging (TDI). Konfirmasi diagnosis gagal
jantung dan/atau disfungsi jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi
adalah keharusan dan dilakukan secepatnya pada pasien dengan dugaan
gagal jantung. Pengukuran fungsi ventrikel untuk membedakan antara
pasien disfungsi sistolik dengan pasien dengan fungsi sistolik normal
adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 - 50%).3
Diagnosis gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal (HFPEF/ heart
failure with preserved ejection fraction)
Ekokardiografi mempunyai peran penting dalam mendiagnosis gagal
jantung dengan fraksi ejeksi normal. Diagnosis harus memenuhi tiga
kriteria:
1.

Terdapat tanda dan/atau gejala gagal jantung

2.

Fungsi sistolik ventrikel kiri normal atau hanya sedikit


terganggu (fraksi ejeksi > 45 - 50%)

3.

Terdapat bukti disfungsi diastolik (relaksasi ventrikel kiri


abnormal / kekakuan diastolik)

Ekokardiografi transesofagus
Direkomendasikan pada pasien dengan ekokardiografi transtorakal
tidak adekuat (obesitas, pasien dengan ventlator), pasien dengan
kelainan katup, pasien endokardits, penyakit jantung bawaan atau untuk
mengeksklusi trombus di left atrial appendage pada pasien fibrilasi
atrial.3

Ekokardiografi beban
Ekokardiografi beban (dobutamin atau latihan) digunakan untuk
mendeteksi disfungsi ventrikel yang disebabkan oleh iskemia dan
menilai viabilitas miokard pada keadaan hipokinesis atau akinesis
berat.3

11

Tabel 2.5. Abnormalitas ekokardiografik yang sering dijumpai pada gagal jantung

Pengukuran
Fraksi ejeksi

Abnormalitas
Menurun (< 40 %)

Implikasi Klinis
Disfungsi sistolik

ventrikel kiri
Fungsi ventrikel

Akinesis, hipokinesis,

Infark/iskemia

kiri,

diskinesis

miokard,

global dan fokal

kardiomiopati,

Diameter akhir

miokardits
Volume berlebih,

Meningkat (> 55 mm)

diastolik

sangat

(End-diastolik

mungkin gagal

diameter = EDD)
Diameter akhir

jantung
Volume berlebih,

Meningkat (> 45 mm)

sistolik

sangat

(End-systolic

mungkin disfungsi

diameter = ESD)
Fractonal

sistolik
Disfungsi sistolik

Menurun (< 25%)

shortening
Ukuran atrium Meningkat (> 40 mm)

Peningkatan tekanan

kiri

pengisian, disfungsi
katup mitral, fibrilasi

Ketebalan

Hipertrofi (> 11-12 mm)

atrial
Hipertensi, stenosis

ventrikel

aorta,

kiri

kardiomiopati
hipertrofi

Struktur dan

Stenosis atau

Mungkin penyebab

fungsi

regurgitasi katup

primer atau sebagai

katup

(terutama stenosis aorta

komplikasi gagal

dan insufsiensi mitral)

jantung, nilai gradien


dan fraksi regurgitan,
nilai konsekuensi
hemodinamik,

12

pertimbangkan
operasi

Profil aliran

Abnormalitas pola

Menunjukkan

diastolik

pengisian diastolik dini

disfungsi

mitral

dan lanjut

diastolik
dan kemungkinan

Kecepatan

Meningkat (> 3 m/detk)

mekanismenya
Peningkatan tekanan

puncak

sistolik ventrikel

regurgitasi

kanan,

trikuspid

curiga hipertensi

Profil Perikardium

Efusi, hemoperikardium,

mitral

Penebalan perikardium

pulmonal
Pertimbangkan
tamponade jantung,
uremia, keganasan,
penyakit sistemik,
perikarditis akut atau
kronik,perikarditis

Aortic outlow
velocity time integral

Menurun (< 15 cm)

konstriktif
Isi sekuncup rendah
atau berkurang

13

Profil Vena cava

Dilatasi Retrograde flow

inferior

Peningkatan tekanan
atrium kanan,disfungsi

mitral

ventrikel kanan, kongesti


hepatik
Konges
Sumber: ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 2008

2.6. Tatalaksana
2.6.1. Tatalaksana farmakologi
Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas. Tindakan preventif dan pencegahan perburukan
penyakit jantung tetap merupakan bagian penting dalam tata laksana
penyakit jantung.3
Tabel 2.6. Tujuan pengobatan gagal jantung

1. Prognosis
2. Morbiditas

Menurunkan mortalitas
Meringankan gejala dan tanda
Memperbaiki kualitas hidup

Menghilangkan edema dan retensi


cairan

3. Pencegahan

Meningkatkan kapasitas aktifitas fisik

Mengurangi kelelahan dan sesak nafas

Mengurangi kebutuhan rawat inap

Menyediakan perawatan akhir hayat


Timbulnya kerusakan miokard

Perburukan kerusakan miokard

Remodelling miokard

Timbul kembali gejala dan akumulasi


cairan

Rawat inap

Sumber: ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and

14

chronic heart failure 2008

Angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEI)


Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien
gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %.ACEI
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi
perawatan

rumah

sakit

karenaperburukan

gagal

jantung,

dan

meningkatkan angka kelangsungan hidup. ACEI kadang-kadang


menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi
simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEI hanya
diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium
normal.3
Tabel 2.7. Dosis obat angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEI) yang
dianjurkan

Obat
Dosis Inisial
Dosis Pemeliharaan
Benazepril
2,5 mg
5 10 mg
Captopril
6,25 mg
25 50 mg
Enalapril
2,5 mg per hari
10 mg
Lisinopril
2,5 mg per hari
5 20 mg per hari
Quinapril
2,5 5 mg per hari
5 10 mg per hari
Perindopril
2 mg per hari
4 mg per hari
Ramipril
1,25 2,5 mg per hari
2,5 5 mg
Cilazapril
0,5 mg per hari
1 2,5 mg per hari
Fosinopril
10 mg per hari
20 mg per hari
Trandolapril
1 mg per hari
4 mg per hari
*Manufactures or regulatory recommendations
Sumber: Ghanie, A., 2014. Gagal Jantung Kronik.

Penyekat
Kecuali kontraindikasi, penyekat harus diberikan pada semua
pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %.
Penyekat memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,
mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung,
dan meningkatkan kelangsungan hidup.3
Tabel 2.8. Cara pemakaian penyekat beta

Beta-

First dose Increments

Target dose Titration

blocker

(mg)

(mg.day)

(mg.day)

period

15

Bisoprolol
Metoprolol

1,25

2,5; 3,75; 5;

7,5; 10
10; 15; 30;

suksinat

10

Minggu-

150

Bulan
Minggu-

50; 75; 100

CR
Carvendilol
Nebivolol

Bulan

12,5/25

25; 50; 100;

200

Minggu-

3,125

200
6,25; 12,5;

50

Bulan
Minggu-

25; 50

Bulan

Sumber: Ghanie, A., 2014. Gagal Jantung Kronik.

Antagonis aldosterone
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron
dosis kecil harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi
ejeksi 35 % dan gagal jantung simtomatik berat (kelas fungsional III IV NYHA) tanpa hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat.
Antagonis aldosteron mengurangi perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung dan meningkatkan kelangsungan hidup.3

Angiotensin receptor blockers (ARB)


Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal
jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 % yang tetap
simtomatik walaupun sudah diberikan ACEI dan penyekat dosis
optimal, kecuali juga mendapat antagonis aldosteron. Terapi dengan
ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi
angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung ARB
direkomedasikan sebagai alternatif pada pasien intoleran ACEI. Pada
pasien ini, ARB mengurangi angka kematian karena penyebab
kardiovaskular.3

Hydralazine dan isosorbide dinitrate (H-ISDN)


Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40
%, kombinasi H-ISDN digunakan sebagai alternatif jika pasien

intoleran terhadap ACEI dan ARB.3


Digoksin

16

Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat


digunakan untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun
obat lain (seperti penyekat beta) lebih diutamakan. Pada pasien gagal
jantung simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 % dengan irama
sinus, digoksin dapat mengurangi gejala, menurunkan angka
perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung,tetapi tidak

mempunyai efek terhadap angkakelangsungan hidup.1


Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan
tanda klinis atau gejala kongesti. Tujuan dari pemberian diuretik
adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan hangat) dengan
dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan
pasien, untuk menghindari dehidrasi atau resistensi.3

2.6.2. Tatalaksana non-farmakologi

Manajemen perawatan mandiri


Manajemen

perawatan

mandiri

mempunyai

peran

dalam

keberhasilan pengobatan gagal jantung dan dapat memberi dampak


bermakna perbaikan gejala gagal jantung, kapasitas fungsional, kualitas
hidup, morbiditas dan prognosis. Manajemen perawatan mandiri dapat
didefinisikan sebagai tindakan-tindakan yang bertujuan untuk menjaga
stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi
dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung.3

Ketaatan pasien berobat


Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan
kualitas hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang
taat pada terapi farmakologi maupun non-farmakologi.1

Pemantauan berat badan mandiri


Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat
kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis
diuretik atas pertimbangan dokter.3

17

Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada
pasien dengan gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan
rutin pada semua pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak
memberikan keuntungan klinis.3

Pengurangan berat badan


Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2)
dengan gagal jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan
gagal jantung, mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup.3

Kehilangan berat badan tanpa rencana


Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal jantung
berat. Kaheksia jantung (cardiac cachexia) merupakan prediktor
penurunan angka kelangsungan hidup. Jika selama 6 bulan terakhir berat
badan > 6 % dari berat badan stabil sebelumnya tanpa disertai retensi
cairan, pasien didefinisikan sebagai kaheksia. Status nutrisi pasien harus
dihitung dengan hati-hati.3

Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung
kronik stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik
dikerjakan di rumah sakit atau di rumah.3

2.7. Prognosis
Gagal jantung kongestif umumnya adalah penyakit progresif
dengan periode stabilitas diselingi oleh eksaserbasi klinis episodik. Faktor
yang terlibat dalam menentukan prognosis untuk pasien meliputi sifat dari
penyakit jantung yang mendasarinya, respon terhadap obat, sejauh mana

18

sistem organ lain yang terlibat dan tingkat keparahan kondisi lain yang
menyertainya.5

19

BAB 3
STATUS ORANG SAKIT
Nomor RM : 01011788
Tanggal Masuk:

Dokter Ruangan:

17-10-2016

dr. Irfan

Jam: 06.00

Dokter Chief of Ward:


dr.

Ruang: RA XIV 19

Dokter Penanggung Jawab Pasien:


dr. Daud Ginting, Sp.PD

ANAMNESIS PRIBADI
Nama

: Jerni Sipahutar

Umur

: 50 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Status Perkawinan

: Menikah

Pekerjaan

: Petani

Suku

: Batak

Agama

: Kristen

Alamat

: Rimba Soping

ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan utama

: Sesak Nafas

Telaah

: Hal ini dialami 2 minggu SMRS. Sesak tambah berat


saat os beraktivitas fisik atau

berjalan jauh. Sesak

20

berkurang bila os istirahat dalam keadaan setengah duduk


atau diganjal dengan bantal. Sesak tidak dipengaruhi
cuaca.

Os mengaku sering terbangun saat malam hari

karena sesak nafas. Os juga mengeluhkan nyeri dada 7


bulan yang lalu. Nyeri bersifat menusuk dan os merasa

nyeri berkurang apabila berbaring ke arah kiri. Os juga


mengeluhkan bengkak pada kedua kaki 4 bulan yang
lalu. Os juga mengeluhkan perut membesar sejak 3 bulan
yang lalu. BAK kesan normal. BAB kesan normal. Darah
dan pasir tidak dijumpai. Os juga mengeluhkan batuk 2
minggu yang lalu. Batuk berdahak dijumpai. Dahak
berwarna putih. Batuk darah tidak dijumpai. Demam tidak
dijumpai. Nyeri perut dijumpai pada seluruh lapangan
perut. Riwayat merokok tidak dijumpai. Riwayat sakit
jantung bawaan tidak dijumpai. Penyakit tekanan darah
tinggi dijumpai dengan tekanan darah tertinggi dengan
150/100. Riwayat sakit gula tidak dijumpai.
RPT

: tidak jelas

RPO

: tidak jelas

ANAMNESIS ORGAN
Jantung

Saluran Pernapasan

Sesak Napas

:+

Angina Pektoris

:+

Edema

:+

Palpitasi

:-

Lain-lain

:-

Batuk-batuk

:+

Dahak

:+

21

Pencernaan

Saluran Urogenital

Sendi dan Tulang

Endokrin

Asma, bronkitis

:-

Lain-lain

:-

Nafsu Makan

: menurun

Keluhan Menelan

:-

Keluhan Perut

:+

Penurunan BB

:+

Keluhan Defekasi

:-

Lain-lain

:-

Sakit Buang Air Kecil

:-

Mengandung Batu

:-

Haid

:-

Buang Air Kecil Tersendat

:-

Keadaan Urin

:-

Lain-lain

:-

Sakit Pinggang

:-

Keluhan Persendian

:-

Keterbatasan Gerak

:-

Lain-lain

:-

Haus/Polidipsi

:-

Poliuri

:-

Polifagi

:-

Gugup

:-

Perubahan Suara

:-

Lain-lain

:-

22

Saraf Pusat

Sakit Kepala

:-

Hoyong

:-

Lain-lain

:-

Darah dan Pembuluh Darah Pucat

Sirkulasi Perifer

:+

Petechiae

:-

Perdarahan

:-

Purpura

:-

Lain-lain

:-

Claudicatio Intermitten

:-

Lain-lain

:-

ANAMNESIS FAMILI : tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang sama.

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


STATUS PRESENS :
Keadaan Umum

Keadaan Penyakit

Sensorium

: Compos Mentis

Pancaran Wajah: Lemah

Tekanan Darah

: 110/70mmHg

Sikap Paksa

:-

Nadi

: 92 x/i, reg, t/v: cukup

Refleks Fisiologis

:+

Pernapasan

: 32 x/i

Refleks Patologis

:-

Temperatur

: 37oC
Anemia (+/+), Ikterus (-/-),
Dispnu

(+),

Sianosis

Edema (+), Purpura (-)


Turgor Kulit: Sedang

(-),

23

IMT =

45

= 20 (Normoweight)

(1,50)2

TB

: 150 cm

BB

: 45 kg

KEPALA
Mata

: konjungtiva palpebral pucat (+/+), icterus (-/-), pupil: isokor,


ukuran 3 mm, refleks cahaya direk (+/+), refleks cahaya indirek
(+/+), kesan:normal

Telinga: dalam batas normal


Hidung

: dalam batas normal

Mulut

: Lidah
Gigi geligi

: dalam batas normal


: dalam batas normal

Tonsil/faring : dalam batas normal


LEHER
Struma

: membesar / tidak membesar, tingkat : (+) nodular


multi nodular/diffuse

Pembesaran kelenjar limfa

: (-), lokasi: (-), jumlah: (-), konsistensi: (-),


mobilitas: (-), nyeri tekan: (-).

Posisi trakea

: medial, TVJ : R+3 cm H20.

Kaku kuduk

: (-), lain-lain: (-)

THORAX DEPAN
Inspeksi
Bentuk

: simetris fusiformis

Pergerakan

:ada ketinggalan bernapas pada lapangan paru kiri

Nyeri Tekan

: (-)

Iktus

: tidak terlihat, teraba di ICS V

Palpasi

24

Perkusi
Paru
Batas Paru-Hati R/A : relative: ICV IV LMCD/absolut: ICS V LMCD
Peranjakan

: 1 cm

Jantung
Batas Atas Jantung

: ICS II LMCS

Batas Kiri Jantung

: ICS IV 1 cm lateral LMCS

Batas Kanan Jantung : ICS IV LPSD

Auskultasi
Paru
Suara Pernapasan

: vesikuler melemah di lapangan tengah paru kiri,


menghilang di lapangan bawah paru kiri, vesikuler
di lapangan paru kanan

Suara Tambahan

: ronkhi basah basal di kedua lapangan paru

Jantung
M1 > M2, P2 > P1,T1 > T2,A2 > A1, desah sistolik (-), tingkat: (-)
Desah diastolic (-), lain-lain: (-)
HR: 92 x/menit, regular, intensitas: cukup

THORAX BELAKANG
Inspeksi

: simetris fusiformis

Palpasi

: SF ka > ki

Perkusi

: sonor melemah pada lapangan paru kiri

Auskultasi

: SP = vesikuler melemah di lapangan tengah paru kiri,


menghilang di lapangan bawah paru kiri , vesikuler di
lapangan paru kanan

25

ST = ronkhi basah basal di seluruh lapangan paru

ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk

: simetris membesar

Gerakan Lambung/Usus

: (-)

Vena Kolateral

: (-)

Caput Medusae

: (-)

Palpasi
Dinding Abdomen

: soepel, H/ L/R tidak teraba

HATI
Pembesaran

:-

Permukaan

:-

Pinggir

:-

Nyeri Tekan

:-

LIMFA
Pembesaran

: (-), Schuffner: (-) , Haecket: (-)

GINJAL
Ballotement

: (-), Kiri/Kanan, lain-lain: (-)

UTERUS/OVARIUM

: (-)

TUMOR

: (-)

26

Perkusi
Pekak Hati

: (-)

Pekak Beralih

: (+)

Auskultasi
Peristaltik Usus : normoperistaltic
Lain-lain

: (-)

PINGGANG
Nyeri Ketuk Sudut Kosto Vertebra (-), Kiri/Kanan
INGUINAL

: (-)

GENITALIA LUAR : (-)

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)


Perineum

: tidak dilakukan pemeriksaan

Spincter ani

: tidak dilakukan pemeriksaan

Lumen

: tidak dilakukan pemeriksaan

Mukosa

: tidak dilakukan pemeriksaan

Sarung tangan : Feses/Lendir/Darah (tidak dilakukan pemeriksaan)

ANGGOTA GERAK ATAS


Deformitas
sendi

Lokasi

Jari Tabuh

Tremor Ujung Jari

Telapak tangan sembab

Sianosis

: -

27

Eritema
palmaris

ANGGOTA GERAK BAWAH

Kiri

Kanan

Edema:

Arteri Femoralis :

Arteri Tibialis Posterior :

Arteri Dorsalis Pedis :

Refleks KPR :

Refleks APR :

Refleks Fisiologis :

Refleks Patologis :

Lain-lain :

Pemeriksaan Laboratorium Rutin


Darah

Kemih

Tinja

Hb: 6.7 g/dL

Warna: kuning

Warna: cokelat

Eritrosit: 2.38 x 106/mm3

Protein: -

Konsistensi: padat

Leukosit: 5.95 x 103/mm3

Reduksi: -

Eritrosit:

Trombosit: 215 x 103/mm3

Bilirubin: -

Leukosit:

Ht: 21.0

Urobilinogen: +

Amoeba/Kista:

Eosinofil: 0.35

Sedimen

Telur Cacing

Basofil: 0.02

Eritrosit : 0

Neutrofil: 3.03

Leukosit : 0-2 /lpb

Ankylostoma:

Limfosit: 1.72

Epitel

T. Trichiura:

Monosit: 0.83

Silinder : 0 /lpb

Hitung Jenis:

/lpb

: 0 /lpb

Ascaris:

Kremi:

28

RESUME
Keluhan Utama: dyspnea
Telaah
: dialami 2 minggu SMRS. Paroxysmal
ANAMNESIS

nocturnal dyspnea (+), angina pektoris (+), edema


pretibial (+) 4 bulan SMRS, 2 minggu, Ptisis (+) sejak
2 minggu yang lalu, sputum (+) putih.
Keadaan Umum : sedang

STATUS PRESENS

Keadaan Penyakit : sedang


Keadaan Gizi

: Normal

Sensorium : Compos Mentis


PEMERIKSAAN FISIK

Tekanan darah : 110/70 mmHg


Nadi : 92 kali / menit
Pernafasan : 32 kali / menit
Temperatur : 37.0 C
Kepala : anemis (+/+) ikterik (-/-)
Thorax :
Inspeksi

: ada ketingalan bernafas pada lapangan

paru kiri
Palpasi

: SF ka > ki

Batas Paru hati Relatif ICS V, Absolut ICS VI;


Peranjakan 1 cm.
Perkusi

: sonor melemah di lapangan tengah paru

kiri , beda di lapangan bawah paru kiri


Auskultasi : vesikuler melemah di lapangan tengah
paru kiri, menghilang di lapangan bawah paru kiri ,
vesikuler di lapangan paru kanan

29

Abdomen :
Inspeksi

: simetris membesar

Palpasi

: dalam batas normal

Perkusi

: shifting dullness (+)

Auskultasi: normoperistaltic
Ekstremitas: edema pretibial (+)
Leukosit = 6.7g/dl (anemia)
LABORATORIUM

Kemih : kesan normal

RUTIN

Tinja : kesan normal

1.

CHF fc III-1V dd Hipertensi Heart Disease dd


Valvular Heart Disease + asites non sirotik +
anemia penyakit kronis

2.

CHF fc III-1V dd Hipertensi Heart Disease dd


Valvular Heart Disease + asites non sirotik +
anemia defiensi besi

DIAGNOSIS BANDING

3.

Efusi Pleura sinistra ec pneumonia dd TB paru


dd hipoalbuminemia + asites non sirotik +
anemia penyakit kronis

4.

Efusi Pleura sinistra ec pneumonia dd TB paru


dd hipoalbuminemia + asites non sirotik +
anemia defesiensi besi

DIAGNOSIS
SEMENTARA
PENATALAKSANAAN

CHF fc III-1V dd Hipertensi Heart Disease dd


Valvular Heart Disease + asites non sirotik + anemia
penyakit kronis
Aktivitas : Tirah baring semifowler
Diet

: Diet Jantung III, rendah garam

30

Tindakan suportif:
-

O2 1-2 L via nasal canule

IVFD NaCl 0.9 % 10 gtt/i mikro

Medikamentosa:
- Inj. Furosemide 20mg/8 jam
- Inj. Spironolakton 1x25mg
- Captopril 2x20mg
- Inj Ranitidine 20mg/12jam
- Balance cairan

Rencana Penjajakan Diagnostik / Tindakan Lanjutan


1. Urinalisis dan feses rutin
2. Darah Rutin
3. AGDA
4. EKG
5. LFT, RFT
6. Foto thorax PA
7. USG abdomen
8. Echocardiography

31

FOLLOW UP
Tanggal
17/ 10 /

S
- Sesak

O
Sensorium :

2016

nafas (+)

Compos Mentis

HHD dd VHD dd

TD: 110 / 50

CAD dd DCM dd

mmHg

PJA

(H1)

HR : 80x/i
RR : 28x/i
Temp : 37,6oC

A
- CHF fc III-IV ec

- Asites non sirotik


dd sirotik
- Efusi pleura
sinistra

Pemeriksaan Fisik:
Kepala :

- Anemia penyakit
kronis dd Def. Fe

P
- Tirah baring
- Diet jantung III +
rendah garam
- O 2-4 l/i Nasal canul
- Threeway terpasang
- Inj. Furosemide 20
mg / 8 jam
- Inj Ranitidin 50 mg /
12 jam
- Spironolakton 1x

32

- Mata anemis (+/

100mg

+)

- Syr.Latulac 3 x C

- sklera ikterik (-/-)


T/H/M :

Rencana :

-dalam batas

- Cek Albumin

normal

- Viral Marker, HIV


- T, T, TSH

Leher :

-Anemia profile (SI,

- TVJ R-3 cm H2O

TIBC, Morfologi darah

- Pembesaran KGB

tepi, serum Ferritin)

(-)

- Urinalisa, Feses rutin,

- Trakea medial

- EKG
- USG Abdomen

Thoraks:

- Lipid profile

-SP :Vesikuler

- Balance cairan -500cc

-ST: Ronkhi basah

- USG Doppler

basal (+)

- Menunggu hasil
bacaan foto thorax

Abdomen:
- soepel
- H/L/R ttb
- Peristaltik (+)
- Shifting dullness
(+) minimal
Ekstremitas :
- Sup: dalam batas
normal
17/ 10 /

- Sesak

-Inf : oedem (+/+)


Sensorium :

- CHF fc II-III ec

- Tirah baring

33

2016

nafas

Compos Mentis

HR/HS dd HHD,

- O 2-4 l/i Nasal canul

(H1)

TD: 110 / 50

PJA

- IVFD NaCl 0,9 %

- Kardio

mmHg
HR : 88x/i
RR : 28x/i
Temp : 37,6oC

- Asites non sirotik


dd sirotik
- Efusi pleura
sinistra
- Anemia penyakit

Pemeriksaan Fisik:
Kepala :
- Mata anemis (+/

kronis dd Def. Fe

10gtt/i
- Inj. Furosemide 20
mg / 8 jam
- Spironolakton 1x
100mg
- Captopril 3x6,25 ->
jika TDS 100 mmHg
- Terapi lain sesuai TS

+)
- sklera ikterik (-/-)
T/H/M :

Rencana :

-dalam batas

- EKG hari Rabu

normal
Leher :
- TVJ R-3 cmH2O

Thorax :
Cor :
- SS (+) regular
- Murmur (+) PSM
3/6 apex-axilla
- Gallop (-)
Pulmo :
- SP : vesikuler
-ST : Ronkhi basah
basal (+/+)

34

Abdomen:
- soepel
- BU (+) N
- Asites (+)
Ekstremitas :
- Akral hangat
- Edema (+/+)
18/ 10 /

- Lemas

Sensorium :

2016

(+)

Compos Mentis

HHD dd VHD ed

(H2)

- Oedem

TD: 130 / 60

CAD dd DCM dd

(+)

mmHg

PJA

HR : 92x/i
RR : 24x/i
Temp : 36,1oC

- CHF fc III-IV ec

- Asites non sirotik


dd sirotik
- Efusi pleura
sinistra
- Anemia penyakit
kronis dd Def. Fe

Pemeriksaan Fisik:
Kepala :
- Mata anemis (+/
+)

- Struma toksik dd
non toksik

- Tirah baring
- Diet jantung III +
rendah garam
- O 2-4 l/i Nasal canul
- Threeway terpasang
- Captopril 3x6,25mg
- Inj. Furosemide 20
mg / 8 jam
- Inj Ranitidin 50 mg /
12 jam
- Spironolakton 1x
100mg

- Dispepsia type like - Syr.Latulac 3 x C


ulcer + Susp. DVT

- sklera ikterik (-/-)

Rencana :

T/H/M :

- Cek Albumin

-dalam batas

- Viral Marker

normal

- T, T, TSH
-Anemia profile

Leher :

- Urinalisa, Feses rutin,

- TVJ R-3 cm H2O

- EKG (Rabu, 19/ 10/

- Pembesaran KGB

2016)

35

(-)

- USG Abdomen

- Trakea medial

- Lipid profile

- Struma (+)

- D-dimer
- Fibrinogen

Thoraks:

- HST

-SP :Vesikuler

- Balance cairan -500cc

-ST: Ronkhi basah

- USG Doppler

basal (+)
Abdomen:
- soepel
- H/L/R ttb
- Peristaltik (+)
- Shifting dullness
(+) minimal
Ekstremitas :
- Sup: dalam batas
normal
19 / 09 /

- Lemas

-Inf : oedem (+/+)


Sensorium :

2016

(+)

Compos Mentis

(H3)

- Oedem

TD: 110 / 60

(+)

mmHg

- CHF fc III-IV ec
HHD dd PJA
- Asites non sirotik
dd sirotik

- Tirah baring
- Diet jantung III +
rendah garam
- O 2-4 l/i via Nasal

HR : 92x/i

- Hipoalbuminemia

RR : 32x/i

- Efusi pleura

- Threeway terpasang

sinistra ec

- Inj. Furosemide 20

Temp : 37,0oC

Hipoalbuminemia
Pemeriksaan Fisik:
Kepala :
- Mata anemis (+/

- Anemia penyakit
kronis dd Def. Fe
- Struma non toksik

canul

mg / 8 jam
- Inj Ranitidin 50 mg /
12 jam
- Spironolakton 1x

36

+)

- Hipertiroidisme

- sklera ikterik

- Dispepsia type like -Captopril 3x 525mg

(-/-)

ulcer + Susp. DVT

100mg
- Syr.Latulac 3 x C

T/H/M :
-dalam batas

Rencana :

normal

- EKG (19/ 10/ 2016)


- USG Abdomen (20/

Leher :

10/ 2016)

- TVJ R-3 cmH2O

- USG Doppler

- Pembesaran KGB

(dijadwalkan)

(-)

- Konsul PAI

- Trakea medial

- Konsul Endokrin

- Struma (+)
Thoraks:
-SP :Vesikuler
-ST: Ronkhi basah
basal (+)
Abdomen:
- soepel
- H/L/R ttb
- Peristaltik (+)
- Shifting dullness
(+) minimal
Ekstremitas :
- Sup: dalam batas
normal
-Inf : oedem (+/+)

37

19 / 10 /
2016

- Sesak
nafas (+)

- Sensorium :
Compos Mentis

(H3)

TD: 110 / 60

- Kardio

mmHg
HR : 92x/i
RR : 32x/i
Temp : 37,0oC

- CHF fc III ec
HHD dd - PJT
- HR dd HJ
- Asites non sirotik
dd sirotik
- Efusi pleura

- Tirah baring
- O 2-4 l/i Nasal canul
- Inj. Furosemide 20
mg / 8 jam
- Spironolakton
1x100mg

sinistra ec

- Captopril 3x 6,25mg

Hipoalbuminemia

- PTU 3x100mg

Pemeriksaan Fisik:

+ Susp.Liver

- Propanolol 3x 10mg

Kepala :

Congestive

- Syr. Latulac 3 xC

- Mata anemis (+/


+)

- Anemia penyakit

- KSR 2x600mg

kronis dd Def. Fe

- sklera ikterik (-/-) - Hipertiroidisme

Rencana :

- Dispepsia type like - Pantau hemodinamik


Leher :
- TVJ R-3 cmH2O

ulcer + Susp. DVT

dan UOP
- Cek elektrolit
20/10/2016

Thorax :
Cor :
- SS (+) regular
- Murmur (+) PSM
gr 3/6 apex
- Gallop (-)
Pulmo :
- SP : vesikuler
-ST : Ronkhi basah
basal (+/+)
Abdomen:

38

- soepel
- BU (+)
Ekstremitas :
- Akral hangat
- Edema (+/+)

19/ 10/

- Benjolan

- Sensorium :

- Hipertiroid

- Tirah baring

CHF fc III ec HHD

- PTU 3x100mg

2016

pada

Compos Mentis

(H3)

leher

TD: 110 / 60

dd - PJT

- Jawaban

kanan

mmHg

- HR dd HJ

Konsul

dan kiri

HR : 100x/i

Endokrin

RR : 26x/i
Temp : 37,0oC

- Asites non sirotik


dd sirotik
- Efusi pleura
sinistra

Pemeriksaan Fisik:
Kepala :
- Mata anemis (+/
+)
- sklera ikterik (-/-)
Leher :
- TVJ R-3 cmH2O
- Trakea medial
- Struma membesar
5x5cm, mobile,
nodule (+)
Thorax :
- SP : vesikuler
melemah

- Propanolol 3x 10mg

Rencana :
- USG Tiroid

39

-ST : Ronkhi basah


basal (+/+)

Abdomen:
- Asites (+)
Ekstremitas :
- Akral hangat
- Edema (+/+)

20 / 10 /

- Lemas

Sensorium :

2016

(+)

Compos Mentis

HHD dd VHD ed

(H4)

- Oedem

TD: 100 / 50

CAD dd DCM dd

(+)

mmHg

PJA

HR : 80x/i
RR : 40x/i
Temp : 37,4oC

- CHF fc II-III ec

- Asites non sirotik


dd sirotik
- Efusi pleura
sinistra

Pemeriksaan Fisik:
Kepala :

- Anemia penyakit
kronis dd Def. Fe

Tirah baring
- Diet jantung III +
rendah garam
- O 2-4 l/i Nasal canul
- Threeway terpasang
- Inj. Furosemide 20
mg / 8 jam
- Inj Ranitidin 50 mg /
12 jam
- PTU 3x10mg

- Mata anemis (+/

- Struma

+)

- Dispepsia type like - Spironolakton 1x

- sklera ikterik (-/-)

ulcer

T/H/M :

- Hipertiroidism

-dalam batas

- Susp. Liver

normal

congestive

- Propanolol 3x 10mg
100mg
- Captopril 3x 6,25mg
Hasil USG Abdomen
- Liver congestive

Leher :
- TVJ R-3 cm H2O

40

- Pembesaran KGB
(-)
- Trakea medial
- Struma (+)
Thoraks:
-SP :Vesikuler
-ST: Ronkhi basah
basal (+)
Abdomen:
- soepel
- H/L/R ttb
- Peristaltik (+)
- Shifting dullness
(+) minimal
Ekstremitas :
- Sup: dalam batas
normal
21 / 10 /

- Lemas

-Inf : oedem (+/+)


Sensorium :

2016

(+)

Compos Mentis

HHD dd VHD ed

(H5)

- Oedem

TD: 100 / 50

CAD dd DCM dd

(+)

mmHg

PJA

HR : 80x/i
RR : 40x/i
Temp : 37,4oC

- CHF fc II-III ec

- Asites non sirotik


dd sirotik
- Efusi pleura
sinistra

Pemeriksaan Fisik:
Kepala :

- Anemia penyakit
kronis dd Def. Fe

Tirah baring
- Diet jantung III +
rendah garam
- O 2-4 l/i Nasal canul
- Threeway terpasang
- Inj. Furosemide 20
mg / 8 jam
- Inj Ranitidin 50 mg /
12 jam
- PTU 3x10mg

41

- Mata anemis (+/

- Struma

+)

- Dispepsia type like - Spironolakton 1x

- sklera ikterik
(-/-)
T/H/M :
-dalam batas
normal
Leher :
- TVJ R-3 cm H2O
- Pembesaran KGB
(-)
- Trakea medial
- Struma (+)
Thoraks:
-SP :Vesikuler
-ST: Ronkhi basah
basal (+)
Abdomen:
- soepel
- H/L/R ttb
- Peristaltik (+)
- Shifting dullness
(+) minimal
Ekstremitas :
- Sup: dalam batas
normal
-Inf : oedem (+/+)

ulcer

- Propanolol 3x 10mg
100mg

- Hipertiroidism

- Captopril 3x 6,25mg

- Susp. Liver

- Syr. Latulac 3xC

congestive

42

BAB 4
DISKUSI KASUS
Teori

Pasien

Epidemiologi
Kasus CHF kebanyakan berada pada usia lebih dari 50 Pasien perempuan berusia 50
tahun. Sekitar 75 % pasien yang dirawat dengan CHF tahun datang dengan keluhan
berusia usia 65 75 tahun. Resiko kematian yang sesak nafas.
diakibatkan oleh CHF adalah sekitar 5-10 % per tahun pada
kasus gagal jantung ringan, dan meningkat menjadi 30-40%
pada gagal jantung berat. Menurut penelitian, sebagian besar
lansia yang didiagnosis menderita CHF tidak dapat hidup
lebih dari 5 tahun.2
Manifestasi Klinis
Tipikal
Sesak napas

Pasien mengeluhkan :

Sesak
bertambah

napas
berat

yang
saat

43

Kurang tipikal
Batuk di malam atau dini hari
Mengi
Berat badan bertambah lebih dari 2 kilogram per

pasien beraktivitas fisik

Ortopneu
Paroxysmal nocturnal dyspnea
Toleransi aktivitas yang berkurang
Cepat lelah
Bengkak di pergelangan kaki

minggu
Berat badan turun (gagal jantung stadium lanjut)
Perasaan kembung atau begah
Nafsu makan menurun
Perasaan bingung (terutama pasien usia lanjut)
Depresi
Berdebar
Pingsan

Diagnosis

Paroksismal nocturnal dyspnea


Distensi vena leher
Ronki paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peninggian tekanan vena jugularis
Refluks hepatojugular

Kriteria minor

Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dyspnea deffort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardia (>120 kali per menit)

berjalan jauh dan

berkurang

bila

pasien

istirahat dalam keadaan


setengah

duduk

atau

diganjal bantal.

Sering

terbangun

saat

malam hari karena sesak


nafas.

Bengkak pada kedua kaki


dan perut membesar.

Batuk berdahak berwarna


putih.

Pada

Kriteria Mayor

atau

anamnesis

pasien

didapati:

Dyspnoe

Paroxysmal nocturnal
dyspnea

Orthopnea

Edema pretibial

Ptisis dengan sputum


berwarna putih.

Pada pemeriksaan fisik pasien


didapati:

Peningkatan

tekanan

vena jugularis

SP

vesikuler

melemah di lapangan

44

Mayor atau minor

tengah

paru

kiri,

menghilang

Penurunan berat badan >4,5 kilogram dalam 5 hari

di

lapangan bawah paru

pengobatan

kiri

vesikuler

di

lapangan paru kanan


Diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan jika terdapat

ST = ronkhi basah

minimal 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.

basal kedua lapangan


paru

Abdomen

simetris

membesar,

shifting

dullness (+)

Edema pretibial pada


ekstremitas

Pada pemeriksaan foto thoraks


didapati kesan efusi pleura
sinistra

Penatalaksanaan
Medikamentosa

- tirah baring semifowler


- diet jantung III, rendah

garam
Angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEI)
- O2 1-2 L via nasal canule
Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada
- IVFD NaCl 0.9% 10gtt/i
semua pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi
mikro
ejeksi ventrikel kiri 40 %.ACEI memperbaiki
- Inj. Furosemide 20mg/8jam
fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi
- Inj. Spironolakton 1x25mg
perawatan rumah sakit karenaperburukan gagal
- Captopril 2x20mg
jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan
- Inj. Ranitidine 20 mg/12 jam
hidup.
ACEI
kadang-kadang
menyebabkan
- Balance cairan
perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi

45

simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh


sebab itu ACEI hanya diberikan pada pasien dengan

fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal.


Penyekat
Kecuali kontraindikasi, penyekat harus diberikan
pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan
fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %. Penyekat
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,
mengurangi
perburukan

perawatan
gagal

rumah

jantung,

sakit

dan

karena

meningkatkan

kelangsungan hidup.
Antagonis aldosteron
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis
aldosteron dosis kecil harus dipertimbangkan pada
semua pasien dengan fraksi ejeksi 35 % dan gagal
jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV
NYHA) tanpa hiperkalemia dan gangguan fungsi
ginjal berat. Antagonis aldosteron mengurangi
perawatan rumah sakit karena perburukan gagal
jantung dan meningkatkan kelangsungan hidup.

Non Medikamentosa

Manajemen perawatan mandiri


Manajemen perawatan mandiri mempunyai peran
dalam keberhasilan pengobatan gagal jantung dan
dapat memberi dampak bermakna perbaikan
gejala
kualitas

gagal

jantung,

hidup,

kapasitas

morbiditas

dan

fungsional,
prognosis.

Manajemen perawatan mandiri dapat didefnisikan


sebagai tindakan-tindakan yang bertujuan untuk
menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku
yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi

46

gejala awal perburukan gagal jantung.1


Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas,
mortalitas dan kualitas hidup pasien. Berdasarkan
literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada

terapi farmakologi maupun non-farmakologi.1


Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setap
hari, jika terdapat kenaikan berat badan > 2 kg
dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis

diuretik atas pertimbangan dokter.1


Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan
terutama pada pasien dengan gejala berat yang
disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada
semua pasien dengan gejala ringan sampai sedang

tidak memberikan keuntungan klinis.1


Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT >
30 kg/m2) dengan gagal jantung dipertimbangkan
untuk mencegah perburukan gagal jantung,
mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas

hidup.1
Kehilangan berat badan tanpa rencana
Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai
pada gagal jantung berat. Kaheksia jantung
(cardiac

cachexia)

merupakan

prediktor

penurunan angka kelangsungan hidup. Jika


selama 6 bulan terakhir berat badan > 6 % dari
berat badan stabil sebelumnya tanpa disertai
retensi

cairan,

pasien

didefinisikan

sebagai

kaheksia. Status nutrisi pasien harus dihitung

dengan hati-hati.1
Latihan fisik

47

Latihan fisik direkomendasikan kepada semua


pasien gagal jantung kronik stabil. Program
latihan fisik memberikan efek yang sama baik
dikerjakan di rumah sakit atau di rumah.1

48

BAB 5
KESIMPULAN

Seorang wanita, usia 50 tahun didiagnosa dengan CHF fc III-IV + Efusi


Pleura. Ditatalaksana dengan tirah baring semifowler, O2 1-2 L via nasal canule,
IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i mikro, Inj. Furosemide 20mg/8jam, Inj. Spironolakton
1x25mg, Captopril 2x20mg, Inj. Ranitidine 20 mg/12 jam dan balance cairan.

49

DAFTAR PUSTAKA
1. Sitompul, B., and Sugeng, J. I., 2014. Gagal Jantung. In: Rilantono, L. I.,
Baraas, F., Karokaro, S., and Roebiono, P. S., (eds). Buku Ajar Kardiologi.
Jakarta: Interna Publishing, 115-128
2. Gray. H. H., Dawkins, K. D., Simpson, I. A., and Morgan, J. M., 2014.
Lecture Notes: Kardiologi. 4th ed. Jakarta: Erlangga.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015. Pedoman
Tatalaksana Gagal Jantung. Jakarta: PERKI.
4. Dickstein K, Cohen-Solal A, et al. ESC Guidelines for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure,2008.
5. Kulick, D.L.Congestive Heart Failure. Medicine Net Reference 2016.
Available from:
http://www.medicinenet.com/congestive_heart_failure_chf_overview/page
3.htm. (Accessed 13 September 2016).
6. Ghanie, A., 2014. Gagal Jantung Kronik. In: Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo,
A.W., Simadibrata, M., Setyohadi, B., and Syam, A.F. (eds). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing, 1148-1153.

Anda mungkin juga menyukai