Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN PROFESI

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE

Disusun Oleh :

Nisya Dwi Adhila (2141312073)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2021
A. Landasan Teoritis Gagal Jantung Kongestif (CHF)
1. Definisi Gagal Jantung Kongestif (CHF)
Gagal jantung kongestif atau biasa dikenal dengan CHF, merupakan keadaan
kelainan fungsi jantung dimana jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolism jaringan, atau jantung hanya mampu memompa
darah jika disertai dengan tingginya volume diatstolik secara abnormal. Dikatakan
gagal jantung kongestif apabila terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan
(Mansjoer, 2001).
Gagal jantung (HF), atau juga biasa disebut dengan HF kongestif adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. HF ditandai dengan tanda dan gejala
kelebihan cairan atau perfusi jaringan yang tidak memadai. Mekanisme dasar dari HF
itu sendiri adalah gangguan sifat kontraktil jantung (disfungsi sistolik) atau pengisian
jantung (diastolic) yang mengarah ke curah jantung lebih rendah dari keadaan normal.
Keluaran jantung yang rendah akan mengarah kepada mekanisme kompensasi yang
akan menyebabkan peningkatan beban kerja jantung dan akhirnya resistensi terhadap
pengisian jantung (Brunner & Suddarth’s, 2010).
Gagal jantung merupakan kondisi progresif bersifat seumur hidup yang dapat
dikelola dengan perubahan gaya hidup dan mengonsumsi obat-obatan untuk
mencegah episode gagal jantung akut dekompensasi, ditandai dengan peningkatan
gejala, penurunan CO, dan perfusi rendah. Gagal jantung merupakan hasil dari
berbagai kondisi kardiovaskuler, termasuk hipertensi kronis, penyakit arteri coroner,
dan penyakit katup. Kondisi ini dapat menyebabkan kegagalan sistolik, kegagalan
diastolic, ataupun keduanya. Beberapa kondisi sitemik (misalnya gagal ginjal
progresif dan hipertensi yang tidak terkontrol) dapat berkontribusi pada
perkembangan dan perparahan gagal jantung (Brunner & Suddarth’s, 2010).
2. Etiologi
Penyebab gagal jantung menurut Keith, et.all (2008) adalah :
1) Hipertensi (10-15%)
2) Kardiomiopati (dilatasi, hipertrofik, restriktif)
3) Penyakit katup jantung (mitral dan aorta)
4) Kongenital (defek septum atrium)
5) Aritmia (persisten)
6) Alcohol
7) Obat-obatan
8) Kondisi curah jantung tinggi
9) Pericardium (konstriksi atau efusi)
10) Gagal jantung kanan (hipertensi paru)

Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung adalah kemampuan


kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah
jantung normal. Tetapi pada gagal jantung yang masalah utamanya adalah otot
serabut jantung, volume sekuncup berkurang namun curah jantung normal masih
dapat dipertahankan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang di pompa pada
setiap kontraksi yang bergantung terhadap tiga factor, yaitu :

a. Preload
Jumlah darah yang mengisi jantung berbanding lurus dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut otot jantung.
b. Kontraktilitas
Mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel,
berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
c. Afterload
Mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan pada saat
memompa darah. Melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan
arterio 1.
Pada gagal jantung bila salah satu factor ini terganggu, maka curah jantung akan
berkurang (Brunner & Suddarth, 2002).
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala gagal jantung dapat dilihat sesuai tempat ventrikel yang terkena.
HF pada sisi kiri (gagal ventrikel kiri) menyebabkan manifestasi yang berbeda
dengan HF sisi kanan (gagal ventrikel kanan). Pada gagal jantung kronis pasien
mungkin memiliki tanda dan gejala dari kegalalan ventrikel kanan dan kiri (Brunner
& Suddarth, 2010).
a. HF sisi kiri
 Kongesti paru : dyspnea, batuk, ronkhi paru dan tingkat saturasi
oksigen rendah ditandai dengan suara jantung ekstra, S3, atau
“ventriculargallop” kondisi ini dapat di deteksi pada saat auskultasi.
 Dyspnea saat beraktivitas (DOE), ortopnea, dyspnea nocturnal
proksimal (PND).
 Batuk yang awalnya kering dan tidak produktif, bisa menjadi lembab
lembur
 Dahak berbuih dalam jumlah besar, terkadang berwarna merah muda
(diwarnai darah).
 Retak bibasilar berkembang menjadi radang di semua bidang paru-
paru.
 Perfusi jaringan yang tidak adekuat
 Oliguria dan nokturia
 HF berkembang menyebabkan : pencernaah berubah, pusing,
kebingungan, gelisah dan pucat, kulit dingin dan lembab.
 Takikardi, lemah, denyut nadi : kelelahan
b. HF sisi kanan
 Kemacetan visera dan jaringan perifer
 Edema ekstremitas bawah (edema dependen), hepatomegaly
(pembesaran hati), asites (akumulasi cairan dalam rongga peritoneum),
anoreksia dan mual, kelemahan dan kenaikan berat badan karena
retensi cairan.
4. Klasifikasi Gagal Jantung
Menurut American Health Association (Yancy, 2013), klasifikasi gagal jantung
adalah sebagai berikut :
a. Stage A
Merupakan keadaan dimana pasien memiliki risiko tinggi tetapi belum
ditemukan kerusakan structural pada jantung, tanpa adanya tanda dan gejala
dari gagal jantung tersebut. Pasien yang di diagnose dengan gagal jantung
stage A biasanya adalah pasien hipertensi, penyakit jantung coroner, diabetes
mellitus, atau pasien yang mengalami keracunan pada jantung (cardiotoxins).
b. Stage B
Pasien dengan gagal jantung stage B apabila telah ditemukan kerusakan
structural pada jantung tetapi tidak menunjukkan tanda dan gejala dari gagal
jantung tersebut. Umumnya ditemukan pada pasien dengan infark miokard,
disfungsi sistolik pada ventrikel kiri, ataupun penyakit valvular asimptomatik.
c. Stage C
Pada pasien dengan stage C telah menunjukkan kerusakan structural pada
jantung dan bersamaan dengan munculnya tanda dan gejala sesaat ataupun
setelah terjadinya kerusakan. Gejala yang timbul berupa napas pendek, lemah,
tidak dapat melakukan aktivitas berat.
d. Stage D
Pasien dengan gagal jantung stage D membutuhkan penanganan ataupun
intervensi khusus dan gejala dapat timbul bahkan saat dalam keadaan istirahat,
serta pasien perlu di monitoring secara ketat.

The New York Health Association (Yancy et al, 2013) juga mengklasifikasikan
gagal jantung dalam empat kelas, yaitu :

a) Kelas I
Aktivitas fisik tidak dibatasi, ketika pasien melakukan aktivitas fisik tidak
akan merasa kelelahan, dyspnea, ataupun palpitasi.
b) Kelas II
Aktivitas fisik sedikit dibatasi. Apabila pasien melakukan aktivitas fisik akan
menyebakan kelelahan, dyspnea, palpitasi, serta angina pectoris (mild CHF).
c) Kelas III
Aktivitas fisik sangat dibatasi. Apabila pasien melakukan aktivitas fisik
sedikit saja akan mengalami gejala yang berat (moderate CHF).
d) Kelas IV
Pasien yang di diagnose gagal jantung kelas IV tidak dapat melakukan
aktivitas fisik apapun, bahkan dalam keadaan istirahat akan menimbulkan
gejala yang berat (Severe CHF).
5. Patofisologi Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung adalah hasil dari berbagai penyakit kardiovaskuler yaitu kelainan
jantung umum yang akan mengakibatkan penurunan kontraksi (sistol), dan penurunan
pengisian (diastol), ataupun keduanya. Sebelum pasien menunjukkan tanda dan gejala
gagal jantung, hal yang paling sering terjadi ada disfungsi miokard.
Gagal jantung sistolik menyebabkan jumlah darah yang dikeluarkan oleh
ventrikel menurun. Hal ini dapat merangsang system darah simpatis melepaskan
epinefrin dan norepinefrin. Respon ini awalnya dikeluarkan untuk mendukung
kegagalam miokard, tetapi respon yang dikeluarkan terus menerus menyebabkan
hilangnya reseptor beta adrenergic (downregulation). Selanjutnya akan terjadi
kerusakan otot-otot jantung, stimulasi saraf simpatik dan penurunan perfusi ginjal
menyebabkan penurunan pelepasan renin oleh ginjal. Renin mempromosikan
pembentukan angiotensin 1, yaitu zat yang dapat mengaktifkan Angiotensin-
converting enzim (ACE) dalam lumen pembuluh darah mengkonversi angiotensin I
menjadi angiotensin II yaitu zat vasokontriktor yang menyebabkan pelepasan
aldosterone. Aldosterone akan mempromosikan retensi natrium dan cairan dan akan
merangsang haus pusat. Aldosterone memberikan dampak merugikan tambahan ke
miokardium (Pitt et al, 1999: Weber, 2001).
Angiotensin, aldosterone, dan neuro hormone lainnya (misalnya : factor atrial
natriuretic, endotelin, dan prostasiklin) menyebabkan peningkatan preload dan
afterload. Hal ini dapat meningkatkan tekanan pada dinding ventrikel, yang akan
meningkatkan beban kerja jantung. Beban kerja jantung yang meningkat
menyebabkan kontraktilitas dari myofibril menurun. Penurunan kontraktilitas
menyebabkan peningkatan volume end-diastolik dari ventrikel, serta peregangan
miofibers meningkatkan ukuran ventrikel (dilatasi ventrikel).
Peningkatan ukuran ventrikel menyebabkan peningkatan tekanan dinding
ventrikel yang akan menambah beban kerja jantung. Cara jantung mengkompensasi
beban kerja yang meningkat adalah dengan cara meningkatkan ketebalan otot jantung
(hipertrof ventrikel), sehingga terjadi iskemia miokard. Vasokontriksi arteri coroner
yang disebabkan oleh saraf simpatik, meningkatkan stress pada dinding ventrikel, dan
penurunan produksi energy mitokondria juga menyebabkan iskemia miokard.
Akhirnya iskemia miokard menyebabkan kematian myofibril, bahkan juga terjadi
pada pasien tanpa penyakit arteri coroner.
Mekanisme kompensasi disebut juga dengan “Lingkaran Setan Gagal Jantung”.
Karena jantung tidak bisa memompa darah yang cukup untuk tubuh. Sehingga
menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras, jantung tidak dapat merespon dan
kegagalan menjadi lebih buruk. Stimulasi system saraf simpatis juga menyebabkan
pembuluh darah perifer menyempit, sehingga kulit tampak pucat, terasa dingin dan
berkeringat. Penurunan volume ventrikel yang dikeluarkan menyebabkan system
saraf simpatik untuk meningkatkan denyut jantung (takikardia).
Beban kerja jantung yang terus menerus terjadi menyebabkan gagal jantung
diastolic berkembang. Respon ini menyebabkan retensi pengisian ventrikel, yang
meningkatkan tekanan pengisian ventrikel meskipun volume darah normak ataupun
menurun. Kurangnya darah di ventrikel menyebabkan cardiac output menurun.
Penurunan cardiac output dan tekanan pengisian ventrikel tinggi menyebabkan respon
neurohormonal yang sama seperti yang dijelaskan pada gagal jantung sistolik.
Kongesti paru terjadi saat ventrikel kiri tidak dapat memompa darah keluar dari
ventrikel ke seluruh tubuh. Tekanan akhir diastolic di ventrikel meningkat dapat
menurunkan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri selama diastole. Volume
darah dan tekanan di vena pulmonal meningkat memaksa dari kapiler paru ke dalam
jaringan paru dan alveoli, yang dapat menganggu pertukaran gas. Ketika ventrikel
kanan gagal, kemacetan didominasi dari visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi
karena sisi jantung tidak dapat mengeluarkan darah dan tidak dapat mengakomodasi
semua darah yang normal kembali ke sirkulasi vena. Peningkatan tekanan vena
menyebabkan distensi vena jugularis (JVD) sumber : (Abu Bakar : 2018).
6. Pemeriksaan Diagnostik atau Penunjang
1) Elektrokardiogram (EKG)
Untuk melihat hipertropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia,
disritmia, takikardi, fibrilasi atrial.
2) Scan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.
3) Sonogram (ekokardiogram, ekokardiogram dopple)
Dapat menunjukkan dimensi perbesaran bilik, perubahan dalam fungsi struktur
katup, dan area yang mengalami penurunan kontraktilitas ventricular.
4) Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung
kanan dan gagal jantung kiri serta stenosis katup atau insufisiensi.
5) Rongent dada
Menunujukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi atau
hipertropi bilik, dan perubahan pada pembuluh darah abnormal.
6) Studi laboratorium: elektrolit serum, nitrogen urea darah (BUN), kreatinin,
hormon perangsang tiroid (TSH), hitung CBC, brain natriureticpeptide (BNP),
dan urinalisis rutin
7) Tes stres jantung, kateterisasi jantung (Brunner & Suddarth, 2010)
7. Penatalaksanaan Gagal Jantung
Penatalaksaan gagal jantung menurut Brunner & Suddarth (2010) :
1) Manajemen medis
Tujuan dari penatalaksanaan pasien gagal jantung adalah untuk meringankan
gejala, meningkatkan status fungsional dan kualitas hidup, dan memperpanjang
kelangsungan hidup. Pilihan perawatan bervariasi disesuaikan dengan keparahan
kondisi pasien. Mungkin bisa berupa pengobatan oral, obat-obatan IV, perubahan
gaya hidup, pemberian oksigen tambahan, implantasi alat bantu dan pendekatan
bedah, termasuk transplantasi jantung. Perubahan gaya hidup bisa termasuk
pembatasan natrium makanan, menghindari asupan cairan berlebihan, alcohol,
rokok, serta olahraga teratur.
2) Terapi farmakologi
a) Terapi vasodilator (penghambat enzim pengonversi angiotensin), penghambat
reseptor angiotensin II (ARB), betablocker terpilih, penghambat saluran
kalsium, terapi diuretic, glikosida jantung (digitalis), dll.
b) Infus IV : nesiritide, milrinzine, dobutamine.
c) Obat-obatan untuk disfungsi diastolic
d) Kemungkinan anti-koagulan, obat yang mengelola hiperplidemia (statin).
3) Manajemen bedah
Bedah bypass coroner, koroner transluminal perkutan angioplasty (PTCA), terapi
inovatif lainnya seperti yang ditunjukkan (mis. alat bantu mekanik, transplantasi)
8. Komplikasi
1) Aritmia ventrikel
Pasien gagal jantung akan berisiko mengalami aritmia, biasanya karena
tachiaritmias ventrikuler. Aritmia ventrikel dapat menyebabkan sinkop dan
kematian jantung secara mendadak (20-25%). Pada pasien yang berhasil
diresusitasi, amiodaron, bloker β, dan defribilator yang ditanam mungkin turut
memiliki peranan.
2) Efusi pleura
Komplikasi ini dihasilkan dari tekanan kapiler. Transudasi cairan terjadi dari
kapiler masuk ke dalam ruang pleura. Efusi pleura biasanya terjadi pada lobus
bawah darah.
3) Hepatomegaly
Terjadi karena lobus hati mengalami kongestif dengan darah vena sehingga
menyebabkan perubahan fungsi hati. Kematian sel pada hati dimulai dari fibrosis
hingga akhirnya menjadi sirosis. Gagal jantung menyebabkan penumpukan cairan
yang menempatkan terlalu banyak tekanan pada hati. Cairan ini dapat
menyebabkan terbentuknya jaringan parut yang menyebabkan hati tidak dapat
berfungsi dengan baik.
4) Kerusakan atau kegagalan ginjal
Gagal jantung mengurangi aliran darah ke ginjal yang akhirnya akan
menyebabkan gagal ginjal. Kerusakan ginjal yang disebabkan oleh gagal jantung
membutuhkan dialysis untuk pengobatan.
5) Syok kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi karena jantung mengalami dekompensasi sehingga
cardiac output menurun yang menyebabkan vaskularisasi jantung tidak efektif.
Tanda klasik dari syok kardiogenik adalah tekanan darah menurun, nadi cepat dan
lemah, hipoksia otak yang termanifestasikan dengan adanya konfusi dan agitasi,
serta kulit yang dingin dan lembab (Smeltzer, 2002).
9. WOC
Infeksi Hepatitis Kronis

Demand overload
Hepatosit rusak

Hati inflamasi Kerja jantung

Kontraktilitas jantung Perubahan aliran darah dan limfe

Fibrosis hati

Sirosis Hepatis

Dirawat di RS Perubahan alirah darah limfe

Tdk nyaman dgn lingkungan Hipertensi porta Splenomegali

Susah tidur di malam hari Varises esofagus Hipertensi porta

Tidur tidak nyenyak Risiko perdarahan

Gangguan pola tidur


Gagal jantung

Gagal jantung kiri Gagal jantung kanan

Distensi pembuluh darah di paru


Curah jantung Pembendungan cairan vena Pembendungan vena cava inferior
cava superior
Tekanan hidrostatik & tekanan
onkotik Suplai darah & O2 ke Tek, hidrostatik, perpindahan
jaringan cairan
Distensi vena jugularis
Perpindahan cairan intravaskuler ke
interstitial Sianosis
Lemah & lesu saat
beraktivitas Edema Acites
Hepatomegali
Cairan masuk saluran pernapasan MK : Ketidakefektifan ekstremitas
perfusi jaringan perifer
MK : Intoleransi aktivitas
Edema paru
Pembentulan lender/mukus Mendesak paru Mendesak

Pertukaran O2 dan CO2 terganggu


MK : kelebihan volume
MK : Ketidakefektifan cairan Ekspansi paru Mual,
bersihan jalan napas muntah
Suplai SO2 menurun Sesak Sesak napas Anoreksia

Mudah lelah saat MK : gangguan pertukaran Ketidakefektifan pola


beraktivitas gas pernapasan

MK : Intoleransi aktivitas Intake output menurun

MK : Ketidakseimbangan
nutrisi : Kurang dari
kebutuhan tubuh

Referensi :
Price, Sylvia A, 2006
Brunner & Suddarth, 2002
Sudiyo, Aru, dkk, 2006
B. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan Gagal Jantung Kongestif (CHF)
1. Pengkajian
a) Keluhan utama
Keluhan yang biasanya disampaikan oleh pasien CHF adalah dispnea,
kelemahan fisik, dan edema sistemik.
b) Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian ini mendukung keluhan utama. Gejala-gejala yang didapat
kongesti vascular pulmonal, yaitu munculnya dyspnea, ortopnea,
batuk, dan edema pulmonal akut. Tanyakan gejala-gejala lain yang
mengganggu pasien.
c) Riwaya penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien sebelumnya apakah menderita nyeri dada
khas infark miokard, hipertensi, DM, atau hiperplidemia. Tanyakan
kepada pasien obat-obatan yang biasa di konsumsi, dan juga riwayat
alergi.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan kepada pasien riwayat penyakit yang pernah diderita oleh
keluarga. Penyakit jantung yang diderita oleh keluarga terutama orang
tua akan menjadi factor utama penyakit jantung pada keturunannya.
2. Pemeriksaan Fisik Head to Toe
a) Kepala
 Mata, inspeksi bagian konjungtiva, sclera, dan reflex pupil.
Lihat apakah konjungtiva pasien apakah anemis atau tidak.
Lihat juga warna sclera pasien.
 Hidung, inspeksi keadaan cuping hidung pasien. Lihat apakah
ada secret ataupun polip.
 Mulut, inspeksi bagian mukosa, warna bibir,lidah, gigi, dan
jumlah gigi.
 Telinga, periksa kondisi pendengaran pasien. Inspeksi
membrane timpani dan lihat kebersihan telinga.
 Rambut, inspeksi persebaran rambut, kebersihan rambut, dan
lihat apakah ada lesi atau tidak di kulit kepala.
b) Leher
 Inspeksi, lihat apakah ada lesi atau edema pada leher.
 Palpasi, rasakan apakah ada pembengkakan pada kelenjar
getah bening, dan vena jugularis. Biasanya juga akan terjadi
distensi pada vena jugularis.
c) Dada
1) Paru-paru
 Inspeksi, lihat bagaimana pergerakan paru apakah
seimbang. Biasanya jika tidak seimbang berarti ada
tumpukan cairan di dalam paru. Lihat apakah ada
retraksi dinding dada.
 Palpasi, raba bagian dada apakah ada pembengkakan.
Rasakan vocal fremitus pasien, biasanya akan menurun
karena terhambat oleh cairan yang menumpuk pada
paru.
 Perkusi, ketuk dan dengarkan suara paru. Biasanya
akan redup karena ada penumpukan cairan.
 Auskultas, dengarkan apakah ada suara tambahan
ronkhi atau wheezing
2) Jantung
 Inspeksi, lihat apakah iktus kordis terlihat atau tidak.
 Palpasi, rasakan apakah ada pembesaran jantung atau
tidak
 Perkusi, untuk perkusi suara jantung normal adalah
pekak karena jantung terdiri dari jaringan otot.
 Auskultasi, bunyi jantung S1 atau S2 akan lemah
karena menurunnya kerja pompa jantung. Irama gallop
umun (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke
atrium dan distensi. Murmur menunjukkan
inkompetensi katup.
d) Abdomen
 Inspeksi, lihat apakah ada lesi atau tidak.
 Palpasi, biasanya terjadi hepatomegaly, dan periksa apakah ada
nyeri tekan.
 Perkusi :
 Aukultasi, dengarkan bising usus.
e) Genitalia
f) Ektstremitas
 Inspeksi, kulit pasien yang mengalami gagal jantung akan
sedikit pucat dan mengalami sianosis
 Palpasi, biasanya turgor kulit akan jelek karena adanya edema.
3. Pengkajian Gordon
1) Pola persepsi dan penanganan kesehatan
 Para pendertita CHF yang sudah parah beranggapan bahwa
penyakit mereka sukar untuk disembuhkan daripada penyakit
CHF yang lebih ringan (Prokop & Migaj, 2017).
 Cemas akan dirasakan oleh pasien dan akan berujung kepada
depresi.
 Tanyakan penggunaan obat-obatan kepada pasien
2) Pola nutrisi/ metabolism
 Pasien dengan CHF akan mengalami malnutrisi karena
terjadinya disfungsi usus (Sandek et al., n.d.).
 Pasien CHF akan mengalami penurunan nafsu makan serta
akan merasakan mual
 Pasien CHF yang juga mengalami diabetes, dan obesitas harus
melakukan diet yang dapat menurunkan gula darah. NaCl harus
dibatasi menjadi 2-3 g/hari untuk gagal jantung sedang.
3) Pola eliminasi
 Pasien CHF mengalami nokturia (Adams, 2013).
 Kerja ginjal akan terganggu sehingga menyebabkan proses
pembuangan natrium terganggu juga yang akan menyebabkan
retensi cairan, dan terjadilah edema pada kaki dan perut.
4) Pola aktivitas dan olahraga
 Pasien dengan CHF mengalami dispneu jika berktivitas,
keletihan dan kelemahan yang dilaporkan secara verbal, dan
merasa tidak nyaman setelah berativitas (Nadiah, 2018).
5) Pola tidur dan istirahat
 Pasien dengan CHF akan merasakan kesulitan untuk tidur
karena mengalami paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) yaitu
sesak napas terjadi secara tiba-tiba pada saat tengah malam
ketika penderita sedang tertidur (Davey, 2005).
6) Pola kognitif-perseptual
 Nyeri dada akan dirasakan oleh pasien.
 Kaji PQRST nyeri pasien
- P : penurunan suplai oksigen ke miokardium yang
menyebabkan rasa nyeri
- Q : nyeri terasa tertekan beban berat
- R : terasa di dada bagian kiri
- S : untuk skala nyeri sesuai atau tergantung dengan apa
yang dirasakan oleh pasien
- T : nyeri terasa mendadak, dan hilang timbul
7) Pola persepsi diri-konsep diri
 Pasien dengan CHF cenderung merasa cemas dengan keadaan
mereka (Bosworth et al., 2015).
8) Pola peran-hubungan
9) Dengan terjadinya ketidakpastian kondisi dari pasien CHF, mereka
merasa cemas dan takut dengan keadaannya. Mereka takut akan
menjadi beban bagi keluarga mereka. Pasien CHF sering kehilangan
perannya akibat kondisi yang tidak memungkinkan untuk mereka
melakukan aktivitas seperti biasanya (Bosworth et al., 2015)
10) Pola seksualitas
 Pasien dengan CHF yang berat mengaku mengalami
penurunan aktivitas seksual disbanding penderita CHF ringan
(Prokop & Migaj, 2017)
11) Pola koping toleransi stress
 Dari hasil jurnal penelitian Bosworth (2010) pasien CHF
menangani stress dengan melakukan aktivitas yang membuat ia
tetap bisa beristirahat dengan baik, dan juga mengganti atau
memodifikasi aktivitas yang dilakukannya dengan sesuatu hal
yang baru.
12) Pola keyakinan-nilai
 Kegiatan penelitian yang dilakukan oleh Purnawinadi (2012)
membuktikan bahwa kebanyakan pasien CHF yang percaya
akan pertolongan Tuhan tidak cemas dengan keadaannya.
4. Analisa data

Data Diagnose
DS : Penurunan curah jantung
- Pasien mengatakan nyeri pada berhubungan dengan
bagian dada kontraktilitas jantung
- Pasien mengatakan cepat lelah
jika beraktivitas
- Pasien mengatakan mengalami
sesak napas
DO :
- Terjadi edema pada bagian
ekstremitas dan perut
- Suara jantung S1 dan S2
terdengar lemah
- Kulit tampak pucat dan sedikit
sianosis

DS : Ketidakefetifan jalan napas b.d


- Pasien mengatakan sesak edema paru
napas ketika beraktivitas
- Pasien mengatakan cepat
merasa lelah
DO :
- RR : 30x/ menit
Terdengar bunyi ronkhi
DS : Kelebihan volume cairan b.d
- Pasien mengatakan tangan dan peningkatan tekanan hidrostatik
kaki terasa beras
- Pasien mengatakan perut
terasa lebih membesar
DO :
- Pasien mengalami acites
- Piting edema +, > 2 detik
DS : Intoleransi aktivitas b.d suplai
- Pasien mengatakan cepat lelah oksigen menurun
jika beraktivitas
- Pasien mengatakan sesak
napas saat beraktivitas
- Pasien mengatakan tangan dan
kaki terasa berat
DO :
- Pasien tampak lemah dan lesu

5. Rencana asuhan keperawatan

Diagnose NOC NIC


Penurunan curah Keefektivan pompa Perawatan jantung (4040)
jantung b.d jantung (0400) Aktivitas :
kontraktilitas Kriteria hasil : 1. Secara rutin
jantung (00029) - Tekanan darah mengecek pasien
sistol secara fisik maupun
- Tekanan darah psikologis sesuai
diastole dengan kebijakan
- Denyut jantung penyedia layanan
apical 2. Pastikan tingkat
- Ukuran jantung aktivitas pasien
- Denyut nadi yang tidak
perifer membahayakan
- Keseimbangan curah jantung atau
intake dan output memprovokasi
24 jam serangan jantung
- Distensi vena 3. Instruksikan pasien
leher untuk segera
- Suara jantung melaporkan bila
abnormal merasa nyeri dada
- Edema paru 4. Evaluasi episode
- Diaphoresis nyeri dada
- Kelelahan 5. Monitor EKG
- Dyspnea saat apakah ada
istirahat perubahan segmen
- Dyspnea saat ST
aktivitas 6. Lakukan penilaian
- Pucat komprehensif
- Sianosis kepada sirkulasi
Semua kriteria dari perifer
skala 1 ditingkatkan 7. Monitor ttv secara
menjadi skala 4 rutin
8. Dokumentasikan
Status sirkulasi disritmia jantung
(0401) 9. Catat tanda dan
Kriteria hasil : gejala penurunan
- Tekanan darah curah jantung
sistol 10. Monitor status
- Tekanan darah pernapasan terkait
diastole dengan adanya
- Tekanan nadi gejala jantung
- Tekanan vena 11. Monitor
sentral keseimbangan
- Tekanan baji cairan
paru 12. Monitor nilai
- Saturasi oksigen laboraturium yang
- Capillary refill tepat
- Suara napas 13. Monitor fungsi
tambahan pacemaker,
- Wajah pucat sebagaimana
Semua kriteria dari mestinya
skala 1 ditingkatkan 14. Evaluasi perubahan
menjadi skala 4 tekanan darah
15. Monitor sesak
napas, kelelahan,
takipnea, dan
ortopnea
16. Lakukan terapi
relaksasi
sebagaimana
mestinya
Ketidakefetifan Status pernapasan : Manajemen jalan napas
jalan napas b.d kepatenan jalan (3140)
edema paru napas (0410) Aktivitas :
(00031) Kriteria hasil : 1. Buka jalan napas
- Frekuensi dengan tekni chin
pernapasan lift atau jaw trhustt
- Irama sebagaimana
pernapasan mestinya
- Kedalaman 2. Posisikan pasien
inspirasi untuk
- Kemampuan memaksimalkan
untuk inspirasi
mengeluarkan 3. Masukkan alat
secret nasopahringeal
- Suara napas airway (NPA), atau
tambahan oropharingeal
- Dyspnea saat airway sebagaimana
istirahat mestinya
- Dyspnea saat 4. Lakukan fisioterapi
aktivitas ringan dada sebagaimana
- Penggunaan otot messtinya
bantu napas 5. Buang secret untuk
Semua kriteria dari memotivasi pasien
skala 2 ditingkatkan dengan batuk atau
menjadi skala 4 menyedot lender
6. Asukultasi suara
napas catat area
yang ventilasinya
menuruun atau tidak
ada dan adanya
suara napas
tambahan
7. Lakukan
penyedotan dengan
nasotrakea atau
endotrakea
sebagaimana
mestinya
8. Kelola pemberian
bronkodilator
9. Regulasi asupan
cairan untuk
mengoptimalkan
keseimbagan cairan
10. Monitor status
pernapasan dan
pemberian
oksigenasi
sebagaimana
mestinya
Kelebihan volume Keseimbangan Manajemen caira (4120)
cairan b.d cairan (0601) Aktivitas :
peningkatan Kriteria hasil : 1. Jaga intake/asupan
tekanan - Tekanan darah yang akurat dan
hidrostatik ( - Denyut perifer catat
- Keseimbangan 2. Masukkan kateter
intake dan output urin
dalam 24 jam 3. Monitor status
- Turgor kulit hidrasi
- Hematocrit 4. Monitor tanda-tanda
- Asites vital
- Edema perifer 5. Monitor indikasi
Semua kriteria hasil kelebihan cairan
dari skala 2 6. Kaji lokasi dan
dinaikkan menjadi luasnya edema
skala 4 7. Monitor
makanan/cairan
yang dikonsumsi
dan hitung asupan
kalori harian
8. Berikan cairan
dengan tepat
9. Berikan diuretic
yang diresepkan
10. Distribusikan
asupan cairan
selama 24 jam
11. Dukung pasien dan
keluarga untuk
membantu dalam
asupan pemberian
makanan
Intoleransi Toleransi terhadap Terapi aktivitas (4310)
aktivitas b.d suplai aktivitas (0005) Aktivitas :
oksigen menurun Kriteria hasil : 1. Petimbangan
(00092) - Saturasi oksigen kemampuan klien
ketika dalam berpartisipasi
beraktivitas melalui aktivitas
- Frekuensi nadi fisik
ketika 2. Berkolaborasi
beraktivitas dengan ahli terapis
- Frekuensi dalam perencanaan
pernapasan dan pemantauan
ketika program aktivitas,
beraktivitas jika diperlukan
- Kemudahan 3. Bantu klien
bernapas ketika mengeksplorasi
beraktivitas tujuan personal
- Temuan hasil dalam aktivitas yang
EKG dilakukan
- Kecepatan 4. Bantu klien memilih
berjalan aktivitas dan
- Toleransi saat pencapaian tujuan
menaiki tangga melalui aktivitas
- Kekuatan tubuh yang konsisten
bagian atas dengan kemampuan
- Kekuatan tubuh fisik
bagian bawah 5. Bantu pasien untuk
- Kemudahan tetap focus dengan
dalam kekuatan yang
melakukan dimilikinya bukan
aktivitas hidup kelemahan
harian 6. Bantu klien
Semua kriteria hasil menjadwalkan
dari skala 2 aktivitas dengan
dinaikkan menjadi waktu yang spesifik
skala 4 7. Bantu klien dan
keluarga
mengidentifikasi
kelemahan dalam
level aktivitas
tertentu
8. Bantu klien
meningkatkan
motivasi diri dan
penguatan

6. Evaluasi
Rencana keperawatan ini adalah proses pencapaian tujuan antara perawat
dengan pasien, keluarga pasien, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya agar
hasil yang telah ditetapkan dapat diamati dengan jelas perubahannya.
Disamping itu diharapkan pasien dapat memberikan respon yang positif
terhadap tindakan keperawatan yang akan diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth’s. (2010). Handbook for Brunner & Suddarth’s: text

Book of

Medical-Surgical Nursing. Ed.12th. (2010) Wolkers Kluwer

Health/Lippincott Williams & Wilkins

Bruner, Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih

bahasa: Agung Waluyo, et al, Edisi 8, vol-I, PGC: Jakarta.

Bararah, Taqiyyah dkk. (2013). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap

menjadi Perawat Profesional Jilid 1.Jakarta : Prestasi Pustaka Karya

J.C.E Underwood. (1999). Patologi Umum dan Sistematik Vol 2.Jakarta :

EGC

Joyce M Black dkk. (2014) Keperawatan Medikal Bedah Manajemen

Klinis untuk hasil yang Diharapkan.Indonesia :El Seiver

Adams, L. (2013). NIH Public Access. 18(7), 569–575.

https://doi.org/10.1016/j.cardfail.2012.05.002.Nocturia

Bosworth, H. B., Steinhauser, K. E., Orr, M., Lindquist, J. H., Oddone, E.

Z., Steinhauser, K. E., Orr, M., & Lindquist, J. H. (2015). Congestive

heart failure patients ’ perceptions of quality of life : the integration

of physical and psychosocial factors. 7863(November).

https://doi.org/10.1080/13607860310001613374

Prokop, E., & Migaj, E. S. (2017). Patients ’ knowledge of heart failure

and their perception of the disease. 1459–1467.


Sandek, A., Doehner, W., Anker, S. D., & Haehling, S. Von. (n.d.).

(2014) Nutrition in heart failure : an update.

https://doi.org/10.1097/MCO.0b013e32832cdb0f

Anda mungkin juga menyukai