Anda di halaman 1dari 23

A.

Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-
sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan
peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak
untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku dan
menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat
dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat.
Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam.
Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh
seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi
bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/ kemampuannya hanya ada
kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal (Mansjoer dan
Triyanti, 2007).
Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari struktur atau
fungsi jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah ke jaringan dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh
(Darmojo, 2004 cit Ardini 2007).

B. Epidemiologi
Masalah kesehatan dengan gangguan sistem kardiovaskuler termasuk
didalammya CHF masih menduduki peringkat yang tinggi, data WHO
menyebutkan bahwa sekitar 3000 penduduk Amerika menderita CHF, dimana
hanya ditemukan sekitar 55,3% pasien yang meninggal dunia akibat CHF.1
Walaupun angka yang pasti belum ada untuk seluruh Indonesia, tetapi dengan
bertambah majunya fasilitas kesehatan dan pengobatan dapat diperkirakan
jumlah penderita gagal jantung akan bertambah setiap tahunnya. Menurut
American Heart Association 5,3 juta warga Amerika mengalami CHF dan
660.000 kasus baru didiagnosa setiap tahun, dengan kejadian mendekati 10 per
1000 penduduk dengan usia lebih dari 65 tahun.1 Pada tahun 2005 di Jawa
Tengah terdapat 520 penderita CHF yang pada umumnya adalah lansia.
Sebagian besar lansia yang didiagnosis CHF tidak dapat hidup lebih dari 5
tahun. Berdasarkan data rekam medis RSUP. dr.Wahidin Sudirohusodo, jumlah
pasien baru rawat inap CHF mengalami peningkatan selama tiga tahun
terakhir, yaitu sebanyak 238 pasien pada tahun 2008, 248 pasien pada tahun
2009 dan sebanyak 295 pasien pada tahun 2010.10 Penyebab CHF secara pasti
belum diketahui, tetapi secara umum dikenal berbagai faktor yang berperan
penting terhadap timbulnya CHF. NHANES I Epidemiologic Followup Study,
yaitu penelitian kohort prospektif yang dilakukan di Amerika dimana pada
1.382 kasus CHF, ditemukan insiden CHF adalah positif dan signifikan terkait
dengan seks laki-laki, merokok, kelebihan berat badan, hipertensi, diabetes,
dan penyakit jantung koroner. CHF dipengaruhi tekanan diastole dan sistole
yang lebih tinggi, indeks masa tubuh yang lebih tinggi, dan adanya diabetes.
Hasil survei di Amerika menemukan bahwa hampir 40% kebutuhan kalori
mereka berasal dari lemak yang berisiko terhadap kejadian penyakit jantung.

C. Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF)
dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:
1.     Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan
anemia kronis/ berat.
2.     Faktor interna (dari dalam jantung)
a.    Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum
Defect (ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
b.    Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c.    Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d.    Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut

D. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari
normal. Dapat dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah
jantung (CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart
Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah
jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung
untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal
untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume
sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan
curah jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi,
yang tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan
Hukum Starling pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang
mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh
panjangnya regangan serabut jantung); (2) Kontraktilitas (mengacu pada
perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan
dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium); (3) Afterload
(mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan
arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi
baik pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel
berkurang akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat
meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua
ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang serabut
miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi
singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi ventrikel.
Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi
peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan
ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan
kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul
edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan
tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa
sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan
memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; yang akan
meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya meningkatkan preload.
Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output,
adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan
peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada
pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload
dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer.
Adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital,
tetapi jika aktivasi ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke
ginjal dan jaringan. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah
penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus,
yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-
aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler
perifer selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi
sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin
dalam sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi
cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat
peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi
terhadap efek natriuretik dan vasodilator.

E. Klasifikasi
Klasifikasi fungsional dalam 4 kelas:
 kelas 1     Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tampa keluhan
 kelas 2   Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari
aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.
 kelas 3     Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa
keluhan.
 kelas 4     Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun
dan harus tirah baring.

F. Gejala Klinis
1. Peningkatan volume intravaskular.
2. Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat
turunnya curah jantung.
3. Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang
menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli;
dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek.
4. Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat peningkatan
tekanan vena sistemik.
5. Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi jantung
terhadap latihan dan suhu panas, ekstremitas dingin, dan oliguria akibat
perfusi darah dari jantung ke jaringan dan organ yang rendah.
6. Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan
volume intravaskuler akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun
(pelepasan renin ginjal).
Sumber: Niken Jayanthi (2010)
G. Pathway

Laporan Pendahuluan Gagal Jantung Kongestif/ Congestive Heart Failure


(CHF)
H. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Kesadaran pasien dengan CHF biasanya baik atau compos mentis (GCS
14-15) dan akan berubah sesuai tingkat gangguan perfusi sistem saraf
pusat.
2. Mata
(1). Konjungtiva biasanya anemis, sklera biasanya tidak ikterik
(2). Palpebra biasanya bengkak
3. Hidung
Biasanya bernafas dengan cuping hidung serta hidung sianosis
4. Mulut Bibir biasanya terlihat pucat.
Biasanya wajah terlihat lelah dan pucat.
5. Leher
Biasanya terjadi pembengkakan pada vena jugularis (JVP)
6. Sistem Pernafasan
(1). Dispnea saat beraktivitas atau tidur sambil duduk atau dengan
beberapa bantal.
(2). Batuk dengan atau tanpa sputum
(3). Penggunaan bantuan pernafasan, misal oksigen atau medikasi
(4). Pernafasan takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboral,
penggunaan otot aksesori
(5). Sputum mungkin bercampur darah, merah muda / berbuih
(8). Edema pulmonal
(9). Bunyi nafas : Adanya krakels banner dan mengi.
(Wijaya & Yessi, 2013)
7. Jantung
a. Adanya jaringan parut pada dada
b. Bunyi jantung tambahan (ditemukan jika penyebab CHF kelainan
Katup)
c. Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya
hipertrofi jantung (Kardiomegali)
d. Adanya bunyi jantung S3 atau S4
e. Takikardia

I. Studi Diagnostik CHF


1. Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia gravis atau
polisitemia vera
2. Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain
3. Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan keseimbangan
asam basa baik metabolik maupun respiratorik.
4. Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang
merupakan resiko CAD dan penurunan perfusi jaringan
5. Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit
adrenal
6. Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.
7. Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF
terhadap fungsi hepar atau ginjal
8. Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid
9. Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang
jantung, hipertropi ventrikel
10. Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang
penurunan kemampuan kontraksi.
11. Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru.
12. Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel.
13. EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan
disritmia
Sumber: Wajan Juni Udjianti (2010)

J. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Keperawatan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah:
a. Meningkatkan oksigenasi dengan terapi O2 dan menurunkan konsumsi
oksigen dengan pembatasan aktivitas.
b. Meningkatkan kontraksi (kontraktilitas) otot jantung dengan digitalisasi.
c. Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik, dan
vasodilator.

2. Penatalaksanaan Medis
a. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi O2 melalui istirahat/ pembatasan aktifitas
b. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
1) Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis,
miksedema, dan aritmia.
2) Digitalisasi
 dosis digitalis
 Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6
dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4
hari.
 Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
 Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
 Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari.
untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
 Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal
akut yang berat:
a).    Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan.
b).   Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan.
Sumber: Mansjoer dan Triyanti (2007)
Terapi Lain:
1. Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara lain:
lesi katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium
diinduksi alkohol, pirau intrakrdial, dan keadaan output tinggi.
2. Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
3. Posisi setengah duduk.
4. Oksigenasi (2-3 liter/menit).
5. Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan
untuk mencegah, mengatur, dan mengurangi edema, seperti pada
hipertensi dan gagal jantung. Rendah garam 2 gr disarankan pada gagal
jantung ringan dan 1 gr pada gagal jantung berat. Jumlah cairan 1 liter
pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
6. Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas,
tetapi bila pasien stabil dianjurkan peningkatan aktivitas secara teratur.
Latihan jasmani dapat berupa jalan kaki 3-5 kali/minggu selama 20-30
menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban
70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan atau
sedang.
7. Hentikan rokok dan alkohol
8. Revaskularisasi koroner
9. Transplantasi jantung
10. Kardoimioplasti

K. Komplikasi
Salah satu komplikasi berbahaya yang perlu diwaspadai pada gagal
jantung kongestif adalah henti jantung mendadak. Ketika fungsi jantung
terganggu dan tidak tertangani, lama kelamaan kinerja jantung akan
mengalami penurunan drastis dan berisiko mengalami henti jantung
mendadak
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian Primer
1. Airways
a.  Sumbatan atau penumpukan sekret
b.  Wheezing atau krekles
2. Breathing
a.  Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
b.  RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
c.  Ronchi, krekles
d.  Ekspansi dada tidak penuh
e.  Penggunaan otot bantu nafas
3. Circulation
a.  Nadi lemah , tidak teratur
b.  Takikardi
c.  TD meningkat / menurun
d.  Edema
e.  Gelisah
f.   Akral dingin
g.  Kulit pucat, sianosis
h.  Output urine menurun
Pengkajian Sekunder
1. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan
1) Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
2) Palpitasi atau berdebar-debar.
3) Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak
nafas saat beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur harus pakai
bantal lebih dari dua buah.
4) Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
5) Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan
6) Insomnia
7) Kaki bengkak dan berat badan bertambah
8) Jumlah urine menurun
9) Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.
b. Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis,
diabetes melitus, bedah jantung, dan disritmia.
c. Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.
d. Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi
jantung, steroid, jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu.
e. Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.
f. Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu
g. Postur, kegelisahan, kecemasan
h. Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD yang
merupakan faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan
mempercepat perkembangan CHF.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan,
toleransi aktivitas, nadi perifer, displace lateral PMI/ iktus kordis,
tekanan darah, mean arterial presure, bunyi jantung, denyut jantung,
pulsus alternans, Gallop’s, murmur.
b. Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi, rales,
wheezing)
c. Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular
refluks
d. Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/
takut yang kronis
e. Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites
f. Konjungtiva pucat, sklera ikterik
g. Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin, diaforesis,
warna kulit pucat, dan pitting edema.
B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi, keletihan
otot pernafasan
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan menurunnya
curah jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus
atau emboli
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru, hipertensi
pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan
penurunan curah jantung.
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan cairan,
kelebihan asupan natrium
5. Intoleransi Aktivitas Berhubungan Dengan Ketidakseimbangan antara
suplei dan kebutuhan oksigen, kelemahan umum.

C. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Intervensi
Keperawata Tujuan dan
n Kriteria Hasil

1 Penurunan curah NOC : Cardiac Care


1. Cardiac Pump 1. Evaluasi adanya nyeri
jantung
effectiveness dada ( intensitas,lokasi,
berhubungan 2. Circulation durasi)
Status 2. Catat adanya disritmia
dengan respon
3. Vital Sign Status jantung
fisiologis otot Kriteria Hasil: 3. Catat adanya tanda dan
1. Tanda Vital gejala penurunan cardiac
jantung,
dalam rentang putput
peningkatan normal (Tekanan 4. Monitor status
darah, Nadi, kardiovaskuler
frekuensi, dilatasi,
respirasi) 5. Monitor status pernafasan
hipertrofi atau 2. Dapat yang menandakan gagal
mentoleransi jantung
peningkatan isi
aktivitas, tidak 6. Monitor abdomen sebagai
sekuncup ada kelelahan indicator penurunan
3. Tidak ada edema perfusi
paru, perifer, dan 7. Monitor balance cairan
tidak ada asites 8. Monitor adanya
4. Tidak ada perubahan tekanan darah
penurunan 9. Monitor respon pasien
kesadaran terhadap efek pengobatan
antiaritmia
10. Atur periode latihan dan
istirahat untuk
menghindari kelelahan
11. Monitor toleransi
aktivitas pasien
12. Monitor adanya dyspneu,
fatigue, tekipneu dan
ortopneu
13. Anjurkan untuk
menurunkan stress
Vital Sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor adanya pulsus
paradoksus dan pulsus
alterans
8. Monitor jumlah dan irama
jantung dan monitor
bunyi jantung
9. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
10. Monitor suara paru, pola
pernapasan abnormal
11. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
12. Monitor sianosis perifer
13. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
14. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

2 Ketidakefektifan NOC NIC


pola nafas 1. Respiratory
status :
berhubungan
Ventilation 1. Posisikan pasien untuk
dengan 2. Respiratory memaksimalkan ventilasi
status : Airway 2. Pasang mayo bila perlu
hiperventilasi,
patency 3. Lakukan fisioterapi dada
keletihan otot 3. Vital sign Status jika perlu
4. Keluarkan sekret dengan
pernafasan
batuk atau suction
Setelah dilakukan 5. Auskultasi suara nafas,
tindakan catat adanya suara
keperawatan tambahan
selama…. Pasien 6. Berikan bronkodilator
menunjukan ……….
keefektifan pola 7. Berikan pelembab udara
napas, dibuktikan Kassa basah NaCl
dengan : Lembab
8. Atur intake untuk cairan
Kriteria Hasil : mengoptimalkan
1. Mendemonstrasi keseimbangan
kan batuk efektif 9. Monitor respirasi dan
dan suara nafas status O2
yang bersih, 10. Bersihkan mulut, hidung
tidak ada dan secret trakea
sianosis dan 11. Pertahankan jalan nafas
dyspneu (mampu yang paten
mengeluarkan 12. Observasi adanya tanda
sputum, mampu tanda hipoventilasi
bernafas dengan 13. Monitor adanya
mudah, tidak ada kecemasan pasien
pursed lips) terhadap oksigenasi
2. Menunjukkan 14. Monitor vital sign
jalan nafas yang 15. Informasikan pada pasien
paten (klien dan keluarga tentang
tidak merasa teknik relaksasi untuk
tercekik, irama memperbaiki pola nafas
nafas, frekuensi 16. Ajarkan bagaimana batuk
pernafasan secara efektif
dalam rentang 17. Monitor pola nafas
normal, tidak ada
suara nafas
abnormal)
3. Tanda Tanda
vital dalam
rentang normal
(tekanan darah,
nadi, pernafasan)
3 Ketidakefektifan NOC : NIC :
perfusi jaringan 1. Circulation Peripheral Sensation
status Management (Manajemen
perifer
2. Tissue sensasi perifer)
berhubungan Prefusion : 1. Monitor adanya daerah
cerebral tertentu yang hanya peka
dengan
Kriteria Hasil : terhadap
menurunnya curah a. mendemonstrasika panas/dingin/tajam/tumpu
n status sirkulasi l
jantung,
 Tekanan 2. Monitor adanya paretese
hipoksemia systole 3. Instruksikan keluarga
dandiastole untuk mengobservasi
jaringan, asidosis
dalam rentang kulit jika ada lsi atau
dan kemungkinan yang laserasi
diharapkan 4. Gunakan sarun tangan
thrombus atau
 Tidak ada untuk proteksi
emboli ortostatikhipert 5. Batasi gerakan pada
ensi kepala, leher dan
 Tidak ada punggung
tanda tanda 6. Monitor kemampuan
peningkatan BAB
tekanan 7. Kolaborasi pemberian
intrakranial analgetik
(tidak lebih 8. Monitor adanya
dari 15 mmHg) tromboplebitis
b. mendemonstrasika 9. Diskusikan menganai
n kemampuan penyebab perubahan
kognitif yang sensasi
ditandai dengan:
 berkomunikasi
dengan jelas
dan sesuai
dengan
kemampuan
 menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
 memproses
informasi
 membuat
keputusan
dengan benar
c. menunjukkan
fungsi sensori
motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran
mambaik, tidak
ada gerakan
gerakan involunter
4 Gangguan NOC : NIC :
1. Respiratory
pertukaran gas
Status : Gas Airway Management
berhubungan exchange
2. Respiratory 1. Buka jalan nafas,
dengan kongesti
Status : guanakan teknik chin lift
paru, hipertensi ventilation atau jaw thrust bila perlu
3. Vital Sign Status 2. Posisikan pasien untuk
pulmonal,
Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
penurunan perifer 1. Mendemonstrasik 3. Identifikasi pasien
an peningkatan perlunya pemasangan alat
yang
ventilasi dan jalan nafas buatan
mengakibatkan oksigenasi yang 4. Pasang mayo bila perlu
adekuat 5. Lakukan fisioterapi dada
asidosis laktat dan
2. Memelihara jika perlu
penurunan curah kebersihan paru 6. Keluarkan sekret dengan
paru dan bebas batuk atau suction
jantung.
dari tanda tanda 7. Auskultasi suara nafas,
distress catat adanya suara
pernafasan tambahan
3. Mendemonstrasik 8. Lakukan suction pada
an batuk efektif mayo
dan suara nafas 9. Berika bronkodilator bial
yang bersih, perlu
tidak ada 10. Barikan pelembab udara
sianosis dan 11. Atur intake untuk cairan
dyspneu (mampu mengoptimalkan
mengeluarkan keseimbangan.
sputum, mampu 12. Monitor respirasi dan
bernafas dengan status O2
mudah, tidak ada
pursed lips) Respiratory Monitoring
4. Tanda tanda vital
dalam rentang 1. Monitor rata – rata,
normal kedalaman, irama dan
usaha respirasi
2. Catat pergerakan
dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal
3. Monitor suara nafas,
seperti dengkur
4. Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot
diagfragma ( gerakan
paradoksis )
7. Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan
napas utama
9. Uskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

AcidBase Managemen
1. Monitro IV line
2. Pertahankanjalan nafas
paten
3. Monitor AGD, tingkat
elektrolit
4. Monitor status
hemodinamik(CVP,
MAP, PAP)
5. Monitor adanya tanda
tanda gagal nafas
6. Monitor pola respirasi
7. Lakukan terapi oksigen
8. Monitor status neurologi
9. Tingkatkan oral hygiene

5 Kelebihan volume NOC : Fluid management


1. Electrolit and 1. Pertahankan catatan
cairan
acid base intake dan output yang
berhubungan balance akurat
2. Fluid balance 2. Pasang urin kateter jika
dengan kelebihan
Kriteria Hasil: diperlukan
asupan cairan, 1. Terbebas dari 3. Monitor hasil lAb yang
edema, efusi, sesuai dengan retensi
kelebihan asupan
anaskara cairan (BUN , Hmt ,
natrium 2. Bunyi nafas osmolalitas urin  )
bersih, tidak ada 4. Monitor status
dyspneu/ortopne hemodinamik termasuk
u CVP, MAP, PAP, dan
3. Terbebas dari PCWP
distensi vena 5. Monitor vital sign
jugularis, reflek 6. Monitor indikasi retensi /
hepatojugular kelebihan cairan (cracles,
(+) CVP , edema, distensi
4. Memelihara vena leher, asites)
tekanan vena 7. Kaji lokasi dan luas
sentral, tekanan edema
kapiler paru, 8. Monitor masukan
output jantung makanan / cairan dan
dan vital sign hitung intake kalori harian
dalam batas 9. Monitor status nutrisi
normal 10. Berikan diuretik sesuai
5. Terbebas dari interuksi
kelelahan, 11. Batasi masukan cairan
kecemasan atau pada keadaan
kebingungan hiponatrermi dilusi
6. Menjelaskanindi dengan serum Na < 130
kator kelebihan mEq/l
cairan 12. Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul memburuk
Fluid Monitoring
1. Tentukan riwayat jumlah
dan tipe intake cairan dan
eliminaSi
2. Tentukan kemungkinan
faktor resiko dari ketidak
seimbangan cairan
(Hipertermia, terapi
diuretik, kelainan renal,
gagal jantung, diaporesis,
disfungsi hati, dll )
3. Monitor serum dan
elektrolit urine
4. Monitor serum dan
osmilalitas urine
5. Monitor BP, HR, dan RR
6. Monitor tekanan darah
orthostatik dan perubahan
irama jantung
7. Monitor parameter
hemodinamik infasif
8. Monitor adanya distensi
leher, rinchi, eodem
perifer dan penambahan
BB
9. Monitor tanda dan gejala
dari odema

6 Intoleransi NOC NIC


aktifitas 1. Energy Activity Therapy
Definisi: conservation. 1.Kolaborasikan dengan
ketidakcukupa 2. Activity Tenaga Rehabilitasi
n energy tolerance. Medik dalam
psikologis dan 3. Self care: ADLs, merencanakan program
fisiologis untuk Kriteria Hasil: terapi yang tepat.
melanjutkan 1. Berpartisipasi 2.Bantu klien untuk
atau dalam aktivitas mengidentifikasi aktivitas
menyelesaikan fisik tanpa yang mampu dilakukan.
aktifitas disertai 3.bantuan aktivitas
kehidupan peningkatan seperti kursi roda, krek.
sehari-hari tekanan darah, 4. Bantu untuk
yang harus atau nadi, dan RR. mengidentifikasi aktivitas
yang ingin 2. Mampu yang disukai.
dilakukan. melakukan 5. Bantu klien untuk
aktivitas sehari- membuat jadwal latihan
hari (ADLs) diwaktu luang.
secara mandiri. 6.Bantu pasien atau keluarga
3. Tanda-tanda untuk mengidentifikasi
vital normal. kekurangan dalam
4. Energi beraktivitas.
psikomotor. 7.Bantu pasien untuk
5. Level kelemahan. mengembangkan motivasi
6. Mampu diri dan penguatan.
berpindah: 8. Monitor respon
dengan atau fisik, emosi, sosial dan
tanpa bantuan spiritual.
alat.
7. Status
kardiopulmunari
adekuat.
8. Sirkulasi status
baik
status respirasi :
pertukaran gas
dan ventilasi
adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia
Lanjut dengan Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember
2006. Semarang: UNDIP
Jayanti, N. 2010. Gagal Jantung Kongestif. Dimuat dalam
http://rentalhikari.wordpress.com/2010/03/22/lp-gagal-jantung-kongestif/
(diakses pada 6 Februari 2012)
Johnson, M.,et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., Iet all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika
Nanda International. (2018). Diagnosis Keperawatan : definisi dan klasifikasi 2018-
2020. Ed. 11. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai