Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

KARDIOVASKULER

JANTUNG TAMPONADE

DISUSUN OLEH :

SEMESTER VII KELAS A KELOMPOK 2

Mega Sumangkut 16061063

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO

TAHUN 2019
A. Definisi Tamponade Jantung
Tamponade jantung merupakan suatu sindroma klinis akibat penumpukan cairan
berlebihan di rongga perikard yang menyebabkan penurunan pengisian ventrikel disertai
gangguan hemodinamik (Dharma, 2009 )
Tamponade jantung adalah kompresi jantung yang mengancam jiwa sebagai akibat
dari terdapatnya cairan di dalam sakus perikardial. Hal ini biasanya disebabkan oleh trauma
tumpul atau trauma penetrasi pada dada
Tamponade jantung merupakan kompresi jantung yang cepat atau lambat, akibat
akumulasi cairan, pus, darah, bekuan atau gas di perikardium; menyebabkan peningkatan
tekanan intraperikardial yang sangat mengancam jiwa dan fatal jika tidak terdeteksi. Pada
tamponade jantung terjadi penurunan pengisian darah saat diastolik karena otot jantung
tidak mampu melawan peningkatan tekanan intraperikardial (Hoit, 2009)
Tamponade jantung adalah sindrom klinik
dimana terjadi penekanan yang cepat atau lambat
terhadap jantung akibat akumulasi cairan, nanah,
darah, bekuan darah, atau gas di perikardium, sebagai
akibat adanya efusi, trauma, atau ruptur jantung
(Spodick, 2003).
Tamponade jantung adalah kompresi jantung
yang mengancam jiwa sebagai akibat dari
terdapatnya cairan di dalam sakus perikardial. Hal ini
biasanya disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma
penetrasi pada dada. Dapat juga terjadi setelah prosedur diagnostik jantung invasif, proses
penyakit tertentu, dan radiasi dada dosis tinggi (Baughman, 2000).
Jadi, Tamponade jantung yaitu dimana terjadi penekanan yang cepat atau lambat
terhadap jantung akibat akumulasi cairan, nanah, darah, bekuan darah, atau gas di
perikardium, sebagai akibat adanya efusi, trauma, atau ruptur jantung yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraperikardial yang sangat mengancam jiwa dan fatal jika tidak
terdeteksi.
B. Etologi
 Penyebab dari tamponade jantung sebenarnya termasuk dari penyebab pericardial
effusion atau pendarahan dalam pericardium. Pada serangkaian penilitian dari 106
pasien rawat inap untuk efusi perikardial dalam skala yang besar, didefinisikan oleh
penurunan lebih besar dari atau sama dengan 20 mm di diastole, dengan atau tanpa
sindrom tamponade jantung, ditemukan penyebab yang paling sering adalah kanker
adalah (36%), idiopatik (30%), infeksi (21%), myxedema (8%), penyakit autoimun,
dan vaskulitis (5%). Penyakit yang mendasarinya adalah didiagnosis sebelum
timbulnya efusi pada 46% dari seluaruh pasien.
 Tamponade jantung sering juga disebabkan oleh karena luka tembus. Walaupun
demikian, cedera tumpul juga dapat menyebabkan pericardium terisi darah, baik dari
jantung, pembuluh darah besar maupun dari pembuluh dari perikard. Perikard manusia
terdiri dari struktur jaringan ikat yang kaku dan walaupun relatif sedikit darah yang
terkumpul, namun sudah bisa menekan ke bagian dalam sehingga dapat menghambat
aktivitas jantung dan mengganggu pengisian jantung
 Pada kondisi darurat, terjadinya hemopericardium sering dijumpai dan berhubungan
dengan diseksi aorta ascending. Setelah operasi jantung, kadang-kadang sulit untuk
mendiagnosa dan seringkali menjadi penyebab yang tak terduga adalah hematoma
perikardial yang terletak tepat di belakang atrium.
 Tamponade jantung sering terjadi pada efusi perikardium yang disebabkan antara lain:
Inflamasi dari pericardium (pericarditis) adalah sebagai suatu respon dari penyakit,
injury atau gangguan inflamasi lain pada pericardium. Pericarditis dapat mengenai
lapisan visceral maupun parietal perikardium dengan eksudasi fibrinosa. Jumlah efusi
perikardium dapat bervariasi tetapi biasanya tidak banyak, bisa keruh tetapi tidak
pernah purulen. Bila berlangsung lama maka dapat menyebabkan adhesi perikardium
visceral dan parietal. Penyebab tersering efusi perikardium pada keganasan ialah
kanker paru dan payudara (25-35%).
 Penyebab lainnya ialah : limfoma, kanker saluran cerna, dan melanoma. Tumor primer
perikardium seperti mesotelioma atau rhabdomiosarkoma jarang sebagai penyebab
efusi perikardial. Perluasan langsung keganasan di sekitar jantung seperti kanker
esofagus dan paru dapat juga menyebabkan efusi perikardial. Perikarditis pasca radisi
pada penderita kanker dapat menimbulkan efusi perikardial yang dapat timbul setelah
beberapa minggu sampai 12 bulan.
Tamponade jantung biasanya disebabkan oleh tekanan yang sangat kuat pada jantung.
Tekanan ini dihasilkan oleh darah atau cairan tubuh lain yang memenuhi ruang
perikardium, yaitu ruang antara otot jantung dan selaput tipis yang membungkus jantung
(perikardium). Ketika cairan tersebut menekan jantung, maka ventrikel atau bilik jantung
tidak dapat mengembang sepenuhnya. Kondisi ini menyebabkan semakin sedikit darah
yang masuk ke jantung dan semakin sedikit darah yang mengandung oksigen untuk
dipompa ke seluruh tubuh. Kondisi kurangnya pasokan darah ke jantung dan seluruh tubuh
bisa menyebabkan syok, gagal jantung, dan kegagalan fungsi organ lain.
Beberapa penyebab terjadinya akumulasi cairan pada perikardium, antara lain
adalah:
 Serangan jantung.
 Gagal ginjal.
 Infeksi.
 Kanker yang menyebar ke selaput perikardium, seperti kanker payudara atau kanker
paru-paru.
 Perikarditis atau peradangan pada perikardium.
 Lupus.
 Hipotiroidisme.
 Radioterapi di bagian dada.
 Pecahnya aneurisma aorta.
 Cedera akibat adanya hantaman benda tumpul di bagian dada saat kecelakaan mobil
atau lainnya.
 Luka tembak atau luka tusukan.
C. Anatomi dan fisiologi

Pericardium merupakan kantung elastis membran yang dilapisi oleh membran


serosa skuamosa sederhana dan diisi dengan cairan serosa yang membungkus jantung dan
aorta serta pembuluh darah besar lainnya dan menjadi jangkar jantung di mediastinum;
kantung sendiri terdiri dari lapisan fibrosa (dengan lampiran ke diafragma, sternum, dan
kartilago kosta) dan lapisan parietalis dalam serosa sedangkan lapisan serosa viseral meluas
ke permukaan eksternal dari miokardium, itu berfungsi sebagai penghalang pelindung dari
penyebaran infeksi atau peradangan dari struktur yang berdekatan ke dalam ruang
perikardial dan berfungsi untuk mengandung jantung dan batas overfilling dari ruang;
lapisan membran serosa mengeluarkan cairan perikardial yang melumasi permukaan
jantung seperti cekungan dan tonjolan dalam ruang perikardial. Dibagi menjadi dua lapisan
yaitu : (Darling, 2012)

1. Pericardium Visceral (Epicardium)


Lapisan yang mengelilingi jantung, dan melekat padanya, adalah perikardium
visceral, atau epikardium. Jantung dapat meluncur dengan mudah pada perikardium
viseral, sehingga memungkinkan untuk berkontraksi dengan bebas. Perikardium viseral
memiliki lapisan luar dari sel mesothelial datar, yang terletak di stroma jaringan penunjang
fibrocollagenous. Jaringan penunjang ini mengandung serat elastis, serta arteri besar yang
memasok darah ke dinding jantung, dan cabang vena besar yang membawa darah dari
dinding jantung (Darling, 2012)

2. Pericardium Parietalis
Lapisan luar dari pericardium, yang disebut perikardium parietalis, terdiri dari
lapisan luar yang kuat, jaringan ikat tebal (disebut perikardium fibrosa) dan lapisan serosa
dalam (pericardium serosa). Lapisan fibrosa perikardium parietalis melekat pada diafragma
dan berdifusi dengan dinding luar dari pembuluh darah besar yang memasuki dan
meninggalkan jantung. Dengan demikian, perikardium parietalis membentuk kantung
pelindung yang kuat untuk jantung dan berfungsi juga untuk jangkar dalam mediastinum.
Lapisan serosa dari perikardium parietalis, sebagian besar terdiri dari mesothelium
bersama-sama dengan jaringan ikat kecil, membentuk epitel skuamosa sederhana dan
mengeluarkan sejumlah kecil cairan (biasanya sekitar 25 sampai 35 ml), yang membuat
dua lapisan perikardium dari bergesekan sama lain dan menyebabkan gesekan selama
kontraksi otot jantung. Di bagian atas jantung, lapisan viseral lipatan atas bergabung
dengan lapisan parietalis. Flip ini disebut refleksi pericardium (Darling, 2012)

D. Klasifikasi
Pembagian tamponade jantung berdasarkan etiologi dan progresifitas (Munthe, 2011):
1. Acute surgical tamponade
Meliputi keadaan antegrade aortic dissection, iatrogenic, dan trauma tembus jantung.
Pada keadaan ini, tamponade jantung dapat menyebabkan mekanisme kompensasi
menyeluruh yang cepat. Timbunan darah dan clot sebesar 150 cc dapat menyebabkan
kematian secara cepat. Pada keadaan kronis, timbunan darah dapat mencapai 1 L.
2. Medical tamponade
Meliputi keadaan efusi perikardial akibat perikarditis akut, perikarditis karena
keganasan atau gagal ginjal
3. Low-pressure tamponade
Keadaan ini terjadi pada dehidrasi berat

E. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala tamponade jantung biasanya muncul ketika cairan di perikardium mulai
menumpuk. Tanda dan gejala tamponade jantung di antaranya:
 Nyeri area dada, biasanya pada belakang tulang dada sebelah kiri
 Sesak napas hingga sulit bernapas (dyspnea)
 Rasa tidak nyaman saat bernapas dapat bertambah, terutama saat berbaring (ortopnea)
 Rasa seperti “penuh” pada dada
 Hipotensi
 Pusing hingga nyeri kepala hebat
 Terjadi penurunan kesadaran sampai hilangnya kesadaran
 Jantung berdegup
 Lemas pada tubuh
 Bengkak pada ekstremitas, yaitu area kaki dan tangan
 Gelisah

F. Patofisiologi
Tamponade jantung didefinisikan sebagai kompresi signifikan jantung akibat
akumulasi isi perikardial, “Kompresi signifikan” tergantung apakah tamponade dari sudut
pandang murni fisiologis atau klinis. Karena tamponade adalah patofisiologis yang
kontinum, tamponade jantung dapat ringan dan terus berkembang, yang terakhir menjadi
keadaan darurat yang mengancam nyawa dan tahap yang dapat berkembang ke arah itu.
Pengurangan cardiac output dapat terjadi dari sedikit misalnya 150 mL darah perikardium
setelah luka jantung hingga lebih dari 1 L cairan di efusi perikardial yang perlahan
berkumpul. kompresi jantung dengan klinis yang signifikan oleh cairan perikardial
tergantung pada tiga kondisi yang saling terkait. Isi perikardial harus melakukan hal
berikut: (1) mengisi volume cadangan perikardial kecil relatif, volume yang ditambahkan
ke yang normal 15 sampai 35 mL cairan perikardial, hanya akan menggembungkan
perikardium parietalis dengan mengisi berbagai relung dan sinus; (2) meningkat melebihi
peregangan dari perikardium parietalis; dan (3) melebihi volume darah vena yang
mendukung gradien tekanan normal kecil untuk pengisian jantung kanan. Perikardium
bersifat relatif inextensible, jantung dan isi perikardial bersaing terus-menerus untuk
mempertahankan volume tetap intrapericardial relatif (Lilly,2007). Proses patofisiologis
yang mendasari untuk pengembangan tamponade adalah karena berkurangnya tekanan
diastolik mengisi distending transmural tidak cukup untuk mengatasi tekanan
intrapericardial meningkat. Takikardia adalah respon jantung awal untuk perubahan ini
untuk mempertahankan curah jantung. Aliran balik vena sistemik juga diubah selama
tamponade. Jantung dikompresi pada seluruh siklus jantung karena tekanan intrapericardial
meningkat, aliran balik vena sistemik terganggu dan terjadi kolaps ventrikel kanan dan
atrium kanan. Karena vaskular paru adalah sirkuit yang luas dan memenuhi persyaratan,
darah cenderung terakumulasi di sirkulasi vena, dengan mengorbankan pengisian ventrikel
kiri. Hal ini menyebabkan berkurangnya cardiac output dan aliran balik vena
(Yarlagadda,2011).
Reddy et al menjelaskan 3 fase perubahan hemodinamik pada tamponade:
(Yarlagadda,2011)
1. Tahap I: Akumulasi cairan perikardial menyebabkan peningkatan kekakuan ventrikel,
memerlukan tekanan pengisian yang lebih tinggi. Selama fase ini, tekanan ventrikel
kiri dan kanan mengisi lebih tinggi dari tekanan intrapericardial
2. Tahap II: Dengan akumulasi cairan lebih lanjut, tekanan perikardial meningkat di atas
tekanan pengisian ventrikel, sehingga curah jantung berkurang.
3. Tahap III: Terjadi penurunan output jantung lanjut, karena equilibrium tekanan
perikardial dan pengisian ventrikel kiri (LV).
Jumlah cairan perikardial diperlukan untuk merusak jantung diastolik mengisi
tergantung pada tingkat akumulasi cairan dan tahanan perikardium. Akumulasi cepat 150
mL cairan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan perikardial dan dapat menghambat
cardiac output, sedangkan 1000 mL cairan dapat terakumulasi selama periode yang lebih
lama tanpa efek signifikan pada pengisian diastolik jantung. Hal ini disebabkan peregangan
adaptif perikardium dari waktu ke waktu. Perikardium dapat menyesuaikan akumulasi
cairan yang cukup selama periode yang lebih lama tanpa mengganggu hemodinamik
(Yarlagadda,2011).
Pada setiap ruang jantung, memiliki tekanan intramural (tekanan intracardiac dikurangi
tekanan pericardial), merupakan penentu utama pada pengisian jantung. Tekanan
transmural merupakan “true filling pressure” yang berkontribusi terhadap preload
ventrikel. Tekanan pericardial normal lebih rendah dibandingkan titik pertengahan tekanan
diastolik atrium kanan dan ventrikel kanan, sehingga tekanan transmural atrium kanan
(tekanan atrium kanan dikurangi tekanan pericardial) normalnya lebih tinggi dari tekanan
intrakardiaknya. Pada tamponade jantung, peningkatan tekanan perikcardial progresif akan
mengurangi rata-rata tekanan transmural diawali pada ruang jantung kanan kemudian
ruang jantung kiri (Spodick, 2003).
Seperti kebanyakan tamponade, mengakibatkan kelainan tekanan dan aliran, tekanan
transmural yang timbal balik berkurang dan peningkatan selama pernapasan pada jantung
kiri dibandingkan kanan. sehingga, inspirasi meningkatkan pengisian jantung kanan
dengan mengorbankan jantung kiri dengan pemulihan pada ekspirasi. Pada kondisi
tamponade kritis, output jantung biasanya turun setidaknya 30%, tekanan transmural rata-
rata, nol (biasanya antara 15 dan 30 mm Hg dalam perikardium dan antara 15 dan 30 mmHg
dalam jantung pada pasien euvolemic), sehingga mekanisme kompensasi pernapasan
menjadi mekanisme fisiologis utama yang berkontribusi pada tingkat tertentu untuk output
dan input jantung. Sebuah komponen penting dari kompensasi pernapasan ditandai
pergeseran dari septum ventrikel ke ventrikel kiri saat inspirasi mengisi jantung kanan
dengan mengorbankan jantung kiri dengan pembalikan pada ekspirasi. Secara klinis,
kompensasi pernapasan dinyatakan sebagai pulsus paradoksus (Spodick, 2003). Selain
tergantung pada volume perluasan darah, peregangan pericardial, dan peningkatan fraksi
ejeksi, mekanisme kompensasi tam[pomade jantung seperti tachycardia dan vasokonstriksi
perifer karena stimulasi adrenergic karena penurunan cardiac output. Peningkatan tekanan
atrium kanan berkontribusi pada peningkatan minute cardiac output (stroke volume x heart
rate) saat penurunan stroke volume (Spodick, 2003).
Stimulasi adrenergik stimulasi, baik alfa dan beta, dan termasuk serum peningkatan
katekolamin merupakan respon kompensasi utama pada penurunan cardiac output dengan
empat efek besar: (1) β-adrenergik kontribusi terhadap peningkatan denyut jantung; (2) β-
adrenergik tergantung pada peningkatan relaksasi diastolik, (3) a-adrenergically
meningkatkan resistensi perifer untuk mempertahankan pusat tekanan darah dan
mendukung gradien untuk aliran koroner; dan (4) inotropi meningkat untuk meminimalkan
volume end sistolik ventrikel melalui peningkatan fraksi ejeksi, dapat normal sampai tinggi
pada tamponade tanpa penyakit jantung (Spodick, 2003).
Meskipun cardiac output semakin jatuh, peningkatan resistensi perifer mendukung
tekanan darah arteri sampai relatif terlambat, sebagian melalui mekanisme adrenergik.
Dengan demikian, peningkatan resistensi perifer tidak terpengaruh pada blokade-β, tetapi
berkebalikan pada blokade-α. Penurunan tekanan darah kritis juga dipengaruhi oleh
mekanisme ketergantungan opioid, yang ditunjukkan oleh peningkatan tekanan darah yang
diinduksi nalokson selama tamponade. Peningkatan ini terjadi tanpa meningkatkan cardiac
output, sehingga mekanisme ini harus bertindak melalui peningkatan vaskular sistemik
(Spodick, 2003).
G. Prognosis
Risiko kematian tergantung pada kecepatan diagnosis, pengobatan yang diberikan
dan penyebab yang mendasari tamponade tersebut. Diagnosis dini dan pengobatan sangat
penting untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi (Foto Thorak)
Foto thorak dapat menunjukkan cardiomegali, jantung berbentuk “water bottle-shaped
heart “, kalsifikasi perikardial, atau bukti trauma dinding dada.

2. CT scan
Kompresi sinus koroner seperti yang diamati melalui CT scan sebagai penanda awal
untuk tamponade jantung pada 46% pasien.
3. Echocardiography
Pemeriksaan penting yang dapat dilakukan berupa USG –echocardiography (Focused
assessment sonogram in trauma- FAST). FAST bila dilakukan di unit gawat darurat
adalah cara yang paling cepat dan akurat untuk melihat jantung dan perkardium. Di
tangan pemeriksa yang berpengalaman FAST mempunyai akurasi sekitar 90%.
Meskipun echocardiography menyediakan informasi yang berguna, tamponade jantung
adalah diagnosis klinis. Berikut ini dapat diamati dengan echocardiography 2-dimensi
(2-D):
 Ruang bebas –echo, posterior dan anterior ventrikel kiri dan belakang atrium kiri.
Setelah operasi jantung, terlokalisasi, terkumpulnya cairan di posterior tanpa efusi
anterior yang signifikan dapat terjadi dan mungkin menekan juga cardiac output.
 Kompresi / kolaps atrium kanan saat akhir diastolik , terjadi karena adanya tekanan
intrapericardial yang lebih tinggi daripada tekanan intracardiac, tekanan
intrapericardial juga lebih tinggi daripada tekanan saat diastolik di atrium kanan
sehingga menyebabkan atrium kanan kolaps saat akhir diastolik.
 Kolaps dinding ventrikel kanan pada awal diastolik, terjadi karena adanya tekanan
intrapericardial yang lebih tinggi daripada tekanan intracardiac, tekanan
intrapericardial juga lebih tinggi daripada tekanan saat diastolik di ventrikel kanan
sehingga menyebabkan ventrikel kanan kolaps saat awal diastolik.
 Jantung seperti berayun dalam suatu kantung
 Pseudohypertrophy ventrikel kiri
 Terjadi pelebaran (dilatasi) inferior vena cava (IVC) dan pada saat inspirasi IVC
tidak kolaps
 Pada saat inspirasi, tekanan negatif di intra-thoracic diteruskan ke ruang jantung
yang menimbulkan penarikan pada ventrikel kanan dan atrium kanan sehingga
aliran ke atrium kanan meningkat, ventrikel kanan akan membesar sementara itu
ventrikel kiri akan mengecil. Sebuah augmentasi relatif meningkat lebih besar dari
40 % saat inspirasi pada aliran sisi kanan jantung, sebuah penurunan relatif lebih
besar dari 25 % saat inspirasi pada aliran yang melintasi katup mitral. Pada saat
ekspirasi, tekanan pada rongga dada dan pada pericardium akan menimbulkan
tekanan yang melebihi tekanan di ruang jantung sebelah kanan sehingga akan
menekan ruang jantung sebelah kanan
4. Elektrokardiografi (EKG)
Dengan elektrokardiogram 12-lead , temuan berikut menunjukkan berapa hal, tetapi
tidak untuk diagnostik tamponade perikardial:
 Sinus takikardia

 Tegangan rendah pada kompleks
QRS
 Listrik alternans
 PR segmen depresi

I. Penatalaksanaan
Pada keadaan ini dapat dilakukan perikardiosintesis. Sebuah jarum berongga
ukuran 16 sepanjang 6 inci ditusukkan di bawah prosesus xifoideus dan diarahkan ke apeks
jantung. Jarum tersebut kemudian dihubungkan dengan alat EKG 12 sadapan melalui klem
aligator untuk membantu menentukan apakah jarumnya mengenai jantung. Defleksi yang
tajam akan terlihat pada pola EKG. Perikardiosintesis dapat disertai dengan denyut jantung
false-positive yang signifikan karena klinisi bisa saja mengaspirasi darah yang berasal dari
ventrikel kanan sendiri. Petunjuk yang akan mengarahkan pengambilan keputusan adalah
bahwa darah yang bersal dari kantong perikardium biasanya tidak akan membeku. Yang
paling baik, perikardiosistesis adalah prosedur yang bersifat sementara untuk memperbaiki
fungsi jantung sambil menunggu pembedahan. Di beberapa rumah sakit, lubang atau
jendela pada selaput perikardium dibuat secara darurat di UGD oleh dokter bedah atau
dokter spesialis kardiotoraks. (Oman, 2008)

Gambar 3. Perikardiosintesis
Penatalaksanaan pra rumah sakit bagi temponade cardio pada tingkat EMP-A memerlukan
transportasi cepat ke rumah sakit. Ini merupakan satu dari beberapa kedaruratan yang harus
ditransport dengan sirine dan lampu merah.
Perhatian ketat harus dicurahkan untuk menghindari pemberian cairan berlebihan ke pasien. Sering
sukar membedakan antara temponade pericardium dan “tension pneumotoraks” tanpa bantuan
radiograph. EMT harus cermat mengamati penderita dan mengingatkan dokter di rumah sakit
terhadap kemungkinan tamponade pericardium.
Pada tingkat paramedic EMT, setelah diagnositik dan konsultasi ke dokter rumah sakit,
tamponade pericardium dapat diaspirasi. Aspirasi dapat dilakukan dengan menggunakan jarum
interkardiak untuk suntikan ephineprin, dengan hanya menarik penuh semprit yang kosong.
Pendekatannya dari subxifoid, menuju scapula kiri tepat seperti suntikan intrakardia.
Perbedaannya dalam memasukkan jarum selanjutnya. Pemasukan jarum harus dihentika tepat
setelah memasuki kantong pericardium, sebelum masuk ke ventrikel (lihat gambar). Identifikasi
lokasi ujung jarum dengan tepat dapat dibantu dengan menempatkan sadapan V elektrograf ke
batang baja. Jarum ini dengan klem “alligator”. Sewaktu jarum dimasukkan, segera dapat diketahui
arus luka sewaktu ujung jarum menyentuh miokardium. Dengan menarik mundur sedikit ke
kantong pericardium, EMT kemudian dapat mengaspirasi darah tanpa mencederai myocardium.
Seratus lima puluh sampai 250 ml darah di kantong pericardium sudah cukup untuk menimbulkan
tamponade berat. Pengambilan beberapa milliliter bisa mengurangi tekanan yang memungkinkan
peningkatan curah jantung pasien, peningkatan tekanan darah distal dan penurunan tekanan di sisi
kanannya. Prasat ini (mengeluarkan 50-75 ml darah) merupakan tindakan yang menyelamatkan
nyawa pada tamponade berat. Harus diingat bahwa terapi ini bukan definitif melaikan hanya suatu
tindakan sementara sampai penderita bisa dibawa ke kamar operasi, tempat dapat dilakukan
perikardiotomi formal sebelum penatalaksanaan difinitive masalah jantung dengan anastesi lokal.
Perlukaan pada pembuluh darah jantung dan struktur vaskuler intertoraks ditangani dalam masa
pra rumah sakit seperti syok hemoragik lainnya dengan pakaian anti syok dan infus IV. (Boswick,
1997 : 80). Pemberian oksigen sesuai indikasi juga diperlukan untuk pasien tamponade, agar
mencegah terjadinya hipoksia jaringan akibat oksigen yang tidak adekuat karena penurunan curah
jantung.
ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

• Inspeksi / lihat frekwensi nafas (LOOK)

Adakah hal-hal berikut :

. Sianosis

. Luka tembus dada

. Flail chest

. Sucking wounds

. Gerakan otot nafas tambahan

• Palpasi / raba (FEEL)

. Pergeseran letak trakhea

. Patah tulang iga

. Emfisema kulit

. Dengan perkusi mencari hemotoraks dan atau pneumotoraks

• Auskultasi / dengar (LISTEN)

. Suara nafas, detak jantung, bising usus

. Suara nafas menurun pada pneumotoraks

. Suara nafas tambahan / abnormal

• Tindakan Resusitas

Pengkajian Primer
 Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :
– Chin lift / jaw trust
– Suction / hisap
– Guedel airway
– Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.
 Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit
dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi, whezing, sonor, stidor/ ngorok,
ekspansi dinding dada.
 Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi
jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin,
sianosis pada tahap lanjut
 Disability
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri atau atau
sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS. Adapun cara yang cukup jelas
dan cepat adalah Awake, Respon bicara, Respon nyeri, Tidak ada respon
 Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera yang mungkin
ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang, maka imobilisasi in line harus
dikerjakan

2. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat
meggunakan format AMPLE (Alergi, Medikasi, Post illnes, Last meal, dan Event/
Environment yang berhubungan dengan kejadian). Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala
hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan diagnostik.
3. Pengkajian Keperawatan
a. ABCD, AMPLE
b. Tanda-tanda vital
1) Distress pernapasan
2) Sianosis
3) Takipnoe
b. Neurologi CO menyebabkan tingkat toksisitas SSP lebih tinggi, efek-efeknya
termasuk letargi, peka rangsangan, pusing, stupor & koma.
c. GI Tract Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan esofagus, mual
dan muntah.
d. Kardiovaskuler Disritmia.
e. Dermal Iritasi kulit
f. Okuler Luka bakar kurnea.
h. Laboratorium
Eritrosit menurun , Proteinuria , Hematuria, Hipoplasi sumsum tulang
g. Diagnostik
Radiografi dada dasar/foto polos dada , Analisa gas darah, GDA, EKG, Intervensi
secara umum , Perawatan Suportif ( Jalan nafas , Pernapasan )
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan takipnea,
tanda kusmaul.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolar;
ketidakseimbangan perfusi-ventilasi
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai O2 menurun
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan sekuncup jantung ditandai
dengan distensi vena jugularis, perubahan EKG, TD menurun, kulit dingin, pucat, jari
tangan dan kaki sianosis.
5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan cairan sistemis, pembesaran
cairan intestinal di sistemis akibat sekunder dari penurunan curah jantung, gagal
jantung kanan.
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan nyeri
7. Intoleranssi Aktifitas berhubungan dengan kelemahan dan keletihan fisik
8. Nyeri akut berhubungan dengan tekanan mekanis
9. Resiko Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral bd penurunan konsentrasi
hemoglobin dalam darah

3. PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan
takipnea, tanda kusmaul.
Intervensi dan Rasional:
Mandiri
1) Pantau ketat tanda-tanda vital terutama frekuensi pernafasan
R/Perubahan pola nafas dapat mempengaruhi tanda-tanda vital
2) Monitor isi pernafasan, pengembangan dada, keteraturan pernafasan, nafas bibir dan
penggunaan otot bantu pernafasan
R/Pengembangan dada dan penggunaan otot Bantu pernapasan mengindikasikan
gangguan pola nafas
3) Berikan posisi semifowler jika tidak kontraindikasi
R/Mempermudah ekspansi paru
4) Ajarkan klien nafas dalam
R/Dengan latihan nafas dalam dapat meningkatkan pemasukan oksigen
Kolaborasi
5) Berikan oksigen sesuai indikasi
R/Oksigen yang adekuat dapat menghindari resiko kerusakan jaringan
6) Berikan obat sesuai indikasi
R/Medikasi yang tepat dapat mempengaruhi ventilasi pernapasan

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-


alveolar; ketidakseimbangan perfusi-ventilasi
Intervensi dan Rasional:
Mandiri
1) Monitor tanda-tanda vital
R/ Mengetahui keadaan umum klien. Mengumpulkan dan menganalisis data
kardiovaskuler, pernafasan dan suhu tubuh untuk menentukan dan mencegah
komplikasi.
2) Kaji respon pasien terhadap aktifitas. Dorong periode istirahat/batasi aktifitas sesuai
toleransi pasien.
R/ Peningkatan konsumsi kebutuhan oksigen dapat mengakibatkan peningkatan
dispnea dan perubahan tanda vital. Kesimbangan istirahat yang kuat dapat mencegah
pengaruh pernafasan.
3) Berikan peningkatan ventilasi
R/ Meningkatkan pola pernafasan spontan yang optimal dalam memaksimalkan
pertukaran oksigen dan karbondioksida di paru.
4) Ubah posisi dengan sering, letakkan pasien dengan posisi fowler
R/ Memaksimalkan ekspansi paru dan drainase sekret.
Kolaborasi
5) Pemberian O2
R/ Memenuhi kebutuhan O2 klien dan memantau efektivitasnya.
6) Periksa AGD
R/ Mengetahui saturasi O2. Mengetahui keseimbangan asam basa dan mencegah
komplikasi akibat ketidakseimbangan asam basa.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai O2
menurun
Intervensi dan Rasional:
Mandiri
1) Monitor TTV secara intensif
R/Perubahan ttv seperti takikardi akibat dari kompensasi jantung untuk dapat
memenuhi suplai O2
2) Pantau adanya ketidakadekuatan perfusi(kulit : dingin dan pucat,sianosi)
R/Mengetahui derajat hipoksemia dan peningkatan tahanan perifer
3) Pantau frekuensi dan irama jantung
R/Perubahan frekuensi dan irama menunjukkan komplikasi disritmia
4) Anjurkan untuk istirahat total
R/Menurunkan kebutuhan oksigen
5) Anjurkan untuk mengkonsumsi makanan kecil/ yang mudah di kunyah
R/Makanan besar dapat meningkatkan kerja jantung.
6) Pertahankan jalur masuk pemberian heparin (IV) sesuai indikasi
R/Jalur yang penting untuk pemberian obat darurat

4. Penurunan curah jantung b.d perubahan sekuncup jantung ditandai dengan


distensi vena jugularis, perubahan EKG, TD menurun, kulit dingin, pucat, jari
tangan dan kaki sianosis.
Intervensi Rasional
Mandiri
1) Monitor TTV berkelanjutan
R/TTV merupakan indicator keadaan umum tubuh (jantung).
2) Auskultasi suara jantung, kaji frekuensi dan irama jantung.
R/Perubahan suara, frekuensi dan irama jantung dapat mengindikasikan adanya
penurunan curah jantung.
3) Palpasi nadi perifer dan periksa pengisian perifer.
R/Curah jantung yang kurang mempengaruhi kuat dan lemahnya nadi perifer.
4) Kaji akral dan adanya sianosis atau pucat.
R/Penurunan curah jantung menyebabkan aliran ke perifer menurun.
5) Kaji adanya distensi vena jugularis
R/Tamponade jantung menghambat aliran balik vena sehingga terjadi distensi pada
vena jugularis.
Kolaborasi
6) Berikan oksigen sesuai indikasi
R/Oksigen yang adekuat mencegah hipoksia.
7) Berikan cairan intravena sesuai indikasi atau untuk akses emergency.
R/Mencegah terjadinya kekurangan cairan.
8) Periksa EKG, foto thorax, echocardiografi dan doppler sesuai indikasi.
R/Pada tamponade jantung, terjadi abnormalitas irama jantung dan terdapat siluet
pembesaran jantung.
9) Lakukan tindakan perikardiosintesis.
R/Dengan perikardiosintesis cairan dalam ruang pericardium dapat keluar.

5. Kelebihan Volume Cairan berhubungan dengan kelebihan cairan sistemis,


pembesaran cairan intestinal di sistemis akibat sekunder dari penurunan curah
jantung, gagal jantung kanan.
Intervensi dan Rasional:
Mandiri
1) Kaji adanya edema ekstremitas
R/Dugaan adanya gagal jantung kongestif/kelebihan volume cairan
2) Kaji tekanan darah
R/Sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan jumlah cairan yang dapat
meningkatkan beban kerja jantung dan dapat diketahui dari meningkatnya tekanan
darah
3) Kaji distensi vena jugularis
R/Peningkatan cairan dapat membebani fungsi ventrikel kanan yang dapat dipantau
melalui pemeriksaan tekanan vena jugularis
4) Ukur intake dan output
R/Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium
air, dan penurunan output urine
5) Timbang berat badan
R/Perubahan berat badan yang tiba-tiba menunjukan gangguan keseimbangan cairan
6) Beri posisi yang membantu drainase ekstremitas, lakukan latihan gerak pasif
R/Meningkatkan aliran balik vena dan mendorong berkurangnya edema perifer
Kolaborasi
7) Berikan diet tanpa garam
R/Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume plasma yang
berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan meningkatkan
kebutuhan miokardium.
8) Beri ddiuretik, contoh : Furosemide, sprinolakton, hidrolakton
R/Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi
cairan di jaringan sehingga menurunkan resiko terjadinya edema paru.
9) Pantau data laboratorium elektrolit kalium
R/Hypokalemia dapat membatasi efektivitas terapi

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan nyeri


Intervensi dan Rasional:
Mandiri
1) Pantau keadaan umum klien dan TTV
R/Mengetahui tingkat kesadaran, dan kondisi tubuh dalam keadaan normal atau tidak
2) Kaji pola tidur
R/Untuk mengetahui kemudahan dalam tidur.
3) Kaji fungsi pernapasan : bunyi napas, kecepatan, irama
R/Untuk mengetahui tingkat kegelisahan
4) Kaji faktor yang menyebabkan gangguan tidur (nyeri, takut, stres, ansietas,
imobilisasi, gangguan eliminasi seperti sering berkemih, gangguan metabolisme,
gangguan transportasi, lingkungan yang asing, temperature, aktivitas yang tidak
adekuat)
R/Untuk mengidentifikasi penyebab adekuat dari gangguan tidur
5) Ajarkan relaksasi dan distraksi
R/Untuk menenangkan pikiran dari kegelisahan dan mengurangi ketegangan otot
Kolaborasi
6) Beri obat dengan kolaborasi dokter.
R/ Obat merupakan salah satu alat bantu yang efektif untuk mempermudah tidur

7. Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan kelemahan dan keletihan fisik


Intervensi dan Rasional:
Mandiri
1) Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas dan berikan aktivitas senggang yg tidak berat
R/Mengurangi kebutuhan oksigen
2) Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit
R/Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu vena balik
3) Bantu mobilisasi klien
R/Mencegah terjadinya dekubitus
4) Evaluasi TTV saat kemajuan aktivitas terjadi
R/Monitor TTV merupakan indikator keadaan umum tubuh (jantung)
5) Selama aktivitas kaji dispnea,sianosis,frekuensi napas, serta keluhan pasien
R/Terjadinya dispnea,sianosis,dan mengkaji frekuensi napas serta keluhan pasien
dapat mengindikasikan atau masalah lain sehingga dapar dilakukan intervensi

8. Nyeri akut berhubungan dengan tekanan mekanis


Intervensi dan Rasional:
Mandiri
1) Palpasi nadi perifer
R/Dapat mengontrol curah jantung
2) Istirahatkan klien dengan tirah baring optimal
R/Menurunkan kebutuhan pemompaan jantung
3) Observasi adanya hipotensi, peningkatan jvp, perubahan suara jantung, penurunan
tingkat kesadaran
R/Manifestasi klinis pada kardiak tamponade yang mungkin terjadi pada perikarditis
ketika akumulasi cairan eksudat pada rongga perikardinal
4) Pantau perubahan pada sensorik
R/Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sebagai dampak sekunder terhadap
penurunan curah jantung
5) Ajarkan klien untuk melakukan teknik relaksasi
R/Klien dapat melakukan teknik relaksasi dengan mandiri untuk mengontrol nyeri
yang timbul
6) Kaji nyeri
R/Mengetahui penyebab nyeri yang dirasakan, kualitas nyeri, skala nyeri, waktu nyeri
tiba
Kolaborasi
7) Pemberian vasolidator
R/Meningkatkan curah jantung, menurunkan volume sirkulasi dan tahanan vaskular
sistemik, juga kerja ventrikel

9. Resiko Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral bd penurunan konsentrasi


hemoglobin dalam darah
Intervensi dan Rasional:
Mandiri
Kaji tanda-tanda vital
R/Dengan mengkaji tanda-tanda vital kita akan mengetahui keadaan pasien secara
umum
Kaji tingkat kesadaran dan kekuatan otot pasien
R/Dengan ini kita dapat mengetahui tingkat kesadaran pasien baik atau tidak, begitu
juga dengan kekuatan otot pasien
Kaji adanya tekanan intra kranial
R/Mengkaji untuk mengentahui adanya tekanan intra kranial atau tidak
Berikan posisi semi fowler
R/Memberikan kenyamanan pada pasien
Kolaborasi
Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat saraf
R/Pemberian obat untuk menjaga kenormalan saraf pasien
Kolaborasi pemberian O2 pada pasien
R/Kolaborasi pemberian O2 agar O2 diotak terus terpenuhi

Anda mungkin juga menyukai