Anda di halaman 1dari 12

UNIVERSITAS ANDALAS

FAKTOR RISIKO DIABETES MELLITUS TIPE II

Oleh
Kelompok 7

YONI FITRI APRILLA 1311211071


DELVALIANGGI 1311211080
DIVLA TAQIYA ANNASHIRI 1311211044
KHAIRAL HAYATI 1311211103

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Melengkapi Tugas


dalam Perkuliahan Penulisan Ilmiah

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2016
FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE II

Yoni Fitri Aprilla, Delvalianggi, Divla Taqiya Annashiri, Khairal Hayati


Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Andalas
Jalan Perintis Kemerdekaan, Jati, Padang

ABSTRAK
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi perhatian
utama dalam kesehatan masyarakat secara global dan sebagian besar tergolong diabetes
mellitus tipe 2, meliputi 90% dari seluruh kasus diabetes di seluruh dunia. Hasil
International Diabetes Federation pada tahun 2015, menunjukkan angka kejadian diabetes
mellitus di dunia menjadi 415 juta sedangkan kejadian diabetes mellitus di Indonesia
terus mengalami peningkatan hingga pada tahun 2015 sebanyak 10 juta,
menempatkan Indonesia pada urutan ketujuh di dunia, dan diprediksi akan terus
meningkat menjadi 16,2 juta pada tahun 2040. Faktor risiko dari diabetes mellitus yaitu
umur, jenis kelamin, obesitas, riwayat keluarga dengan DM, ras atau etnis, obesitas,
aktivitas fisik, hipertensi, tingkat pendidikan dan status pekerjaan sehingga pada
kelompok masyarakat ini dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan/screening test terutama
untuk deteksi dini adanya gejala-gejala prediabetes dan diabetes.

Kata kunci: Diabetes mellitus, faktor risiko

PENDAHULUAN
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi
perhatian utama dalam kesehatan masyarakat secara global dan sebagian besar
tergolong diabetes mellitus tipe 2, meliputi 90% dari seluruh kasus diabetes di
seluruh dunia. Setiap tahun semakin banyak orang yang hidup dengan kondisi ini,
mengakibatkan komplikasi yang dapat mengubah kualitas hidup. Menurut laporan
WHO tentang diabetes mellitus menunjukkan bahwa prevalensi global diabetes
mellitus mencapai 8,5% pada populasi orang dewasa. Selama dekade terakhir,
prevalensi diabetes terus mengalami peningkatan. Jumlah populasi dewasa yang
hidup dengan diabetes hampir empat kali lipat sejak tahun 1980, dimana terdapat 422
juta orang dewasa yang hidup dengan diabetes pada tahun 2014.(1-3)
Tidak jauh berbeda dengan data yang dihimpun International Diabetes
Federation (IDF), jumlah penderita diabetes mellitus secara global cenderung
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jumlah penderita diabetes mellitus
sebesar 382 juta penduduk usia dewasa pada tahun 2013, 387 juta pada tahun 2014
dan meningkat menjadi 415 juta pada tahun 2015. Diperkirakan akan meningkat
menjadi 439 juta pada tahun 2030 dan menjadi 642 juta pada tahun 2040. Penyakit
ini merupakan salah satu prioritas dari empat penyakit tidak menular yang
3

ditargetkan oleh dunia pada deklarasi politik dalam pencegahan dan pengendalian
penyakit tidak menular.(3-7)
Peningkatan jumlah penderita diabetes mellitus juga terjadi di Indonesia,
pada tahun 2013 mencapai 8,5 juta jiwa. Jumlah penderita diabetes mellitus ini
meningkat menjadi 9 juta pada tahun 2014, dan meningkat pada tahun 2015
sebanyak 10 juta, menempatkan Indonesia pada urutan ketujuh di dunia setelah Cina,
India, Amerika, Brazilia, Rusia, dan Mexiko. Dan diprediksi akan terus meningkat
menjadi 16,2 juta pada tahun 2040. (3-5)
Diabetes mellitus dikenal dengan mother of disease karena merupakan induk
atau ibu penyakit-penyakit lainnya. Terjadinya peningkatan jumlah penderita
penyakit ini, sehingga perlu dilakukan untuk mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan
beberapa faktor risiko yaitu umur, jenis kelamin, obesitas, riwayat keluarga dengan
DM, ras atau etnis, obesitas, aktivitas fisik, hipertensi, tingkat pendidikan dan status
pekerjaan, yang dapat di kelompokkan menjadi faktor risiko yang tidak dapat diubah,
faktor risiko yang dapat diubah, faktor sosial ekonomi dan faktor lain. (8)
DIABETES MELLITUS
Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Diabetes mellitus atau kencing
manis merupakan penyakit menahun dimana kadar glukosa darah menimbun dan
melebihi batas normal. (9) Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2009
seperti dikutip dari laporan Riskesdas tahun 2007 menyatakan bahwa nilai rujukan
diabetes mellitus yang digunakan adalah sebagai berikut: (10)
1. Normal (Non DM) < 140 mg/dl
2. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) 140 - < 200 mg/dl
3. Diabetes Mellitus (DM) > 200 mg/dl.
Menurut pedoman American Diabetes Association (ADA) 2011 dan
konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), kriteria diagnostik
diabetes mellitus dapat ditegakkan bila:
1. Glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl bila terdapat keluhan klasik diabetes
mellitus penyerta, seperti banyak kencing (poliuria), banyak minum
(polidipsia), banyak makan (polifagia), dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan penyebabnya;
2. Glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl dengan gejala klasik penyerta;
3. Glukosa 2 jam pasca pembebanan ≥200 mg/dl. (11)
KLASIFIKASI DIABETES MELLITUS
Klasifikasi etiologis diabetes mellitus menurut American Diabetes
Association (ADA) 2010, dibagi dalam 4 jenis yaitu:
1. Diabetes Melitus Tipe 1 (DMT1)
Diabetes melitus tipe 1 merupakan jenis diabetes yang bergantung pada
insulin, sehingga dikenal juga dengan istilah insulin-dependent diabetes
mellitus (IDDM). Penyebab DMT1 adalah terjadinya kerusakan sel-sel beta
di dalam kelenjar pankreas yang bertugas menghasilkan hormon insulin.
4

Kerusakan tersebut menyebabkan terjadinya penurunan sekresi hormon


insulin (defisiensi insulin). (12)
2. Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2)
Diabetes melitus tipe 2 merupakan gangguan metabolisme glukosa yang
dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu tidak adekuatnya sekresi insulin
secara kuantitatif (defisiensi insulin) dan kurang sensitifnya jaringan tubuh
terhadap insulin (resistensi insulin). Berdasarkan beberapa studi
epidemiologi, DMT2 merupakan tipe diabetes yang paling sering dijumpai
yaitu sekitar 90% sampai 95% dari seluruh kasus diabetes mellitus. Berbeda
dengan DMT1, DMT2 merupakan jenis diabetes yang tidak bergantung pada
insulin, sehingga dikenal juga dengan istilah non-insulin-dependent diabetes
melitus (NIDDM). (12)
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan munculnya diabetes mellitus
tipe lain, seperti kelainan pada fungsi sel beta dan kerja insulin akibat
gangguan genetik, penyakit pada kelenjar eksokrin pankreas, obat atau zat
kimia, infeksi, kelainan imunologi (jarang), dan sindrom genetik lain yang
berhubungan dengan diabetes mellitus. (12)
4. Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes mellitus tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi
glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester
kedua dan ketiga. Diabetes mellitus gestasional berhubungan dengan
meningkatnya komplikasi perinatal. Penderita diabetes mellitus gestasional
memiliki risiko lebih besar untuk menderita diabetes mellitus yang menetap
dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan. (13)
GEJALA DIABETES MELITUS
Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi akut dan kronik: (14)
1. Gejala akut diabetes melitus yaitu poliphagia (banyak makan) polidipsia
(banyak minum), poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam hari),
nafsu makan bertambah namun berat badan turun dengan cepat (5-10 kg
dalam waktu 2-4 minggu), dan mudah lelah.
2. Gejala kronik diabetes mellitus yaitu kesemutan, kulit terasa panas atau
seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah
mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas,
kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada
ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau
dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg.
KOMPLIKASI DIABETES MELLITUS
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi akut
dan kronis. Menurut PERKENI komplikasi diabetes mellitus dapat dibagi menjadi
dua kategori, yaitu: (15-16)
1. Komplikasi akut
a Hipoglikemia
5

Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah seseorang di bawah nilai


normal (<50 mg/dl). Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita
diabetes mellitus tipe 1 yang dapat dialami 1-2 kali per minggu, Kadar
gula darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak
mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat
mengalami kerusakan.
b Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah meningkat secara tiba-
tiba, dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya,
antara lain ketoasidosis diabetik, Koma Hiperosmoler Non Ketotik
(KHNK) dan kemolakto asidosis.
2. Komplikasi Kronis
a. Komplikasi makrovaskuler,
Komplikasi makrovaskuler merupakan komplikasi yang umum
berkembang pada penderita diabetes mellitus adalah trombosit otak
(pembekuan darah pada sebagian otak), mengalami penyakit jantung
koroner (PJK), gagal jantung kongetif, dan stroke.
b. Komplikasi mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada penderita diabetes
mellitus tipe 1 seperti nefropati, diabetik retinopati (kebutaan),
neuropati, dan amputasi

FAKTOR RISIKO DIABETES MELLITUS


Peningkatan jumlah penderita diabetes mellitus yang sebagian besar diabetes
mellitus tipe 2, berkaitan dengan beberapa faktor risiko yaitu faktor risiko yang tidak
dapat diubah, faktor risiko yang dapat diubah, faktor sosial ekonomi dan faktor lain.
Faktor risiko adalah sesuatu atau faktor pencetus yang akan mempengaruhi
terjadinya diabetes mellitus baik dalam bentuk kegiatan, zat/bahan, atau kondisi
tertentu. (17) Faktor risiko pada diabetes mellitus terdiri dari:
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
a. Umur
Umur adalah lama waktu hidup yang dilalui oleh seorang individu
sejak dilahirkan. Umur merupakan variabel yang selalu diperhatikan di
dalam epidemiologi, karena umur/harapan hidup dari seorang individu
memiliki hubungan dengan angka kesakitan dan angka kematian. Risiko
terkena diabetes akan meningkat dengan bertambahnya umur, terutama
pada umur diatas 40 tahun.(18)
Penelitian yang dilakukan oleh Suastika et al (2011) di Bali
didapatkan bahwa prevalensi DM pada kelompok usia tua lebih tinggi tiga
kali lipat dibandingkan dengan kelompok yang lebih muda. Pada
penelitian Kekenusa, dkk (2013), menunjukkan bahwa responden yang
memiliki umur ≥45 tahun merupakan responden dengan persentase paling
besar (56,3%) dan berdasakan hasil analisis terdapat hubungan antara
umur dengan kejadian DM tipe 2 dengan nilai Odds Ratio sebesar 7,6
6

artinya orang dengan umur ≥45 tahun memiliki risiko 8 kali lebih besar
terkena penyakit DM tipe 2 dibandingkan dengan orang yang berumur
kurang dari 45 tahun. Hasil yang sama juga diperoleh pada penelitian yang
dilakukan oleh Zahtamal, dkk (2007) terhadap 152 responden yang
menunjukkan bahwa hubungan antara umur dengan kejadian DM tipe 2
pada pasien yang dirawat di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
bermakna secara statistik, dimana orang yang berumur ≥45 tahun memiliki
risiko 6 kali lebih besar terkena penyakit DM tipe 2 dibandingkan dengan
orang yang berumur kurang dari 45 tahun. (19-21)
Prevalensi DM akan semakin meningkat seiring dengan makin
meningkatnya umur, hingga kelompok usia lanjut. Hal tersebut sesuai
dengan penelitian Wild, dkk (2004) tentang prevalensi DM secara global
yang menunjukkan bahwa semakin meningkatnya umur, semakin tinggi
pula prevalensi DM yang ada. (22,23)

b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah karakteristik seks antara laki-laki dan perempuan
berdasarkan ciri-ciri biologis. Berdasarkan penelitian Awad, dkk (2011),
dari 138 kasus diantaranya terdapat 57% pada perempuan dan 43% pada
laki-laki. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Kolombo, Sri
Lanka, Lubis (2012) dan Bintanah, dkk (2012) yang menunjukkan bahwa
penderita DM tipe 2 lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan
laki-laki. (24-26)

c. Riwayat keluarga dengan diabetes mellitus (first degree relative)


Orang yang memiliki keluarga dengan riwayat diabetes mellitus
memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena diabetes mellitus
dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat keluarga
menderita diabetes mellitus. Orang yang memiliki salah satu atau lebih
anggota keluarga baik orang tua, saudara, atau anak yang menderita
diabetes, memiliki kemungkinan 2 sampai 6 kali lebih besar untuk
menderita diabetes dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki
anggota keluarga yang menderita diabetes. (27)
Pada penelitian yang dilakukan oleh Kekenusa, dkk (2013),
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara riwayat keluarga menderita
DM dengan kejadian DM tipe 2 dengan nilai Odds Ratio sebesar 4,7. Hal
ini berarti bahwa orang yang memiliki riwayat keluarga menderita DM,
berisiko 5 kali lebih besar terkena DM tipe 2 dibandingkan dengan orang
yang tidak memiliki riwayat keluarga menderita DM. Kondisi ini sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wicaksono (2011) pada 30
pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi
Semarang, dimana riwayat keluarga menderita DM merupakan faktor
risiko terjadinya DM tipe 2 yang bermakna secara statistik dan memiliki
pengaruh terhadap kejadian DM tipe 2 sebesar 75%. Disamping itu, faktor
7

risiko keluarga lain adalah riwayat melahirkan bayi dengan berat badan
lahir bayi >4000 gram atau riwayat pernah menderita diabetes mellitus
gestasional dan riwayat lahir dengan berat badan rendah (<2,5 kg). (20-28)

d. Rasa atau etnis


Orang yang berkulit hitam lebih mudah terkena diabetes daripada
kulit putih. Menurut Center of Disease Control and Preventation (CDC)
peningkatan prevalensi diabetes bervariasi berdasarkan ras yaitu sebesar
481% pada ras hispanik, 208% pada ras kulit hitam dan 113% pada kulit
putih. Di AS, insindes dari DM tipe 2 lebih besar terjadi pada etnis
minorita, seperti ras Afro-Amerika, Hispanik, Asia-Amerika, dan
penduduk pribumi Amerika, dibandingkan dengan ras kulit putih bahkan
setelah dikontrol oleh variabel umur dan status sosial ekonomi. (18,29)

2. Faktor risiko yang dapat diubah


a. Obesitas
Obesitas sering secara bersamaan menjadi penyebab terjadinya DM
tipe 2. Pada banyak studi longitudinal obesitas telah ditunjukkan sebagai
faktor prediksi yang paling kuat. Pada individu yang tidak obesitas angka
kejadian DM tipe 2 sangat rendah. (30)
Pada penelitian Awad, dkk (2011), didapatkan faktor risiko diabetes
mellitus tipe 2 menurut IMT yaitu obes-1 (25-29,9) sebanyak 35,58% dan
pasien dengan obes-2 (>30%) sebanyak 5,77%. (24)
Hasil penelitian yang dilakukan di Bali diperoleh hasil prevalensi
obesitas berdasarkan lingkar pinggang sebesar 35%, pada laki-laki dengan
lingkar pinggang ≥90 cm sebesar 27,5% dan wanita dengan lingkar
pinggang ≥80 cm sebesar 43,4%. Hal ini dapat dijelaskan bahwa obesitas
sentral khususnya di perut yang digambarkan oleh lingkar pinggang lebih
sensitif dalam memprediksi gangguan akibat resistensi insulin pada DM
tipe 2. (19)
b. Aktivitas fisik
Penelitian yang dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit
Dr. Kariadi Semarang menunjukkan bahwa salah satu faktor yang
berhubungan dengan kejadian DM tipe 2 yaitu aktivitas fisik olahraga. (28)
Hasil ini diperkuat oleh penemuan serupa pada penelitian Yuniatun (2003).
Kurangnya aktivitas fisik menyebabkan jumlah energi yang dikonsumsi
melebihi jumlah energi positif yang disimpan pada jaringan adipose. (31)
c. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan
tidak tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan
dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer. Berdasarkan
penelitian Garnita (2012) menunjukkan hubungan yang signifikan antara
hipertensi dengan kejadian diabetes mellitus dengan odds mengalami
8

diabetes pada kelompok hipertensi 2,2 kali lebih besar dibandingkan


dengan kelompok yang tidak hipertensi. (29)
Beberapa literatur mengaitkan hipertensi dengan resistensi insulin.
Pengaruh hipertensi terhadap kejadian diabetes mellitus disebabkan oleh
penebalan pembuluh darah arteri yang menyebabkan diameter pembuluh
darah menyempit. Hal ini akan menyebabkan proses pengangkutan
glukosa dari dalam darah menjadi terganggu.

3. Faktor sosial-ekonomi
a. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan yang dilalui oleh
masing-masing individu. Pendidikan merupakan bagian integral dalam
pembangunan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang
berkualitas dan pembangunan sektor ekonomi yang satu dengan yang
lainnya saling berkaitan. (32)
Penelitian yang dilakukan oleh Kekenusa, dkk (2013), menunjukkan
bahwa dari segi tingkat pendidikan terakhir, sebagian besar responden
adalah lulusan Sekolah Menengah Atas (46,7%). Penelitian yang
dilakukan oleh Lubis (2012), juga menunjukkan hasil yang sama yaitu
persentase tingkat pendidikan terakhir responden yang paling besar adalah
lulusan SMA/sederajat. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin
baik pula pengetahuan seseorang dalam mencegah terjadinya peyakit
termasuk DM tipe 2, begitupun sebaliknya. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Zahtamal, dkk (2007), menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara pengetahuan tentang DM dengan kejadian DM. (20,21,25)

b. Status pekerjaan
Pekerjaan merupakan sesuatu kegiatan atau aktivitas seseorang yang
bekerja pada orang lain atau instansi, kantor, perusahaan untuk
memperoleh penghasilan baik berupa uang maupun barang demi
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Penghasilan yang rendah akan
berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun
pencegahan. (32)
Penelitian yang dilakukan oleh Kekenusa, dkk (2013), menunjukkan
bahwa jenis pekerjaan yang terbanyak adalah responden yang tidak
memiliki pekerjaan (27,9%). Penelitian yang dilaksanakan oleh Balkau et
al (2008), menyatakan bahwa sebagian besar responden kelompok kasus
memiliki pekerjaan sebagai pensiunan. Selain itu secara multivariat faktor
status pekerjaan mempunyai hubungan yang signifikan dengan diabetes
mellitus dengan nilai p=0,001. Risiko diabetes yang lebih tinggi terdapat
pada kelompok yang tidak bekerja dengan odds 1,7 kali lebih besar
daripada kelompok yang bekerja. (20,29,33)
4. Faktor lain
9

Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita


polycystic ovarysindrome (PCOS), penderita sindrom metabolic memiliki
riwatyat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT) sebelumnya, memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler
seperti stroke, PJK, atau peripheral Arterial Diseases (PAD), konsumsi
alkohol, faktor stres, kebiasaan merokok, jenis kelamin, konsumsi kopi dan
kafein. (15,34,35)
PENCEGAHAN DIABETES MELLITUS
Pencegahan penyakit diabetes melitus dibagi menjadi empat bagian yaitu: (36)
1. Pencegahan Premordial
Pencegahan premodial adalah upaya untuk memberikan kondisi pada
masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dari
kebiasaan, gaya hidup dan faktor risiko lainnya. Prakondisi ini harus
diciptakan dengan multimitra. Pencegahan premodial pada penyakit diabetes
mellitus misalnya adalah menciptakan prakondisi sehingga masyarakat
merasa bahwa konsumsi makan kebarat-baratan adalah suatu pola makan
yang kurang baik, pola hidup santai atau kurang aktivitas, dan obesitas adalah
kurang baik bagi kesehatan.
2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang
yang termasuk kelompok risiko tinggi, yaitu mereka yang belum menderita
diabetes mellitus, tetapi berpotensi untuk menderita diabetes mellitus.
Kegiatan tersebut mencakup upaya modifikasi fakor lingkungan dan prilaku,
atau intervensi yang terfokus pada kelompok dengan risiko tinggi diabetes.
Upaya pencegahan primer juga termasuk intervensi pada level individu yang
telah menunjukkan tanda awal dari diabetes, misalnya pada individu dengan
toleransi glukosa terganggu.
3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan
sejak awal penyakit. Dalam pengelolaan pasien diabetes mellitus, sejak awal
sudah harus diwaspadai dan sedapat mungkin dicegah kemungkinan
terjadinya penyulit menahun. Pilar utama pengelolaan diabetes mellitus
terdiri dari penyuluhan, perencanaan makanan, latihan jasmani, dan obat
berkhasiat hipoglikemik.
4. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih
lanjut dan merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut
menetap. Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin
terkait sangat diperlukan, terutama dirumah sakit rujukan, misalnya para ahli
sesama disiplin ilmu seperti ahli penyakit jantung, mata, rehabilitasi medis,
gizi dan lain-lain.

KESIMPULAN
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi
perhatian utama dalam kesehatan masyarakat secara global terbesar, dan sebagian
besar tergolong diabetes mellitus tipe 2 yang meliputi 90% dari seluruh kasus
diabetes di seluruh dunia. Faktor risiko dari diabetes mellitus tipe 2 yaitu yaitu umur,
10

jenis kelamin, obesitas, riwayat keluarga dengan DM, ras atau etnis, obesitas,
aktivitas fisik, hipertensi, tingkat pendidikan dan status pekerjaan, sehingga pada
kelompok masyarakat ini dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan/screening test
terutama untuk deteksi dini adanya gejala-gejala diabetes serta melakukan modifikasi
gaya hidup untuk mengurangi kejadian dan komplikasi dari diabetes melitus.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan RI. Situasi dan Analisis Diabetes. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI; 2014.
2. WHO. Global Report on Dabetes. France: World Health Organization; 2016.
3. IDF. IDF Diabetes Atlas. Seventh Edition. Brussels, Belgium: International
Diabetes Federation; 2015.
4. Guariguata L, Whiting DR, Hambleton I, Beagley J, Linnenkamp U, Shaw
JE. Global Estimates of Diabetes Prevalence for 2013 and Projections for
2035. Diabetes Research and Clinical Practice. 2014; 103:137-149.
5. IDF. IDF Diabetes Atlas. Sixth Edition. International Diabetes Federation;
2014.
6. Shaw JE, Sicree RA, Zimmet PZ. Global Estimates of the Prevalence of
Diabetes for 2010 and 2030. Diabetes Research and Clinical Practice. 2010;
87:4-14.
7. IDF. WDD 2015 Campaign. Sara Webber: International Diabetes Federation;
2015.
8. Ramayulis, R. Diet untuk Penyakit Komplikasi. Jakarta: Penebar Plus+;
2016.
9. Fransiska K. Awas Pankreas Rusak Penyebab Diabtes. Jakarta: Cerdas Sehat;
2012.
10. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
2007. Jakarta: Depkes RI; 2008.
11. Badan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan
Dasar 2013. Jakarta: Kemenkes RI; 2013.
12. Powers AC. Diabetes Mellitus. Dalam Harrison’s Principles of Internal
Medicine 15th ed. McGraw-Hill, 2001.
13. Ndraha S. Diabetes Melitus Tipe 2 dan Tata laksana Terkini. Medicinus.
2014; 27(2).
14. Fatimah RN. Diabetes Mellitus Tipe 2. Majority. 2015; 4 (5).
15. Hastuti RT. Faktor-faktor Risiko Ulkus Diabetika pada Penderita Diabetes
Melitus Studi Kasus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Semarang:
Universitas Diponegoro; 2008.
16. Waspadji S. Kaki diabetes. dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III.
Edisi kelima. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
17. Depkes. Pedoman Pengendalian Diabetes Melitus dan Penyakit Metabolik
Jakarta: Depkes; 2008.
18. Tandra H. Diabetes Bisa Sembuh. Jakarta; Gramedia Pustaka Utama; 2015.
11

19. Suastika K, Dwipayana P, Saraswati MR, Kuswardhani T, Astika N,


Putrawan IB, Matsumoto K, Kajiwara N, Taniguchi H. Relationship Between
Age and Metabolic Disorders in the Population of Bali. Elsevier 2011; 26:47-
52.
20. Kekenusa JS, Ratag BT, Wuwungan G. Analisis Hubungan Antara Umur dan
Riwayat Keluarga Menderita Diabetes Mellitus dengan Kejadian Penyakit
DM Tipe 2 pada Pasien Rawat Jalan di Poliklinik Penyakit Dalam Blu RSUP
Prof. Dr. R.D Kandou Manado. Jurnal e-Biomedik. 2013; 1 (1): 45-49.
21. Zahtamal, Chandra F, Suyanto, dan Restuastuti T. Faktor-Faktor Risiko
Pasien Diabetes Melitus. Berita Kedokteran Masyarakat. 2007. 23 (3): 142-
147.
22. Bustan MN. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta;
2007.
23. Wild S. Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global Prevalence of Diabetes:
Estimates for the Year 2000 and Projections for 2030. Diabetic Care. 2004;
27(3): 1047-53.
24. Awad N, Langi YA, Pandelaki K. Gambaran Faktor Resiko Pasien Diabetes
Melitus Tipe Ii Di Poliklinik Endokrin Bagian/SMF FK-Unsrat RSU Prof.
Dr. R.D Kandou Manado Periode Mei 2011 - Oktober 2011. Manado:
Universitas Sam Ratulangi; 2012.
25. Lubis JP. Perilaku Penderita Diabetes Melitus Rawat Jalan di RSUD
Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu dalam Pengaturan Pola Makan.
Medan: Universitas Sumatera Utara; 2012.
26. Bintanah S dan Handarsari E. Asupan Serat dengan Kadar Gula Darah, Kadar
Koleterol Total dan Status Gizi pada Pasien DM Tipe 2 di Rumah Sakit
Roemani Semarang. Jurnal Unimus: Seminar Hasil-hasil Penelitian. 2012;
289-297.
27. CDC. Family History as a Tool for Detecting Children at Risk for Diabetes
and Cardiovascular Disease. (online) http://www.cdc.gov/ncbddd/pediatric
genetics/geneticsworkshop/detecting. html. diakses pada tanggal 20
November 2016.
28. Wicaksono R. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadia Diabetes
Melitus Tipe 2, Semarang; Universitas Diponegoro; 2011.
29. Garnita D. Faktor Risiko Diabetes Mellitus di Indonesia Analisis Data
SAKERTI 2007. Depok; Universitas Indonesia; 2012.
30. Inzucchi SE. The Diabetes Mellitus Manual a Primary Care Companion to
Ellenberg and Rifkin’s Sixt Edition. USA: The McGraw-Hill Companies;
2005.
31. Yuniatun K. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Kadar
Glukosa Darah Puasa Pasien Lama Diabetes Mellitus Lanjut Usia di
Poliklinik Diabetes Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Depok: Universitas
Indonesia; 2003.
32. Noor NN. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta; 2008.
12

33. Balkau B, Mhamdi L, Oppert JM, Nolan J, Golay A. and Porcellati, F.


Physical Activity and Insulin Sensitivity. Diabetes. 2008: 57: 2613-2618.
34. Buraerah H. Analisis Faktor Risiko Diabetes Melitus tipe 2 di Puskesmas
Tanrutedong, Sidenreg Rappan. Jurnal Ilmiah Nasional; 2010.
35. Harding, Anne Helen et al. Dietary Fat adn Risk of Clinic Type Diabetes.
A,erican Journal of Epidemiology.2003;15(1);150-9.
36. Sujaya, I Nyoman. Pola Konsumsi Makanan Tradisional Bali sebagai Faktor
Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di Tabanan. Jurnal Skala Husada. 2009; 6(1);
75-81.

Anda mungkin juga menyukai