Anda di halaman 1dari 19

Konsep Dasar Penyakit

A. Definisi BPH
Benigna Prostat Hiperplasi adalah perbesaran prostat, kelenjar prostat
membesar memanjang kearah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat
aliran urine, dapat mengakibatkan hidronefrosis dan hidroureter (Brunner &
Suddarth, 2010).
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar
prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen
prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan
penyumbatan uretra pars prostatika.
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum
pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi
uretral dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2010 : 671).
Dari pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa benigna prostat
hyperplasia adalah pembesaran dari prostat yang biasanya terjadi pada orang
berusia lebih dari 50 tahun yang mendesak saluran perkemihan.
B. Anatomi Fisiologi
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak inferior dari buli-buli, di
depan rektum dan membungkus uretra posterior. Berbentuk seperti buah kemiri
dengan ukuran 4x3x2,5 cm dan berat kurang lebih 20 gram. Kelenjar ini terdiri
atas jaringan fibromuskular dan glandular yang terbagi dalam beberapa daerah
atau zona, yaitu zona perifer, zona sentral, zona transitional, zona preprostatik dan
zona anterior (Mc Neal, 1988). Secara histopatologi, kelenjar prostat terdiri atas
komponen kelenjar dan stroma. Komponen stroma terdiri atas otot polos,
fibroblas, pembuluh darah, saraf dan jaringan interstitial yang lain. Prostat
menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan
ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra
posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat
ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan 25% dari seluruh volume ejakulat.
Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatis dan parasimpatis dari plexus
prostatikus. Pleksus prostatikus menerima masukan serabut parasimpatis dari
corda spinalis S2-4 dan simpatis dari nervus hipogastrikus T10-L2. Stimulasi
parasimpatis meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan
rangsangan simpatis menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra
posterior seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatis memberikan inervasi pada

1
otot polos prostat, kapsula prostat dan leher buli-buli. Pada tempat tersebut
banyak terdapat reseptor adrenergic α. Rangsangan simpatis mempertahankan
tonus otot polos tersebut. Jika kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak atau
berubah menjadi tumor ganas, dapat terjadi penekanan uretra posterior dan
mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih (Cooperberg dkk, 2013).

C. Etilogi/Predisposisi
Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti.
Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula
dianggap undangan (counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah
karena tidak adanya keseimbangan endokrin. Namun menurut Syamsu Hidayat
dan Wim De Jong tahun 2004 etiologi dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
adalah :
1. Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan
keseimbangan testosteron dan estrogen. Dengan meningkatnya usia pada pria
terjadi peningkatan hormon Estrogen dan penurunan testosterone sedangkan
estradiol tetap yang dapat menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.
2. Faktor umur / usia lanjut.
Biasanya terjadi pada usia diatas 50 tahun.
3. Unknown / tidak diketahui secara pasti.
Penyebab BPH tidak diketahui secara pasti (idiopatik), tetapi biasanya
disebabkan oleh keadaan testis dan usia lanjut.
D. Manifestasi Klinis
Gejala BPH terbagi menjadi gejala obstruktif dan iritatif. Gejala-gejala tersebut
disebut sebagai gejala saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract
Syndrome (LUTS) (Cooperberg, 2013)

2
Gejala Obstruktif yaitu :
a Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai
dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli
memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal
guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan
karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan
intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum
puas.

Gejala Iritasi yaitu :

a Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi
pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
E. Klasifikasi
Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradasi, yaitu:
1. Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (colok dubur)
ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml.
2. Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih
menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi kurang
dari 100 ml.
3. Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa
urin lebih dari 100 ml.
4. Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.
F. Patofisiologi
Menurut Mansjoer Arif pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan
sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada
tahap awal terjadi pembesaran prostat. Resistansi pada leher buli-buli dan daerah
prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul
sakulasi atau diverkel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi.
Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
3
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio
urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran
kemih atas.
Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala adalah:
1. Penurunan kekuatan dan kaliber aliran yang disebabkan resistensi uretra
adalah gambaran awal dan menetap dari BPH.
2. Hesitancy terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat
melawan resistensi uretra.
3. Intermittency terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi ureta
sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi
terjadi karena jumlah residu urin yang banyak dalam buli-buli.
4. Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada
tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
5. Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan
normal dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama
tidur.
6. Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh ketidakstabilan
detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.
7. Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya
penyakit urin keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli
mencapai compliance maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik
melebihi tekanan sfingter.
G. Pathways
Terlampir
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
a Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar
gula digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien.
b Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.
c PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai
kewaspadaan adanya keganasan.
2. Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara
obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan
penilaian :

4
a Flow rate maksimal  15 ml / dtk = non obstruktif.
b Flow rate maksimal 10 – 15 ml / dtk = border line.
c Flow rate maksimal  10 ml / dtk = obstruktif.
3. Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik
a BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase
pada tulang.
b USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi,
volume dan besar prostat juga keadaan buli-buli termasuk residual
urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal, transuretral dan
supra pubik.
c IVP (Pyelografi Intravena)Digunakan untuk melihat fungsi exkresi
ginjal dan adanya hidronefrosis.
d Pemeriksaan PanendoskopUntuk mengetahui keadaan uretra dan
buli-buli.
I. Penatalaksanaan
Modalitas terapi BPH adalah :
a Observasi yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulankemudian
setiap tahun tergantung keadaan klien.
b Medikamentosa : terapi ini diindikasikan pada BPH dengan Keluhanringan,
sedang, sedang dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yangdigunakan berasal
dari phitoterapi (misalnya : Hipoxis rosperi, serenoarepens, dll), gelombang
alfa blocker dan golongan supresor androgen.
c Indikasi pembedahan pada BPH adalah :
1. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urinakut (100
ml).
2. Klien dengan residual urin yaitu urine masih tersisa di kandungkemih
setelah klien buang air kecil > 100 Ml.
3. Klien dengan penyulit yaitu klien dengan gangguan sistemperkemihan
seperti retensi urine atau oliguria.
4. Terapi medikamentosa tidak berhasil.
5. Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.
d Pembedahan dapat dilakukan dengan :
1. TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat).
 Jaringan abnormal diangkat melalui rektroskop yang
dimasukanmelalui uretra.

5
 Tidak dibutuhkan balutan setelah operasi.
 Dibutuhkan kateter foley setelah operasi.18
2. Prostatektomi Suprapubis
 Penyayatan perut bagian bawah dibuat melalui leher kandungkemih.
 Diperlukan perban luka, drainase, kateter foley, dan katetersuprapubis
setelah operasi.
3. Prostatektomi Neuropubis
 Penyayatan dibuat pada perut bagian bawah.
 Tidak ada penyayatan pada kandung kemih.
 Diperlukan balutan luka, kateter foley, dan drainase.
4. Prostatektomi Perineal
 Penyayatan dilakukan diantara skrotum dan anus.
 Digunakan jika diperlukan prostatektomi radikal.
 Vasektomi biasanya dikakukan sebagai pencegahan epididimistis.
 Persiapan buang hajat diperlukan sebelum operasi (pembersihanperut,
enema, diet rendah sisa dan antibiotik).
 Setelah operasi balutan perineal dan pengeringan luka
(drainase)diletakan pada tempatnya kemudian dibutuhkan rendam
duduk.

Pada TURP, prostatektomi suprapubis dan retropubis, efek sampingnya dapat


meliputi:

1. Inkotenensi urinarius temporer


2. Pengosongan urine yang keruh setelah hubungan intim dankemandulan
sementara (jumlah sperma sedikit) disebabkan oleh
3. ejakulasi dini kedalam kandung kemih.

6
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1. Pengumpulan data
Data yang perlu dikumpulkan dari klien meliputi:
 Identitas klien, Merupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku bangsa/ras, pendidikan, bahasa yang dipakai,
pekerjaan, penghasilan dan alamat. Jenis kelamin dalam hal ini klien
adalah laki - laki berusia lebih dari 50 tahun.
 Keluhan utama
Keluhan utama yang biasa muncul pada klien BPH pasca TURP adalah
nyeri yang berhubungan dengan spasme buli - buli. Pada saat mengkaji
keluhan utama perlu diperhatikan faktor yang mempergawat atau
meringankan nyeri (provokative/paliative), rasa nyeri yang dirasakan
(quality), keganasan/intensitas (saverity) dan waktu serangan, lama,
kekerapan (time).
 Riwayat penyakit sekarang
Kumpulan gejala yang ditimbulkan oleh BPH dikenal dengan Lower
Urinari Tract Symptoms ( LUTS ) antara lain : hesitansi, pancar urin
lemah, intermitensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah selesai
miksi, urgensi, frekuensi, dan disuria. Perlu ditanyakan mengenai
permulaan timbulnya keluhan, hal-hal yang dapat menimbulkan keluhan
dan ketahui pula bahwa munculnya gejala untuk pertama kali atau
berulang.
 Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan keadaan
penyakit sekarang perlu ditanyakan . Diabetes Mellitus, Hipertensi,
Jantung Koroner, Dekompensasi Kordis dan gangguan faal darah dapat
memperbesar resiko terjadinya penyulit pasca bedah. Ketahui pula adanya
riwayat penyakit saluran kencing dan pembedahan terdahulu.
 Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit pada anggota keluarga yang sifatnya menurun seperti :
Hipertensi, Diabetes Mellitus, Asma perlu digali .

7
 Riwayat psikososial
Kaji adanya emosi kecemasan, pandangan klien terhadap dirinya serta
hubungan interaksi pasca tindakan TURP.
2. Data obyektif
 Digital rectal examination ( DRE )
Pemeriksaan ini dilakukan pertama kali dengan memasukkan jari ke dalam
rectum dan merasakan bagian prostat yang berdekatan dengan rectum.
Dari pemeriksaan ini dapat diperkirakan ukuran dan keadaan kelenjar
prostat.
3. Data Penunjang
 Sirkulasi Tanda: pningkatan TD
 Eliminasi Gejala : penurunan kekuatan/dorongan aliran urine; tetesan,
Keragu-raguan pada berkemih awal, Ketidakmampuan untuk
mengosongkan kandung kemih dengan lengkap: dorongan dan frekuensi
berkemih, Nokturia, disuria, hematuria, Duduk untuk berkemih, ISK
berulang, riwayat batu (stasis urinaria) Tanda : Massa padat di bawah
abdomen bawah (distensi kandung kemih), nyeri tekan kandung kemih.
 Makanan atau cairanGejala : Anoreksia: mual muntah, Penurunan berat
badan
 Nyeri/kenyamanan Gejala : Nyeri supra pubis, panggul atau punggung:
tajam, kuat, Nyeri punggung bawah
 Keamanan Gejala : Demam
 Seksualitas Gejala : Masalah tentang efek konduksi/terapi pada
kemampuan seksual, Takut inkontinensia/menetes selama hubungan intim,
Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi Tanda : Pembesaran, nyeri tekan
prostat
 Penyuluhan/pembelajaran Gejala : Riwayat keluarga kanker, hipertensi,
penyakit ginjal
4. Data subyektif
 Pasien mengeluh berkemih yang sering
 Pasien mengeluh anyang-anyangan
 Pasien mengeluh perut bawah terasa tegang
 Pasien mengeluh harus mengejan saat berkemih

8
 Pasien mengeuh urine terus menetes saat berkemih
 Pasien mengeluh aliran urine tidak lancar
 Pasien mengeluh kandung kemih tidak terasa kosong saat berkemih
B. Diagnose keperawatan
1. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan dekompensasi otot destruktor.
2. Nyeri Akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intravesika.
3. Ansietas berhubungan dengan hematuri
4. Resiko infeksi berhubungan dengan residu dalam vesika urinaria

9
C. Intervensi

No. Diagnose Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi


1. Gangguan Eliminasi urine NOC  Irigasi kandung kemih
Definisi : Disfungsi eleminasi urine Outcome untuk mengukur penyelesaian dari diagnosis  Manajemen cairan
Batasan karakteristik  Eliminasi urine  Monitor cairan
 Anyang – anyangan Outcome tambahan untuk mengukur batasan  Manajemen pengobatan
 Disuria karakteristik  Peresepan obat
 Dorongan berkemih  Keparahan gejala  Latihan otot pelvis
 Inkontinensia  Kontinensia urine  Manajemen alat terapi per Vaginam
 Inkontinensia urine Outcome yang berkaitan dengan faktor yang  Bantuan berkemih
 Nokturia berhubungan atau outcome menengah  Kateterisasi urine
 Retensi urine  Hidrasi  Kateterisasi urine : sementara
 Sering berkemih  Keparahan imfeksi  Bantuan perawatan diri
Faktor yang berhubungan  Keparahan infeksi: bayi baru lahir  Perawatan inkontinensia urine
 Gangguan sensori motorik  Fungsi ginjal  Perawatan inkotinensia urine : enuresis
 Infeksi saluran kemih  Status neurologi: sensori tulang punggung/fungsi  Perawatan retensi urine

10
 Obstruksi anatomic motorik Pilihan intervensi tambahan
 Penyebab multipel  Penuaan fisik  Pengurangan kecemasan
 Kontrol gejala  Terapi hemodialisa
 Kontrol Infeksi
 Perlindungan infeksi
 Manajemen Nyeri
 Perawatan perineum
 Perawatan postpartum
 Bantuan peraawatan diri : Eliminasi
 Pengecekan kulit
 Pengajaran : Latihan toilet
 Perawatan selang: Perkemihan
 Manajemen berat badan

2. Nyeri akut NOC NIC


Definisi : pengalaman sensori dan emosional Outcome untuk mengukur penyelesaian dari diagnosis  Pemberian analgetik

11
tidak menyenangkan yang muncul akibat  Kontrol nyeri  Pemberian anastesi
kerusakan jaringan aktual atau potensial atau  Tingkat nyeri  Pengurangan kecemasan
yang di gambarkan sebagai kerusakan Outcome tambahan untuk mengukur karakteristik :  Manajemen lingkungan: kenyamanan
(International Association fot the Study of Pain);  Tingkat kecemasan  Pemberian obat
awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas  Nafsu makan  Pemberian obat : intramuskular (IM)
ringan hingga berat dengan akhir yang dapat di  Kepuasan klien : manajemen nyeri  Pemberian obat : intravena (IV)
antisipasi atau diprediksi.  Kepuasan klien : kontrol gejala  Pemberian obat : oral
Batasan karakteristik :  Status kenyamanan  Manajemen nyeri
 Ekspresi wajah nyeri  Status kenyamanan : fisik Pilihan intervensi tambahan :
 Keluhan tentang intensitas menggunakan  Tingkat ketidaknyamanan  Biofeedback
standar skala nyeri
 Pergerakan  Peningkatan mekanika tubuh
 Keluhan tentang karakteristik nyeri
 Keparahan mual & muntah  Terapi latihan : ambulasi
dengan menggunakan standar instrumen
 Nyeri : respon psikologis tambahan  Terapi latihan : keseimbangan
nyeri
 Nyeri : efek yang mengganggu  Terapi latihan : pergerakan sendi
 Laporan tentang perilaku nyeri/
 Tidur  Terapi latihan : kontrol otot
perubahan aktivitas
 Kontrol gejala  Terapi musik
 Perilaku distraksi

12
 Perubahan posisi untuk menghindari  Keparahan gejala  Terapi relaksasi
nyeri  Tanda-tanda vital  Monitor ttv
 Perubahan selera makan  Terapi oksigen
Faktor berhubungan :  Pengaturan posisi
 Agen cedera biologis
 Agen cedera fisik
 Agen cedera kimiawi
3. Ansietas NOC  Bimbingan antisipasif
Definisi : perasaan tidak nyaman atau Outcome untuk mengukur penyelesaian dari diagnosis  Pengurangan kecemasan
kekhawatiran yang samar disertai respon otonom  Tingkat kecemasan  Teknik menenangkan
(sumber sering kali tidak spesifik atau tidak  Tingkat kecemasan social  Peningakatan koping
diketahui oleh individu) perasaan takut yang Outcome tambahan untuk mengukur batasan  Manajemen demensia
disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal karakteristik  Manajemen demensia : memandikan,
ini merupakan isyarat kewaspadaan yang  Tingkat agitasi keluyuran
memperingatkan individu akan adanya bahaya  Kontrol keceemasan diri  Bantuan pemeriksaan
dan memampukan individu untuk bertindak  Kontinensi usus  Menghadirkaan diri
menghadapi ancaman  Konsentrasi
13
Batasan karakteristik  Koping  Terapi relaksasi
Perilaku  Pembuatan keputusan  Penggurangan stresss relokasi
 Agitasi  Tingkat delirium  Peningkatan keamanan
 Gelisah  Kontrol diri terhadap distorsi pemikiran  Perawatan penggunaan zat terlarang
 Gerakan ekstra  Risiko kecendrungan perilaku melarikan diri  Terapi validasi
 Insomnia  Tingkat kelelahan Pilihan intervensi tambahan
 Kontak mata yang buruk  Tingkat rasa takut  Manajemen alergi
 Melihat sepintas  Tingkat hiperaktivitas  Bantuan kontrol marah
 Mengekpresikan kekhawatiran karena  Memproses informasi  Teraapi bantuan hewan
perubahan dalam peristiwa hidup  Kontrol mual dan muntah  Terapi kesenian
 Penurunan produktivitas  Keparahan mual dan muntah  Manajemen asma
 Perilaku mengintai  Status neurologic : Otonomik  Latihan autogenic
 Tampak waspada  Keluyuran yang aman  Manajemen prilaku : menyakiti diri
Afektif  Fungsi sensori ; taktil  Biofeedback
 Berfokus pada diri sendiri  Tidur  Persiapan melahirkan
 Distress  Tanda-tanda vital  Konseling

14
 Gelisah Outcome yang berkaitan dengan faktor yang  Intervensi krisis
 Gugup berhubungan atau outcome mencengah  Pengalihan
 Kesedihan yang mendalam  Pemulihan terhadap kekerasan  Pencegahan melarikan diri
 Ketakutan  Penerimaan : status kesehatan  Dukungan emosional
 Menggemerutukan gigi  Adaptasi terhadap disabilitas fisik  Manajemen energy
 Menyesaal  Menahan diri dari agresifitas  Manajemen lingkungan
 Peka  Adaptasi anak terhadap perawatan di rumah sakit  Peningkatan latihan
 Perasaan tidak adekuat  Kepuasan klien ; pengajaran  Konseling genetic
 Putusa asa  Kepuasan klien keberlanjutan perawaatan  Fasilitasi proses berduka
 Ragu  Kepuasan klien ; Perawatan psikologis  Imajinasi terbimbing
 Sangat khawatir  Status kenyamanan ; lingkungan, fisik, psikospritual,  Perawatan kehamilan resiko tinggi
 Senang berlebihan sossiokultural  Hypnosis
Fisiologis  Tingkat dimensia  Peresepan obat
 Gemetar  Resolusi berduka  Fasilitasi meditasi
 Peningkatan keringat  Prilaku imunisasi  Terapi music
 Peningkatan ketegangan  Kontrol diri terhadap impuls  Manajemen sindrom pre menstruasi

15
 Suara bergetar  Keparahan infeksi  Relaksasi otot prrogresif
 Tremor  Keseimbangan gaya hidup  Terapi Reminiscence
 Tremor tangan  Peulihan terhadap pengabaian  Manajemen teknologi reproduksi
 Wajah tegang  Kelekatan orang tua-bayi  Fasilitasi hypnosis diri
 Kesejahteraan pribadi  Dukungan kelompok
 Pengaturan psikososial : perubahan kehidupan  Pengajaran : individu, preoperative, peresepan
 Adaptasi relokasi obat-obatan, prosedur/perawatan.
 Kesadaran diri  Konsultasi melalui telepon
 Harga diri  Terapi trauma: Anak
 Identitas seksual  Perawatan inkotinensia urine : enuresis
 Keterampilan interaksi social  Fasilitasi kunjungan
 Kesehatan spiritual  Monitor tanda-tanda vital
 Tingkat stresss
 Kontrol gejala
4. Risiko Infeksi NOC NIC
Definisi : rentan mengalami invasi dan Outcome untuk berhubungan dengan faktor risiko:  Manajemen penyakit menular

16
multiplikasi organisme patogenik yang dapat  Status imunitas  Kontrol infeks
mengganggu kesehatan.  Perilaku imunitas  Kontrol infeksi: intraoperative
Faktor Risiko :  Pengetahua: manajemen penyakit akut  Perlindungan infeksi
 Kurang pengetahuan untuk menghindari  Pengetahuan: manajemen panyakit kronik  Manajemen pengobatan
pemajanan pathogen.  Respon pengobatan  Peresepan obat
 Malnutrisi  Status nutrisi  Terapi nutrisi
 Obesitas  Status nutrisi: asupan nutrisi  Manajemen nutrisi
 Prosedur invasive  Kesehatan mulut  Monitor nutrisi
 Penyakit kronis  Perilaku berhenti merokok  Identifikasi risiko
 Gangguan integritas kulit  Pemulihan pembedahan: penyembuhan  Perawatan luka
 Gangguan peristalsis  Pemulihan pembedahan: segera setelah operasi Pemilihan intervensi tambahan
 Merokok  Integritas jaringan: kulit & membran mukosa  Memandikan
 Penurunan kerja siliaris  Penyembuhan luka: primer  Monitor elektrolit
 Perubahan pH sekresi  Penyembuhan luka: sekunder  Manajemen lingkungan
 Stasis cairan tubuh  Peningkatan latihan
 Leukopenia  Mengatur posisi

17
 Imunosupresi  Monitor tanda-tanda vital
 Terpajan pada wabah  Perawatan luka: tidak sembuh
 Irigasi luka

D. Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah diberikan impleentasi keperawatan:
1. Menunjukan pengeluaran urune dalam batas normal
2. Menyebutkan bahwa nyeri dan rasa tidak nyaman menurun
3. Menunjukkan penurunan ansietas
4. Pasien tidak menunjukan tanda-tanda terjadi infeksi.

18
Daftar Pustaka

Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes.
Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta: EGC; 1994.
Sugiya, Anik. 2015. Laporan Pendahuluan BPH. Diakses pada tanggal 2 september
2017. Terdia dalam http://digilib.unimus.ac.id/files
Amandatama. 2016. Benigna Prostat Hiperplasia. Diakses pada tanggal 1 september
2017. Tersedia dalam http://digilib.unimus.ac.id/files
Anonym. 2014. Kajian Pustaka BPH. Diakses pada tanggal 1September 2017. Terdia
dalam http://erepo.unud.ac.id/16970/3/0914028204-3-BAB%20II.pdf

19

Anda mungkin juga menyukai