Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN SYOK KARDIOGENIK

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFINISI
Syok adalah sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolic yang ditandai dengan kegagalan system sirkulasi untuk mempertahankan
perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada
hemostasis tubuh yang serius seperti, perdarahan yang masif, trauma atau luka bakar
yang berat (syok hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru( syok kardiogenik),
sepsis akibat bakteri yang tak terkontrol (syok septic), tonus vaso motor yang tidak
adekuat (syok neurogenik) atau akibat respon imun ( syok anafilatik). (Nanda, 2013)
Kardiogenik syok adalah keadaan menurunnya cardiac output dan terjadinya
hipoksia jaringan sebagai akibat dari tidak adekuatnya volume intravaskular. Kriteria
hemodiamik hipotensi terus menerus (tekanan darah sistolik < 90 mmHg lebih dari 90
menit) dan bekurangnya cardiac index (<2,2/menit per m2) dan meningginya tekanan
kapiler paru (>15 mmHg). Sebagian besar disebabkan oleh infark miokardial akut
(Hollenberg, 2004).
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal
jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot jantung
kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan curah jantung dengan
perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung, otak, ginjal). Derajat syok
sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri. Meskipun syok kardiogenik biasanya sering
terjadi sebagai komplikasi MI, namun bisa juga terajdi pada temponade jantung, emboli
paru, kardiomiopati dan disritmia. (Brunner & Suddarth, 2001)

2. EPIDEMIOLOGI
Syok kardiogenik merupakan penyebab kematian paling sering pada pasien-
pasien yang dirawat dengan infark miokard. Tindakan revaskularisasi dini terbukti
mampu menurunkan kejadian syok kardiogenik pada kasus infark miokard akut. Tingkat
kejadian syok kardiogenik telah banyak berkurang belakangan ini, mulai dari 20% pada
tahun 1960an, hingga saat ini tinggal + 8% saja. Jenis infark miokard akut yang paling
sering menyebabkan syok kardiogenik adalah STEMI. Sekitar 80% kasus syok
kardiogenik yang berkaitan dengan infark miokard akut. 80% Syok kardiogenik yang
terjadi akibat infark miokard disebabkan oleh kegagalan ventrikel kiri. Sedangkan yang
lainnya adalah mitral regurgitasi akut, rupture septum ventrikular, gagal daripada wanita
(3:2). Perbedaan ini disebabkan karena semakin meningkatnya kejadian penyakit jantung
koroner pada pria. Namun demikian persentase kejadian syok kardiogenik yang
mengikuti infark miokard lebih banyak pada wanita dibanding pria. Umur rata-rata pasien
dewasa yang mengalami syok kardiogenik adalah 65-66 tahun. Ras yang paling tinggi
persentasenya untuk kejadian syok kardiogenik adalah ras hispanik (74%) sedangkan ras
afrika amerika 65%, kulit putih 56%, sedangkan Asia dan selebihnya 41%.(Ren X,
Lenneman A. 2013).
Berdasarkan SHOCK register dan trial disebutkan bahwa : 74,5% syok
kardiogenik disebabkan oleh predominasi kegagalan ventrikel kiri; 8,36% akibat MR:
4,6% akibat ruptur septum ventrikel; 3,4% masalah pada jantung kanan; 1,7%
tamponde/ruptur jantung; 3,0% penyebab lain.

3. ETIOLOGI
Syok kardiogenik dapat disebabkan oleh berbagai macam kelainan yang terjadi pada
jantung seperti : disfungsi sistolik, disfungsi diastolik, disfungsi katup, aritmia, penyakit
jantung koroner, komplikasi mekanik. Secara fungsional penyebab syok kardiogenik
dapat dibagi menjadi 2 yakni kegagalan Jantung kiri dan kegagalan Jantung kanan.
Penyebab-penyebab kegagalan jantung kiri antara lain :
a. disfungsi sistolik yakni, berkurangnya kontraktilitas miokardium.
b. disfungsi diastolik. Hal ini dapat terjadi akibat meningkatnya kekakuan ruang
ventrikel kiri.
c. Peningkatan afterload yang terlalu besar. Hal ini dapat terjadi pada keadaan stenosis
aorta, kardiomiopati hipertrofik, koarktasio aorta, hipertensi maligna.
d. abnormalitas katup dan struktur jantung. Hal ini dapat terjadi pada keadaan mitral
stenosis, endokarditis, regurgitasi mitral dan aorta, obstruksi yang disebabkan oleh
atrial myxoma atau thrombus, ruptur ataupun disfungsi otot-otot papilaris, ruptur
septum dan tamponade.
e. Menurunnya kontraktilitas jantung. Hal ini terjadi pada keadaan, infark ventrikel
kanan, iskemia, hipoksia dan asidosis. (Ren X, 2013)

Penyebab syok kardiogenik dapat pula dibedakan berdasarkan infark miokard akut
atau non-infark miokard seperti berikut ini :

a. Infark miokard akut


1) Kegagalan pompa jantung
(a) Infark luas, > 40% ventrikel kiri
(b) Infark kecil namun dengan riwayat disfungsi ventrikel kiri atau riwayat
infark sebelumnya
(c) Infark yang meluas
(d) Reinfark
2) Komplikasi mekanik
(a) Mitral regurgitasi akut akibat/disfungsi ruptur otot papilari atau korda
tendinea
(b) Defek septum ventrikel yang disebabkan roleh ruptum septum
intraventrikular
(c) Ruptur dinding ventrikel kiri
(d) Tamponade perikard
3) Infark ventrikel kanan
b. Kondisi lain
1) Kardiomiopati tahap akhir (end stage)
2) Miokarditis
3) Syok septik dengan depresi miokard berat
4) Obstruksi jalan keluar ventrikel kiri
(a) Stenosis aorta
(b) Kardiomiopati obstruktif hipertrofik
5) Obstruksi jalan masuk (pengisian) ventrikel kiri
(a) Stenosis mitral
(b) Myxoma atrium kiri
6) Regurgitasi mitral akut (ruptur korda)
7) Insufisiensi katup aorta akut
8) Kontusio miokardial
9) Bypass kardiopulmonari yang berkepanjangan (Hochman JS, 2013)

4. PATOFISIOLOGI
Syok kardiogenik merupakan akibat dari gangguan dari keseluruhan system
sirkulasi baik yang besifat temporer maupun permanen. Kegagalan ventrikel kiri atau
ventrikel kanan (akibat disfungsi miokardium) memompakan darah dalam jumlah yang
adekuat merupakan penyebab primer syok kardiogenik pada infark miokard akut (gambar
1). Akibatnya adalah hipotensi, hipoperfusi jaringan, serta kongesti paru atau kongesti
vena sistemik. Kegagalan ventrikel kiri merupakan bentuk yang paling sering dari syok
kardiogenik, namun bagian lain dari sistem sirkulasi juga ikut bertanggung jawab
terhadap gagalnya mekanisme kompensasi. Kebanyakan abnormalitas ini sifatnya
reversibel sehingga bagi pasien-pasien yang selamat, fungsi jantung mungkin masih
dapat dipertahankan. (Hochman JS, 2008)
Hipotensi sistemik, merupakan tanda yang terjadi pada hampir semua syok
kardiogenik. Hipotensi terjadi akibat menurunnya volume sekuncup/stroke volume serta
menurunnya indeks kardiak. Turunnya tekanan darah dapat dikompensasi oleh
peningkatan resistensi perifer yang diperantarai oleh pelepasan vasopresor endogen
seperti norepinefrin dan angiotensin II. Namun demikian gabungan dari rendahnya curah
jantung dan meningkatnya tahanan perifer dapat menyebabkan berkurangnya perfusi
jaringan. Sehubungan dengan itu, berkurangnya perfusi pada arteri koroner dapat
menyebabkan suatu lingkaran setan iskemik, perburukan disfungsi miokardium, dan
disertai dengan progresivitas hipoperfusi organ serta kematian. Hipotensi dan
peningkatan tahanan perifer yang disertai dengan peningkatan PCWP terjadi jika
disfungsi ventrikel kiri merupakan kelainan jantung primernya. Meningkatnya tekanan
pengisian ventrikel kanan terjadi jika syok akibat kegagalan pada ventrikel kanan,
misalnya pada gagal infark luas ventrikel kanan. Namun pada kenyataannya sebuah
penelitian SHOCK trial menunjukkan pada beberapa pasien post MI, syok malahan
disertai oleh vasodilatasi. Hal ini mungkin terjadi sebagai akibat adanya respon inflamasi
sistemik seperti yang terjadi pada sepsis.
Respon inflamasi akut pada infark miokard berkaitan dengan peningkatan
konsentrasi sitokin. Aktivasi sitokin menyebabkan induksi nitrit oksida (NO) sintase dan
meningkatkan kadar NO sehingga menyebabkan vasodilatasi yang tidak tepat dan
berkurangnya perfusi koroner dan sistemik. Sekuens ini mirip dengan yang terjadi pada
syok septik yang juga ditandai dengan adanya vasodilatasi sistemik. (Antman EM, 2008)

5. MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri dada yang berkelanjutan, dyspnea (sesak/sulit bernafas), tampak pucat,
danapprehensive (anxious, discerning, gelisah, takut, cemas)
b. Hipoperfusi jaringan
c. Keadaan mental tertekan/depresi
d. Anggota gerak teraba dingin
e. Keluaran (output) urin kurang dari 30 mL/jam (oliguria).
f. takikardi (detak jantung yang cepat,yakni > 100x/menit)
g. Nadi teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90–110 kali/menit
h. Hipotensi : tekanan darah sistol kurang dari 80 mmHg
i. Diaphoresis (diaforesis, diaphoretic, berkeringat, mandi keringat, hidrosis, perspirasi)
j. Distensi vena jugularis
k. Indeks jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2.
l. Tekanan pulmonary artery wedge lebih dari 18 mmHg.
m. Suara nafas dapat terdengar jelas dari edem paru akut

6. KLASIFIKASI SYOK
Syok dapat dapat dibagi dalam tiga tahap yang semakin lama semakin berat.
Klasifikasi syok dibagi dalam 3 tahap, yaitu :
a. Tahap I, syok berkompensasi (non-progresif), ditandai dengan respons
kompensatorik, dapat menstabilkan sirkulasi, mencegah kemunduran lebih lanjut.
b. Tahap II, tahap progresif, di tandai dengan manifestasi sistemis dari hipoperfusi
dan kemunduran fungsi organ.
c. Tahap III, refrakter (irreversible), ditandai dengan kerusakan sel yang hebat tidak
dapat lagi dihindari, yang pada akhirnya menuju kematian.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia
dan kerusakan pola.
b. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel
hipertrofi, disfungsi penyakit katub jantung.
c. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan
dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau
peningkatan tekanan pulmonal.
d. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
e. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi
serta mengkaji potensi arteri koroner.
f. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi
ginjal, terapi diuretic.
g. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF
memperburuk PPOM.
h. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia
dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
i. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan
jantung,misalnya infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan
Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH).

8. PEMERIKSAAN FISIK
a. Tampilan umum (inspeksi) :
1) Pasien tampak pucat, diaforesis (mandi keringat), gelisah akibat aktivitas simpatis
berlebih.
2) Pasien tampak sesak/sulit bernapas.
3) Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat
adanya stemi.
4) Oliguri (urin < 20 mL/jam).
5) Tekanan vena sentral > 10 mmH2O
b. Denyut nadi dan tekanan darah (palpasi):
1) Sinus takikardi (> 100 x/menit) terjadi pada sepertiga pasien.
2) Adanya sinus bradikardi atau blok jantung sebagai komplikasi dari infark
3) Nadi teraba lemah dan cepat
4) Tensi turun < 80-90 mmHg.
c. Pemeriksaan jantung (auskultasi):
1) Adanya bunyi jantung S4 dan S3 Gallop, Penurunan intensitas bunyi jantung
pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua.
2) Dapat ditemukan murmur mid sistolik atau late sistolik apikal bersifat sementara.
3) Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.
4) Indeks jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2.

9. PENATALAKSANAAN
a. Meningkatkan suplai O2 ke miokardium
Jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi.
Peningkatan O2 melalui oksigen 8-15 liter/ menit dengan menggunakan masker
untukmempertahankan PO2 70-120 mmHg
b. Melakukan intubasi atau ventilator mekanik
c. Mempertahankan hematokrit > 30% untuk kebutuhan O2 miokardium
d. Mengatasi rasa nyeri yang timbulakibat infark akut dengan pemberian analgesic
narkotika (morfin)
e. Melakukan koreksi gangguan elektrolitdan keseimbangan asam basa yang terjadi
f. Melakukan reperfusi dengan trombolitik
g. Pemberian medika mentosa yang bersifat
1) Inotropic : mempengaruhi kontraktilitas miokardium
2) Cronotropic : mempengaruhi frekuensi denyut jantung
3) Dromotropic : mempengaruhi kecepatan hantaran impuls
4) Vasopressor
h. Melakukan Intraaortic Balloon Pump Counterpulsation (IABP) apabila medika
mentosa tidak mampu mengatasi syok kardiogenik

10. KOMPLIKASI
Komplikasi kardiogenik syok antara lain:
a. kardiopulmonari arrest,
b. disritmia, gagal ginjal,
c. gagal organ multipel,
d. aneurisma ventricular,
e. tromboembolik,
f. stroke,
g. kematian.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Data Biopsikososial-spiritual
a. Oksigen
Gejala :
1) Dispnea tanpa atau dengan kerja
2) Paroxymal nocturnal dyspnea
3) Pernapasan cheyne stokes
4) Batuk dengan atau tanpa produksi sputum

Tanda :
1) Peningkatan frekuensi pernafasan
2) Sesak/sulit bernafas
3) Tampak pucat, sianosis
4) Bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
b. Nutrisi
Gejala : mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati, nyeri abdominal, sangat kehausan.
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, perubahan berat badan
c. Eliminasi
Gejala : Oliguri
Tanda : Produksi urin < 20 mL/jam
d. Gerak dan aktifitas
Gejala :
1) Kelemahan
2) Kelelahan
3) Pola hidup menetap
Tanda :
1) Takikardi
2) Dispnea pada istirahat atau aktifitas
e. Istirahat dan Tidur
Gejala : insomnia/susah tidur
Tanda : kesulitan saat akan tidur dan sering terbangun saat tidur akibat nyeri dan
sesak napas.
f. Pengaturan suhu tubuh
Gejala: suhu tubuh rendah, anggota gerak teraba dingin (ektremitas dingin).
Tanda : menggigil.
g. Kebersihan Diri
Gejala dan tanda : Kesulitan melakukan tugas perawatan diri.
h. Rasa Nyaman
Gejala :
1) Gelisah
2) Meringis
3) Nyeri hebat, berlangsung lebih dari ½ jam, tidak
menghilang dengan obat-obatan nitrat.
Sosialisasi
Gejala : Stress, Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit,
perawatan di RS dan ancaman kematian.
Tanda : Kesulitan istirahat dengan tenang, Respon terlalu emosi ( marah terus-
menerus, ketakutan ), Menarik diri, Gelisah, Cemas
i. Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah.
Tanda :
1) Tekanan darah
Penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya
tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg).
2) Nadi
Nadi teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90–110 kali/menit, atau bradikardi
berat.
3) Bunyi jantung
S1 terdengar lembut (soft). Dapat juga terdengar suara jantung abnormal
(abnormal heart sounds), misalnya: S3 gallop, S4, atau murmur dari ruptured
papillary muscle, regurgitasi mitral akut, atau septal rupture.
4) Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur .
5) Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles mungkin
ada dengan gagal jantung atau ventrikel
6) Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukosa atau bibir
2. DIAGNOSA
Dalam membuat perencanaan terlebih dahulu menyusun prioritas diagnose
keperawatan berdasrakan beratnya masalah, sifat masalah serta cepat tidaknya
masalah teratasi. Dari empat diagnose keperawatan yang diperoleh, prioritas sesuai
dengan rumusan diagnose keperawatan di atas yaitu :
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pertukaran
gas ditandai dengan sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan, batuk-batuk.
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
gangguan aliran darah sekunder akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri,
cardiac out put menurun, sianosis, edema (vena).
c. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan trauma
jaringan dan spasme reflek otot sekunder akibat gangguan viseral jantung ditandai
dengan nyeri dada, dispnea, gelisah, meringis.
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
oksigen dan kebutuhan (penurunan/terbatasnya curah jantung) ditandai dengan
kelelahan, kelemahan, pucat, tidak bergairah.
e. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktiliti

3. Rencana Keperawatan

Diagnosa
No Tujuan / Out come Intervensi Rasional
keperawatan

1. Ketidakefektifan Setelah diberikan 1. monitor respirasi 1. untuk mencegah


pola napas askep selama 3x24 dan status O2 terjadinya
berhubungan jam diharapkan oxygen terapi hipoksia pada
dengan gangguan pola nafas efektif 2. monitor tekanan jaringan
pertukaran gas dengan out come : darah, nadi, suhu 2. untuk memantau
ditandai dengan  Klien tidak sesak dan respirasi keadaan umum
sesak nafas, nafas 3. posisikan pasien klien
gangguan  Menunjukkan untuk 3. memberikan
frekuensi jalan nafas yang memaksimalkan posisi yang
pernapasan, batu- paten ventilasi auskultasi nyaman semi
batuk  Tidak ada batuk- suara nafas, catat fowler untuk
batuk adanya suara memaksimalkan
tambahan pernapasan
4. kolaborasi dengan 4. Auskultasi bunyi
dokter dalam napas ditujukan
pemberian oksigen untuk
tambahan sesuai mengetahui
indikasi adanya bunyi
napas tambahan.
5. meningkatkan
konsentrasi
oksigen alveolar
untuk
memperbaiki
hipoksemia
jaringan

2. Ketidakefektifan Setelah diberikan 1. Monitor adanya 1. Vasokontriksi


perfusi jaringan askep selama 3x24 daerah tertentu yang sistemik
perifer jam diharapkan hanya peka diakibatkan oleh
berhubungan perfusi jaringan terhadap penurunan curah
dengan gangguan perifer efektif. panas/dingin/tajam/t jantung mungkin
aliran darah Dengan out come : umpul dibuktikan oleh
sekunder akibat  Klien tidak nyeri 2. monitor penurunan
gangguan  Cardiac out put kemampuan BAB perfusi kulit dan
vaskuler ditandai normal 3. observasi kulit jika penurunan nadi.
dengan nyeri,  Tidak terdapat ada lesi atau 2. untuk
cardiac out put sianosis laserasi mengetahui
menurun,  Tidak ada edema 4. kolaborasi dalam adanya gangguan
sianosis, edema (vena) pemberian analgetik pada kemampuan
(vena) BAB
3. untuk
mengetahui
adanya luka
dekubitus pada
kulit klien
4. Menurunkan
statis vena,
meningkatkan
aliran balik vena
dan menurunkan
resiko
tromboflebis.

3. Nyeri akut Setelah diberikan 1. lakukan pengkajian 1. untuk


berhubungan askep selama 3x24 nyeri secara mengetahui
dengan trauma jam, diharapkan komprehensif kondisi nyeri
jaringan dan nyeri pasien dapat termasuk lokasi, secara lebih
spasme reflek otot teratasi dengan out karakteristik, detail
sekunder akibat come : durasi, frekuensi, 2. untuk
gangguan viseral  Mampu kualitas, dan factor mengetahui
jantung ditandai mengontrol nyeri presipitasi tingkat nyeri
dengan nyeri  Melaporkan 2. observasi reaksi yang dialami
dada, dispnea, bahwa nyeri nonverbal dari klien
gelisah, meringis. berkurang/ hilang ketidaknyamanan 3. untuk
(contoh, meringis, mengurangi rasa
 Menyatakan rasa
menangis, gelisah, nyeri yang
nyaman setelah
berkeringat, dialami klien
nyeri berkurang
mencengkram dada, 4. untuk
napas cepat, mengurangi rasa
3. Bantu melakukan nyeri
teknik relaksasi yangdialami
napas dalam, klien dengan
4. Kolaborasi dengan pemberian terapi
dokter dalam
pemberian analgetik

4. Intoleransi Setelah diberikan 1. identifikasi 1. untuk


aktifitas askep selama 3x24 kemampuan mengetahui
berhubungan jam, diharapkan aktifitas yang dapat aktifitas yang
dengan pasien dapat dilakukan oleh klien dapat dilakukan
ketidakseimbanga melakukan aktivitas 2. bantu klien untuk oleh klien
n suplai oksigen dengan mandiri melakukan aktifitas 2. membantu klien
dan kebutuhan dengan out come : sehari-hari (ADL) dalam melakukan
(penurunan/terbat  Klien tidak 3. bantu pasien untuk ADL yang tidak
asnya curah mudah lelah mengembangkan bias dilakukan
jantung) ditandai  Klien tidak lemas motivasi diri dan secara mandiri
dengan kelelahan,  Pasien tidak pengetahuan 3. untuk
kelemahan, pucat, pucat 4. kolaborasi dengan meningkatkan
tidak bergairah.  Klien merasa tenaga ahli medic keinginan klien
bergairah dalam untuk sembuh
merencanakan 4. agar klien
program terapi mendapatkan
terapi yang tepat,
sehingga dapat
mempercepat
proses
penyembuhan

5. Penurunan curah Setelah dilakukan 1. Monitor frekuensi 1. Untuk


jantung asuhan keperawatan tanda vital mengetahui
berhubungan selama x jam 2. Monitor status keadaan umum,
dengan perubahan diharapkan darah respirasi untuk klien
kontraktiliti yang di pompa gejala gagal 2. Status
jantung dapat jantung pernapasan
memenuhi 3. Monitor abdomen mempengaruhi
kebutuhan metbolik untuk adanya atau dapat
tubuh dengan indikasi penurunan menyebabkan
criteria hasil : perfusi gagal jantung
Tanda-tanda vital 4. Monitor 3. Untuk
dalam batas normal keseimbangan mengetahui
Irama dan frekuensi cairan (ex: adanya
jantung normal intake/output dan penurunan fungsi
berat badan setiap perfusi
hari)
5. tingkatkan 4. Mencegah
istirahat untuk terjadinya
menghindari kelebihan atau
kelelahan kekurangan
cairan
5. Istirahat dapat
membantu klien
mengurangi
aktifitas sehingga
tidak terjadi
sesak

4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari intervensi

5. Evaluasi
Dx 1: Klien tidak sesak nafas, Menunjukkan jalan nafas yang paten, Tidak ada batuk-batuk
Dx 2 : Klien tidak nyeri, Cardiac out put normal, Tidak terdapat sianosis, Tidak ada edema
(vena)
Dx 3 : Mampu mengontrol nyeri, Melaporkan bahwa nyeri berkurang/ hilang, Menyatakan
rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Dx 4 : Klien tidak mudah lelah, Klien tidak lemas, Pasien tidak pucat, Klien merasa
bergairah
Dx 5 : Tanda-tanda vital dalam batas normal
Irama dan frekuensi jantung normal

PATHWAY

Gangguan Bedah pintas Ami Payah


mekanis akut kardiopulmonal jantung

Necrosis miokard

Kerusakan otot jantung

Gangguan kontraktilitas
miokardium

Disfungsi ventrikel kiri

Penurunan curah jantung Syok kardiogenik

Nutrisi dan O2 Aliran darah arteri coroner↓


Darah ke pulmonal ↓
Ke jaringan Asupan Oksigen ke jantung ↓
Metabolisme basal Kerusakan pertukaran gas
terganggu Hipoksia myokardium
GangguanI.
Perfusijaringan↓ Energi ↓ Mekanisme anaerob Pola nafas tidak efektif

Kelelahan dan kelemahan Nyeri dada

Nyeri akut
Intoleransi aktifitas

DAFTAR PUSTAKA

Hochman JS, Menon Venu. Clinical manifestations and diagnosis of cardiogenic shock in acute
myocardial infarction. UpToDate. Wolters Kluwer Health. Juni 2013 Available from
www.uptodate.com

Ren X, Lenneman A. Cardiogenic Shock. Medscape Reference. May 2013. Available from
www.emedicine.medscape.com

Antman EM, ST-Elevation Myocard Infarc Management. In Libby P et al. Braunwald's Heart
Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine, 8th ed. Saunders. Philadelphia ;
2008

Nurarif, Amin.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnose Medis dan NANDA NIC-
NOC.2013.mediaction

Anda mungkin juga menyukai