Anda di halaman 1dari 22

BAB 2

TINJAUN PUSTAKA

2.1 Konsep Diabetes Melitus

2.1.1 Definisi Diabetes Melitus

Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai

dengan kelainan metabolisme pada tubuh manusia khususnya metabolisme

glukosa yang disebabkan oleh resistensi insulin atau gangguan sekresi insulin

(Manoppo, 2019)

2.1.2 Etiologi Diabetes Melitus

Etiologi dari terjadinya diabetes mellitus itu ada 2, yang pertama yaitu

terjadinya resistensi insulin. Dimana sel-sel sasaran dari insulin tersebut gagal

merespon insulin secara baik dan normal. Ketika sel beta pankreas tidak adekuat

dalam mengkompensasi peningkatan resistensi insulin, maka kadar gula dalam

darah seketika akan meningkat dan akan terjadi hiperglikemi kronik. Etiologi yang

ke 2 yaitu disfungsi sel beta pankreas. Sel beta pankreas tidak lagi memproduksi

insulin yang baik dan pasti tidak adekuat untuk mengkompensasi peningkatan

resistensi insulin (Decrolin, 2019).

2.1.3 Pathofisiologis Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik kronis yang disebabkan

oleh ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin sesuai

kebutuhan atau karena penggunaan yang tidak efektif dari insulin atau keduanya.
Penyakit ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah atau hiperglikemi

(Fatmawasari dkk., 2019).

2.1.4 Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi Diabetus Melitus menurut American Diabetes Association

(2016) yaitu:

a. Diabetes tipe I

Karena kerusakan sel-b, biasanya mengarah pada kekurangan insulin

absolute, atau disebut kurangnya produksi insulin.

b. Diabetes tipe II

Karena hilangnya sekresi insulin secara progresif pada latar belakang

resistensi insulin. Kadar insulin yang tampak normal atau meningkat,

glukosa darah lebih tinggi pada pasien diabetes mellitus tipe II ini akan

diharapkan untuk menghasilkan nilai insulin yang lebih tinggi dengan

fungsi sel-b mereka normal. Dengan demikian, sekresi insulin rusak pada

penderita dan tidak cukup untuk mengkompensasi resistensi insulin.

Resistensi insulin mungkin meningkatkan dengan penurunan berat badan

atau pengobatan farmakologis hiperglikemia tetapi jarang akan kembali

kekeadaan normal.

c. Gestational diabetes mellitus (GDM) (diabetes didiagnosis pada detik

atau ketiga trismester kehamilan masih tidak jelas diabetes)

GDM adalah diabetes didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga

kehamilan yang tidak jelas juga diabetes tipe I atau tipe II.

d. Jenis diabetes spesifik karena penyebab lain


Diabetes terkait fibrosis kistik (CFRD/Cystic fibrosis–related diabetes)

adalah diabetes mellitus dengan status gizi yang lebih buruk, penyakit

paru-paru inflamasi yang lebih parah, dan kematian yang lebih besar.

Insufisiensi insulin adalah cacat utama di CFRD. Sel-B yang ditentukan

secara genetik fungsi dan resistensi insulin terkait dengan infeksi dan

peradangan dapat juga berkontribusi pada pengembangan dari CFRD.

2.1.5 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus

Menurut Linda (2017) tanda dan gejala diabetes melitus adalah

sering haus (polidipsia), sering kencing (poliuria), sering lapar (polifagia),

serta penurunan berat badan tanpa sebab. Manifestasi sebagian besar

diabetes melitus tipe 1 adalah gejala yang terdiagnosis segera setelat

onset penyakit dan bersifat akut. Jika dibiarkan tidak diobati, penyandang

diabetes melitus akan terjadi ketoasidosis diabetik karena sering tidak

stabil secara metabolisme. Manifestasi diabetes melitus tipe 2 lebih

berbahaya dan terkadang tidak terdeteksi. Gejala utama penyandang

diabetes melitus adalah berupa ketoasidosis.

1) Polidipsia

Mekanisme filtrasi pada ginjal terjadi secara difusi, yaitu

filtrasi zat dari tekanan rendah ke tekanan yang tinggi. Pada

penderita diabetes melituss glukosa dalam darah yang tinggi

menyebabkan kepekatan glukosa dalam pembuluh darah

sehingga proses filtrasi zat dari tekanan tinggi ke rendah.

Akibanya kandungan air yang ada dalam pembuluh darah akan

terserap oleh ginjal dan menybabkan pembuluh darah menjadi


kekurangan air sehingga penderita diabetes melitus akan

merasacepat haus.

2) Poliuria

Poliura terjadi karena kadar gula darah<180 mg/dL yang

melebihi nilai ambang ginjal sehingga gula tersebut akan keluar

bersama urine. Tubuh akan menarik air sebanyak mungkin ke

dalam urine karena urine yang keluar bersama gula tersebut

bersifat pekat dengan tujuan urine tidak terlalu pekat. Akibatnya

volume urine yang keluar banyak dan kencing menjadi sering

dilakukan. Kencing jufa sering dilakukanpada malam hari

sehingga dapat menggangu tidur penderita diabetes melitus

bangun dengan kondisitidak segar karena kurang tidur.

3) Polifagia

Dalam tubuh, glukosa yang masuk dalam sel akan diubah menjadi

glikogen dengan bantuan insulin dan disimpan dihati sebagai

cadangan energi. Pada penderita diabetes melitus, insulin yang

dihasilkan oleh pankreas untuk mengubah glukosa menjadi

glikogen tidak dapat bekerja atau bekerja secara lambat sehingga

hati tidak mendapatkan glukosa yang adekuat. Oleh sebab itu

pada penderita diabetes melitus sering kali cepat lapar dan

merasa lemas. Secara umum, gejala diabetes melitus yang terjadi

menahun atau bersifat kronis adalah:

a) Gangguan penglihatan seperti pandangan kabur

b) Gatal-gatal dan bisul yang biasa terjadi diarea lipatan

sepertilipatan ketiak, payudara, dan alat kelamin


c) Gangguan saraf tepi (perifer) seperti kesemutan.

Gangguan ini terjadi terutama pada kaki dan terjadi pada

malam hari

d) Rasa tebal pada kulit sehingga terkadang penderita

diabetes melitus tidak memakai alas kaki

e) Gangguan fungsi seksual seperti gangguan eskresi pada

pria

f) Keputihan pada wanita sehingga menyebabkan daya

tahan tubuh menurun

g) Lemah dan cepat lelah

h) Infeksi saluran kemih

i) Luka yang sukar untuk disembuhkan

Gejala yang telah disebutkan diatas masih termasuk dalam

gejala ringan diabetes melitus. Jika pengobatan dan penanganan

penyakit diabetes melitus masih salah maka akan menimbulkan

dampak yang berbahaya. Organ-organ tubuh akan mengalami

komplikasi seperti penyakit jantung koroner, gangguan

penglihatan (mata buta), gagal hinjal, gangguan pembuluh darah

(stroke), gangguan pada saraf, pembusukan dibagian tubuh, dan

penurunan kemampuan seksual. Hilangnya kemampuan berpikir

merupakan komplikasi yang paling berat pada diabetes melitus.

2.1.6 Faktor Risiko Diabetes Melitus

Menurut Hands Tandra (2017) factor resiko yang terjadi pada diabetes

mellitus yaitu:
a. Keturunan

Apabila ayah, ibu, kakak, atau adik terkena diabetes, kemungkinan hal itu

dari kakek, nenek, atau saudara ibu dan ayah. Sekitar 50% diabetes

mellitus ini orang tua juga menderita, dan sepertiganya lagi saudara yang

mengidap DM. DM tipe II jika saudara atau identical twins mengidap DM,

prevalensi 90% adik dari satu orang tua itu juga akan mengidap diabetes

mellitus.

b. Ras atau etnis

Beberapa ras tertentu seperti suku Indian di Amerika, Hispanik, dan orang

Amerika di Afrika memiliki resiko tinggi untuk menderita DM tipe II.

Karena mereka memiliki kebiasaan makan banyak tetapi aktifitas minim.

Sehingga akan banyak yang mengalami obesitas sampai diabetes dan

tekanan darah tinggi.

c. Obesitas

Obesitas menjadi factor terjadinya diabetes karena makin banyaknya

lemak, jaringan tubuh, dan otot akan makn resisten terhadap kerja insulin.

Lemak ini akan memblokir kerja insulin, sehingga gula tidak dapat dibawa

kedalam sel dan akan menumpuk di peredaran darah.

d. Metabolic syndrome

Orang yang mengalami metabolic sindrom yaitu yang memiliki kelainan

tekanan darah 140/90 mmHg, trigliserida darah >150 mg/dl, kolesterol

HDL <40 mg/dl, lingkar pinggang >102 cm pada pria >88 pada wanita. Hal

ini dapat menyebabkan terjadinya diabetes karena gaya hidup yang


kurang gerak dan banyak makan sehingga resiko akan mengidapa

diabetes mellitus, hipertensi, stroke, sakit jantung, dan lain-lain.

e. Hipertensi

Hipertensi itu peningkatan tekanan darah, tekanan darah yang meningkat

akan menyebabkan tidak tepatnya tubuh menyimpan garam dan air.

f. Usia

Usia yang rentan terkena diabetes mellitus tipe 2 adalah >45 tahun. Usia

tersebut mengalami penurunan pada system imun kecuali system

endokrin. Bertambahnya usia menyebabkan resistensi insulin yang

berakibat tidak stabilnya gula darah.

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik Diabetes Melitus

Melakukan pemeriksaan gula darah yang sewaktu akan

menentukan hasil seseorang diabetes mellitus dengan teknik gula darah

sewaktu dengan nilai rendah <180 mg/dL, dan nilai tinggi >180 mg/dL

(Husyn, 2017).

Pasien dengan diabetes mellitus dapat juga dilakukan

pemeriksaan darah IGT (Impaired Glucose Tolerance) atau terjadinya

kegagalan toleransi darah dengan nilai plasma darah >126-200 mg/dL. Dan

untuk pemeriksaan IFT (Impaired Fasting Tolerance) atau disebut

kegagalan toleransi disaat berpuasa dengan nilai 110-140 mg/dL (WHO,

2016).

2.1.8 Penatalaksanaan Diabetes Melitus

1. Farmakologi
2. Non Farmakologi

2.1.9 Komplikasi Diabetes Melitus

Hiperglikemi yang berkaitan dengan komplikasi diabetes itu merusak

metabolisme karbohidrat, lemak, protein dan elektrolit, yang semuanya dapat

mengganggu sistem pembuluh darah. Sel kapiler endotel banyak yang

mengalami kerusakan, termasuk yang ada di retina, ginjal glomeruslus, dan saraf

pusat dan perifer. Komplikasi diabetes mellitus salah satunya makrovaskular

yang meliputi penyakit arteri koroner perifer dan untuk mikrovaskuler ini

berhubungan dengan komplikasi yang jangka panjang (Lotfy, 2017).

komplikasi makrovaskular yang lain adanya pembentukan plak yang dapat

menambah perkembangan komplikasi vasokuler yang parah. Komplikasi

mikorvaskular adanya gangguan permeabilitas pembuluh darah yang

mempengaruhi berbagai jaringan dan organ tubuh, termasuk organ ginjal, retina

dan saraf. Hiperglikemi kronis yang tidak diobati, berkepanjangan, dan tidak

ditatalaksana dengan baik akan menyebabkan permeabilitas pembuluh darah,

gangguang struktur, peningkatan retensi air, dan protein menghasilkan edema

umum (Lotfy, 2017).

2.2 Konsep Perawatan Mandiri

2.2.1 Perawatan Mandiri

Perawatan mandiri merupakan salah satu teori keperawatan yang

dikemukakan oleh Dorothea Orem. Definisiself-care menurut Orem

adalah tindakan manusia yang dilakukan oleh seseorang untuk dirinya

guna mengatur fungsinya sebagai seorang manusia (Orem, 2003).


Pengertian lain dari self-care yang dikemukan Orem yaitu suatu

pelaksanaan kegiatan yang diprakarsai dan dilakukan oleh individu itu

sendiri untuk memenuhi kebutuhan guna mempertahankan kesehatan,

kehidupan dan kesejahteraannnya sesuai keadaan, baik sehat maupun

sakit. Perawatan mandiri dibentuk dengan efektif, maka hal tersebut akan

membantu membentuk integritas struktur dan fungsi manusia dan erat

kaitannya dengan perkembangan manusia. Pengobatan diabetes melitus

akan berhasil jika penatalaksanaan diabetes melitus dilakukan

berdasarkan kemampuan penderita mulai melakukan tindakan secara

mandiri (Adimuntja, 2017).

2.2.2 Perawatan Mandiri Diabetes Melitus

Perawatan mandirii diabetes melitus merupakan program yang

harus dijalankan sepanjang kehidupan penderita diabetes melitus dan

menjadi tanggung jawab penuh bagi penderita diabetes melitus.

Perawatan mandiri diabetes melitus bertujuan mengoptimalkan

kontrol metabolik, mengoptimalkan kualitas hidup, serta mencegah

komplikasi akut dan kronis. Beberapa studi menunjukan bahwa menjaga

kadar gula darah tetap normal dapat meminimalkan komplikasi yang

terjadi karena diabetes melitus.Perawatan mandiri diabetes melitus

merupakan tindakan mandiri yang harus dilakukan oleh penderita

diabetes melitus dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan melakukan

tindakan perawatan mandiri untuk mengontrol kadar gula darah. Tindakan

yang dapat mengontrol kadar gula darah, meliputi pengaturan pola makan
(diet), latihan fisik (olahraga), perawatan kaki, penggunaan obat diabetes,

dan monitoring gula darah.

Penyakit diabetes melitus membutuhkan penanganan seumur

hidup dalam pengendalian kadar gula darah. Terapi pada diabetes

melitus memiliki tujuan utama yaitu untuk mengurangi komplikasi yang

ditimbulkan akibat diabetes melitus dengan cara menormalkan aktivitas

insulin dan kadar gula darah. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara

memelihara kualitas hidup yang baik dan menjaga kadar gula darah

dalam batas normal tanpa terjadi hipoglikemia.

1. Terapi nutrisi (manajemen diet).

Penatalaksanaan diet pada pasien diabetes melitus memiliki

beberapa tujuan yaitu mempertahankan kadar gula darah dan lipid

mendekati normal, mencapai dan mempertahankan berat badan dalam

batas-batas normal atau ± 10% dari berat badan ideal, mencegah

komplikasi akut dan kronik, serta meningkatkan kualitas hidup.

Penatalaksanaan nutrisi dimulai dari menilai kondisi pasien atau status

gizi pasien dengan cara menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT). Hal ini

bertujuan agar pasien mengetahui apakah penderita mengalami obesitas,

normal, atau kurang gizi. IMT normal orang dewasa adalah antara 18,5-

25.

Konsumsi makanan untuk pasien diabetes melitus harus

diperhatikan, misalnya mengkonsumsi makanan berkolestrol harus

dibatasi karena akan hiperkolestrolemia yang akan menyebabkan

aterosklerosis. Standar komposisi makanan untuk pasien diabetes melitus

yang dianjurkan adalah karbohidrat 45-65 %, protein 10-20 %, lemak 20-


25 %, kolestrol <300 mbg/hari, serat 25 g/hari, garam dan pemanis dapat

digunakan secukupnya.

2. Latihan fisik (olahraga)

Penatalaksanaan latihan fisik bertujuan untuk meningkatkan

pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin

dengan cara menurunkan kadar glukosa. Manfaat lainnya adalah

memperbaiki sirkulasi darah dan tonus otot, mengubah kadar 33 lemak

darah yaitu menurunkan kadar kolestrol total dan trigliserida serta

meningkatkan kadar HDL-kolesterol.

Olahraga bagi penderita diabetes yang dianjurkan adalah sesuai

CRIPE (Contious Rythmiccal Intensicy Progressife Endurance), yaitu

dilakukan secara terus menerus tanpa berhenti sehingga otot-otot

berkontraksi dan relaksasi secara teratur. Otot otot yang berkontraksi

secara teratur ini akan merangsang peningkatan aliran darah dan

penarikan glukosa ke dalam sel. Latihan CRIPE sebaiknya dilakukan

minimal 3 kali dalam seminggu dan dua hari lainnya melakukan olahraga

yang disenangi penderita diabetes.

Olahraga yang baik dilakukan pada pagi hari sebelum jam 06.00

selama kurang lebih setengah jam. Suasana pada pagi hari akan

membuat penderita lebih nyaman berolahraga dan tidak mengalami stres

karena udara yang masih bersih juga suasana yang belum ramai. 9

Aerobik merupakan jenis latihan yang dianjurkan bagi penderita DM

seperti jalan kaki, jogging, berenang, senam berkelompok atau aerobik

dan bersepeda di mana latihan ini bertujuan untuk meningkatkan stamina

penderita DM. Prinsip olahraga bagi penderita DM: a) Frekuensi olahraga


tiap minggu sebaiknya dilakukan 3-5 kali secara teratur b) Intensitas

ringan dan sedang (60-70 % maximius heart rate) 34 c) Durasi 30-60

menit d) Jenis latihan seperti latihan jasmani endurans (aerobik)1

3. Monitoring kadar gula darah

Self-monitoring blood glucose (SMBG) atau dikenal dengan

pemantauan kadar gula darah secara mandiri berfungsi sebagai deteksi

dini dan mencegah terjadinya hiperglikemi serta hipoglikemi. Dan dalam

jangka panjang akan mengurangi komplikasi diabetik jangka panjang.

SMBG telah menjadi dasar dalam memberikan terapi insulin. Monitoring

ini dianjurkan bagi pasien dengan penyakit DM yang tidak stabil, memiliki

kecenderungan untuk mengalami ketosis berat, hiperglikemia dan

hipoglikemia tanpa gejala ringan.

4. Terapi farmakologi

Kadar gula darah dalam rentang normal atau mendekati normal

adalah tujuan dari terapi farmakologi dengan insulin. Insulin juga

merupakan terapi obat jangka panjang untuk penderita DM tipe 2 karena

bertujuan untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika dengan diet,

latihan fisik, dan Obat Hipoglikemia Oral (OHO) ketika tidak dapat

menjaga gula darah dalam rentang normal. Insulin dibutuhkan secara

kontemporer selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan,

dan beberapa kejadian stres pada Penderita DM tipe 2

OHO saat ini terbagi menjadi 2 kelompok yaitu obat yang memperbaiki

kerja insulin dan obat yang meningkatkan kerja insulin. Golongan obat

yang memperbaiki kerja insulin adalah obat-obatan seperti metformin,

glitazone, dan akarbose. 3 Obatobatan ini bekerja pada tempat di mana


terdapat insulin yang mengatur glukosa darah seperti pada hati, usus,

otot dan jaringan lemak. Sementara golongan obat yang meningkatkan

kerja insulin adalah sulfonil, repaglinid, nateglinid, dan insulin yang

disuntikkan. Obat-obatan ini berfungsi untuk meningkatkan pelepasan

insulin yang disuntikkan untuk menambah kadar insulin di sirkulasi darah.

Obat-obatan golongan diatas memiliki mekanisme kerja yang berbeda.

5. Perawatan kaki

Perawatan kaki merupakan aktivitas penting yang harus dilakukan

penderita DM untuk merawat kaki yang bertujuan mengurangi resiko

ulkus kaki. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat perawatan kaki adalah

penderita DM harus memeriksa kondisi kaki setiap hari, mencuci kaki

dengan bersih dan mengeringkannya menggunakan lap, memeriksa dan

memotong kuku kaki secara rutin, memilih alas kaki yang nyaman, serta

mengecek bagian sepatu yang akan digunakan.

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perawatan Mandiri

Menurut (Putri, 2017) faktor-faktor yang mempengaruhi perawatan

mandiri, antara lain :

1. Usia

Penderita diabetes melitus dengan usia tua memiliki perawatan mandiri

yang lebih baik dan teratur dari pada penderita diabetes melitus usia

muda. Peningkatan usia merupakan peningkatan terjadinya kematangan

dan kedewasaaan seseorang sehingga penderita akan berpikir lebih

rasional tentang manfaat yang didapatkan jika melakukan aktifitas

perawatan mandiri diabetes melitus secara adekuat. Usia lanjut berkaitan


erat dengan tingginya tingkat aktivitas fisik, kepatuhan terhadap makanan

atau diet, dan perawatan kaki diabetik.

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin memiliki hubungan terhadap aktivitas perawatan mandiri

diabetes melitus. Aktivitas perawatan mandiri diabtese melitus harus

dilakukan oleh penderita diabetes melitus laki-laki maupun perempuan.

Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa penderita diabetes melitus

berjenis kelamin perempuan memiliki aktivitas perawatan mandiri lebih

baik dibandingkan dengan penderita diabetes melitus berjenis kelamin

laki-laki. Namun terdapat pula penelitian yang menyatakan bahwa

sebaliknya laki-laki memiliki aktivitas perawatan mandiri yang lebih baik

dibandingkan dengan penderita diabetes melitus perempuan.

3. Tingkat Pendidikan

Dalam mengelola penyakit diabetes melitus, pengetahuan merupakan

faktor yang penting. Sebuah studi menyatakan bahwa kurangnya

pengetahuan akan menghambat pengelolaan perawatan mandiri.

Sementara penderita dengan tingkat pendidikan yang rendah akan

mengalami kesulitas dalam belajar merawat diri. Namun banyak

penelitian juga mengungkapkan bahwa tidak terdapat kolerasi antara

tingkat pengetahuan dengan aktivitas perawatan mandiri diabetes

melitus, yang berarti belum tentu penderita dengan pendidikan tinggi akan

patuh dalam melakukan aktivitas perawatan mandiri diabates melitus.

4. Tingkat Pendapatan

Pendapatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perawatan

mandiri pada penderita diabetes melitus. Berdasarkan penelitian yang


dilakukan, pada umumnya penderita diabetes melitus dengan

penghasilan yang tinggi kurang patuh terhadapa perawatan mandiri

dibandingkan dengan penderota diabetes melitus dengan penghasilan

rendah. Hal ini mungkin dikarenakan penderita dengan penghasilan tinggi

memiliki hidup yang lebih beresiko dari pada penderita yang

berpenghasilan lebih rendah.

5. Lamanya Menderita Diabetes Melitus

Penderita diabetes melitus yang memiliki penyakit ini dalam kurunwaktu

yang lebih lama memiliki aktivitas perawatan mandiri diabetes melitus

yang lebih tinggi dibandingkan penderita yang baru menderita diabetes

melitus. Penderita diabetes melitus lebih dari 11 tahun biasanya lebih

memahami perilaku perawatan mandiri berdasarkan pengalamannya

selama menjalani penyakit tersebut sehingga penderita lebih memahami

tentang hal-hal terbaik yang dilakukan untuk mempertahankan

kesehatannya. Hal terrsebut dapat dicapai dengan melakukan aktivitas

perawatan mandiri secara teratur dan konsisten.

6. Motivasi

Motivasi merupakan suatu kondisininternail yang membangkitkan

seseorang untuk bertindak, mendorong untuk mencapai tujuan tertentu,

serta membuat seseorang tetap tertarik dqlam kegiatan tertentu. Motivasi

dapat menimbulkan suatu perubahan energi dalam diri seseorang dan

pada akhirnya akan berhubungan langsung dengan kejiawaan, perasaan,

emosi untuk bertindak dan melakukan sesuatu mencapai tujuan,

kebutuhan, keinginan tertentu. Motivasi pada penderita diabetes melitus

merupaka faktor penting yang mampu meberikan dorongan kuat bagi


penderita diabetes melitus untuk melakukan aktivitas perawatan mandiri

diabetes melitus, sehingga gula darah dapat terkontrol secara optimal dan

kejadian komplikasi dapat dicegah.

7. Dukungan Sosial

Beberpa penelitian menyatakan bahwa terdapat korelasi anatar

perawatan mandiri diabetes melitus dengan dukungan sosial. Semakin

banyak dukungan soaila yang didapatkan maka semakin

banyakmkegiatan perawatan mandiri yang dilakukan.

8. Aspek Emosional

Masalah emosional pada penderita diabetes melitus berupa stres, rasa

khawatir tentang penyakit dan masa depannya, bersikap sedih,

memikirkan komplikasi yang akan muncul, perasaan takut, tidak

semangat dengan program pengobatan, bosan dengan perawatan rutin

yang dijalan, serta khawatir terhadap perubahan kadar gula darah. Aspek

emosional yang dialami penderita diabetes melitus merupakan hal yang

akan memepengaruhi aktivitas perawatan mandiri dalam kehidupannya

sehari-hari jika penderita menerima dan memahami segala kondisi yang

terjadi akibat penyakitnya. Oleh sebab itu diperlkan penyesuain

emosional yang tinggi untuk mecapai keberhasilan program peraqatn bagi

penderita diabetes melitus sehingga penderita dapat beradaptasi dengan

konsisi penyakit dan menerima perawatan rutin yang harus dijalaninnya.

9. Keyakinan Terhadap Efektivitas Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Terdapat kontibusi antara keyakinan terhadap efektifitas penatalaksanaan

diabetes melitus terhadap perawatan mandiri, Semakin tinggi keyakinan


terhadapa efektifitas penatalaksanaannya diabetes melitus maka aktivitas

perawatan mandiri diabetes melitus senakin meningkat.

10. Komnikasi Petugas Kesehatan

Komunikasi merupakan poin penting dalam perilaku perawatan mandiri

penderita diabetes melitus. Pemberian informasi dan pendidikan

kesehatan tentang perawatan mandiri yang diberikan akan berpangaruh

terhadap tingkat perawatan mandiri penderita. Semakin tinggi frekuensi

petugas kesehatan memberikan informasi maka aktivitas perawatan

mandiri semakin meningkat.

2.2.4 Pengukuran Perawatan Mandiri Pada Diabetes Melitus

Diabetes Self-Management Questionnaire (DSMQ) merupakan

kuesioner yang dirancang oleh Schmitt et al (2013). Kuesioner ini terdiri

atas 16 item pertanyaan untuk menilai aktivitas perawatan diri yang

berhubungan dengan kontrol glikemik. Terdapat empat bagian dalam

kuesioner ini meliputi manajemen gula darah, kontrol diet, aktivitas fisik,

dan perawatan kesehatan yang digunakan.

Kuesioner lainnya adalah oleh Tobert, D.J. et al (2000) yang

mengembangkan alat ukur aktivitas self care pada diabetes (The

Summary of Diabetes Self-Care Activities/ SDSCA). Aktivitas yang

termasuk dalam self care tersebut adalah pengaturan pola makan (diet),

41 latihan fisik (olahraga), pemantauan kadar gula darah, pengobatan,

dan perawatan kaki.

Instrumen lain untuk mengukur aktivitas self care adalah

modifikasi kuesioner SDSCA oleh Kusniawati (2011). Kuesioner ini terdiri


atas 14 item pertanyaan. Penilaian kuesioner ini menggunakan skala hari

yaitu 0-7 hari terkait aktivitas self care klien DM. Hasil skor pengukuran

dinyatakan dalam bentuk skala interval dengan cara menghitung jumlah

skor kumulatif self care DM dibagi dengan jumlah item pertanyaan. Skor

terendah 0 dan skor tertinggi 7

Intrumen lainnya adalah Summary of Diabetes Self-Care Activities

(SDSCA) yang dikembangkan oleh General Service Administration (GSA)

Regulatory Information Servive Center (RISC). Kuesioner ini telah dipakai

oleh beberapa peneliti dari seluruh dunia dan dapat digunakan untuk

melakukan penelitian tentang self care DM. Kuesioner ini terdiri atas 15

pertanyaan yang meliputi pengaturan pola makan (diet), latihan fisik

(olahraga), merokok, minum obat diabetes, dan monitoring gula darah.

2.3 Konsep Diabetes Self Management Education

2.3.1 Definisi Diabetes Self Management Education

Diabetes Self Management Education adalah suatu proses yang

dilakukan untuk memfasilitasi pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan

penderita diabetes mellitus untuk melakukan perawatan mandiri. Pengetahuan

pendidikan kesehatan dengan metode Diabetes Self Management Education

tidak sekedar menggunakan metode penyuluhan baik secara langsung ataupun

secara tidak langsung, tetapi telah berkembang dengan mendorong partisipasi

dan kerjasama anatar penderita diabetes mellitus dengan keluraganya (Umaroh

Lilik, 2017)

2.3.2 Tujuan Diabetes Self Management Education


Diabetes Self Management Education bertujuan untuk meningkatkan hasil

klinis, status kesehatan dan kualitas hidup dengan mendukung pengambilan

keputusan, manajemen diri, pemecahan masalah, dan kolaborasi dengan tim

kesehatan lainnya (Umaroh Lilik, 2018).

2.3.3 Prinsip Diabetes Self Management Education

Menurut (Umaroh Lilik, 2018) prinsip utama Diabetes Self Management

Education, antara lain :

a. Pendidikan yang efektif untuk memperbaiki hasil klinis dan kualitas dalam

jangka pendek

b. Diabetes Self Management Education sudah berkembang dari model

pengajaran primer menjadi model pemberdayaan klien

c. Program edukasi yang menghubungkan strategi perilaku dan psikososial

d. Dukungan yang sangat aktif, sangat penting utnuk mempertahankan

kemajuan klien selama program Diabetes Self Management Education

e. Strategi efektif dalam mendukung selfcare behavior

2.3.4 Komponen Diabetes Self Management Education

Komponen Diabetes Self Management Education menurut (Rurita Novia,

2020) antara lain :

a. Pengobatan

Menjelaskan tentang pengobatan yang meliputi : definisi, dosis, tipe, dan

cara penyimpanan

b. Monitoring
Menjelaskan tentang konsep monitoring salah satunya yaitu pengertian,

tujuan, dan hasil monitoring

c. Nutrisi

Mengatur pola hidup sehat dengn cara mengatur diet, kontrol berat

badan, dana memanajemen nutrisi

d. Olahraga

Evaluasi sebelum berolahraga dana sesuaikan aktifitas saat metabolisme

sedang buruk

e. Stress dan psikososial

Mengidentifikasi terjadinya distress, dukungan keluarga, dan lingkungan

dalam kualitas hidup

2.3.5 Tingkat Pembelajaran Diabetes Self Management Education

Menurut (Rurita Novia, 2020) antara lain :

1. Survival/basic level

Pengetahuan dan memotivasi penderita diabetes melitus dengan

mencegah, mengidentifikasi, dan mengobati komplikasi dalam jangka

pendek

2. Intermediate level

Memberikan pengetahuan, keterampilan, dan memotivasi klien dengan

upaya mengontrol metabolic, mengurangi komplikasi dan memfasilitasi

penyesuaian hidup

3. Advanced level

Memberikan pengetehuan, keterampilan dan memotivasi klien dengan

upaya mendukung manajemen diabetes melitus

2.3.6 Pelaksanaan Diabetes Self Management Education


Menurut (Kusnanto, 2017) Diabetes Self Management Education dibagi

menjadi empat sesi, pada seriap sesi dilaksanaankan selama kurang lebih 60

menit dengan materi yang berbeda di setiap sesinya. Sebelum dilakukan ditahap

pertama, didahului dengan adanya pertemuan awal dan pada akhirnya kegiatan

dilakukan secara follow up dari setiap sesinya, sesi tersebut meliiputi :

1. Pertemuan awal, membahas tentang:

1) Riwayat kesehatan

2) Pre test dan kontrol gula darah

3) Penetapan tujuan bersama

4) Target pencapain gula darah

2. Tahap 1, membahas tentang:

1) Konsep diabetes mellitus (pengertian, penyebab, tanda dan

gejala, klarifgikasi dan faktor risiko)

2) Komplikasi akut dan kronis

3) Diskusi (tanya jawab)

4) Penyelesain masalah

5) Review tujuan yang telah ditetapkan

3. Tahap 2, membahas tentang:

1) Penatalaksaan diabetes mellitus

2) Review tujuan yang telah ditetapkan

3) Diskusi (tanya jawab) dan penyelesain masalah

4. Tahap 3, membahas tentang:

1) Pengontrolan stres

2) Perawatan kaki

3) Review tujuan yang telah ditetapkan


4) Review target pencap[ain kadar gula darah dan pengukuran kadar

gula darah

5) Diskusi tanya jawab dan penyelesain masalah

5. Tahap 4, mebahas tentang:

1) Pencegahan atau meminimalisir komplikasi akut dan kronis

2) Melanjutkan pemberian pendidikan kesehatan

3) Review tujuan yang telah ditetapkan

4) Diskusi (tanya jawab) dan penyelesaian masalah

6. Follow up dari masing-masing sesi:

1) Diskusi (tanya jawab)

2) Review program

3) Review target pencapain kadar gula darah dan pengukuran kadar

gula darah

Anda mungkin juga menyukai