Anda di halaman 1dari 77

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus atau yang dikenal dengan penyakit kencing manis

merupakan penyakit yang tidak menular yang ditandai dengan terjadinya

kenaikan kadar gula dalam darah, diabetes melitus dapat terjadi karena

adanya kekurangan insulin yang absolut atau relatif dan menyebabkan

gangguan pada fungsi kerja insulin (Qurniawat dkk., 2020).

Salah satu masalah yang dialami oleh penderita diabetes melitus

yang dapat diminimalisir, yaitu jika penderita memiliki kemampuan dan

pengetahuan yang cukup untuk mengontrol penyakitnya dengan cara

melakukan perawatan mandiri. Perawatan mandiri merupakan kemampuan

individu, keluarga, dan masyarakat dalam upaya menjaga kesehatan,

meningkatkan status kesehatan, mencegah timbulnya penyakit, mengatasi

kecacatan dengan atau tanpa dukungan penyedia layanan kesehatan (Putri,

2017).

Menurut World Health Organization (WHO) memprediksi sebanyak

422 juta orang menderita diabetes melitus yaitu sekitar 8,5% penduduk

dunia. Kenaikan jumlah penderita dikutip dari International Diabetes

Federation (IDF) menyebutkan bahwa penderita diabetes melitus di dunia

mencapai 1,9% dan telah menjadikan penyakit diabetes melitus sebagai

penyebab kematian urutan ke tujuh di dunia, sedangkan tahun 2012 angka

kejadian diabetes melitus didunia adalah sebanyak 371 juta jiwa dimana

proporsi kejadian diabetes melitus tipe II adalah 95% dari populasi dunia

yang menderita diabetes mellitus (Restyana, 2015). Di Indonesia dari 8,4

1
2

juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030.

International Diabetes Federation (IDF) juga memprediksi adanya kenaikan

pada penderita diabetes melitus di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014

menjadi 14,1 juta pada tahun 2035 (Decrolin, 2019). Sebanyak 1785

penderita diabetes melitus di Indonesia yang mengalami komplikasi dari

diabetes melitus diantaranya neuropati (63,5%), retinopati (42%), nefropati

(7,3%), makrovaskuler (6%), mikrovaskuler (6%), dan kaki diabetik (15%).

Menurut Riskerdas 2018 daerah Jawa Timur tercatat 2.02% atau

sejumlah 98.566 jiwa penderita diabetes melitus. Untuk kota Probolinggo

tercatat 1.66% atau 2.889 sebagai penderita diabetes mellitus. Pada tahun

2019 tercatat 87,32% atau sebanyak 13.312 jiwa penderita diabetes

mellitus. Hasil tersebut melebihi batas target yang ditentukan oleh pihak

dinas kesehatan Probolinggo yaitu sebanyak 8.285 jiwa penderita diabetes

melitus (Dinkes, 2019).

Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 1 Desember 2020

dengan metode wawancara di Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo

pada 10 orang (100%) penderita diabetes melitus yang melakukan

perawatan mandiri meliputi kontrol kadar gula darah, pengaturan pola

makan, olahraga, pengobatan, dan perawatan kaki. Pada perawatan mandiri

kontrol kadar gula darah dari 10 orang (10%) didapatkan 7 orang (70%) yang

tidak rutin melakukan kontrol gula darah, hanya 3 orang (30%) yang rutin

melakukan kontrol kadar gula darah setiap 1 bulan 1 kali.

Pada perawatan mandiri pengaturan pola makan dari 10 orang

(100%) didapatkan sebanyak 8 orang (80%) yang melakukan pengaturan

pola makanan tersebut yaitu mengurangi konsumsi gula dan membatasi

jumlah kalori, hanya 2 orang (20%) yang tidak melakukan pengaturan pola

makan. Pada perawatan mandiri olahraga dari 10 orang (100%) didapatkan


3

hanya 5 orang (50%) yang rutin melakukan olahraga seperti jogging dan

jalan kaki, hanya 5 orang (50%) yang tidak rutin melakukan olahraga. Pada

perawatan pengobatan diabetes dari 10 orang (100%) didapatkan 4 orang

(40%) yang rutin mengkonsumsi obat diabetes, hanya 6 orang (60%) yang

tidak rutin mengkonsumsi obat diabetes. Pada perawatan mandiri perawatan

kaki dari 10 orang (100%) didapatkan 2 orang (20%) yang sering melakukan

perawatan kaki, sedangkan 8 orang (80%) tidak pernah melakukan

perawatan kaki.

Ketika dilakukan wawancara mayoritas penderita diabetes melitus

belum mengetahui tentang pentingnya melakukan perilaku perawatan

mandiri penderita diabetes melitus seperti kontrol gula darah secara rutin,

pengaturan makanan, minum obat diabetes secara teratur, olahraga, dan

perawatan kaki. Namun dalam pelaksanaannya, banyak dari penderita

diabetes melitus yang belum teratur dan patuh dalam melakukan perilaku

perawatan mandiri bagi penderita diabetes melitus.

Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan

supervisi medis berkelanjutan serta edukasi perawatan secara mandiri.

Perawatan mandiri yang dilakukan penderita diabetes melitus meliputi

monitoring kadar gula darah secara rutin, menjaga pola makan, olahraga,

pengobatan, dan perawatan kaki. Kontrol kadar gula darah dilakukan oleh

penderita diabetes melitus untuk mencegah terjadinya hipoglikemia,

hiperglikemia, dan ketosis berat. Kontrol gula darah yang dilakukan secara

rutin merupakan tindakan deteksi dini dalam mencegah terjadinya komplikasi

jangka panjang (Putri, 2017).

Perawatan mandiri yang dilakukan pada penderita diabetes melitus

meliputi kontrol gula darah, pola makan, olahraga, minum obat diabetes

melitus, dan perawatan kaki. Monitoring kadar gula darah dilakukan oleh
4

penderita diabetes melitus untuk mencegah terjadinya hipoglikemia,

hiperglikemia, dan ketosis berat. Pola makan pada penderita diabetes

melitus merupakan pengaturan pola makananan seimbang yang bertujuan

untuk mendapatkan kontrol metabolik yang baik, prinsip pengaturan pola

makan penderita diabetes melitus yang harus diperhatikan jadwal, jumlah,

dan jenis makanan. Olahraga merupakan komponen penting dalam

perawatan mandiri, penderita diabetes melitus dianjurkan untuk melakukan

olahraga jalan kaki, jogging, lari dan bersepeda selama 20-30 menit

sebanyak 3 kali dalam seminggu. Pengobatan pada penderita diabetes

melitus, kelompok obat untuk penderita diabetes melitus dibagi menjadi 2

yaitu memperbaiki kerja insulin dan meningkatkan kerja insulin yang

berpengaruh secara langsung terhadap pengendalian kadar gula darah.

Perawatan kaki diabetik perlu dilakukan pada penderita diabetes melitus

untuk mencegah adanya luka ulkus (Putri, 2017).

Upaya pemberian Diabetes Self Management Education (DSME)

merupakan pendidikan edukasi manajemen dan program pendukung

diabetes yang dapat menjadi tempat bagi penderita dengan diabetes melitus

untuk mendapatkan pendidikan, mendukung perkembangan dan menjaga

perilaku penderita diabetes melitus (ADA, 2018).

Berdasarkan penelitian pertama oleh Dewi Qurniawati, Ajeng

Fatikasari, Jurniatulo Tafonao, dan Elis Anggeria (2020) sebelum

dilakukannya intervensi banyak yang masih memiliki perawatan diri yang

kurang baik, setelah dilakukan intervensi perawatan diri penderita luka

diabetes dari kurang baik menjadi baik. Responden yang sudah memiliki

pengetahuan lebih patuh menjalankan perawatan diri secara rutin dan tepat,

dibandingkan dengan responden yang pengetahuannya kurang. Pemberian

Diabetes Self Management Education (DSME) ialah bagian penting yang


5

perlu diedukasikan kepada pasien dalam menjalankan perawatan diri pasien

luka diabetes. Pada peneliti kedua oleh oleh Rahmawati, Teuku Tahlil, dan

Syahrul (2016) dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh DSME terhadap

manajemen diri pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Trienggadeng

Kabupaten Pidie Jaya, sehingga yang mebuat beda ialah setelah

dilakukanya intervensi DSME pederita untuk meningkatkan kesadaran diri.

Pada peneliti ketiga oleh Wahyuni dan Dwi (2017) menyatakan

bahwa Diabetes Self Management Education dapat menjadi intervensi untuk

memberikan pengetahuan kepada pasien sehingga pasien mampu

mempertahankan tingkat kadar gula yang stabil. Pada peneliti keempat oleh

Dina Yusdiana Dalimunthe, Johani Dewita Nasution, dan Solihuddin

Harahap (2016) menyatakan bahwa ada pengaruh penurunan kadar gula

darah pada Diabetes Self Management Education (DSME) sebagai Model

Keperawatan Berbasis Keluarga terhadap Pengendalian Glukosa Pada

Penderita Diabetes Melitus di puskesmas Helvetia Medan .

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk

meneliti tentang “Pengaruh Diabetes Self Management Education (DSME)

Terhadap perilaku perawatan mandiri pada penderita diabetes melitus tipe II

di Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo”.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah dari

penelitian ini adakah pengaruh Diabetes Self Management Education

(DSME) terhadap perilaku perawatan mandiri pada penderita diabetes

melitus tipe II di Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo?


6

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terhadap perilaku

perawatan mandiri pada penderita diabetes melitus tipe II di Klinik Holistic

Nursing Therapy Probolinggo

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi perilaku perawatan mandiri pada penderita diabtes

melitus tipe II sebelum diberikan Diabetes Self Education Management

(DSME) di Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo

2. Mengidentifikasi perilaku perawatan mandiri pada penderita diabetes

melitus tipe II sesudah diberikan Diabetes Self Education Management

(DSME) di Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo

3. Menganalisis pengaruh Diabetes Self Education Management (DSME)

terhadap perilaku perawatan mandiri pada penderita diabetes melitus

tipee II di Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Bagi Instusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat berguna sebagai sumber data baru yang

bisa digunakan sebagai pemecahan yang ada kaitannya dengan pengaruh

perilaku perawatan mandiri pada penderita diabetes melitus tipe II setelah

diberikan Diabetes Self Education Management (DSME) di Klinik Holistic

Nursing Therapy Probolinggo


7

1.4.2 Bagi Keperawatan

Setelah diadakan penelitian ini dapat diketahui adanya pengaruh

perilaku perawatan mandiri pada penderita diabetes melitus tipe II setelah

diberikan Diabetes Self Education Management (DSME) di Klinik Holistic

Nursing Therapy Probolinggo

1.4.3 Bagi Lahan Penelitian

Dapat memeberikan wawasan dan informasi untuk mengetahui lebih

jauh penerapan pengaruh perilaku perawatan mandiri pada penderita

diabetes melitus tipe II setelah diberikan Diabetes Self Education

Management (DSME) di Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo

1.4.4 Bagi Responden

Responden dapat mengetahui bahwa ada pengaruh perilaku

perawatan mandiri pada penderita diabetes melitus tipe II setelah diberikan

Diabetes Self Education Management (DSME) di Klinik Holistic Nursing

Therapy Probolinggo

1.4.5 Bagi Peneliti

1. Sebagai proses dalam menambah ilmu pengetahuan dan wawasan

tentang pengaruh perilaku perawatan mandiri pada penderita diabetes

melitus tipe II setelah diberikan Diabetes Self Education Management

(DSME) di Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo

2. Merupakan kegiatan belajar untuk menuangkan pengetahuan serta

mempraktekkan ilmu yang didapat di bangku perkuliahan.

3. Memperoleh pengalaman dan pengetahuan praktis yang mendukung

pengetahuan teoritis yang di dapat melalui penelitian serta melatih

keterampilan dalam menulis karya ilmiah.


BAB 2

TINJAUN PUSTAKA

2.1 Konsep Diabetes Melitus

2.1.1 Definisi

Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai

dengan kelainan metabolisme pada tubuh manusia khususnya

metabolisme glukosa yang disebabkan oleh resistensi insulin atau

gangguan sekresi insulin (Manoppo,2019).

2.1.2 Etiologi

Etiologi dari terjadinya diabetes mellitus itu ada 2, yang pertama

yaitu terjadinya resistensi insulin, dimana sel-sel sasaran dari insulin

tersebut gagal merespon insulin secara baik dan normal. Ketika sel beta

pankreas tidak adekuat dalam mengkompensasi peningkatan resistensi

insulin, maka kadar gula dalam darah seketika akan meningkat dan akan

terjadi hiperglikemi kronik. Etiologi yang ke 2 yaitu disfungsi sel beta

pankreas. Sel beta pankreas tidak lagi memproduksi insulin yang baik dan

pasti tidak adekuat untuk mengkompensasi peningkatan resistensi insulin

(Decrolin, 2019).

2.1.3 Faktor Risiko

Menurut Hands Tandra (2017) factor resiko yang terjadi pada

diabetes mellitus yaitu:

1. Keturunan

Apabila ayah, ibu, kakak, atau adik terkena diabetes, kemungkinan hal

itu dari kakek, nenek, atau saudara ibu dan ayah. Sekitar 50% diabetes

mellitus ini orang tua juga menderita, dan sepertiganya lagi saudara

8
9

yang mengidap DM. DM tipe II jika saudara atau identical twins

mengidap DM, prevalensi 90% adik dari satu orang tua itu juga akan

mengidap diabetes mellitus.

2. Ras atau etnis

Beberapa ras tertentu seperti suku Indian di Amerika, Hispanik, dan

orang Amerika di Afrika memiliki resiko tinggi untuk menderita DM tipe II.

Karena mereka memiliki kebiasaan makan banyak tetapi aktifitas minim.

Sehingga akan banyak yang mengalami obesitas sampai diabetes dan

tekanan darah tinggi.

3. Obesitas

Obesitas menjadi factor terjadinya diabetes karena makin banyaknya

lemak, jaringan tubuh, dan otot akan makn resisten terhadap kerja

insulin. Lemak ini akan memblokir kerja insulin, sehingga gula tidak

dapat dibawa kedalam sel dan akan menumpuk di peredaran darah.

4. Metabolic syndrome

Orang yang mengalami metabolic sindrom yaitu yang memiliki kelainan

tekanan darah 140/90 mmHg, trigliserida darah >150 mg/dl, kolesterol

HDL <40 mg/dl, lingkar pinggang >102 cm pada pria >88 pada wanita.

Hal ini dapat menyebabkan terjadinya diabetes karena gaya hidup yang

kurang gerak dan banyak makan sehingga resiko akan mengidapa

diabetes mellitus, hipertensi, stroke, sakit jantung, dan lain-lain.

5. Hipertensi

Hipertensi itu peningkatan tekanan darah, tekanan darah yang

meningkat akan menyebabkan tidak tepatnya tubuh menyimpan garam

dan air.
10

6. Usia

Usia yang rentan terkena diabetes mellitus tipe 2 adalah >45 tahun.

Usia tersebut mengalami penurunan pada system imun kecuali system

endokrin. Bertambahnya usia menyebabkan resistensi insulin yang

berakibat tidak stabilnya gula darah.

2.1.4 Klasifikasi

Klasifikasi Diabetus Melitus menurut American Diabetes Association

(2016) yaitu:

1. Diabetes tipe I

Karena kerusakan sel-b, biasanya mengarah pada kekurangan insulin

absolute, atau disebut kurangnya produksi insulin.

2. Diabetes tipe II

Karena hilangnya sekresi insulin secara progresif pada latar belakang

resistensi insulin. Kadar insulin yang tampak normal atau meningkat,

glukosa darah lebih tinggi pada pasien diabetes mellitus tipe II ini akan

diharapkan untuk menghasilkan nilai insulin yang lebih tinggi dengan

fungsi sel-b mereka normal. Dengan demikian, sekresi insulin rusak

pada penderita dan tidak cukup untuk mengkompensasi resistensi

insulin. Resistensi insulin mungkin meningkatkan dengan penurunan

berat badan atau pengobatan farmakologis hiperglikemia tetapi jarang

akan kembali kekeadaan normal.

3. Gestational diabetes mellitus (GDM) (diabetes didiagnosis pada detik

atau ketiga trismester kehamilan masih tidak jelas diabetes)

GDM adalah diabetes didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga

kehamilan yang tidak jelas juga diabetes tipe I atau tipe II.
11

4. Jenis diabetes spesifik karena penyebab lain

Diabetes terkait fibrosis kistik (CFRD/Cystic fibrosis–related diabetes)

adalah diabetes mellitus dengan status gizi yang lebih buruk, penyakit

paru-paru inflamasi yang lebih parah, dan kematian yang lebih besar.

Insufisiensi insulin adalah cacat utama di CFRD. Sel-B yang ditentukan

secara genetik fungsi dan resistensi insulin terkait dengan infeksi dan

peradangan dapat juga berkontribusi pada pengembangan dari CFRD.

2.1.5 Patofisiologi

Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik kronis yang

disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi hormon

insulin sesuai kebutuhan atau karena penggunaan yang tidak efektif dari

insulin atau keduanya. Penyakit ini ditandai dengan tingginya kadar gula

dalam darah atau hiperglikemi (Fatmawasari dkk., 2019).

Menurut Restyana (2015) dalam patofisiologi dalam diabetes tipe II

terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu :

1. Resistensi insulin

2. Disfungsi sel B pancreas

Daibetes melitus tipe II bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi

insulin, namun karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu

merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai

“resistensi insulin”. Resistensi insulinbanyak terjadi akibat dari obesitas

dan kurang nya aktivitas fisik serta penuaan. Pada penderita

diabetesmelitus tipe II dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang

berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel B langerhans

secara autoimun seperti diabetes melitus tipe II. Defisiensi fungsi insulin

pada penderita diabetes melitus tipe II hanya bersifat relatif dan tidak
12

absolut. Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe II, sel B

menunjukan gangguan pada sekresi insulin fase pertama,artinya

sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak

ditangani dengan baik,pada perkembangan selanjutnya akan terjadi

kerusakan sel-sel B pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas akan

terjadi secara progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi

insulin,sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Pada

penderita diabetes melitus tipe II memang umumnya ditemukan kedua

faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin.

2.1.6 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala diabetes melitus adalah sering haus (polidipsia),

sering kencing (poliuria), sering lapar (polifagia), serta penurunan berat

badan tanpa sebab. Manifestasi sebagian besar diabetes melitus tipe 1

adalah gejala yang terdiagnosis segera setelat onset penyakit dan bersifat

akut. Jika dibiarkan tidak diobati, penyandang diabetes melitus akan terjadi

ketoasidosis diabetik karena sering tidak stabil secara metabolisme (Putri,

2017)

Menurut Putri (2017) manifestasi diabetes melitus tipe 2 lebih

berbahaya dan terkadang tidak terdeteksi. Gejala utama penyandang

diabetes melitus adalah berupa ketoasidosis.

1. Polidipsia

Mekanisme filtrasi pada ginjal terjadi secara difusi, yaitu filtrasi zat

dari tekanan rendah ke tekanan yang tinggi. Pada penderita diabetes

melituss glukosa dalam darah yang tinggi menyebabkan kepekatan

glukosa dalam pembuluh darah sehingga proses filtrasi zat dari tekanan

tinggi ke rendah. Akibanya kandungan air yang ada dalam pembuluh

darah akan terserap oleh ginjal dan menybabkan pembuluh darah


13

menjadi kekurangan air sehingga penderita diabetes melitus akan

merasacepat haus.

2. Poliuria

Poliura terjadi karena kadar gula darah<180 mg/dL yang melebihi

nilai ambang ginjal sehingga gula tersebut akan keluar bersama urine.

Tubuh akan menarik air sebanyak mungkin ke dalam urine karena urine

yang keluar bersama gula tersebut bersifat pekat dengan tujuan urine

tidak terlalu pekat. Akibatnya volume urine yang keluar banyak dan

kencing menjadi sering dilakukan. Kencing jufa sering dilakukanpada

malam hari sehingga dapat menggangu tidur penderita diabetes melitus

bangun dengan kondisitidak segar karena kurang tidur.

3. Polifagia

Dalam tubuh, glukosa yang masuk dalam sel akan diubah menjadi

glikogen dengan bantuan insulin dan disimpan dihati sebagai cadangan

energi. Pada penderita diabetes melitus, insulin yang dihasilkan oleh

pankreas untuk mengubah glukosa menjadi glikogen tidak dapat

bekerja atau bekerja secara lambat sehingga hati tidak mendapatkan

glukosa yang adekuat. Oleh sebab itu pada penderita diabetes melitus

sering kali cepat lapar dan merasa lemas. Secara umum, gejala

diabetes melitus yang terjadi menahun atau bersifat kronis adalah:

a. Gangguan penglihatan seperti pandangan kabur

b. Gatal-gatal dan bisul yang biasa terjadi diarea lipatan seperti lipatan

ketiak, payudara, dan alat kelamin

c. Gangguan saraf tepi (perifer) seperti kesemutan, gangguan ini

terjadi terutama pada kaki dan terjadi pada malam hari

d. Rasa tebal pada kulit sehingga terkadang penderita diabetes

melitus tidak memakai alas kaki


14

e. Gangguan fungsi seksual seperti gangguan eskresi pada pria

f. Keputihan pada wanita sehingga menyebabkan daya tahan tubuh

menurun

g. Lemah dan cepat lelah

h. Infeksi saluran kemih

i. Luka yang sukar untuk disembuhkan

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis diabetes melitus ditegakkan atas dasar pemeriksaan

kadar gula darah, pemeriksaan kadar gula darah yang dianjurkan adalah

pemeriksaan gula darah secara enzimatik dengan bahan plasma darah

vena. Sementara itu pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan

dengan menggunakan pemeriksaan gula darah kapiler dengan glukometer

dan diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria

(PERKENI, 2015).

Menurut PERKENI (2015) berikut kriteria diagnostic diabetes

melitus antara lain :

1. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam

2. Pemeeriksaan gula darah plasma sewaktu disertai dengan keluhan

klasik : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang

tidak dapat dijelaskan sebabnya

3. Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang

terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program

(NGSP). Saat ini tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi

standard NGSP, sehingga harus hati-hati dalam membuat interpretasi

terhadap hasil pemeriksaan HbA1c pada kondisis terntentu seperti:

anemia, hemoglobinopat, riawayat transfusi darah 2-3 bulan terakhir,


15

kondisi-kondisi yang mempengaruhi umur eritrosit dan gangguan fungsi

ginjal maka HbA1c tidak dipakai sebagai alat diagnosis maupun

evaluasi.

4. Cara pelaksanaan TTGO

a. Tiga hari sebelum pemeriksaan, penderita tetap makan (dengan

karbohidrat yang cukup) dan melakukan kegiatan jasmani seperti

kebiasaan sehari-hari

b. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari sebelum

pemeriksaan, minum air putih tanpa gula darah tetap diperbolehkan

c. Dilakukan pemeriksaan kadar gula darah puasa

d. Ciberikan gula darah 75 gr (orang dewasa) atau 1,75 gr?kgBB (anak-

anak) dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit

e. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk

pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai

f. Dilakukan pemeriksaan kadar gula darah 2 jam sesudah beban

glukosa

g. Selama proses pemeriksaan, subjek yang dperiksa tetap istirahat dan

tidak boleh merokok

2.1.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan terapi farmakologi diberikan bersama dengan

pengaturan pola makan dan latihan jasmanin (gaya hidup sehat). Terapi

farmakologi terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Obat

antihiperglikemia oral, berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia

oral dibagi menjadi 5 golongan:

1. Pemacu sekresi insulin (Insulin Secretagogue): Sulfonilurea dan Glinid

Sulfonilurea mempunyai efek utama memacu sekresi insulin oleh sel

beta pankreas. Sedangkan glinid merupakan obat yang cara kerjanya


16

sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan

sekresi insulin fase pertama. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia

post prandial (PERKENI, 2015).

2. Peningkatan sensitivitas terhadap insulin Metformin dan Tiazolidindion

Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi gula darah hati

(gluoneogenesis), dan memperbaiki ambilan gula darah perifer.

Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus

diabetes melitus tipe 2. Sedangkan Tiazolidindion (TZD) merupakan

agonis dari Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-

γ), suatu reseptor inti termasuk di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini

mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan jumlah protein

pengangkat glukosa, sehingga meningkatkan ambilan gula darah di

perifer. Obat ini dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung

(NYHA FC IIIIV) karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-

hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal

hati secara berkala. Obat yang masuk dalam golongan ini adalah

pioglitazone (PERKENI, 2015).

3. Penghambat absorpsi gula darah

Penghambat Glukosidase Alfa, obat ini bekerja dengan memperlambat

absorbsi gula darah dalam usus halus. Sehingga mempunyai efek

memnurunkan kadar gula darah sesudah makan. Penghambat

glokosidase alfa tidak digunakan bila GFR≤30ml/min/1,73 m2, gangguan

faal hati yang berat, irritable bowel syndrome (PERKENI, 2015).

4. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)

Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV

sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang

tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan ekresi


17

insulin dan menekan sekresi glukagon yang bergantung pada kadar gula

darah atau glucose dependent (PERKENI, 2015)

5. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co transportet)

Obat golongan pembhambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral

jenis baru yang menghambat reabsorpsi gula darah di tubuli distal ginjal

dengan cara menghambat transporter gula darah SGLT-2. Obat yang

termasuk golongan ini antara lain: canagliflozin, empagliflozin,

ipragliflozin (PERKENI, 2015).

2.1.9 Komplikasi

Menurut Lotfy (2017) penyandang diabetes melitus memiliki risiko

tinggi terhadap komplikasi yang melibatkan banyak sistem tubuh berbeda.

Perubahan sistem kardiovaskuler, perubahan kadar gula darah, neuropati,

penyakit periodontal, peningkatan kerentanan terhadap infeksi sering kali

terjadi. Selain itu beberapa komplikasi dapat menyebabkan maslaah pada

kaki. Komplikasi dikategorikan berdasarkan sifatnya antara lain yaitu :

1. Komplikasi Diabetes Melitus Bersifat Akut

Menurut Lotfy (2017) komplikasi diabetes melitus akut bisa

disebabkan oleh 2 hal, yaitu peningkatan dan penurunan kadar gula

darah yang drastis. Kondisi ini memerlukan penanganan medis segera.

Jika terlambat ditangani, bisa menyebabkan hilangnya kesadaran,

kejang, hingga kematian. Komplikasi diabetes melitus akut terbagi

menjadi 3 macam, yaitu:

a. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah kondisi ketika terjadi penurunan kadar gula

darah secara drastis akibat tingginya kadar insulin dalam tubuh,

terlalu banyak mengonsumsi obat penurun gula darah, atau terlambat

makan. Gejalanya meliputi penglihatan kabur, jantung berdetak


18

cepat, sakit kepala, tubuh gemetar, keringat dingin, dan pusing.

Kadar gula darah yang terlalu rendah, bahkan bisa menyebabkan

pingsan, kejang, dan koma.

b. Ketosiadosis diabetik (KAD)

Ketoasidosis diabeteik adalah kondisi kegawatan medis akibat

peningkatan kadar gula darah yang terlalu tinggi. Ini adalah

komplikasi diabetes melitus yang terjadi ketika tubuh tidak dapat

menggunakan gula atau glukosa sebagai sumber bahan bakar,

sehingga tubuh mengolah lemak dan menghasilkan zat keton

sebagai sumber energi. Jika tidak segera mendapat penanganan

medis, kondisi ini dapat menimbulkan penumpukan zat asam yang

berbahaya di dalam darah, sehingga menyebabkan dehidrasi, koma,

sesak napas, atau bahkan kematian.

c. Hyperosmolar hyperglycemic state (HHS)

Hyperosmolar hyperglycemic state Kondisi ini juga merupakan salah

satu kegawatan medis pada penyakit kencing manis, dengan tingkat

kematian mencapai 20%. HHS terjadi akibat adanya lonjakan kadar

gula darah yang sangat tinggi dalam waktu tertentu. Gejala HHS

ditandai dengan haus yang berat, kejang, lemas, gangguan

kesadaran, hingga koma.

2. Komplikasi Diabetes Melitus Bersifat Kronis

Komplikasi jangka panjang biasanya berkembang secara

bertahap saat diabetes tidak dikelola dengan baik. Tingginya kadar gula

darah yang tidak terkontrol dari waktu ke waktu akan meningkatkan

risiko komplikasi, yaitu kerusakan serius pada seluruh organ tubuh.

Beberapa komplikasi jangka panjang pada penyakit diabetes melitus

adalah:
19

a. Gangguan pada mata (retinopati diabeteik)

Diabetes dapat merusak pembuluh darah di retina. Kondisi ini disebut

retinopati diabetik dan berpotensi menyebabkan kebutaan. Pembuluh

darah di mata yang rusak karena diabetes juga meningkatkan risiko

gangguan penglihatan, seperti katarak dan glaukoma. Deteksi dini

dan pengobatan retinopati secepatnya dapat mencegah atau

menunda kebutaan. Oleh karena itu, penderita diabetes dianjurkan

untuk melakukan pemeriksaan mata secara teratur.

b. Kerusakan ginjal (nefropati diabetik)

Komplikasi diabetes melitus yang menyebabkan gangguan pada

ginjal disebut nefropati diabetik Kondisi ini bisa menyebabkan gagal

ginjal, bahkan bisa berujung kematian jika tidak ditangani dengan

baik. Saat terjadi gagal ginjal, penderita harus melakukan cuci darah

rutin atau transplantasi ginjal. Diagnosis sejak dini, mengontrol

glukosa darah dan tekanan darah, pemberian obat-obatan pada

tahap awal kerusakan ginjal, serta membatasi asupan protein adalah

cara yang bisa dilakukan untuk menghambat perkembangan diabetes

yang mengarah kepada gagal ginjal.

c. Kerusakan saraf (neuropati diabetik)

Tingginya kadar gula dalam darah dapat merusak pembuluh darah

dan saraf di tubuh, terutama kaki. Kondisi yang biasa disebut

neuropati diabetik ini terjadi ketika saraf mengalami kerusakan, baik

secara langsung akibat tingginya gula darah maupun karena

penurunan aliran darah menuju saraf. Rusaknya saraf akan

menyebabkan gangguan sensorik dengan gejala berupa kesemutan,

mati rasa, atau nyeri. Kerusakan saraf juga dapat memengaruhi

saluran pencernaan dan menyebabkan gastroparesis. Gejalanya


20

berupa mual, muntah, dan merasa cepat kenyang saat makan.

Komplikasi ini juga dapat menyebabkan disfungsi ereksi atau

impotensi pada pria. Sebenarnya, kerusakan saraf bisa dicegah dan

ditunda jika diabetes terdeteksi sejak dini. Dengan demikian, kadar

gula darah bisa dikendalikan dengan menerapkan pola makan dan

pola hidup sehat, serta mengonsumsi obat sesuai anjuran dokter.

d. Masalah kaki dan kulit

Masalah pada kulit dan luka pada kaki juga umum terjadi jika

mengalami komplikasi diabetes. Hal ini disebabkan oleh kerusakan

pembuluh darah dan saraf, serta terbatasnya aliran darah ke kaki.

Gula darah yang tinggi juga memudahkan bakteri dan jamur

berkembang biak. Terlebih jika adanya penurunan kemampuan tubuh

untuk menyembuhkan diri sebagai akibat dari diabetes. Dengan

demikian, masalah pada kulit dan kaki pun tak dapat terelakkan. Jika

tidak dirawat dengan baik, kaki penderita diabetes berisiko mudah

luka dan terinfeksi sehingga menimbulkan gangren dan ulkus

diabetikum. Penanganan luka pada kaki penderita diabetes adalah

dengan pemberian antibiotik, perawatan luka dengan benar, atau

bahkan amputasi bila kerusakan jaringan sudah parah.

e. Penyakit kardiovaskular

Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada

pembuluh darah. Ini dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah di

seluruh tubuh, termasuk jantung. Komplikasi diabetes melitus yang

menyerang jantung dan pembuluh darah, meliputi penyakit jantung,

stroke, serangan jantung, dan penyempitan arteri (aterosklerosis).

Mengontrol kadar gula darah dan faktor risiko lainnya dapat

mencegah dan menunda komplikasi pada penyakit kardiovaskular.


21

Selain kelima komplikasi di atas, komplikasi diabetes melitus lainnya

bisa berupa gangguan pendengaran, melemahnya imunitas tubuh,

penyakit Alzheimer, depresi, serta masalah pada gigi dan mulut.

2.2 Konsep Diabetes Self Management Education (DSME)

2.2.1 Definisi

Diabetes Self Management Education adalah suatu proses yang

dilakukan untuk memfasilitasi pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan

penderita diabetes mellitus untuk melakukan perawatan mandiri.

Pengetahuan pendidikan kesehatan dengan metode Diabetes Self

Management Education tidak sekedar menggunakan metode penyuluhan

baik secara langsung ataupun secara tidak langsung, tetapi telah

berkembang dengan mendorong partisipasi dan kerjasama anatar

penderita diabetes mellitus dengan keluraganya (Umaroh Lilik, 2017)

2.2.2 Tujuan

Diabetes Self Management Education bertujuan untuk

meningkatkan hasil klinis, status kesehatan dan kualitas hidup dengan

mendukung pengambilan keputusan, manajemen diri, pemecahan

masalah, dan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya (Umaroh Lilik,

2018).

2.2.3 Prinsip

Menurut Umaroh Lilik (2018) prinsip utama Diabetes Self

Management Education, antara lain :

1. Pendidikan yang efektif untuk memperbaiki hasil klinis dan kualitas

dalam jangka pendek

2. Diabetes Self Management Education sudah berkembang dari model

pengajaran primer menjadi model pemberdayaan klien


22

3. Program edukasi yang menghubungkan strategi perilaku dan psikososial

4. Dukungan yang sangat aktif, sangat penting utnuk mempertahankan

kemajuan klien selama program Diabetes Self Management Education

5. Strategi efektif dalam mendukung selfcare behavior

2.2.4 Standar

Menurut (Funnel et al., 2011) Diabetes Self Management Education

(DSME) memiliki 10 standar yang terbagi menjadi 3 domain, yaitu :

1. Struktur

a. Standar 1: DSME merupakan kesatuan dokumentasi dari struktur

organisasi, misi, dan tujuan yang mengakui dan mendukung kualitas

DSME sebagai bagian integral dari perawatan untuk penderita

diabetes melitus

b. Standar 2: DSME akan menyatukan suatu tim kelompok penasihat

untuk meningkatkan kualitas DSME. Tim tersebut harus terdiri dari

tenaga kesehatan, penderita diabetes melits, komunitas, dan

pembuatan kebijakan

c. Standar 3: DSME akan menentukan apakah populasi target

membutuhkan pendidikan kesehatan dan mengidentifikasi sumber-

sumber yang dibtutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut

d. Standar 4: Koordinator DSME akan membuat desai mengawasi

perencanaav, pelaksanaa, dan evaluasi DSME. Koordinator yang

ditunjuk harus memiliki kemampuan akademik dan pengalaman

dalam perawatan penyakit kronis dan manajemen program edukasi.

2. Proses

a. Standar 5: DSME dapat dilakukan oleh satu atau lebih tenanga

kesehatan. Edukator DSME harus memiliki kemampuan akademik


23

dan pengalaman dalam memberikan edukasi dan manajemen

diabetes melitus

b. Standar 6: Penyusunan kurikulum harus menggambarkan fakta

diabetes melitus, petunjuk praktek, dengan kriteria untuk hasil

evaluasi dan akan digunakan debagai kerangka kerja DSME

c. Standar 7: Penilaian individual dan perencanaan edukasi akan

dilakukan oleh kolaborasi antara penderita dan edukator untuk

menentukan pendekatan pelaksanaan DSME dan strategi dalam

mendukung manjemen penderita secara mandiri

d. Standar 8: Perencanaan follow-up penderita untuk mendukung

DSME akan dilakuakan dengan kolaborasi antara penderita dan

edukator. Hasil follow-up tersebut akan diinformasikan kepada

seluruh pihak yang terlibat dalam DSME

3. Hasil

a. Standar 9: Kesatuan DSME akan mengukur keberhasilan penderita

dalam mencapai tujuan dan hasil klinis penderita dengan

menggunakan teknik pengukuran yang tepat untuk mengevaluasi

efektivitas dari pemberian pendidikan kesehatan

b. Standar 10 (quality improvement): Kesatuan DSME akan mengukur

efektifitas proses edukasi dan mengidentifikasi peluang untuk

perbaikan DSME dengan menggunakan perencanaan perbaikan

kualitas DSME secara berkelanjutan yang menggambarkan

peningkatan kualitas berdasarkan kriterial hasil yang dicapai


24

2.2.5 Komponen

Komponen Diabetes Self Management Education menurut Putri Mei

Sudari (2018) antara lain :

1. Monitoring Kadar Gula Darah

Menjelaskan tentang konsep kontrol salah satunya yaitu pengertian,

tujuan, dan hasil kontrol gula darah

2. Nutrisi

Mengatur pola hidup sehat dengan cara mengatur diet, kontrol berat

badan, dana memanajemen nutrisi

3. Olahraga

Evaluasi sebelum berolahraga dana sesuaikan aktifitas saat

metabolisme sedang buruk

4. Terapi Farmakologi

Menjelaskan tentang pengobatan yang meliputi : definisi, dosis, tipe,

dan cara penyimpanan

5. Perawatan kaki

Meliputi insiden gangguan pada kaki, penyebab, tanda dan gejaka,

cara mencegah, komplikasi, pengobatan, rekomendasi pada penderita

jadwal pemeriksaan berkala

2.2.6 Tingkat Pembelajaran

Menurut Rurita Novia (2020) tingkat pembelajaran Diabetes Self

Management Education antara lain :

1. Survival/basic level

Pengetahuan dan memotivasi penderita diabetes melitus dengan

mencegah, mengidentifikasi, dan mengobati komplikasi dalam jangka

pendek
25

2. Intermediate level

Memberikan pengetahuan, keterampilan, dan memotivasi penderita

dengan upaya mengontrol metabolic, mengurangi komplikasi dan

memfasilitasi penyesuaian hidup

3. Advanced level

Memberikan pengetehuan, keterampilan dan memotivasi penderita

dengan upaya mendukung manajemen diabetes melitus

2.2.7 Pelaksanaan

Menurut (Kusnanto, 2017) Diabetes Self Management Education

dibagi menjadi empat sesi, pada seriap sesi dilaksanaankan selama kurang

lebih 60 menit dengan materi yang berbeda di setiap sesinya. Sebelum

dilakukan ditahap pertama, didahului dengan adanya pertemuan awal dan

pada akhirnya kegiatan dilakukan secara follow up dari setiap sesinya, sesi

tersebut meliiputi :

1. Pertemuan awal, membahas tentang:

a. Riwayat kesehatan

b. Pre test dan kontrol gula darah

c. Penetapan tujuan bersama

d. Target pencapain gula darah

2. Tahap 1, membahas tentang:

a. Konsep diabetes mellitus (pengertian, penyebab, tanda dan gejala,

klasfikasi, faktor risiko dan komplikasi)

b. Komplikasi akut dan kronis

c. Diskusi (tanya jawab)

d. Penyelesain masalah

e. Review tujuan yang telah ditetapkan


26

3. Tahap 2, membahas tentang:

a. Perilaku perawatan mandiri diabetes melitus

b. Review tujuan yang telah ditetapkan

c. Diskusi (tanya jawab) dan Problem solving

4. Tahap 3, membahas tentang:

a. Pengobatan

b. Perawatan kaki

c. Review tujuan yang telah ditetapkan

d. Review target pencapain kadar gula darah dan pengukuran kadar

gula darah

e. Diskusi tanya jawab dan penyelesain masalah

5. Tahap 4, membahas tentang:

a. Pencegahan atau meminimalisir komplikasi akut dan kronis

b. Melanjutkan pemberian pendidikan kesehatan

c. Review tujuan yang telah ditetapkan

d. Diskusi (tanya jawab) dan penyelesaian masalah

6. Follow up dari masing-masing sesi:

a. Diskusi (tanya jawab)

b. Review program

c. Review target pencapain kadar gula darah dan pengukuran kadar

gula darah
27

2.3 Konsep Perawatan Mandiri

2.3.1 Perawatan Mandiri

Perawatan mandiri merupakan salah satu teori keperawatan yang

dikemukakan oleh Dorothea Orem. Definisiself-care menurut Orem adalah

tindakan manusia yang dilakukan oleh seseorang untuk dirinya guna

mengatur fungsinya sebagai seorang manusia (Orem, 2003). Pengertian

lain dari self-care yang dikemukan Orem yaitu suatu pelaksanaan kegiatan

yang diprakarsai dan dilakukan oleh individu itu sendiri untuk memenuhi

kebutuhan guna mempertahankan kesehatan, kehidupan dan

kesejahteraannnya sesuai keadaan, baik sehat maupun sakit. Perawatan

mandiri dibentuk dengan efektif, maka hal tersebut akan membantu

membentuk integritas struktur dan fungsi manusia dan erat kaitannya

dengan perkembangan manusia. Pengobatan diabetes melitus akan

berhasil jika penatalaksanaan diabetes melitus dilakukan berdasarkan

kemampuan penderita mulai melakukan tindakan secara mandiri

(Adimuntja, 2017).

2.3.2 Perawatan Mandiri Diabetes Melitus

Perawatan mandirii diabetes melitus merupakan program yang

harus dijalankan sepanjang kehidupan penderita diabetes melitus dan

menjadi tanggung jawab penuh bagi penderita diabetes melitus. Perawatan

mandiri diabetes melitus bertujuan mengoptimalkan kontrol metabolik,

mengoptimalkan kualitas hidup, serta mencegah komplikasi akut dan

kronis. Beberapa studi menunjukan bahwa menjaga kadar gula darah tetap

normal dapat meminimalkan komplikasi yang terjadi karena diabetes

melitus. Perawatan mandiri diabetes melitus merupakan tindakan mandiri

yang harus dilakukan oleh penderita diabetes melitus dalam kehidupan

sehari-hari. Tujuan melakukan tindakan perawatan mandiri untuk


28

mengontrol kadar gula darah. Tindakan yang dapat mengontrol kadar gula

darah, meliputi monitoring gula darah, pengaturan pola makan, olahraga,

penggunaan obat diabetes, dan perawatan kaki (Putri, 2017).

Penyakit diabetes melitus membutuhkan penanganan seumur hidup

dalam pengendalian kadar gula darah. Terapi pada diabetes melitus

memiliki tujuan utama yaitu untuk mengurangi komplikasi yang ditimbulkan

akibat diabetes melitus dengan cara menormalkan aktivitas insulin dan

kadar gula darah. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara memelihara

kualitas hidup yang baik dan menjaga kadar gula darah dalam batas

normal tanpa terjadi hipoglikemia (Putri, 2017).

1. Kontrol Kadar Gula Darah

Self-monitoring blood glucose (SMBG) atau dikenal dengan

kontrol kadar gula darah secara mandiri berfungsi sebagai deteksi dini

dan mencegah terjadinya hiperglikemi serta hipoglikemi. Dan dalam

jangka panjang akan mengurangi komplikasi diabetik jangka panjang.

SMBG telah menjadi dasar dalam memberikan terapi insulin. Kontrol ini

dianjurkan bagi pasien dengan penyakit DM yang tidak stabil, memiliki

kecenderungan untuk mengalami ketosis berat, hiperglikemia dan

hipoglikemia tanpa gejala ringan (Putri, 2017).

2. Pola Makan

Penatalaksanaan pola makan pada penderita diabetes melitus

memiliki beberapa tujuan yaitu mempertahankan kadar gula darah dan

lipid mendekati normal, mencapai dan mempertahankan berat badan

dalam batas-batas normal atau ± 10% dari berat badan ideal, mencegah

komplikasi akut dan kronik, serta meningkatkan kualitas hidup.

Penatalaksanaan nutrisi dimulai dari menilai kondisi pasien atau status

gizi penderita dengan cara menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT). Hal ini
29

bertujuan agar pasien mengetahui apakah penderita mengalami obesitas,

normal, atau kurang gizi. IMT normal orang dewasa adalah antara 18,5-

25. Konsumsi makanan untuk penderita diabetes melitus harus

diperhatikan, misalnya mengkonsumsi makanan berkolestrol harus

dibatasi karena akan hiperkolestrolemia yang akan menyebabkan

aterosklerosis. Standar komposisi makanan untuk pasien diabetes melitus

yang dianjurkan adalah karbohidrat 45-65 %, protein 10-20 %, lemak 20-

25 %, kolestrol <300 mbg/hari, serat 25 g/hari, garam dan pemanis dapat

digunakan secukupnya (Toobert, 2015).

3. Olahraga

Penatalaksanaan olahraga bertujuan untuk meningkatkan

pengambilan kadar gula darah oleh otot dan memperbaiki pemakaian

insulin dengan cara menurunkan kadar glukosa. Manfaat lainnya adalah

memperbaiki sirkulasi darah dan tonus otot, mengubah kadar 33 lemak

darah yaitu menurunkan kadar kolestrol total dan trigliserida serta

meningkatkan kadar HDL-kolesterol. Olahraga bagi penderita diabetes

yang dianjurkan adalah sesuai CRIPE (Contious Rythmiccal Intensicy

Progressife Endurance), yaitu dilakukan secara terus menerus tanpa

berhenti sehingga otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur. Otot

otot yang berkontraksi secara teratur ini akan merangsang peningkatan

aliran darah dan penarikan glukosa ke dalam sel. Latihan CRIPE

sebaiknya dilakukan minimal 3 kali dalam seminggu dan dua hari lainnya

melakukan olahraga yang disenangi penderita diabetes (Putri, 2017).

Olahraga yang baik dilakukan pada pagi hari sebelum jam 06.00

selama kurang lebih setengah jam. Suasana pada pagi hari akan

membuat penderita lebih nyaman berolahraga dan tidak mengalami stres

karena udara yang masih bersih juga suasana yang belum ramai. 9
30

Aerobik merupakan jenis latihan yang dianjurkan bagi penderita diabetes

melitus seperti jalan kaki, jogging, berenang, senam berkelompok atau

aerobik dan bersepeda di mana latihan ini bertujuan untuk meningkatkan

stamina penderita diabetes melitus, prinsip olahraga bagi penderita

diabetes melitus yaitu:

a. Frekuensi olahraga tiap minggu sebaiknya dilakukan 3-5 kali secara

teratur

b. Intensitas ringan dan sedang (60-70 % maximius heart rate)

c. Durasi 30-60 menit Jenis latihan seperti latihan jasmani endurans

(aerobik)

4. Pengobatan

Pengobatan pada diabetes melitus dengan cara pemberian obat

oral ataupun injeksi inuslin Untuk pemberian obat oral, disesuaikan

dengan yang diperlukan oleh penderita. Kadar gula darah dalam rentang

normal atau mendekati normal adalah tujuan dari terapi farmakologi

dengan insulin. Insulin juga merupakan terapi obat jangka panjang untuk

penderita diabetes melitus tipe 2 karena bertujuan untuk mengendalikan

kadar glukosa darah jika dengan diet, latihan fisik, dan Obat Hipoglikemia

Oral (OHO) ketika tidak dapat menjaga gula darah dalam rentang normal.

Insulin dibutuhTkan secara kontemporer selama mengalami sakit, infeksi,

kehamilan, pembedahan, dan beberapa kejadian stres pada penderita

diabetes melitus tipe 2 (Toobert, 2015)

OHO saat ini terbagi menjadi 2 kelompok yaitu obat yang

memperbaiki kerja insulin dan obat yang meningkatkan kerja insulin.

Golongan obat yang memperbaiki kerja insulin adalah obat-obatan seperti

metformin, glitazone, dan akarbose. Obat-obatan ini bekerja pada tempat

di mana terdapat insulin yang mengatur glukosa darah seperti pada hati,
31

usus, otot dan jaringan lemak. Sementara golongan obat yang

meningkatkan kerja insulin adalah sulfonil, repaglinid, nateglinid, dan

insulin yang disuntikkan. Obat-obatan ini berfungsi untuk meningkatkan

pelepasan insulin yang disuntikkan untuk menambah kadar insulin di

sirkulasi darah. Obat-obatan golongan diatas memiliki mekanisme kerja

yang berbeda (Toobert, 2015).

5. Perawatan Kaki

Perawatan kaki merupakan aktivitas penting yang harus dilakukan

penderita diabetes melitus untuk merawat kaki yang bertujuan untuk

mengetahui kelainan secara dini, mengurangi resiko ulkus kaki,

mengurangi risiko infeksi kaki, meningkatkan kebersihan dan kesehatan

kaki, mencegah keparahan apabila terjadi ulkus, dan mencegah

terjadinya amputasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat perawatan kaki

adalah penderita diabetes melitus harus memeriksa kondisi kaki setiap

hari, mencuci kaki dengan bersih dan mengeringkannya menggunakan

lap, memeriksa dan memotong kuku kaki secara rutin, memilih alas kaki

yang nyaman, serta mengecek bagian sepatu yang akan digunakan.

Penatalaksanaan perawatan kaki meliputi, pencegahan primer,

pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier (Juwarti, 2016).

2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi

Menurut Putri (2017) faktor-faktor yang mempengaruhi perawatan

mandiri, antara lain :

1. Usia

Penderita diabetes melitus dengan usia tua memiliki perawatan

mandiri yang lebih baik dan teratur dari pada penderita diabetes

melitus usia muda. Peningkatan usia merupakan peningkatan


32

terjadinya kematangan dan kedewasaaan seseorang sehingga

penderita akan berpikir lebih rasional tentang manfaat yang

didapatkan jika melakukan aktifitas perawatan mandiri diabetes

melitus secara adekuat. Usia lanjut berkaitan erat dengan tingginya

tingkat aktivitas fisik, kepatuhan terhadap makanan atau diet, dan

perawatan kaki diabetik.

2. Jenis kelamin

Jenis kelamin memiliki hubungan terhadap aktivitas perawatan

mandiri diabetes melitus. Aktivitas perawatan mandiri diabtese melitus

harus dilakukan oleh penderita diabetes melitus laki-laki maupun

perempuan. Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa penderita

diabetes melitus berjenis kelamin perempuan memiliki aktivitas

perawatan mandiri lebih baik dibandingkan dengan penderita diabetes

melitus berjenis kelamin laki-laki. Namun terdapat pula penelitian

yang menyatakan bahwa sebaliknya laki-laki memiliki aktivitas

perawatan mandiri yang lebih baik dibandingkan dengan penderita

diabetes melitus perempuan.

3. Tingkat pendidikan

Dalam mengelola penyakit diabetes melitus, pengetahuan merupakan

faktor yang penting. Sebuah studi menyatakan bahwa kurangnya

pengetahuan akan menghambat pengelolaan perawatan mandiri.

Sementara penderita dengan tingkat pendidikan yang rendah akan

mengalami kesulitas dalam belajar merawat diri. Namun banyak

penelitian juga mengungkapkan bahwa tidak terdapat kolerasi antara

tingkat pengetahuan dengan aktivitas perawatan mandiri diabetes

melitus, yang berarti belum tentu penderita dengan pendidikan tinggi


33

akan patuh dalam melakukan aktivitas perawatan mandiri diabates

melitus.

4. Tingkat pendapatan

Pendapatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

perawatan mandiri pada penderita diabetes melitus. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan, pada umumnya penderita diabetes melitus

dengan penghasilan yang tinggi kurang patuh terhadapa perawatan

mandiri dibandingkan dengan penderota diabetes melitus dengan

penghasilan rendah. Hal ini mungkin dikarenakan penderita dengan

penghasilan tinggi memiliki hidup yang lebih beresiko dari pada

penderita yang berpenghasilan lebih rendah.

5. Lamanya menderita diabetes melitus

Penderita diabetes melitus yang memiliki penyakit ini dalam

kurunwaktu yang lebih lama memiliki aktivitas perawatan mandiri

diabetes melitus yang lebih tinggi dibandingkan penderita yang baru

menderita diabetes melitus. Penderita diabetes melitus lebih dari 11

tahun biasanya lebih memahami perilaku perawatan mandiri

berdasarkan pengalamannya selama menjalani penyakit tersebut

sehingga penderita lebih memahami tentang hal-hal terbaik yang

dilakukan untuk mempertahankan kesehatannya. Hal terrsebut dapat

dicapai dengan melakukan aktivitas perawatan mandiri secara teratur

dan konsisten.

6. Motivasi

Motivasi merupakan suatu kondisininternail yang membangkitkan

seseorang untuk bertindak, mendorong untuk mencapai tujuan

tertentu, serta membuat seseorang tetap tertarik dqlam kegiatan

tertentu. Motivasi dapat menimbulkan suatu perubahan energi dalam


34

diri seseorang dan pada akhirnya akan berhubungan langsung

dengan kejiawaan, perasaan, emosi untuk bertindak dan melakukan

sesuatu mencapai tujuan, kebutuhan, keinginan tertentu. Motivasi

pada penderita diabetes melitus merupaka faktor penting yang

mampu meberikan dorongan kuat bagi penderita diabetes melitus

untuk melakukan aktivitas perawatan mandiri diabetes melitus,

sehingga gula darah dapat terkontrol secara optimal dan kejadian

komplikasi dapat dicegah.

7. Dukungan sosial

Beberpa penelitian menyatakan bahwa terdapat korelasi anatar

perawatan mandiri diabetes melitus dengan dukungan sosial.

Semakin banyak dukungan soaila yang didapatkan maka semakin

banyakmkegiatan perawatan mandiri yang dilakukan.

8. Aspek Emosional

Masalah emosional pada penderita diabetes melitus berupa stres,

rasa khawatir tentang penyakit dan masa depannya, bersikap sedih,

memikirkan komplikasi yang akan muncul, perasaan takut, tidak

semangat dengan program pengobatan, bosan dengan perawatan

rutin yang dijalan, serta khawatir terhadap perubahan kadar gula

darah. Aspek emosional yang dialami penderita diabetes melitus

merupakan hal yang akan memepengaruhi aktivitas perawatan

mandiri dalam kehidupannya sehari-hari jika penderita menerima dan

memahami segala kondisi yang terjadi akibat penyakitnya. Oleh

sebab itu diperlkan penyesuain emosional yang tinggi untuk mecapai

keberhasilan program peraqatn bagi penderita diabetes melitus

sehingga penderita dapat beradaptasi dengan konsisi penyakit dan

menerima perawatan rutin yang harus dijalaninnya.


35

9. Keyakinan terhadap efektivitas penatalaksanaan diabetes melitus

Terdapat kontibusi antara keyakinan terhadap efektifitas

penatalaksanaan diabetes melitus terhadap perawatan mandiri,

Semakin tinggi keyakinan terhadapa efektifitas penatalaksanaannya

diabetes melitus maka aktivitas perawatan mandiri diabetes melitus

senakin meningkat.

10. Komunikasi petugas kesehatan

Komunikasi merupakan poin penting dalam perilaku perawatan

mandiri penderita diabetes melitus. Pemberian informasi dan

pendidikan kesehatan tentang perawatan mandiri yang diberikan akan

berpangaruh terhadap tingkat perawatan mandiri penderita. Semakin

tinggi frekuensi petugas kesehatan memberikan informasi maka

aktivitas perawatan mandiri semakin meningkat.


BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan abstraksi dari suatu realitas sehingga

dapat dikomunikasikan dan membentuk teori yang menjelaskan keterkaitan

antara variabel yang diteliti (Nursalam, 2017).

Faktor Risiko:
1. Keturunan
2. Ras/etnis
3. Obesitas
4. Metabolis
Sindrom
5. Hipertensi Komponen Diabetes Pengukuran
6. Usia Self Management kemampuan
Education (DSME) Perawatan Mandiri
1. Monitoring kadar Diabetes Melitus :
gula darah
Diabetes 2. Nutrisi 1. Kurang = ≤ 50%
Melitus 3. Olahraga 2. Cukup = 51-75%
4. Terapi Farmakologi 3. Baik = 76-100%
5. Perawatan kaki
Etiologi : (Tobbey dan
1. Resistensi (Putri Mei Sundari, 2018) Glasglow, 2000;
insulin Ary 2016)
2. Disfungsi
sel beta
pankreas

Keterangan :

Variabel yang di teliti : :

Variabel yang tidak diteliti :

Hubungan/ Pengaruh :

Bagan 3.1 : Kerangka konsep penelitian Pengaruh Diabetes Self Management


Education (DSME) terhadap Perilaku Perawatan Mandiri Pada
Penderita Diabetes melitus Tipe II Di Klinik Holistic Nursing
Therapy Probolinggo

36
37

Berdasarkan Gambar 3.1 dapat dijelaskan diabetes melitus disebabkan oleh

2 hal yaitu resistensi insulin dan disfungsi sel beta pankreas. Hal itu bisa

terjadi dikarenakan beberapa faktor yang meliputi keturunan, ras/etnis,

obesitas, metabolis sindrom, hipertensi, dan usia. Komponen Diabetes Self

Management Education (DSME) yang diberikan ada 5 yaitu monitoring kadar

gula darah, nutrisi, olahraga, terapi farmakologi, dan perawatan kaki.

Pengukuran kemampuan perawatan mandiri diabetes melitus ada 3 yaitu

kurang ≤50%, cukup = 51-75%, dan baik = 76-100%.

3.2 Hipotesis

Hipotesis adalah pendapat yang kebenarannya masih dangkal dan

perlu diuji, patokan duga atau dalil sementara yang kebenerannya akan

dibuktikan dalam penelitian (Setiadi, 2013). Hipotesis adalah jawaban

sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian (Nursalam,

2017).

H1 : Ada Pengaruh Diabetes Self Management Education (DSME)

Terhadap Perilaku Perawatan Mandiri Pada Penderita Diabetes

Melitus Tipe II di klinik holistic nursing therapy Probolinggo.


BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan hasil akhir dari suatu tahap keputusan

yang dibuat oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian

bisa diterapkan (Nursalam, 2017). Dalam penelitian ini menggunakan desain

penelitian one-group pra-post test design (pra eksperimen) yang merupakan

metode penelitian yang mengungkap hubungan sebab-akibat yang cara

melibatkan dua kelompok subjek. Pada metode ini kelompok subjek

diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah

intervensi dilakukan (Nursalam, 2017).

Subjek Pra Perlakuan Pasca-tes

K1 O1 X1 OI

Waktu 1 Waktu 2 Waktu 3

Keterangan:

K1: Subjek penderita diabetes melitus tipe II)

O1: Observasi perilaku perawatan mandiri pada penderita diabetes

melityus tipe II sebelum dilakukan edukasi

X1: Intervensi (Diabetes Self Management Education (DSME)

OI : Observasi perilaku perawatan mandiri pada penderita diabetes melitus

tipe II sesudah diberikan edukasi

38
39

4.2 Kerangka Kerja Penelitian

Kerangka kerja penelitian adalah tahapan dalam suatu penelitian yang

menyalurkan alur penelitian terutama variable yang digunakan dalam

penelitian (Nursalam, 2017)

Pengaruh Diabetes Self Management Education (DSME) Terhadap Perilaku


Perawatan Mandiri Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II Di Klinik Holistic
Nursing Therapy Probolinggo

Populasi:
Semua penderita diabetes melitus tipe II di Klinik Holistic Nursing Therapy
Probolinggo pada bulan Oktober-November 2020 sejumlah 35 responden

Teknik Sampling:
Accidental Sampling

Sampel:
Sebagian penderita diabetes melitus tipe II di Klinik Holistic Nursing Therapy
Probolingo pada bulan April-Mei 2021 sejumlah 32 responden

Desain Penelitian:
Pra Eksperimen (One-grup pra-post test design)

Pengumpulan Data:
Lembar Kuesioner Summary of Diabetes Self-Care Activities (SDSCA)

Pengolahan Data:
Editing, Coding, Scoring, Tabulating

Analisa Data:
Wilcoxon Signed Rank Test

Penarikan Kesimpulan:
Jika p value ≤ 0,05 maka H1 diterima, H0 ditolak ≥ 0,05

Bagan 4.1: Kerangka Kerja Pengaruh Diabetes Self Management Education


(DSME) Terhadap perilaku Perawatan Mandiri Pada Penderita
Diabetes Melitus Tipe II di Klinik Holistic Nursing Therapy
Probolinggo.
40

4.3 Populasi Sampel dan Teknik Sampling

4.3.1 Populasi

Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang ditetapkan

(Nursalam, 2017). Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita

diabetes melitus tipe II di Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo

sejumlah 35 responden.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan

sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2017).

Rumus menurut (Nursalam, 2017)

n= N

1+N (d)2

Keterangan : n = Jumlah Sampel

N = Jumlah Populasi

d = Tingkat Signifikan

Jadi,

n= N

1+N (d)2

n = 35

1+35 (0,05)2

= 35

1+35 (0,0025)

= 35

1+0,0875

= 35
41

1,0875

= 32,1 atau 32

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

teknik pengambilan sampel secara kebetulan namun tetap sesuai tujuan

penelitian dan bukan random disebut (Accidental sampling). Sampel

dalam penelitian ini adalah Semua penderita diabetes melitus tipe II di

Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo sebanyak 32 responden.

Agar karakteristik sampling tidak menyimpang dari populasinya,

maka sebelum dilakukan pengambilan sampel perlu ditentukan kriteria

inklusi, maupun kriteria eklusi. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum

subjek penelitian untuk subjek penelitian dari suatu populasi target yang

terjangkau dan akan diteliti. Kriteria eklusi adalah menghilangkan/

mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena

berbagai sebab (Nursalam, 2017).

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum dari subjek penelitian yang

layak dilakukan penelitian atau yang akan dijadikan subjek. Kriteria

inklusi pada penelitian adalah:

a. Bersedia menjadi responden

b. Penderita diabetes melitus tipe II di Klinik Nursing Holistic Therapy

Probolinggo

c. Penderita diabetes mellitus tipe II yang bertempat tinggal di Kota

Probolinggo

d. Lama menderita diabetes melitus tipe II ≥ 1 tahun

e. Mampu melakukan aktifitas mandiri

f. Mampu berkomunikasi dengan baik


42

2. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah subjek penelitian yang tidak dapat mewakili

sampel karena tidak memenuhi kriteria atau sarat sebagai sampel

penelitian. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

a. Penderita yang seminggu sebelum penelitian sakit atau keluar dari

rumah sakit

b. Penderita diabetes melitus tipe II mengalami keterbatasan fisik

c. Memiliki penyakit penyerta, contohnya : stroke

4.3.3 Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan proses menyeleksi porsi dari

populasi untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling merupakan

cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel agar

memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan

subjek penelitian (Nursalam, 2017).

Teknik pengambilan sampel secara kebetulan namun tetap

sesuai tujuan penelitian dan bukan random disebut (Accidental

sampling). Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian penderita

diabetes melitus tipe II di Klinik Holistic Nusing Therapy Probolinggo

sebanyak 32 responden pada tanggal 16 April - 22 Mei 2021.

4.4 Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian dapat diklasifikasikan

menjadi variabel bebas (independen), yaitu variabel yang menjelaskan dan

mempengaruhi variabel lain, dan variabel terikat (dependen), yaitu variabel

yang dijelaskan dan dipengaruhi oleh variabel oleh variabel independen.


43

Variabel adalah karakteristik atau perilaku yang memberikan nilai beda

terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Nursalam, 2017).

4.4.1 Variabel Bebas (Independen)

Variabel Independen atau variable bebas adalah Variabel

independen merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan atau

timbulnya variabel dependen (terikat) (Hidayat, Alimul Aziz, 2018).

Variabel Independen dalam penelitian ini adalah adalah Diabetes Self

Management Education (DSME).

4.4.2 Variabel Terikat (Dependen)

Variabel dependen atau variable terikat adalah variabel yang

dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas (Hidayat, Alimul

Aziz, 2018). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku

perawatan mandiri.

4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.5.1 Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo.

4.5.2 Waktu

Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 16 April – 22 Mei 2021.

4.6 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi atau pengukuran secara sermat terhadap suatu objek

atau fenomena (Hidayat, Alimul Aziz, 2018).


44

VARIABEL DEFINISI INDIKATOR ALAT SKALA SKOR


OPERASIONAL UKUR
Independent Suatu proses Komponen 1.Pemberian - -
Diabetes yang dilakukan DSME edukasi
Self untuk 1. Monitoring oleh
Management memfasilitasi kadar gula perawat
Education pengetahuan, darah 2.SAP
(DSME) keterampilan, dan 2. Nutrisi DSME
kemampuan 3. Olahraga 3.Booklet
penderita 4. Terapi
diabetes melitus farmakologi
muntuk 5. Perawatan
melakukan kaki
perawatan
mandiri (Putri Mei
Sundari, 2018)

Dependent Kegiatan yang Perilaku Lembar Ordinal Perilaku


Perilaku dilakukan oleh Perawatan kuesioner perawatan
Perawatan individu itu sendiri Mandiri SDSCA mandiri :
Mandiri Pada untuk memenuhi 1. Kontrol gula 1.Kurang =
Penderita kebutuhan guna darah ≤ 50%
Diabetes mempertahankan 2. Pola makan 2.Cukup =
Melitus Tipe kesehatan, 3. Olahraga 51-75%
II kehidupan dan 4. Pengobatan 3.Baik =
kesejahteraan 5. Perawatan 76-100%
sesuai keadaan, kaki
baik sehat (Tobbey
maupun sakit dan
Glasglow,
2000; Ary
2016)

Table 4.1 : Definisi operasional Pengaruh Diabetes Self Management


Education (DSME) Terhadap Perilaku Perawatan Mandiri Pada
Penderita Diabetes Melitus Tipe II Di Klinik Holistic Nursing
Therapy Probolinggo

4.7 Prosedur Penelitian

4.7.1 Prosedur Administrasi

Mendapatkan surat izin penelitian dari Ketua STIKES Hafshawaty

Zainul Hasan Program Study S1 Keperawatan Genggong Probolinggo,

kemudian peneliti mengajukan permohonan izin penelitian kepada kepala


45

Klinik Holistic Nursing Therapy untuk Probolinggo memperoleh izin

melakukan penelitian.

4.7.2 Prosedur Teknis

1. Peneliti melakukan pengajuan izin ke Klinik Holistic Nursing Therapy

Probolinggo untuk melakukan studi pendahuluan

2. Peneliti meminta izin dan mendapatkan izin dari kepala Klinik Holistic

Nursing Therapy Probolinggo

3. Peneliti mendata penderita yang masuk kriteria inklusi kepada petugas

kesehatan di Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo

4. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan yang akan dilakukan peneliti

kepada responden

5. Peneliti memberikan Informed Consent pada penderita diabetes

melitus tipe II yang setuju menjadi responden untuk menandatangani

6. Peneliti memberikan lembar kuesioner kepada responden sebelum

peneliti memberikan DSME kepada penderita diabetes melitus Tipe II

di Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo

7. Peneliti membagikan booklet perilaku perawatan mandiri pada

responden yang telah menandatangani informed consent dan

mengarahkan responden agar selalu mematuhi 3M (Mencuci tangan,

Memakai masker, dan Menghindari kerumunan) dimasa pandemi

seperti saat ini

8. Peneliti mengenalkan eneumator kepada responden dan menjelaskan

tentang keahlian yang dimiliki oleh eneumator tersebut. Diharapkan

agar responden semakin yakin dengan eneumator saat menjelaskan

metode DSME terhadap perilaku perawatan mandiri pada penderita

diabeets melitus tipe II di Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo


46

9. Peneliti dan eneumator memberikan DSME terhadap perilaku

perawatan mandiri pada penderita diabetes melitus tipe II di Klinik

Holistic Nursing Therapy Probolinggo yang akan dilaksanakan selama

4 sesi, setiap sesi mempunyai durasi waktu 40-60 menit dengan

berbagai macam materi yang berbeda disetiap sesinya

10. Peneliti melakukan evaluasi dengan cara memberikan lembar

kuesioner SSDCA pada responden yang telah mengikuti DSME

terhadap perilaku perawatan mandiri pada penderita diabetes melitus

tipe II di Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo

11. Kemudian peneliti melakukan pengolahan data (editing, coding,

scoring, dan tabulating) untuk mendapatkan hasil penelitiannya,

selanjutnya dianalisis menggunakan SPSS.

4.8 Proses Pengumpulan Data

Pada jenis pengukuran ini, peneliti mengumpulkan data melalui

pertanyaan yang diajukan secara langsung kepada subjek atau

disampaikan secara lisan dari pertanyaan yang sudah tertulis dan meminta

subjek untuk menjawab secara tertulis (Nursalam, 2017). Alat yang

digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan lembar kuesioner.

Kuesioner merupakan alat ukur berupa angket/ kuesioner yang terdiri atas

beberapa pertanyaan. Tujuan dari kuesioner adalah untuk menggali

informasi atau hal-hal yang bersifat rahasia. Kuesioner yang digunakan

dalam penelitian ini adalah kuesioner Summary of Diabetes Self-Care

Activities (SDSCA) yang dikembangkan oleh Tobbey & Glasgow (2000)

dalam (Ary, 2016). Kuesioner ini terdiri atas 14 pertanyaan terkait perawatan

mandiri yang meliputi kontrol kadar gula darah, pola makan, olahraga,

pengobatan, dan perawatan kaki.


47

4.8.1 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data agar penelitiannya lebih mudah dan

hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis

sehingga lebih mudah diolah (Hidayat, Alimul Aziz, 2018).

Dalam penelitian ini pada variabel independen menggunakan Satuan

Acara Penyuluhan (SAP) yang menjelaskan tentang tata cara

melaksanakan Diabetes Self Manageent education (DSME) dengan media

booklet, pada variabel dependen menggunakan lembar kuesioner

Summary of Diabetes Self-Care Activities (SDSCA).

4.8.2 Uji Validitasi dan Rehabilitas

1. Uji Validitas

Uji validitas adalah pengukuran dari pengamatan yang berarti

prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data (Nursalam,

2017).

Pada penelitian ini peneliti tidak melakukan uji validitas karena

Summary of Diabetes Self-Care Activities (SDSCA) yang dikembangkan

oleh Tobbey & Glasgow (2000) dalam (Ary, 2016) merupakan instrumen

baku sehingga tidak diperlukan uji validitas, dengan nilai uji validitas r

berada pada rentang r= 0,200-0,743 dengan r tabel = 0,361.

2. Uji Rehabilitas
48

Rehabilitas adalah kesaman hasil pengukuran atau pengamatan

bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali

dalam waktu yang berlainan. (Nursalam, 2017).

Dalam penelitian ini peneliti tidak melakukan uji reliabilitas

terhadap lembar kuesioner Summary of Diabetes Self-Care Activities

(SDSCA) yang dikembangkan oleh Tobbey & Glasgow (2000) dalam

(Ary, 2016) dikarenakan instrument yang dipakai dalam penilaian ini

adalah instrument baku sehingga tidak diperlukan uji rehabilitas,

dengan nilai uji reliabilitas alpha Cronbach’s = 0,812.

4.8.3 Teknik Pengumpulan Data

1. Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebeneran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap

pengumpulan data atau setelah data terkumpul (Nursalam 2017).

2. Coding adalah mengklasifikasikan jawaban jawaban dari para

responden ke dalam kategori-kategori (Nursalam, 2016). Pemberian

kode pada penelitian ini terbag menjadi 2 komponen yaitu data umum

dan data khusus sebagai berikut :

a. Data Umum

1. Usia

a) 30-35 tahun diberi kode 1

b) 36-41 tahun duberi kode 2

c) 42-47 tahun diberi kode 3

d) 48-53 tahun diberi kode 4

e) 54-59 tahun diberi kode 5

f) 60-65 tahun diberi kode 6

2. Jenis kelamin responden :

a) Laki-laki diberi kode 1


49

b) Perempuan diberi kode 2

3. Pendidikan Terakhir :

a) SD diberi kode 1

b) SMP diberi kode 2

c) SMA diberi kode 3

d) Perguruan Tinggi diberi kode 4

4. Pekerjaan

a) Tidak bekerja diberi kode 1

b) PNS diberi kode 2

c) Petani diberi kode 3

d) Wiraswasta diberi kode 4

e) Pensiun diberi kode 5

5. Lama menderita diabetes melitus

a) 1-6 bulan diberi kode 1

b) 7-12 bulan diberi kode 2

b. Data Khusus

1. Kategori penilaian perawatan mandiri

a) Kurang diberi kode 1

b) Cukup diberi kode 2

c) Baik diberi kode 3

3. Skoring

Skoring merupakan memberikan penilaian terhadap item-item

yang perlu diberikan penilaian atau skor (Nursalam 2017). Pada

instrumen ini terdiri dari 8 alternatif jawaban yaitu 0 hari sampai

dengan 7 hari, dengan nilai minimum 0 dan nilai maksimal 98.

Pertanyaan favourabele terdiri dari 12 pertanyaan, yaitu pada

pertanyaan no 1-5 dan 8-14 dan untuk pertanyaan unvourabele ada 2


50

pertanyaan yaitu pada no pertanyaan 6 dan 7. Berikut penilaian

skoring pada penelitian ini secara umum menurut Putri (2017) :

Tidak pernah melakukan = diberi nilai 0

Melakukan dalam 1 hari = diberi nilai1

Melakukan dalam 2 hari = diberi nilai 2

Melakukan dalam 3 hari = diberi nilai 3

Melakukan dalam 4 hari = diberi nilai 4

Melakukan dalam 5 hari = diberi nilai 5

Melakukan dalam 6 hari = diberi nilai 6

Melakukan dalam 7 hari = diberi nilai 7

4. Tabulating

Tabulating adalah proses pengolahan data yang bertujuan untuk

membuat tabel-tabel yang dapat memberikan gambaran statistik

(Nursalam, 2016). Proses ini merupakan tahapan akhir pengolahan

data yang sangat berguna untuk kegiatan selanjutnya yaitu teknik

penyajian data, Pada penelitian ini penyajian data yang digunakan

dengan rumus:

Nilai yang didapatkan


X 100%
Nilai total keselurahan

Dapat dikategorikan sebagai berikut :

a. Kurang = ≤ 50%

b. Cukup = 51%-75%

c. Baik =76%-100%

4.9 Analisa Data

Pertama peneliti melakukan observasi dan wawancara pada

perilaku perawatan mandiri dengan menggunakan lembar kuesioner


51

Summary of Diabetes Self-Care Activities (SSDCA). Setelah itu, peneliti

menggunakan analisis data bivariat, dimana analisis tersebut dilakukan

untuk mengetahui pengaruh dari data. Karena metode penelitian ini

menggunakan metode penelitian (Quasi experiment one-group pra-post test

design). Maka data perilaku perawatan mandiri tersebut termasuk dalam

data bivariat. Setelah peneliti mengetahui skala data penelitian ini

merupakan ordinal maka dapat digolongkan menjadi kategorik. Uji analisis

yang dapat digunakan adalah uji wilcoxon signed rank test dengan syarat

skala data kategorik. Apabila syarat uji parametrik terpenuhi maka uji analisis

yang dapat digunakan adalah uji wilcoxon signed rank test.

4.10 Etika Penelitian

Dalam penelitian kesehatan yang menjadikan manusia sebagai

objek yang diteliti harus memperhatikan hubungan antara peneliti dan

yang diteliti, yang diteliti masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang

sama harus di akui dan dihargai oleh masing-masing pihak (Notoatmodjo,

2012).

Untuk menentukan standart atau kriteria pengambilan keputusan

persetujuan kelayakan etik atas usulan protokol penelitian yang melibatkan

manusia sebagai subjek penelitian maka Komisi Etik Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Nasional (KEPPKN) menetapkan 7 standart

universal yang harus terpenuhi dalam sebuah protokol penelitian, berikut

hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan penelitian (KEPPKN,

2017)

4.10.1 Nilai Sosial

Nilai sosial adalah adanya kebaruan fenomena (novelty) dan

upaya mendiseminasikan hasil (KEPPKN, 2017). Penelitian menyajikan


52

data dan informasi yang dapat dimanfaatkan untuk menambah wawasan

bagi responden dalam menibgkatkan perilaku perawatan mandiri pada

penderiita diabetes melitus tipe II.

4.10.2 Nilai Ilmiah

Penelitian ini dilengkapi dengan desain penelitian yang jelas,

memberikan informasi yang valid dan dapat berkontribusi dalam

penciptaan atau evaluasi intervensi karena di dasarkan pada penelitian-

penelitian terbaru sebelumnya. Pada penelitian ini akan dilaksanakaan

dengan cara pertemuan di Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo

saat responden melakukan kontrol, jadi peneliti akan bertemu dengan

responden selama 2 sesi, sesi pertama dilakukan selama durasi waktu 60

menit dan sesi kedua dilakukan seminggu setelah dilakukakannya sesi

pertama yaitu selama durasi waktu 60 menit saat reponden kembali

kontrol ke Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo.

4.10.3 Nilai Pemerataan Beban Manfaat

Penelitian dapat diterima secara etik apabila telah meminimalisir dampak

negatif yang mungkin terjadi dan manfaat dari penelitian lebih besar

dibandingkan risiko yang ditimbulkan (KEPPKN, 2017). Dalam penelitian

ini tidak menyita waktu serta mengganggu aktivitas responden tetapi

meberikan manfaat bagi responden dan peneliti.

4.10.4 Potensi Manfaat dan Risiko

Penelitian ini memiliki manfaat untuk responden dengan tujuan

mengetahui menghasilkan ilmu baru sebagai media yang diperlukan


53

untuk meningkatkan perialku perawatan mandiri bagi responden,

dibandingkan dengan risiko yang dapat terjadi pada responden.

4.10.5 Bujukan

Penelitian harus dihindari dari kecurigaan atas klaim adanya

“eksploitatif” terhadap subjek yang berkaitan dengan aspek manfaat dan

bahaya (benefit and harm) kerentanan (vulnerability) dan persetujuan

(consent). Secara etis penelitian dapat diterima apabila peneliti mengganti

biaya apapun untuk individu yang berhubungan dengan keikutsertaan

dalam penelitian, termasuk biaya transport, pengasuhan anak (child

care), kehilangan penghasilan saat mengikuti penelitian dan mengganti

waktu yang dipakai saat mengikuti penelitian (KEPPKN, 2017).

Pada peneliti ini responden akan diberikan kompensasi berupa

bingkisan (sembako) yang akan diberikan pada sesi kedua dan akan

diberikan snack dan air mineral disetiap sesi pertama dan sesi kedua.

4.10.6 Rahasia dan Privacy

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan

nama responden pada lembar pengumpulan data yang akan diisi oleh

responden, lembar tersebut hanya diberikan inisial dari responden yang

bersnagkutan (Nursalam, 2017). Pada penelitian ini peneliti akan

mencantumkan nama inisial pada responden untuk menjaga kerahasiaan

dan privacy responden, karena hasil penelitian ini akan disajikan hanya

ditujukan pada kelompok tertentu saja yang ada kaitannya dengan

kegiatan penelitian.

4.10.7 Inform Consent

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan

diteliti peneliti menjelaskan maksud dan tujuan riset yang dilakukan serta

dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah mengumpulkan data


54

(Nursalam 2017). Pada penelitian ini lembar persetujuan diberikan

kepada penderita diabetes melitus tipe II di Klinik Holistic Nursing

Therapy Probolinggo yang akan menjadi responden.


BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil Penelitian

Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian dengan judul “Pengaruh

Diabetes Self Management Education (DSME) Terhadap Perilaku

Perawatan Mandiri Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II Di Klinik

Holistic Nursing Therapy Probolinggo”. Penelitian ini dilakukan pada

tanggal 16 April – 22 Mei 2021. Untuk mendapatkan data peneliti Di Klinik

Holistic Nursing Therapy Probolinggo untuk mendata penderita diabetes

melitus tipe II tanggal 16 April dengan menggunakan accidental sampling

dengan berjumlah 35 responden dengan 1 responden menolak untuk

dilakukan penelitian, 2 responden tidak datang ke klinik saat jadwal

penelitian dan tidak dapat dihubungi, sehingga terdapat 32 responden

dalam penelitian ini.

Sebelumnya responden diberi penjelasan akan maksud dan

tujuan dari peneliti. Kemudian peneliti memberikan lembar persetujuan

menjadi responden untuk ditanda tanganin jika responden menyetujui.

Dalam pengumpulan data peneliti memberikan kuesioner perilaku

perawatan mandiri (SDSCA) sebelum dilakukan edukasi trainer dan peneliti

dengan metode DSME. Setelah itu penderita diberikan edukasi perilaku

perawatan mandiri dengan metode DSME. Data yang terkumpul ditabulasi

dan selanjutnya dipresentasikan sehingga menghasilkan suatu kesimpulan.

Responden dikaji riwayat diabetes mellitus tipe II serta perawatan

mandiri yang telah dilakukan dan memberikan lembar kuesioner SSDCA

kepada responden sebelum diberikan edukasi DSME terhadap perilaku

55
56

perawatan mandiri saat di awal pertemuan pada tanggal 16 April – 22 Mei

2021. Setelah 4 kali pertemuan dalam waktu 1 bulan atau di akhir

pertemuan responden di berikan lembar kuesioner untuk menilai perilaku

perawatan mandiri.

Sesudah data terkumpul, maka penyajian data di kelompokkan dalam

2 komponen yaitu data umum dan data khusus. Data umum menampilkan

karakteristik responden yang terdiri dari :usia responden, jenis kelamin,

pekerjaan, pendidikan terakhir, lama menenderita diabetes mellitus tipe II

Data khusus nilai perilaku perawatan mandiri sebelum dilakukan Diabetes

Self Management Education (DSME) pada penderita diabetes melitus tipe

II dan nilai perilaku perawatan mandiri sesudah dilakukan Diabetes Self

Management Education (DSME) pada penderita diabetes melitus tipe II.

5.1.1 Gambaran Umum Hasil Lokasi Penelitian

Tempat penelitian di Klinik Holistic Nursing Therapy JL.

Ronggojalu No.84, Dusun Krajan, Desa Tamansari, Kecamatan Dringu,

Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Kode Pos 67271 Telepon.(0335)

4493395 – 081234928811 dengan batas wilayahnya, Utara: Selat Madura

dan Kota Probolinggo, Selatan: Kabupaten Lumajang, Barat : Kota

Probolinggo, Timur: Kabupaten Jember, bagian Utara Tengah: Kabupaten

Situbondo.

Klinik Hoilistic Nursing Therapy adalah salah satu tempat

pengobatan mandiri sesuai dengan izin praktek perawat

SIPP.446/086/SIPP/426.116/2018 yang berdiri pada tahun 2004 dipimpin

oleh Bapak Ishak, S.Kep.Ns. Klinik tersebut beranggotakan 7 tenaga

kesehatan diantaranya luulsan D1 Keperawatan 2 orang, lulusan D3 2

orang, dan lulusan S1 Keprwatan 3 orang. Klinik Holistuc Nursing


57

Therapy merupakan pelayanan pengobatan rawat jalanyang

menggunakan terapi komplementer seperti akupuntur dan bekam.

5.1.2 Data Umum

1. Karakteristik responden berdasarkan usia

Tabel 5.1 Distribusi Responden Penelitian Berdasarkan Usia


Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II Di Klinik
Holistic Nursing Therapy Probolinggo Pada Bulan
April - Mei 2021

Usia Frekuensi (F) Presentase (%)


30-35 tahun 4 12,5
36-41 tahun 4 12,5
42-47 tahun 4 12,5
48-53 tahun 5 15,6
54-59 tahun 8 25,0
60-65 tahun 7 21,9
Total 32 100,0
Sumber: Data Primer Lembar Kuesioner Penelitian April 2021

Berdasarkan tabel 5.1 diatas didapatkan bahwa usia 30-35

tahun sejumlah 4 responden (12,5%), usia 36-41 tahun sejumlah 4

responden (12,5%), usia 42-47 tahun sejumlah 4 responden (12,5%),

usia 48-53 tahun sejumlah 5 responden (15,6%), usia 54-59 tahun

sejumlah 8 responden (25,0%), dan usia 60-65 tahun sejumlah 7

responden (21,9%).
58

2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Tabel 5.2 Distribusi Responden Penelitian Berdasarkan Jenis


Kelamin Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II Di
Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo Pada
Bulan April - Mei 2021

Jenis Kelamin Frekuensi (F) Presentase (%)


Laki-Laki 18 56,2
Perempuan 14 43,8
Total 32 100,0
Sumber: Data Primer Lembar Kuesioner Penelitian April 2021

Berdasarkan tabel 5.2 diatas didapatkan bahwa jenis kelamin

laki-laki didapatkan sejumlah 18 responden (56,2%) dan jenis kelamin

perempuan sejumlah 14 responden (43,8%).

3. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir

Tabel 5.3 Distribusi Responden Penelitian Berdasarkan Jenis


Pendidikan Terakhir Pada Penderita Pada Penderita
Diabetes Melitus Tipe II Di Klinik Holistic Nursing
Therapy Probolinggo Pada Bulan April - Mei 2021

Pendidkan Terakhir Frekuensi (F) Presentase (%)


SD 13 40,6
SMP 8 25,0
SMA 7 21,9
Perguruan Tinggi 4 12,5
Total 32 100,0
Sumber: Data Primer Lembar Kuesioner Penelitian April 2021

Berdasarkan tabel 5.3 diatas didapatkan bahwa pendidikan

terakhir SD sejumlah 13 responden (40,6%), SMP sejumlah 8

responden (25,0%), SMA sejumlah 7 responden (21,9%), dan

perguruan tinggi sejumlah 4 responden (12,5%).


59

4. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan

Tabel 5.4 Distribusi Responden Penelitian Berdasarkan


Pekerjaan Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II Di
Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo Pada
Bulan April - Mei 2021

Pekerjaan Frekuensi (F) Presentase (%)


Tidak Bekerja 7 21,9
PNS 1 3,1
PETANI 9 28,1
WIRASWASTA 14 43,8
PENSIUN 1 3,1
Total 32 100,0
Sumber: Data Primer Lembar Kuesioner Penelitian April 2021

Berdasarkan tabel 5.4 diatas didapatkan bahwa pekerjaan

responden yang tidak bekerja sejumlah 7 responden (21,9%), PNS

sejumlah 1 responden (3,1%), petani sejumlah 9 responden (28,1%),

wiraswasta sejumlah 14 responden (43,8%), dan pensiun sejumlah 1

responden (3,1%).

5. Karakteristik responden berdasarkan lama menderita diabetes melitus

Tabel 5.5 Distribusi Responden Penelitian Berdasarkan Lama


Menderita Diabetes Melitus Pada Penderita Diabetes
Melitus Tipe II Di Klinik Holistic Nursing Therapy
Probolinggo Pada Bulan April - Mei 2021

Lama Menderita Frekuensi (F) Presentase (%)


1-6 Bulan 17 53,1
7-12 Bulan 15 46,9
Total 32 100,0
Sumber: Data Primer Lembar Kuesioner Penelitian April 2021

Berdasarkan tabel 5.5 diatas didapatkan bahwa lama menderita

diabetes melitus responden dengan waktu 1-6 bulan didapatkan sejumlah


60

17 responden (53,1%) dan wakt 7-12 bulan sejumlah 15 responden

(46,9%).

5.1.1 Data Khusus

1. Nilai Perilaku Perawatan Mandiri sebelum dilakukan Diabetes Self

Management Education (DSME) pada Penderita Diabetes Melitus

Tipe II Di Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo .

Tabel 5.6 Distribusi Responden Penelitian Berdasarkan Nilai


Perilaku Perawatan Mandiri Sebelum Dilakukan
Diabetes Self Management Education (DSME) Pada
Penderita Diabetes Melitus Tipe II Di Klinik Holistic
Nursing Therapy Probolinggo Pada Bulan April - Mei
2021

Nilai Perilaku Frekuensi (F) Presentase (%)


Perawatan Mandiri
Kurang 21 65,6
Cukup 9 28,1
Baik 2 6,2
Total 32 100,0
Sumber: Data Primer Lembar Kuesioner Penelitian April 2021

Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan nilai perilaku perawatan

mandiri di Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo sebelum

dilakukan Diabetes Self Management Education (DSME) di dapatkan

nilai perilaku perawatan mandiri tergolong kurang yaitu 21 responden

(65,6%), sedangkan nilai perilaku perawatan mandiri tergolong cukup

yaitu 9 responden (28,1%), dan nilai perilaku perawatan mandiri

tergolong baik sebanyak 2 responden (6,2%).


61

2. Nilai perilaku perawatan mandiri sesudah dilakukan Diabetes Self

Management Education (DSME) pada Penderita Diabetes Melitus

Tipe II Di Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo .

Tabel 5.7 Distribusi Responden Penelitian Berdasarkan Nilai


Perilaku Perawatan Mandiri sesudah dilakukan
Diabetes Self Management Education (DSME) Pada
Penderita Diabetes Melitus Tipe II Di Klinik Holistic
Nursing Therapy Probolinggo Pada Bulan April - Mei
2021

Nilai Perilaku Frekuensi (F) Presentase (%)


Perawatan Mandiri
Kurang 9 28,1
Cukup 12 37,5
Baik 11 34,4
Total 32 100,0
Sumber: Data Primer Lembar Kuesioner Penelitian April 2021

Berdasarkan tabel 5.7 didapatkan nilaii perilaku perawatan

mandiri di Klinik Holistic Nursing Probolinggo sesudah dilakukan

Diabetes Self Management Education (DSME) di dapatkan nilai

perilaku perawatan mandiri tergolong kurang yaitu 9 responden

(28,1%), sedangkan perilaku perawatan mandiri tergolong cukup yaitu

12 responden (37,5%), dan nilai perilaku perawatan mandiri tergolong

baik yaitu 11 responden (34,4%).


62

3. Pengaruh Diabetes Self Management Education (DSME) Terhadap

Perilaku Perawatan Mandiri Pada Penderita Diabetes Tipe II Di Klinik

Holistic Nursing Therapy Probolinggo

Tabel 5.8 Tabel Silang Pengaruh Diabetes Self Management


Education (DSME) Terhadap Perilaku Perawatan
Mandiri Pada Penderita Diabetes Tipe II Di Klinik
Holistic Nursing Therapy Probolinggo Pada Bulan
April-Mei 2021

SBLM-SSD
SSD
Kurang Cukup Baik Total
SBLM Kurang 5 8 8 21
Cukup 4 2 3 9
Baik 0 2 0 2
Total 9 12 11 32
Sumber: Data Primer Lembar Kuesioner Penelitian April 2021

Dari tabel 5.8 diatas dapat diketahui dari 32 responden,

bahwa perilaku perawatan mandiri sebelum diberikan Diabetes Self

Management Education (DSME) dengan kategori kurang sejumlah 21

responden (65,6%), kategori cukup 9 responden (28,1%), dan

kategori baik sejumlah 2 responden (6,2%). Sedangkan perilaku

perawatan mandiri sesesudah diberikan Diabetes Self Management

Education (DSME) dengan kategori kurang 9 responden (65,6%),

kategori cukup 12 responden (37,5%), dan kategori baik 11

responden (34,4%).
63

5.2 Analisa Data

Pengaruh Diabetes Self Management Education (DSME) Terhadap

Perilaku Perawatan Mandiri Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II Di

Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo.

Tabel 5.9 Distribusi Uji Wilcoxon Dari Hasil Observasi perilaku


perawatan mandiri Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe
II Di Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo Pada
Bulan April-Mei 2021

SSD – SBLM

Z -3.046a

Asymp. Sig. (2-tailed) .002

Sumber: Data Primer Lembar Kuesioner Penelitian April 2021

Berdasarkan tabel 5.9 diatas menunjukkan bahwa hasil pengukuran

hasil uji statistic yang dilakukan peneliti dengan menggunakan uji analisis

Wilcoxon Signed Rank Test SPSS pada penderita Diabetes Melitus Tipe II

yang mengalami kuranganya pengetahuan perilaku perawatan mandiri di

Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo dengan sejumlah 32

responden, menunjukkan bahwa sebagian besar responden memilki

perilaku perawatan mandiri tergolong cukup yaitu 12 responden (37,5%)

Sig.(2 tailed) adalah 0.002. Sehingga  = 0,002 < α = 0,05. Dari hasil analisa

tersebut dapat disimpulkan H1 di terima artinya ada Pengaruh Diabetes

Self Management Education (DSME) Terhadap Perilaku Perawatan Mandiri

Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II Di Klinik Holistic Nursing Therapy

Probolinggo.
BAB 6

PEMBAHASAN

6.1 Interpretasi Dan Diskusi Hasil

Pada bab ini akan menguraikan pembahasan mengenai hasil penelitian

tentang Pengaruh Diabetes Self Management Education (DSME) Terhadap

Perilaku Perawatan Mandiri Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II Di Klinik

Holistic Nursing Therapy Probolinggo.

Hal-hal yang akan dibahas meliputi pengukuran perilaku perawatan

mandiri sebelum di berikan Diabetes Self Management Education (DSME) di

Klinik Holistic Nursing Probolinggo, pengukuran perilaku perawatan mandiri

sesudah Diabetes Self Management Education (DSME) diberikan Di Klinik

Holistic Nursing Therapy Probolinggo, dan menganalisis Pengaruh Diabetes

Self Management Education (DSME) Terhadap Perilaku Perawatan Mandiri

Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II Di Klinik Holistic Nursing Therapy

Probolinggo.

6.1.1 Pengukuran Perilaku Perawatan Mandiri Sebelum Diberikan

Diabetes Self management Education (DSME) Di Klinik Holistic

Nursing Therapy Probolinggo.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.6 diatas, menunjukkan

bahwa nilai perilaku perawatan mandiri di Klinik Holistic Nursing Therapy

Probolinggo sebelum dilakukan Diabetes Self Mangement Education

(DSME) di dapatkan nilai perilaku perawatan mandiri tergolong kurang

yaitu 21 responden (65,6%), sedangkan nilai perilaku perawatan mandiri

tergolong cukup yaitu 9 responden (28,1%), dan nilai perilaku perawatan

mandiri tergolong baik yaitu 2 responden (6,2%).

64
65

Hal ini terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhi

perilaku perawatan mandiri yang dilakukan pada penderita diabetes

melitus meliputi kontrol gula darah, pola makan, olahraga, minum obat

diabetes melitus, dan perawatan kaki. Monitoring kadar gula darah

dilakukan oleh penderita diabetes melitus untuk mencegah terjadinya

hipoglikemia, hiperglikemia, dan ketosis berat. Pola makan pada

penderita diabetes melitus merupakan pengaturan pola makan

seimbang yang bertujuan untuk mendapatkan kontrol metabolik yang

baik, prinsip pengaturan pola makan penderita diabetes melitus yang

harus diperhatikan jadwal, jumlah, dan jenis makanan (Putri, 2017).

Olahraga merupakan komponen penting dalam perawatan

mandiri, penderita diabetes melitus dianjurkan untuk melakukan

olahraga jalan kaki, jogging, lari dan bersepeda selama 20-30 menit

sebanyak 3 kali dalam seminggu. Pengobatan pada penderita diabetes

melitus, kelompok obat untuk penderita diabetes melitus dibagi menjadi

2 yaitu memperbaiki kerja insulin dan meningkatkan kerja insulin yang

berpengaruh secara langsung terhadap pengendalian kadar gula darah.

Perawatan kaki diabetik perlu dilakukan pada penderita diabetes melitus

untuk mencegah adanya luka ulkus (Putri, 2017).

Pada hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian

Romadona (2018) pada penderita diabetes melitus tipe II yang

mengalami perilaku perawatan mandiri kurang baik berdasarkan jenis

kelamin didapatkan mayoritas pada responden sebagian besar berjenis

kelamin laki-laki sebanyak 18 responden (56,2%). Bahwa pasien laki laki

mengaku memiliki aktivitas yang padat karena bekerja sehingga

membuatnya lupa minum obat, terlambat menebus obat dan tidak

mengatur pola diet, Selain itu pasien perempuan memiliki sikap berobat
66

yang baik dibandingkan pasien laki laki dan pasien perempuan

cenderung lebih peduli terhadap penyakitnya sehingga membuat

penderita perempuan lebih rajin olahraga, mengatur pola diet, serta

lebih teratur minum obat. Asumsi Peneliti bahwa jenis kelamin laki - laki

lebih rentan terkena penyakit diabetes melitus dibandingkan dengan

jenis kelamin dikarenakan oleh gaya hidup yang tidak sehat seperti

kebiasaan merokok, minum alkohol, dll. Jumlah kalori pria lebih banyak.

6.1.2 Pengukuran Perilaku Perawatan Mandiri Sesudah Diberikan Diabetes

Self Management Education (DSME) Di Klinik Holistic Nursing

Therapy Probolinggo.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.7 diatas, Diabetes Self

Management Education (DSME) di dapatkan nilai perilaku perawatan

mandiri tergolong kurang yaitu 9 responden (28,1%), sedangkan perilaku

perawatan mandiri tergolong cukup yaitu 12 responden (37,5%), dan nilai

perilaku perawatan mandiri tergolong baik yaitu 11 responden (34,4%).

Menurut Andi Akifa (2017) Diabetes Self Management Education

merupakan autonomy support yang merupakan dukungan yang diberikan

pemberi pelayanan kesehatan dalam memahami pasien DM, kebutuhan

dan prioritasnya, perasaaan, dan menyediakan pilihan dalam pengelolaan

mandiri, pemberian informasi yang relevan. Pemberi dukungan

diharapkan tidak melakukan kontrol terhadap perilaku pasien, tetapi

pasien melakukan kontrol terhadap perilaku berdasarkan kesadaran diri.

Menurut Funnel (2017) Pemberian DSME dapat merubah perilaku

pasien melalui informasi yang diberikan kepada pasien. Pemberian

informasi kepada pasien merupakan suatu stimulus yang dapat


67

meningkatkan pengetahuan, sehingga menimbulkan kesadaran untuk

berperilaku sesuai dengan yang diharapkan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sidani & Fan

(2017), pasien diabetes melitus tipe II yang menerima DSME dapat

mengalami perbaikan kontrol metabolik, perbaikan kualitas hidup, dan

mengurangi komplikasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rondhianto

(2017) juga menyatakan bahwa DSME terbukti memiliki pengaruh yang

positif terhadap peningkatan kepercayaan diri dan perubahan perilaku

perawatan diri pasien Diabetes melitus tipe II.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penilitian Funnel (2017),

dalam penelitian menunjukkan bahwa Diabetes Self Management

Education (DSME) menggunakan metode pedoman, konseling, dan

intervensi perilaku untuk meningkatkan pengetahuan mengenai diabetes

dan meningkatkan keterampilan individu dan keluarga dalam mengelola

penyakit diabetes melitus tipe II. Metode ini memfasilitasi pengetahuan,

keterampilan dan kemampuan perawatan mandiri (self care behavior)

yang sangat dibutuhkan oleh penderita diabetes. Kemampuan untuk

melakukan perawatan mandiri berjalan melalui untuk mendapatkan

informasi pengetahuan, keterampilan, dan status psikologis penderita

mengalami peningkatan, sehingga penderita mulai melakukan perawatan

mandiri terhadap penyakitnya dan hal tersebut dapat membantu

mengurangi resiko untuk terjadinya komplikasi.


68

6.1.3 Analisa Pengaruh Diabetes Self Education Management (DSME)

Terhadap Perilaku Perawatan Mandiri Pada Penderita Diabetes

Melitus Tipe II Di Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo

Berdasarkan tabel 5.8 diatas dapat diketahui dari 32 responden,

bahwa perilaku perawatan mandiri sebelum diberikan Diabetes Self

Management Education (DSME) dengan kategori kurang sejumlah 21

responden (65,6%), kategori cukup 9 responden (28,1%), dan kategori

baik sejumlah 2 responden (6,2%). Sedangkan perilaku perawatan

mandiri sesesudah diberikan Diabetes Self Management Education

(DSME) dengan kategori kurang 9 responden (28,1%), kategori cukup 12

responden (37,5%), dan kategori baik 11 responden (34,4%).

Hal ini terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhi

bahwasannya dari 21 responden (65,6%) dengan kategori kurang

sebelum diberikan Diabetes Self Management Education (DSME) menjadi

9 responden (28,1%) dengan kategori kurang sesudah diberikan

Diabetes Self Management Education (DSME). Faktor yang

mempengaruhi ialah berdasarkan tingkat pendidikan responden,

bahwasanya 9 responden (28,1%) tersebut tidak mengalami perubahan

walaupun sudah diberikan Diabetes Self Management Education (DSME)

dikarenakan mayoritas 9 responden (28,1%) tersebut memiliki tingkat

pendidikan rendah, dimana jika tingkat pendidikan rendah maka

responden tersebut mengalami kurangnya pengetahuan.

Pada hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Citri

(2018) pada penderita diabetes melitus tipe II yang mengalami kurangnya

pengetahuan perilaku perawatan mandiri berdasarkan tingkat

pendidikan, didapatkan mayoritas pendidikan pada responden sebagian

besar berpendidikan SD sebanyak 13 responden (40,6%). Semakin tinggi


69

tingkat pendidikan, resiko untuk terkena diabetes melitus semakin rendah

dan semakin rendah tingkat pendidikan resiko untuk terkena diabetes

melitus semakin tinggi. Orang yang tingkat pendidikannya tinggi biasanya

akan memiliki banyak pengetahuan tentang kesehatan dan orang yang

memiliki tingkat pendidikannya rendah biasanya kurang pengetahuan.

Dengan adanya pengetahuan tersebut orang akan memiliki kesadaran

untuk menjaga kesehatan. Pengobatan diabetes melitus akan berhasil

jika penatalaksanaan diabetes melitus dilakukan berdasarkan

kemampuan penderita dalam melakukan tindakan perawatan secara

mandiri, perawatan mandiri yang harus dilakukan oleh penderita diabetes

mellitus tipe II dalam kehidupannya sehari-hari dalam pelaksanaannya

meliputi kontrol kadar gula darah, pola makan, olahraga, pengobatan, dan

perawatan kaki.

6.2 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian merupakan bagian riset keperawatan yang

menjelaskan keterbatasan dalam penulisan riset, dalam setiap penulisan

pasti mempunyai kelemahan-kelemahan yang ada, kelemahan tersebut

ditulis dalam keterbatasan (Hidayat, Alimul Aziz, 2018).

1. Keterbatasan peneliti saat melakukan penelitian ini ialah, keterbatasan

waktu dikarenakan tidak semua responden datang sesuai jadwal kontrol.

Sehingga membuat penelitian ini membutuhkan waktu tambahan dari

waktu yang telah ditentukan.

2. Keterbatasan pengumpulan responden yang tidak secara bersamaan

hanya membentuk kelompok kecil saja dikarenakan hari kontrol

responden ke klinik tidak bersamaan.


70

6.3 Implikasi

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa implikasi yang dapat

dilakukan untuk peningkatkan dalam bidang kesehatan, khususnya:

1. Pelayanan Kesehatan

Diharapkan hasil dari peneltiian ini akan berdampak pada upaya

peningkatan pelayanan kesehatan oleh tenaga medis untuk lebih

meningkatkan motivasi tentang pengetahuan Diabetes Self Management

Education (DSME) terhadap perilaku perawatan mandiri pada penderita

diabetes melitus tipe II.

2. Pendidikan Kesehatan

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

kajian dan pengetahuan tentang disiplin ilmu keperawatan tentang

Diabetes Self Management Education (DSME) terhadap perilaku

perawatan mandiri pada penderita diabetes melitus tipe II, dan

mahasiswa dapat mengakplikasikan dengan berupa penyuluhan atau

informasi kepada penderita diabetes melitus tipe II tentang pengetahuan

Diabetes Self Management Education (DSME) guna perilaku perawatan

mandiri pada penderita diabetes melitus tipe II.


BAB 7

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa

Pengaruh Diabetes Self Management Education (DSME) Terhadap

Perilaku Perawatan Mandiri Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II Di

Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo, didapatkan kesimpulan

sebagai berikut:

1. Perilaku perawatan mandiri pada penderita diabetes melitus tipe II

sebelum dilakukan Diabetes Self Management Education (DSME) di

Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo sebelum di lakukan

Diabetes Self Management education (DSME) dengan kategori

kurang yaitu sejumlah 21 responden (65,6%),

2. Perilaku perawatan mandiri pada penderita diabetes melitus tipe II

sesudah di lakukan Diabetes Self Management Education (DSME) di

Klinik Holistic Nusring Therapy Probolinggo dengan kategori cukup

yaitu sejumlah 12 responden (37,5%).

3. Ada pengaruh Diabetes Self Management Education (DSME)

terhadap perilaku perawatan mandiri pada penderita diabetes melitus

tipe II Di Klinik Holistic Nursing Therapy Probolinggo dengan p = 0,002

< 0,05.

71
72

7.2 Saran

7.2.1 Bagi Institusi Pendidikan

Bagi institusi pendidikan terkait, diharapkan hasil penelitian ini dapat

menjadi bahan atau materi pembelajaran baik kalangan mahasiswa,

pendidikan sarjana maupun profesi, agar dapat juga diterapkannya

pemberian Diabetes Self Managament Education (DSME) terhadap

perilaku perawatan mandiri pada penderita diabetes melitus tipe II.

7.2.2 Bagi Profesi Keperawatan

Penelitian dapat diaplikasikan dalam intervensi keperawatan dalam

membantu mengatasi permasalahan perilaku perawatan mandiri pada

penderita diabetes melitus tipe II yang mengalami kurangnya pengetahuan,

hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh perawat pendidik

dalam meningkatkan kemampuan dalam memahami pengaruh Diabetes

Self Managemenbt Education (DSME) terhadap perilaku perawatan mandri

pada penderita diabetes melitus tipe II.

7.2.3 Bagi Lahan Penelitian

Saran dari peneliti diharapkan agar Diabetes Self Managament

Education (DSME) ini bisa diterapkan kepada penderita yang mengalami

kurangnya pengetahuan perilaku perawatan mandiri serta bisa diterapkan

pada kelemahan kasus lain. Karena dari hasil penelitian menunjukan

bahwa agar Diabetes Self Managament Education (DSME) sangat efektif

untuk meningkatkan pengetahuan perilaku perawatan mandiri pada

penderita diabetes melitus tipe II.


73

7.2.4 Bagi Responden

Diharapkan responden dapat mengaplikasikan setiap pembahasan

yang telah dilakukan dalam Diabetes Self Mangement Education (DSME)

serta tetap optimis dan semangat dalam menjalani kehidupan sehari-sehari

agar dapat menjaga dan meningkatkan pengetahuan perilaku perawatan

mandiri.

7.2.5 Bagi Peneliti

Diharapkan bisa menjadi pemahaman tentang pengaruh Diabetes Self

Management Education (DSME) terhadap perilaku perawatan mandiri pada

penderita diabetes melitus tipe II di klinik holistic nursing therapy

Probolinggo, serta bisa mempraktikkan ilmu yang telah didapat di bangku

perkuliahan.

7.2.6 Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai penambah informasi untuk pengembangan penelitian lebih

lanjut, khususnya bagi peneliti keperawatan yang ingin melakukan

pengembangan penelitian tentang pengaruh Diabetes Self Management

Education (DSME) terhadap perilaku perawatan mandiri pada penderita

diabetes melitus tipe II.

Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat menerapkan Diabetes Self

Managament Education (DSME) kepada responden lain yang mengalami

sakit dengan rentan waktu yang cukup lama, mempunyai batasan

berinteraksi dengan orang sekitar dan bagi yang mempunyai resiko dapat

mengalami penurunan atau menganggu perilaku perawatan mandiri kondisi

yang dialami. Diharapkan edukasi ini dapat dilajutkan dan kembangkan

oleh peneliti selanjutnya agar dapat bermanfaat bagi seluruh responden

yang mengalami kurangnya pengetahuan perilaku perawatan mandiri.


74

Pada peneliti selanjutnya diharapkan khususnya bagi responden yang

memiliki tingkat pendidikan rendah (SD) lebih dikhususkan lagi saat

pemberian Diabetes Self Managament Education (DSME) atau bisa

dibuatkan kelompok kecil khusus tingkat pendidikan rendah (SD) agar saat

penyampaian materi lebih mudah untuk dipahami oleh responden.


DAFTAR PUSTAKA

ADA (American Diabetes Association). 2016. Standards of Medical Care in


Diabetes 2016. Diabetes Care,39;1.

Adimuntja Paskawati Natalia. (2017). Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan


Aktivitas Self-Care Diabetes Pada Pasiendiabetes Melitus Tipe 2 Di Rsud
Labuang Baji Kota Makassar. Universitas Hasanuddin Makasar.

A.Azis Alimul Hidayat. (2018). Pengantar konsep dasar manusia. Edisi 2.


Jakarta: Salemba medika

American Diabetes Association (ADA). (2018). Standards of medical care in


diabetes 2018. Clinical and Applied Research and Education

Akifa Andi. (2017). Efektifitas Diabetes Self Management Education (DSME)


Metode Kelompok Terhadap Self Care Diabetk Pada Pasien Rawat Jalan
Diabetes ellltius Tipe 2 DI puskesmas Kabupaten Gorontalo

Citri Mokolomban, dkk 2018. Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 Disertai Hipertensi Dengan Menggunakan Metode MMAS-8

Decroli, Eva. 2019. Diabetes Melitus Tipe 2. Padang: Bagian Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Dewi Qurniawatil., dkk 2020 Pengaruh Diabetes Self-Management Education


(DSME) Terhadap Perawatan Diri Pasien Luka Diabetes Melitus http://e-
repository.unsyiah.ac.id/JIK/article/view/17849

Dina Yusdiana., dkk 2016 Pengaruh Diabetes Melitus Management Education


(DSME) Sebagai model Keperawatan berbasis Keluarga terhadap
Pengendalian Glukosa Pada Penderita Diabetes Melitus http://e-
journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JMKM/article/view/75

Diyah Fatmasari., dkk 2019 Terapi Kombinasi Diabetic Self Management


Education (DSME) dengan Senam Kaki Diabetik terhadap Ankle Brachial
Index (ABI) pada Penderita Diabetes Tipe II
https://doi.org/10.36408/mhjcm.v6i2.389

75
76

Fatimah, Restyana Noor. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Lampung: Artikel


Review
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/615

Haas L, et al.2012.National standards for diabetes self-management education


and support.Diabetes Care (36):100-3

Kusnanto. 2017. Asuhan Keperawatan Klien dengan Diabetes Mellitus:


Pendekatan Holistik Care. Pertama. Edited by Kusnanto. Surabaya:
Airlangga University Press., dilihat 29 maret 2020,
http://.repository.unair.ac.id

Leny Endrawati. 2020 Hubungan Diabetes Self Management Education Dengsn


Status Gizi Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rt001-004 Desa
Mlideg Kedungadem Bojonegoro

Linda Riana Putri dan Yuni Dwi Hastuti, 2016 Gambaran Self Care Penderita
Diabetes Melitus (DM) Di Wilayah kerja Puskesmas srondol Semarang
http://ejournal-s1.undip.ac.id/

Lutfi Wahyuni dan Binarti Dwi, 2017 Pengaruh Diabetes Self Management
Education (DSME) Terhadap Pengetahuan Pengendalian Gula Darah
Pada Pasien Diabetes Mellitus http://ijnms.net/index.php/ijnms

Lotfy, M. Adeghate, J. Singh, J. Adeghate, E. (2017). Chronic Complication of


Diabetes Mellitus: A Mini Review. Bentham Science Publisher. 13 (1), 1 –
9.

Nuur Shinta, 2018. Faktor-faktor risiko Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Laki-laki Di
kelurahan Demangan Kota Madiun.

Nursalam., 2017. Metodologi Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis Edisi 5.


Jakarta: Salemba Medika

PERKENI, 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus


Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB PERKENI..

Putri Mei Sundari, 2018. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Self Management
Diabetes Mellitus Dngan Tingkat Stres Menjalani Diet Penderita Diabeets
Mellitus http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/view/780
77

Rahmawati., dkk 2016 Pengaruh Program Diabetes Self-Management Education


Terhadap Manajemen Diri Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2
http://dx.doi.org/10.20884/1.jks.2014.9.3.611

Restyana. 2015. Hubungan Durasi Penyakit Dan Kadar Gula Darah Dengan
Keluhan Subyektif Penderita Diabetes Melitus. Riau: Medika Journal
https://doi.org/10.33482/medika.v7i1.119

Riskerdas. 2018. Hasil Utama Riskerdas 2018 Provinsi Jawa Timur. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia

Risma dan Christopher, 2019. Gambaran Karakteristik Penderita Diabtes Mellitus


Yang Berobat Jalan Ke Poli Interna RSUP H. Adam Malik Medan

Rooiqoh, Qothrunnadaa Fajr.2018. Penggunaan Cakram Diabetes 3J Tiga J)


dalam konseling sebagai media Meningkatkan Pengetahuan dan
Kepatuhan Diet Pasien Diabetes Melitus tipe 2 di Puskesmas Gamping 1
dan Puskesmas Godean 1. Yogyakarta:Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

Susanto A. Pengaruh Senam Kaki Diabet Terhadap Ankle Brachial Index Pada
Penderita Diabetes Melitus Di Rs Muhammadiyah Rodliyah Achid Moga
Kabupaten Pemalang: Muhammadiyah University of Semarang; 2017.

Tandra, Hans 2017. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang
Diabetes.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Toobert, D. J., Hampson, S. E., & Glasgow, R. E. (2015). The summary of


diabetes self-care activities measure: results from 7 studies and a revised
scale.Diabetes care, 23(7), 943–950.

Vini Paskalini., dkk 2017 Hubungan Dukungan Sosial dan Motivasi dengan
Perawatan Mandiri pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik
Penyakit ddalam RSUD Mokopido Toli-Toli
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/14856

Anda mungkin juga menyukai