Anda di halaman 1dari 45

1

PROPOSAL

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP


KEPATUHAN PASIEN DIABETES MENJALANKAN 4 PILAR
PENGELOLAAN DIABETES TIPE 2 DI PUSKESMAS
PEMBANTU SUMBER MULYO REJO BINJAI TIMUR 2019

Oleh :

TIKA HARTINI SITUMORANG

15.02.06.121

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

MEDAN
2019
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit menahun yang
bersifat degeneratif yang paling sering diderita masyarakat saat ini
(Safitri, 2013). Penyakit ini timbul secara perlahan dan tanpa disadari oleh
penderita, seperti minum menjadi lebih banyak (polidipsi), buang air kecil
lebih sering (poli uria), atau berat badan menurun, gejala ini berlangsung
cukup lama dan biasanya tidak diperhatikan (Harmanto & Utami, 2013).

Insiden atau prevalensi penyakit ini secara global terus meningkat setiap
tahunnya di seluruh wilayah dunia. Sekitar 98 juta orang berusia 65
sampai 79 tahun pada tahun 2017 terkena DM dan yang ber usia 20
sampai 64 tahun sekitar 327 juta orang sehingga total sekitar 425 juta
orang diseluruh dunia usia 20 sampai 79 tahun menderita DM dan
diperkirakan akan meningkat pada tahun 2045 menjadi 629 juta orang dan
Jumlah terbesar penderita diabetes dari usia 20-79 tahun ada di Cina,
India, Amerika Serikat, brazil, mexico dan Indonesia berada di nomor ke
enam sebagai Negara dengan jumlah penderita diabetes terbanyak di dunia
(IDF, 2017).

Ada 326.500.000 orang usia kerja (20-64 tahun) dengan diabetes, dan
122.800.000 orang 65-99 tahun dengan diabetes. Jumlah orang usia kerja
dengan diabetes diperkirakan akan meningkat menjadi 438.200.000, dan
jumlah orang dengan diabetes 65-99 tahun akan meningkat menjadi
253.400.000 di 2045 (IDF 2017). Prevalensi diabetes bagi perempuan 20-
79 tahun diperkirakan 8,4% yang sedikit lebih rendah dari pada laki-laki
(9,1%). Ada sekitar 17,1 juta lebih banyak pria dari pada wanita dengan
diabetes (221,0 juta laki-laki vs 203.900.000 perempuan). Prevalensi
diabetes pada wanita diperkirakan akan meningkat menjadi 9,7% pada
3

wanita dan 10,0% pada laki-laki Kelompok usia 65-79 tahun menunjukkan
prevalensi diabetes tertinggi di kedua perempuan dan laki-laki. (IDF,
2017).

Diabetes Melitus di indonesia berdasarkan pemeriksaan darah pada


penduduk umur ≥ 15 tahun, pada 2013 sekitar 6,9% dan meningkat pada
tahun 2015 sekitar 10,9% (Perkeni, 2015) Dan berdasarkan Diagnosis
Dokter Pada Umur ≥ 15 Tahun jumlah terbesar penderita diabetes di DKI
Jakarta, Kalimantan timur, DIY begitu juga dengan sumatera utara
merupakan kota yang mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2013 1.5
% dan pada 2018 sebanyak 2.0% mengalami diabetes mellitus
(RIKESDAS, 2018)

DM merupakan penyakit menahun yang akan di sandang seumur hidup,


pengelolaan atau penatalaksanaan diabetes mellitus memiliki tujuan
menghilangkan keluhan memperbaiki kualitas hidup dan mengurangi
resiko komplikasi (Perkeni, 2015), Apabila terus menerus terjadi
peningkatan kadar glukosa darah dapat menyebabkan kerusakan
pembuluh darah umum yang mempengaruhi jantung, mata, ginjal, saraf,
dan Diabetes salah satu penyebab utama penyakit kardiovaskular (CVD),
kebutaan, gagal ginjal dan amputasi anggota tubuh ( IDF, 2017).

DM merupakan masalah kesehatan yang belum dapat disembuhkan, hal


yang mungkin dapat dilakukan oleh penderita DM adalah dengan cara
mengontrol dan mengendalikan penyakitnya agar dapat mempertahankan
kualitas hidup (Haskas, 2018). ada beberapa hal yang dapat dilakukan
penyandang diabetes untuk dapat mengendalikan diabetes, agar dapat
hidup sehat dan produktif yaitu dengan mematuhi atau menjalankan 4
pilar pengelolaan diabetes, pilar yang pertama edukasi yang memiliki
peranan penting agar penderita diabetes mempunyai pengetahuan dan
keterampilan sehingga dapat merawat diabetes secara mandiri ,pilar yang
4

ke dua perencanaan makan yaitu makanan seimbang sesuai dengan


kebutuhan kalori, pilar yang ketiga olahraga dengan berolahraga tubuh
menggunakan sebagian glukosa darah sehingga dapat menurunkan kadar
glukosa darah agar glukosa darah kembali normal,dan pilar yang ke
empat obat jika diperlukan apabila makanan dan olahraga tidak dapat
membuat glukosa darah turun dan untuk mengetahui penanganan diabetes
berhasil dilakukan dengan pemeriksaan kadar gula darah (Waspadji dkk,
2012)

Keberhasilan suatu pengobatan di pengaruhi oleh kualitas dari pelayanan,


sikap dan keterampilan petugas, sikap dan gaya hidup pasien beserta
keluarganya dan di pengaruhi kepatuhan pasien terhadap program
pengobatan ( Haryono dkk, 2018). Sebagian besar penderita DM memulai
usaha terapi atau pengobatan secara antusias, namun pada tahun-tahun
selanjutnya antusiasme tersebut menjadi luntur dan mereka mungkin tidak
menyadari kontrol mereka sudah tidak sebaik sebelumnya, Untuk itulah
pentingnya perilaku patuh guna menurunkan resiko berkembangnya
masalah kesehatan atau memperburuk penyakit yang sedang diderita
(Safitri, 2013 ).

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi ketidak patuhan salah


satunya melalui pendidikan kesehatan ( Haryono dkk, 2018).). Pendidikan
kesehatan pada pasien DM diperlukan karena penatalaksanaan DM
memerlukan perilaku penanganan seumur hidup, sehingga pasien harus
mengerti mengenai nutrisi, manfaat dan efek samping terapi, latihan,
perkembangan penyakit, strategi pemcegahan, teknik pengontrolan gula
darah dan penyesuaian terapi untuk menghindari fluktasi kadar glukosa
darah yang mendadak dan menghindari komplikasi diabetik jangka
panjang (Damayanti, 2015 ). Menurut Restuning (2015) komunikasi
petugas kesehatan melalui pendidikan kesehatan diabetes dalam bentuk
ceramah dapat meningkatkan kepatuhan pasien diabetes,semakin sering
seseorang mendapat penyuluhan, maka semakin baik pula perilakunya.
5

Hasil penelitian pendidikan kesehatan Okawa (2011) mengatakan bahwa


penderita Diabetes Melitus yang mempunyai pengetahuan yang cukup
tentang penyakitnya kemudian mengubah perilaku dan gaya hidupnya,
akan dapat mengendalikan kondisi penyakitnya, sehingga penderita dapat
hidup lebih lama dan meningkatkan kualitas hidupnya.

Hasil penelitian (Gandini dkk, 2015) Penerapan pendidikan kesehatan


dapat meningkatkan pengetahuan dan perilaku pasien akan tetapi belum
dapat memperbaiki kadar gula darah DM tipe 2, Perawat sangat perlu
mengaplikasikan perannya sebagai edukator dan perlu modifikasi materi.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti, yang dilakukan


dengan beberapa responden di wilayah kerja puskesmas sumber mulyo
rejo, Tiga dari lima responden mengungkapkan bahwa DM adalah
meningkatnya kadar gula darah namun tidak mengetahui penyebab DM,
hanya mengetahui DM akibat makanan manis dan faktor genetik, beberapa
mengaku tidak pernah melakukan olahraga dan sebagian melakukan
olahraga tapi tidak teratur, mengenai pola makan 4 dari lima responden
yang di wawancarai mengatakan pola makan yang tidak teratur sesuai
dengan keinginan saja, melakukan pemeriksaan gula darah hanya
dilakukan ketika badan terasa tidak enak saja, bahkan dua dari lima
responden mengatakan tetap meminum obat yang sama tanpa memeriksa
kadar gula darahnya.ke pelayanan kesehatan terlebih dahulu setelah
berbulan bulan,

Dari uraian diatas maka peneliti akan melakukan penelitian tentang


pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan pasien diabetes
mellitus menjalankan 4 pilar pengelolaan diabetes.
6

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka rumusan
permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh
pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan pasien diabetes menjalankan 4
pilar pengelolaan diabetes mellitus ?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengidetifikasi pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan
pasien diabetes menjalankan 4 pilar pengelolaan diabetes mellitus
2. Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi Kateristik Responden pasien diabetes
2. Mengidentifikasi Kepatuhan Pasien Diabetes Menjalankan 4 Pilar
Pengelolaan Diabetes Sebelum Diberikan Pendidikan Kesehatan
3. Mengidentifikasi Kepatuhan Pasien Diabetes Menjalankan 4 Pilar
Pengelolaan Diabetes Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan
4. Mengidentifikasi Perbedaan Kepatuhan Pasien Diabetes
Menjalankan 4 Pilar Pengelolaan Diabetes Sebelum Dan Sesudah
Diberikan Pendidikan Kesehatan
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat Bagi Responden
Membantu dalam meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan yang
akan membawa dampak positif bagi kesehatan responden mengontrol
kesehatannya dengan menerapkan empat pilar pengelolaan diabetes
secara mandiri di rumah sehingga penderita dapat menikmati
kehidupan yang sehat tanpa komplikasi serta mencapai kualitas hidup
yang optimal
2. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan penelitian ini dapat dimanafaatkan sebagai
literature tentang penanganan pasien diabetes mellitus
7

3. Manfaat bagi Puskesmas


Diharapkan pendidikan kesehatan dapat diberikan secara berkelanjutan
dalam meningkatkan kepatuhan menjalankan 4 pilar pengelolaan
diabetes pada pasien Diabetes Melitus
4. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan mampu untuk menjadi dasar, bahan rujukan untuk
dilakukan penelitian-penelitian lainnya yang mampu memberikan
manfaat bagi penderita Diabetes melitus
8

BAB II
TUNJAUAN PUSTAKA
A. Pendidikan Kesehatan
1. Defenisi pendidikan kesehatan
Pendidikan kehatan adalah upaya dan kegiatan yang dilakukan oleh
perawat sebgai salah satu bentuk implementasi keperawatan kepada
individu, keluarga dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan
klien mencapai kesehatan yang optimal (Niman, 2017).

Pendidikan kesehatan merupakan bentuk dari intervensi, upaya atau


kegiatan menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk
kesehatan terutama terhadap prilaku menyadari atau mengetahui
bagaimana cara memelihara kesehatan, menghindari atau mencegah hal
yang dapat merugikan kesehatan dan kesehatan orang lain, pengobatan
saat sakit dan sebagainya (Notoadmojo, 2012)

2. Tujuan
Pendidikan kesehatan merupakan proses yang berlangsung secara terus
menerus yang kemajuannya harus terus diamati terutama bagi yang
memberikannya. Tujuan dari pendidikan kesehatan bagi penyandang
diabetes adalah meningkatkan pengetahuan, pengetahuan menjadi tolak
ukur perubahan sikap dan gaya hidup, yang pada akhirnya merubah
prilaku penyandang diabetes dan meningkatnya kepatuhan yang
selanjutnya akan meningkatan kualitas hidup (Soegondo dkk, 2009).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan kesehtan


Beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar pendidikan kesehatan
dapat mencapai sasaran (Saragih, 2010) yaitu :
a. Tingkat pendidikan
b. Tingkat sosial ekonomi
c. Adat istiadat
9

d. Kepercayaan masyarakat
e. Ketersediaan waktu di masyarakat

4. Metode pendidikan kesehatan


Beberapa metode pendidikan atau promosi kesehatan menurut
(Notoadmojo, 2012)
a. Metode individual
1) Bimbingan dan penyuluhan (guiadance and counceling)
2) Wawancara (interview)
b. Metode kelompok
1) Kelompok besar
a) Ceramah
b) Seminar
2) Kelompok kecil
a) Diskusi kelompok
b) Curah pendapat (brain strorming)
c) Bola salju (snow balling)
d) Kelompok-kelompok kecil (buzz group)
e) Bermain peran (role play)
f) Permainan simulasi (simulation game)

5. Media pendidikan kesehatan


Media promosi kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu, karean alat
alat tersebut merupakan saluran atau channel untuk menyampaikan
sebuah informasi kesehatan juga digunakan untuk mempermudah
penerimaan pesan pesan kesehatan bagi masyarakat atau klien,
berdasarkan fungsinya sebagai penyalur pesan media dibagi menjadi
tiga :
a. Media cetak
1. Booklet
2. Leaflet
10

3. Flayer (selebaran)
4. Flif chart (timbal balik)
5. Rubric atau tulisan pada surat kabar atau majalah
6. poster
b. Media elektronik
1) Televisi
2) Radio
3) Video
4) Slide
5) Film strip
c. Media papan (billboard)
Papan yang di pasang di tempat umum diisi dengan pesan pesan
atau informasi informasi kesehatan

6. Pendidikan kesehatan dalam keperawatan


pendidikan kesehatan merupakan upaya dan kegiatan yang dilakukan
oleh seorang perawat sebagai saah satu implementasi keperawatan pada
individu , keluarga dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan
klien mencapai kesehatan yang optimal, pendidikan kesehatan sangat
penting diberikan perawat untuk mengubah prilaku individu sehingga
mencapai prilaku hidup sehat (Niman, 2017).

pendidikan kesehatan pada penderita diabetes mellitus merupakan salah


satu komponen utama dalam pengelolaan diabetes melitus , pada
penderita diabetes perlu mengetahui dengan benar mengenai
penatalaksanaan diabetes yang harus dijankankan ( Mubarak dkk, 2006
dalam harwadi 2015).
11

B. Diabetes mellitus
1. Defenisi
Diabetes mellitus, lebih sering disebut diabetes adalah kondisi kronis
yang terjadi ketika naiknya kadar glukosa dalam darah karena tubuh
tidak dapat menghasilkan atau cukup hormon insulin atau tidak dapat
menggunakan insulin secara efektif.( (IDF, 2017). Suatu penyakit yang
mempengaruhi kemampuan tubuh dalam mengubah makanan menjadi
energi (Waspadji dkk , 2012).

2. Etiologi
Penyakit diabetes disebabkan kurangnya produksi dan ketersediaan
insulin dalam tubuh atau karena penggunaan yang tidak efektif dari
produksi insulin yang sebenarnya jumlahnya cukup. Penyebab DM tipe
1 terjadinya kerusakan sel sel pankreas yang memproduksi insulin, ini
terjadi akibat faktor keturunan (genetik) maupun reaksi alergi sebagi
konsekuensi insulin disuplai dari luar tubuh, pencetus lain yaitu infeksi
viru, obat/ zat kimia dan radikal bebas.penyebab DM tipe 2 akibat
ketidakmampuan tubuh memanfaatkan hormone insulin karena terjadi
resistensi tubuh terhadap hormone tersebut, salah satunya yaitu karna
faktor genetik dan lingkungan, faktor genetik yaitu penderita diabetes
tipe 2 yang memilki anggota keluarga yang mengidap penyakit diabetes
tipe 2 atau penyakit berhubungan dengan diabetes misalnya kolestrol
tinggi, hipertensi, obesitas, faktor lingkunganyaitu pola makan dan pola
hidup yang buiruk (Soegondo dkk, 2009).

3. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus Menurut Tandra (2017) yaitu :
a. Diabetes tipe 1
Diabetes tipe ini disebabkan ketika pankreas tidak dapat atau kurang
mampu memproduksi insulin akibatnya insulin tubuh kurang atau
tidak ada sama sekali, gula menjadi menumpuk di dalam peredaran
12

darah karena tidak dapat diangkut kedalam sel. diabetes tipe 1 ini
biasanya adalah penyakit autoimun, yaitu penyakit yang disebabkan
oleh gangguan system imun atau kekebalan tubuh pasien dan
mengakibatkan rusaknya pankreas.

b. Diabetes tipe 2
Diabetes tipe ini adalah jenis paling sering di jumpai, biasanya
terjadi pada usia diatas 40 tahun,diabetes tipe ini pankreas masi bisa
memproduksi insulin tetapi kualitas insulinnya buruk tidak dapat
berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk memasukkan gula
kedalam sel. akibatnya gula dalam darah meningkat, biasanya tidak
memerlukan tambahan suntikan insulin tetapi memerlukan obat
untuk memperbaiki fungsi insulin, menurunkan gula, memperbaiki
pengolahan gula di hati, dll.
Kemungkinan lain iyalah sel sel jaringan tubuh dalam otot tidak
peka atau sudah resisten terhdap insulin sehingga gula tidak dapat
masuk ke dalam sel dan akhirnya tertimbun dalam peredaran darah.

c. Diabetes pada kehamilan


Diabetes yang muncul hanya pada saat hamil disebut tipe gestasi
atau gestasional diabetes. Keadaan ini terjadi karena pembentukan
beberapa hormone pada ibu hamil yang menyebabkan resistensi
insulin.

d. Diabetes tipe lain


Diabetes yang tidak termasuk dalam kelompok diatas yaitu diabetes
sekunder atau akibat dari penyakit lain, yang mengganggu produksi
insulin atau mempengaruhi kerja insulin, penyebab nya :
1. Radang pankreas (pankreatitis)
2. Gangguan kelenjar adrenal atau hipofisis
3. Penggunaan hormone kortikosteroid
13

4. Pemakaian beberapa obat antihiertensi atau antikolestrol


5. Malnutrisi
6. Infeksi

4. Faktor resiko
Faktor resiko diabetes mellitus Parkeni (2015) yaitu :
a. Faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi
1) Ras dan etnik
2) Riwayat keluarga dengan DM
3) Umur : resiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat
seiring dengan meningkatnya usia > 45 tahun harus dilakukan
pemeriksaan DM
4) Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram
atau riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG).
5) Riwayat lahir dengan berat badan rendah (BBLR), kurang dari
2,5 kg. bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai resiko
yang lebih tinggi disbanding bayi yang lahir BB normal
b. Faktor resiko yang bisa di modifikasi
1. Berat badan lebih (IMT >23 kg/m2 )
2. Kurangnya aktifitas fisik
3. Hipertensi (>140/90 mmhg)
4. Dislipedemia (HDL < 35 mg/dl atau trigliserida >250 mg/dl)
5. Diet tak sehat (unhealthy diet), diet dengan tinggi glukosa dan
rendah serat akan meningkatkan resiko menderita pre diabetes/
intoleransi glukosa dan DMT2
c. faktor lain yang terkait dengan resiko diabetes
1) penderita polycystic ovary syndrome (PCOS) atau keadaan klinis
lain yang terkait dengan resistensi insulin
2) penderita sindrom metabolik yang memiliki riwayat toleransi
glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu
(GDPT) sebelumnya.
14

3) Penderita yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler,


seperti stroke, PJK, atau PAD (peripheral arterial disease)

5. Patofisiologi
Pankreas merupakan kelenjar penhasil insulin yang terletak di belakang
lambung, di dalam pankreas terdapat sel yang berbentuk seperti pulau,
yang disebut dengan pulau Langerhans yang berisi sel beta yang
mengeluarkan hormone insulin yang sangat berperan dalam mengatur
kadar glukosa darah. Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta sebagai
kunci yang dapat membuka pintu masuk glukosa kedalam sel, untuk
kemudian di dalam sel glukosa tersebut dimetabolisme menjadi energy
atau tenaga, apabila insulin tidak ada, maka glukosa dalam darah tidak
dapat masuk kedalam sel akibatnya kadar glukosa darah meningkat,
keadaan inilah yang terjadi pada pasien DM tipe 1.
Pada DM tipe 2 , jumlah insulin bisa normal, bahkan lebih banyak,
tetapi jumlah reseptor (penangkap) insulin di permukaan sel kurang,
reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu
masuknya kedalam sel. sehingga meskipun insulin banyak (kunci)
tetapi karena reseptor kurang (lubang kunci), maka glukosa yang masuk
kedalam sel menjadi sedikit, sehingga kekurangan bahan bakar
(glukosa) dan kadar glukosa dalam darah meningkat dalam darah
karena tidak dapar masuk dalam sel untuk di metabolisme menjadi
energi. Dengan demikian keadaan ini sama dengan keadaan DM tipe 1
perbedaanya adalah pada DM tipe 2 di samping kadar glukosa tinggi,
kadar insulin juga tinggi atau normal atau juga bisa ditemukan jumlah
insulin cukup atau lebih tetapi kualitasnya kurang baik, sehingga gagal
membawa glukosa masuk ke dalam sel. dismping penyebab diatas, DM
juga terjadi akibat gangguan transport glukosa di dalam sel sehingga
gagal digunakan sebagai bahan bakar untuk metabolism energi
(Soegondo dkk, 2009 ).
15

6. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala menurut (Dewi K, 2014 & Tandra, 2017) :
1. Berat badan menurun
2. Poliuri (Banyak kencing)
3. Polidipsi (Rasa haus)
4. Polipagia (banyak makan)
5. Rasa seperti flu dan lemah / kelelahan
6. Mata kabur
7. katarak
8. Luka yang sukar sembuh
9. Rasa kesemutan
10. Gusi merah dan bengkak
11. Kulit terasa kering dan gatal
12. Gatal pada kemaluan
13. Gejala saraf
14. Gangguan serangan jantung

7. Diagnosisis
Kriteria Diagnosis DM menurut Perkeni (2015) :
a. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah
kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.(B) Atau
b. Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes
Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
(B) Atau
c. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan
keluhan klasik (poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya). Atau
d. Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization
Program (NGSP).
16

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria


DM digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi :
toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu
(GDPT).
- Glukoss darah puasa terganggu (GDPT) : hasil pemeriksaan
glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan
TTGO glukosa plasma 2 jam <140 mg/dl
- Toleransi glukosa terganggu (TGT) : hasil pemeriksaan glukosa
plasma 2 jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa
plasma puasa <100 mg/dl.
- Bersama sama didapatkan GDPT dan TGT
- Diagnose prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan HbA1C yang menunjukkan angka 5,7-6,4 %.
Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan prediabetes
HbA1C Glukosa darah Glukosa plasma 2
puasa (mg/dl) jam setelah TTGO
(mg/dl)
Diabetes > 6.5 > 126 > 200
Prediabetes 5.7 – 6.4 100 – 125 140-199
Normal < 5.7 < 100 < 140

Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaringan DM


(mg/dl) :
Bukan Belum Dm
DM DM
Kadar glukosadarah Plasma vena < 100 100 - >200
sewaktu (mg/dl) Darah kapiler < 90 199 >200
90 -199
Kadar glukosadarah Plasma vena < 100 100 – > 126
sewaktu (mg/dl) Darah kapiler < 90 125 >100
17

8. Komplikasi
a. Komplikasi akut
Komplikasi akut menurut Harmanto & utami (2013) yaitu :
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan seseorang dengan kadar glukosa
darah di bawah nilai normal. Ada 4 macam keadaan hipoglkemia :
a) Hipoglikemia murni jika kadar glukosa darah kurang dari 50
mg/dl
b) Reaksi hipoglikemia akibat penurunan kadar glukosa darah
secara mendadak
c) Koma hipoglikemia akibat kadar glukosa darah yang sangat
rendah
d) Hipoglikemia reaktif jika gejala hipoglikemia terjadi 3-5 jam
setelah makan
Gejala umum hipoglikemia adalah lapar, gemetar, mengeluarkan
keringat dan berdebar debar, pusing, gelisa, serta keadaan
penderita bisa menjadi koma, gejala tersebut muncul akaibat
kelebihan katekolamin dalam darah (hiperkatekolaminemia).
Hipoglikemia jarang menyebabkan kematian selama penderita
cepat di tolong.
2) Ketoasidosis diabetic-koma diabetic
Suatu keadaan tubuh yang sangat kekurangan insulin dan sifatnya
mendadak. Glukosa yang tinggi tidak dapat memenuhi kebutuhan
energy tubuh, kebutuhan energi yang tidak terpenuhi
mengakibatkan sel lemak pecah dan membentuk senyawa keton.
Keton akan terbawa dalam urin dan dapat dicium baunya saat
bernafas. Akibatnya darah menjadi asam, jaringan tubuh rusak,
tidak sadarkan diri, dan mengalami koma.
Penyebab umunya akibat infeksi dan bisa juga lupa suntik insulin,
pola makan yang terlalu bebas, atau stress semua itu
18

menyebabkan terjadinya defisiensi atau kekurangan insulin pada


metabolism lemak, karbohidrat maupun protein.
3) Koma hiperosmoler non- ketotik (KHNK)
Gejala KHNK terjadi karena adanya dehidrasi yang berat,
hipotensi, dan menimbulkan shock. Pemeriksaan laboratorium
menunjukkan bahwa kadar glukosa penderita sangat tinggi, PH
drah normal, kadar natrium (Na) tinggi, dan tidak ada ketonemia
4) Koma lakto asidosis
Komplikasi ini suatu keadaan tubuh dengan asam laktat tidak
dapat berubah menjadi bikarbonat. Akibatnya kadar asam laktat di
dalam darah meningkat ()hiperlaktatemia) dan akhirnya
menimbulkan koma. Keadaan ini terjadi infeksi, shock,
gagngguan faal hepar, ginjal, diabetes yang mendapat pengobatan
phenformin. Gejala yang muncul biasanya berupa gejala stupor
hingga koma. Pemeriksaan gula dan darah biasanya hanya
menunjukkan hiperglikemia ringan (glukosa darah dapat normal
atau sedikit turun).

b. Komplikasi kronis
Menurut Soegondo dkk (2009 )penyulit kronik DM pada dasarnya
terjadi pada semua pembuluh darah di seluruh tubuh ( angiopati
diabetik ) yang terbagi 2 yaitu makroangiopati (maksrovaskular)
dan Mikroangipati (mikrovaskular) walaupun tidak berarti bahwa
satu sama lain saling terpisah dan tidak sekaligus.
Menurut Parkeni (2015) penyulit menahun yaitu :
1) Makroangiopati
- Pembuluh darah jantung : penyakit jantung koroner
- Pembuluh darah tepi : penyakit arteri perifer yang sering
terjadi pada penyandang DM, gejala yang biasa muncul
yaitu nyeri pada saat beraktifitas dan berkurang saat
istirahat namun sering juga tanpa disertai gejala ulkus
19

iskemik pada kaki kelainan yang dapat ditemukan pada


penderita
- Pembuluh darah otak : stroke iskemik atau stroke
hemoragik
2) Mikroangiopati
- Retinopati diabetic
- Gejala pengelihatan yang mendadak buram atau seperti
berkabut. Akibatbya harus sering mengganti kaca mata
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan
mengurangi resiko atau memperlambat progresi
retinopati, terapi asprin tidak mencegah timbulnya
retinopati
- Nefropati dabetik
Adanya protein dalam air kencing terjadinya
pembengkakan, hipertensi, dan kegagalan fungsi ginjal
yang menahun
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan
mengurangi resiko atau memperlambat progresinefropati
- Neiropati
Pada neuropati perifer hilangnya sensasi distal
merupakan faktor pentingnya beresiko tinggi untuk
terjadinya ulkus kaki yang meningkatkan resiko
amputasi, gejala yang sering dirasakan berupa kaki terasa
terbakar bergetar sendiri dan terasa lebih sakit dimalam
hari.

9. Pengelolaan Diabetes Melitus (DM)


Menutrut Waspadji (2012) yaitu Pilar utama pengelolaan diabetes (DM)
yaitu Edukasi, Perencaaan makan, Olahraga, Obat dan untuk
20

mengetahui penanganan diabetes berhasil dengan memantau kadar gula


darah.
a. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat perlu selalu dilakukan
sabagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang
sangat penting dari pengelolaan DM, Materi edukasi pada tingkat
awal dilaksanakan di pelayanan kesehatan primer yang meliputi :
Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di pelayanan
kesehatan primer yang meliputi :
1. Materi tentang perjalanan penyakit DM.
2. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara
berkelanjutan.
3. Penyulit DM dan resikonya
4. Intervensi non-farmakologi dan farmakologi serta target
pengobatan.
5. Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik dan obat
antihiperglikemia oral ataupun insulin serta obat obatan lain
6. Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa
darah mandiri (hanya jika pemanatauan glukosa darah mandiri
tidak tersedia ).
7. Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia
8. Pentingnya perawatan kaki
9. Cara menggunakan fasilitas perawatan kesehatan
b. Perencanaan makanan
Anjuran makanan untuk penyandang diabetes hampir sama dengan
anjuran makan sehat untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang
seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi. Bedanya
anjuran makan pada penyandang DM lebih menekankan
keteraturan makan dal hal jenis makanan, jumlah makanan dan
jadwal makanan (3 J). makanan yang kita makan mengadung
21

berbagai macam zat gizi yang dibutuhkan yaitu kabohidrat, lemak,


protein, serat, vitamin dan mineral.
1) Karbohidrat
Karbohidart yang danjurkan sebesar 45-65% total asupan
energy. Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.
Karbohidrat merupakan sumber zat tenaga utama untuk
kegiatan sehari-hari, karbohidrat terdiri dari tepung tepungan
dan gula.
a. Tepung tepungan
Anda hendaknya selalu makan salah satu makanan setiap
kali makan. Contohnya : nasi,roti, kentang, mie, ubi,
singkong, dll.
Bila tidak tercukupi makanan ini, akan merasa cepat lelah
karena kekurangan tenaga.
b. Gula
Gula termasuk sumber karbohidrat sederhana, terdapat
pada berbagai makanan, contohnya : gula pasir, gula
merah, gula sirup, madu, dan kue manis. Membatasi gula
akan membantu pengendalian gula darah. Gula untuk
bumbu masih di perkenankan, gula alternative atau
pemanis buatan boleh di konsumsi seperlunya saja asal
tidak melebihi batas aman. Pemanis ada yang mengandung
kalori da nada yang tidak, bila kegemukan pilih yang tidak
berkalori.
2) Serat
Serat adalah bagian karbohidrat yang tidak dapat dicerna, serat
baik untuk kesehatan karena membuat perut terasa lebih
kenyang, membantu menurunkan gula darah, membantu
menurunkan lemak darah, melancarkan buang air besar serat
terdapat pada buah, sayuran, padi padian, produk sereal,
kacang kacangan, tahu, tempe, bekatul (susu, daging, dan
22

lemak tidak mengandung serat). Anjuran serat adalah 20-35


gram/ hari yang berasal dari berbagai sumber makanan.

3) Lemak
Lemak merupakan sumber tenaga, lemak terdapat dalam
minyak. Margarin santan, kulit ayam, kulit bebek, dan lemah
hewan lainnya. Lemak yang berlebihan dapat membuat tubuh
menjadi gemuk. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25 %
kebutuhan kalori, dan tidak diperkenanakan melebihi 30 %
total asupan energi
4) Protein
Kebutuhan protein sebesar 10-20% total asupan energy, protein
banyak terdapat dalam : ikan, ayam, daging, tahu, tempe, dan
kacang kacangan.
5) Vitamin dan mineral
Merupakan sumber zat pengatur berfungsi untuk membantu
melancarkan kerja tubuh, terdapat pada sayuran dan buah-
buahan
6) Natrium
Anjuran asupan natrium untuk menyandang DM sama dengan
orang sehat yaitu < 2300 mg perhari
Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu
dilakukan pengurangan natrium secara individual
Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda,
dan bahan pengawet seperti natrium benzoate dan natrium nitrit
7) Pola makan sehari
Sebagai pedoman secara umum setiap hari dianjurkan
makanan sebagai berikut
Makan 3 kali sehari terdiri dari :
23

1 piring nasi atau penukarnya, 1 potong ikan atau penukarnya,


1 potong tempe atau penukarnya, 1 mangkok sayur sayuran dan
buah buahan.
Diantara waktu makanan dapat ditambah makanan selingan
berupa buah atau makanan kecil.
Jadwal Makan Makan Penderita Diabetes
Jenis makanan Waktu Total
Makan pagi 07.00 20%
Selingan 10.00 10%
Makan siang 13.00 30%
Selingan 16.00 10%
Makan sore/malam 19.00 20%
selinga 21.00 10%
24

Menurut Waspadji (2012) Standar diet Diabetes terdapat 8 jenis menurut


kandungan energinya yaitu:

Standar Diet Diabetes mellitus (dalam satuan penukar)


Energi (kalori) 1100 1300 1500 1700 1900 2100 2300 2500
Pagi :
Kabbohidrat ½ 1 1 1 ½ 1 1½ 2
Hewan * 1 1 1 1 1 1 1 1
Nabati - - ½ ½ ½ 1 1 1
Sayuran A S S S S S S S S
Minyak 1 1 1 1 2 2 2 2
Selingan :
Karbohidrat - - - - - - ½ ½
Buah 1 1 1 1 1 1 1 1
Susu - - - - - - 1 1
Siang :
Karbohidrat 1 2 2 2 2 2 2 2
Hewani 1 1 1 1 1 1 1 1
Nabati 1 1 1 1 1 1 1 1
Sayuran B S S S S S S S S
Buah 1 1 1 1 1 1 1 1
Minyak 1 2 2 2 2 2 2 2
Selingan :
Karbohidrat - - - - - 1 1 1
Buah 1 1 1 1 1 1 1 1
Minyak - - - - - 1 1 1

Malam :
Karbohidrat ½ 1 1 ½ 2 2 2 2
Hewani 1 1 1 1 1 1 1 1
Nabati 1 1 1 1 1 1 1 1
Sayuran B 1 1 1 1 1 1 1 1
Buah 1 1 1 1 1 1 1 1
Minyak 1 1 1 1 2 2 2 2

Keterangan : = protein rendah lemak, * = protein lemak sedang


S = Sekehendak
25

8) Cara menghitung kebutuhan kalori


Untuk menetahui seberapa banyak seharusnya makan perlu
diperhitungkan kebutuhan kalori, ada beberapa cara
menghitung kebutuhan kalori, kebutuhan kalori seseorang
dihitung dari kebutuhan kalori basal ditambah atau dikurangi
berdasar beberapa faktor :
c. Jenis kelamin
Kebutuhan kalori basal wanita 25 kalori per kilogram BB
Kebutuhan kalori basal pria 30 kalori per kilogram BB
d. Umur
Pada umur lebih dari 40 tahun kebutuhan kalori dikurangi
5 %, lebih dari 70 tahun dikurangi 20 % dari kebutuhan
kalori kebutuhan kalori basal/ hari.
e. Aktivitas
Aktivitas ringan : pegawai kantor, pegawai toko, guru, ahli
hukum, ibu rumah tangga, kebutuhan
kalori ditambah 20 % dari kebutuhan
kalori basal/hari.
Akivitas sedang : pegawai di industry ringan, mahasiswa,
militer yang sedang tidak perang,
kebutuhan kalori basal/hari.
Aktivitas berat : petani, buruh, militer dalam keadaan
latihan, penari, atlit.kebutuhan kalori
ditambah 40 % dari kebutuhan kalori
basal/hari.
Aktivitas sangat
berat : tukang becak, tukang gali, pandai besi
kenbutuhan kalori ditambah 50 % dari
kebutuhan kalori basal/hari.
26

Tahapan perhitungan kebutuhan kalori Berat Badan (BB)


Berat badan ideal (BBI) : 90 % (tinggi badan-100)
BB minimal : < BB – 10 %
BB maksimal : < BBI + 10 %
Berat badan normal : BBI minimal s/d maksimal
Kurus : Bila BB lebih rendah dari berat
badan normal
Gemuk : Bila BB lebih tinggi dari berat
badan normal.
Kebutuhan kalori basal : BBI x kebutuhan kalori basal Kg BB
dikurangi atau ditambah sesuai dengan beberapa faktor tersebut

c. Olahraga / aktivitas fisik


Olahraga atau latihan jasmani sangat penting seperti pengelolaan
makan, kombinasi perencanaan makan, latihan jasmani dan obat
(bila perlu) akan membantu mengendalikan berat badan dan kadar
glukosa darah.
Manfaat latihan jasmani mampu mengendalikan diabetes tipe 2
dengan :
a. Melalui latihan jasmani / kegiatan jasmani, insulin akan bekrja
lebih baik, sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel sel otot
untuk dibakar
b. Membakar kelebihan lemak tubuh, berkurangnya lemak tubuh
membantu sensitivitas insulin lebih baik
c. Pada waktu bergerak dengan demikian kadar glukosa darah
akan turun.
d. Membantu menurunkan dan mengendalikan berat badan
e. Kekuatan otot lebih baik
f. Meningkatkan desintesitas dan kekuatan tulang
g. Menrunkan tekanan darah
27

h. Menurunkan kolestrol jahat (LDL) dan meningkatkan kolestrol


baik (HDL)
i. Memberbaiki Sirkulasi darah dan menurunkan resiko penyakit
jantung
j. Menurunkan stres, meningkatkan relaksasi, mengurangi
ketegangan dan kecemasan.

Prinsip latihan pada diabetes seperti halnya prinsip latihan jasmani


secara umumnya yaitu memenuhi hal berikut : frekuensi, intensitas,
durasi, dan jenis latihan jasmani.
Frekuensi : dilakukan secara teratur 3-5 kali perminggu.
Intensitas : ringan dan sedang yaitu 60 % - 70 % MHR (maximum
heart rate / denyut nadi maksimal )
Durasi : 30-60 menit
Jenis : aerobik untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi
Jenis latihan jasmani yang di anjurkan adalah jenis aerobik,
bersepeda, menari, berjoging, lompat, tali, lari, berjalanan lewat
tangga, beranang dan berjalan juga merupakan salah satu latihan
jasmani aerobik.
Menurut Tandra (2017) olahraga bagi penderita diabetes tidak perlu
berjam jam cukup dilakukan secara rutin dalam 30 mennit sehari 5-
7 hari seminggu, dimulai dengan 10 menit per hari, kemudian
ditingkatkan 5 menit sampai akhirnya mencapai 30 menit.

f. Obat
Perencanaan makanan dan latihan jasmani teratur adalah
penanganan pertama untuk penyandang diabetes tipe 2 , apabila
penanganan tersebut kemudian membuahkan oengendalian glukosa
darah seperti yang diharapkan, penyandang diabetes sebaiknya
mengetahui dengan lengkap informasi mengenai OHO yang
diminumnya mulai dari nama obatnya (nama generic dan merk),
28

dosis, cara dan waktu meminumnya serta cara kerja OHO tersebut.
Sehubungan dengan obat yang diresepkan dokter untuk anda, perlu
diperhatikan hal hal di bawah ini :
1) Jangan mengubah dosis ataupun merk obat tanpa izin dokter
2) Jadwal penggunaan obat harus diikuti secara tepat tiap hari
3) Jangan menambah obat ekstra bila kadar glukosa darah tinggi
4) OHO tetap diperlukan walaupun kadar glukosa drah sudah
normal.

C. Konsep Kepatuhan
1. Defenisi kepatuhan
Kepatuhan adalah perilaku pasien untuk menikuti permintaan medis
atau sebagai kemampuan individu mengikuti praktik kesehatan yang
dianjurkan (Branno dan Feist, 2010). Menurut Ndraha, S. (2014)
berdasarkan Primahuda (2016) Kepatuhan dalam praktik keperawatan
lebih menekankan kepada kemampuan seseorang untuk tetap
melaksanakan tindakan medikasi atau terapi yang telah diberikan oleh
penyedia layanan kesehatan yang bertujuan untuk mencegah,
memonitor, dan menyembuhkan suatu penyakit.

2. Klasifikasi ketidakpatuhan ko
Menuturt Niman (2017) Ketidakpatuhan yang dapat dibedakan
menjadi :
a. Ketidak patuhan yang disengaja (intenational non non compliance )
Ketidak patuahan yang disengaja disebabkan oleh keterbatasan
biaya pengobatan, sikap apatis klien dan keluarga, ketidak
percayaan klien dan keluaga terhadap terapi yang diberikan.
b. Ketidakpatuhan yang tidak disengaja (intenational non non
compliance )
Ketidakpatuhan yang tidak sengaja umunya disebabkan karena
ketidakpatuhan, lalai dan kesalahan dalam menafsirkan informasi.
29

3. Faktor ketidak patuhan


Menurut (Neil Niven,2002 berdasarkan Niman 2017) Derajat ketidak
patuhan ditentukan beberapa faktor diantaranya yaitu) :
a. Kompleksitas prosedur pengobatan
b. Derajat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan
c. Lamanya waktu dimana pasien harus mematuhi nasihat tersebut
d. Apakah penyakit tersebut benar benar menyakitkan
e. Apakah pengobatan tersebut terlihat berpotensi menyelamatkan
hidup
f. Keparahan penyakit yang dipersepsikan sendiri oleh pasien dan
bukan professional kesehatan
Ketidak patuhan justru akan meningkatkan resiko berkembangnya
masalah kesehatan atau memperburuk kondisi kesehatan seseorang,
menurut Sarafino (1990) diperkirakan 20% jumlah pasien yang
menjalani opname di rumah sakit disebabkan karena ketidakpatuhan
pasien terhadap aturan (Bart smet. 1994).

4. Faktor faktor yang mempengaruhi kepatuhan


Menurut Taylor (1991) berdasarkan safitri (2013) perilaku kepatuhan
sreing diartikan sebagai usaha pasien untuk mengendalikan
perilakunya, faktor-faktor yang berkaitan dengan hal tersebut adalah :
a. Ciri ciri kesakitan dan pengobatan
Perilaku kepatuhan lebih rendah untuk penyakit kronis ( karena
tidak ada akibat buruknya yang segera dirasakan atau resiko yang
jelas), sarana mengenai gaya hidup umum dan kebiasaan yang
lama, pengobatan yang komplek, dan pengobatan dengan efek
samping.
b. Komunikasi atara pasien dan dokter
Berbagai aspek komunikasi anatar pasien dengan dokter yang
mempengaruhi tikat ketidakpatuhan, misalnya : informasi dan
30

pengawasan yang kurang, ketidakpuasan terhadap aspek hubungan


emosional dan dokter, dan ketidakpuasan terhadap pengobatan
yang diberikan.
c. Persepsi dan pengharapan pasien
Pasien dianggap sebagai pengambil keputusan dan kepatuhan
sebagai hasil proses pengambilan keputusan. Hal ini tercermin
dalam conflict theory bahwa pasien sendri yang memutuskan
apakah mereka akan menjalani operasi, dan oleh karena itu
diberitahu sebaik baiknya mengenai prosedurnya, resiko dan
efektivitas pengobatan agar mereka dapat mengambil keputusan
yang tepat
.
d. Variable-variabel sosial
Secara umum, orang orang yang mersa menerima penghiburan,
perhatian, dan pertolongan yang mereka butuhkan dari seseorang
atau kelompok biasanya cenderung lebih mudah mematuhi nasehat
medis, dari pada pasien yang kurang mendapat dukungan sosial.

5. Mengatasi ketidak patuhan


Menurut Niman (2017) Upaya yang dapat dikembangkan umtuk
menagatasi ketidakpatuhan, yaitu :
a. Mengembangkan tujuan kepatuhan
b. Mengembangkan strategi mengubah perilaku dan mempertahankan
perubahan tersebut. Sikap mengontrol diri membutuhkan
pemantauan terhadap diri sendiri terhadap perilaku yang baru
tersebut.
c. Meyakinkan diri dengan menggunakan pertahanan diri
Program yang dilakukan :
a. Pendidikan
Pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan dengan
catatan pendidikan tersebut merupakan pendidikan aktif.
31

Program pendidikan kesehatan yang diberikan pada klien dan


keluarga akan lebih optimal bila variable yang berpengarauh
terhadap tingkat ketaatan seseorang diidentifikasi dan
dipadukan dalam rencana pengajaran. Pendidikan klien
merupakan salah satu intervensi yang dapat diberikan untuk
meningkatkan ketaatan. Pendidikan kesehatan dapat diberikan
dengan berbagai media seperti material yang di cetak (brosur,
leaflet ), CD ROMS, komunikasi online (website, komunitas
dan forum)
b. Akomodasi
Merupakan suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri
kepribadian pasien yang dapat mempeengaruhi kepatuhan
c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial
Membangun kelompok kelompok pendukung dari keluarga dan
teman teman untuk membantub kepatuhan terhadap program-
program pengobatan
d. Perubahan model terapi
Program pengobatan dibuat sederhana dan pasien di libatkan
secara aktif dalam pembuatan program pengobatan tersebut.
e. Meningkatkan interaksi professional kesehatan dengan klien
Memberikan umpan balik pada klien merupakan hal yang
penting setelah menentukan diagnosa. Pasien membutuhkan
penjelasan tentang kondisi sakitnya.
32

D. Penelitian terkait
1. Penelitian yang dilakukan oleh Restuning p. (2015) yang berjudul
efektifitas edukasi diabetes dalam meningkatkan kepatuhan
pengaturan diet pada diabetes mellitus tipe 2 di kelurahan Wiroguna
dan Brontokusuman . Desain penelitian ini adalah quasi experimental
pre-post test without control group desaign, teknik pengambilan
sampel purposive sampling dengan jumlah sampel 41 orang kelompok
intervensi dan 41 orang kelompok control sehingga total rsponden
adalah 82 responden.penelitian ini menggunakan uji non parametrik
yaitu Wilcoxon test dan mann whitney test, rata rata kepatuhan
pengaturan diet sebelum sebesar 32 % dan sesudah intervensi 49 %
pada kelompok intervensi dan pada kelompok kontrol sebelum sebesar
39 % dan sesudah 46 % sehingga hasil penelitian menunjukkan
edukasi diabetes berpengaruh bermakna terhdap kepatuhan pengaturan
diet pada pasien diabetes mellitus tipe 2.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Gandini dkk (2015) yang berjudul


pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan, perilaku dan
kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di poliklinik
RSUD, AW. Sjahranie samarindah, desain penenlitian ini quasi
experimental pre-post test without control group desaign,teknik
pengambilan sampel purposive sampling.nilai rata rata Pengetahauan
responden saat pretest sebesar 16,17 dan sesudah post test 23,07,
perilaku responden pretest 18,00 dan post test sebeasr 25,33, GD
puasa pretes sebesar 185.80 dan post test sebesar 179,37, GD 2 jam
PP pretest sebesar 254,03 dan setelah post test 247,90. Sehingga hasil
dari peneltian penerapan pendidikan kesehatan oleh perawat dapat
meningkatkan pengetahuan dan prilaku pasien DM tipe 2, akan tetapi
belum dapat memperbaiki kadar gula darah.
33

3. Penelitian yang di lakukan oleh Haryono dkk (2018) yang berjudul


pengaruh pendidikan kesehatn tentang diet terhadap kepatuhan pasien
diabetes mellitus di posyandu lansia wilayah puskesmas cipinang
muara Jakarta timur, desain penelitian ini experimental pre-post test
control group desaign. Teknik pengambilan sampel cluster random
sampling, sampel penelitian pada masing masing kelompok intervensi
dan kelompok kontrol sebanyak 37 responden.dengan rata rata skor
pada kelompok intervensi sebelum pendidikan kesehatan sebesar 9
dan setelah intervensi adalah 14 dan pada kelompok kontrol sebelum
pendidikan kesehatan 8 sedangkan skor pengetahuan setelah
intervensi 12, pada nilai rata rata gula darah sewaktu (GDS) kelompok
intervensi sebelum pendidikan kesehatan sebesar 259 gr/dl dan setelah
di berikan pendidikan kesehatan adalah 176 gr/dl sedangkan pada
pemeriksaan pertama GDS kelompok kontrol 270 gr/dl pada
pemeriksaan kedua 199 gr/dl, tingkat kepatuhan resonden pada
kelompok intervensi sebesar 71,05 sedangkan pada kelompok kontrol
sebesar 61,03, Hasil penelitian menunjukkan terdapat peningkatan
pengetahuan, tentang diet, kadar gula darah sewaktu, peningkatan
kepatuhan diet pasien DM sesudah dan sebelum intervensi pada
kelompok perlakuan dan kelompok control.
34

E. Kerangka konsep

Variable independent variable dependent

Kepatuhan Pasien Diabetes


Pendidikan Menjalankan 4 Pilar
Kesehatan Pengelolaan Diabetes

Skema 2.1 Kerangka Konsep

F. Hipotesis
Ha : ada Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Kepatuhan Pasien
Diabetes Menjalankan 4 Pilar Pengelolaan Diabetes Tipe 2

H0 : tidak ada Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Kepatuhan


Pasien Diabetes Menjalankan 4 Pilar Pengelolaan Diabetes Tipe 2
35

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan desain penelitian
Quasi eksprimen dengan pendekatan “one group pre-post test design”,
dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
Kepatuhan Pasien Diabetes Menjalankan 4 Pilar Pengelolaan Diabetes.

B. Populasi Dan Sample


1) Populasi
Populasi adalah seluruh subjek atau objek dengan karakteristik
tertentu yang diteliti ( Hidayat, 2008) populasi dari penelitian ini
adalah seluruh penderita DM tipe 2 di puskesmas sumber mulyo rejo
yang berjumlah 32 orang
2) Sampel
Sampling adalah suatu cara yang ditempuh dengan pengambilan
sample yang benar benar sesuai dengan keseluruhan objek penelitian
(Nursalam, 2008) teknik pengambilan sample dalam penelitian ini
adalah total sampling.total sampling adalah teknik pengambilan
sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiono, 2007)
C. Tempat / Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja puskesmas sumber mulyo rejo jl.
Dr. wahidin no. 24 Binjai Timur.

D. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan april s/d juni 2019.
36

E. Defenisi operasional
Table 3.1
Defenisi Operasional, Alat Ukur, Hasil Ukur
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Pendidikan Penyampain materi SAP Media booklet Nominal
Kesehatan kesehatan mengenai 4
pilar pengelolaan diabetes

Pengetahuan/ Suatu pemahaman yang Kuesioner 1. Baik (76-100 Ordinal


edukasi dimiliki seseorang terhadap
DKQ-24(diabetes %)
penyakit Diabetes mellitus
yang didapatkan dari knowleges 2. Cukup (56-75
proses pembelajaran, yang
questionnaire) %)
meliputi :
1. Defenisi 3. Kurang (<56
2. Etiologi
%)
3. Klasifikasi
4. Faktor resiko
5. Tanda dan gejala
6. Komplikasi
7. penatalaksanaan
Perencanaan SFFQ Ordinal
makan
Olahraga/ Serangkaian kegiatan Menggunakan a. Hasil >5,6 Ordinal
aktifitas fisik diabetes yang dilakukan “patuh” = 1
kuesioner
sehari-hari.
aktivitas fisik b. Hasil <5,6 “tidak
patuh” = 0
Baeckee yang
terdiri atas 3
domain aktivitas
fisik, yaitu indeks
kerja, indeks olah
raga, dan indeks
waktu luang.
Terdapat 17 item
37

pertanyaan,
masing-masing
domain
berturutturut
terdiri atas 8 item,
5 item, dan 4
item.
Obat Kepatuhan pengobatan Kuesioner 8: patuh = 1 Ordinal
merupakan sikap taat dan
MMAS-8
patuh dalam meminum <8 : tidak patuh = 0
obat antidiabetes (morisky
medication
adherence scale
8- items) yang
dimodifikasi
untuk kepatuhan
diabetes melitu

F. Aspek Pengukuran
1. Alat untuk mengukur variable pengetahuan / edukasi pasien Diabetes
mellitus menggunakan kuesioner DKQ yang berjumlah 24 pertanyaan,
dengan jawaban benar di bei nilai 1 dan jawban salah mendapat nilai 0
Rumus yang dipakai untuk menghitung presentase adalah sebagai
berikut :
𝑓
x = 𝑥 100%
𝑛

Keterangan :
X = hasil presentase
f = hasil pencapaian/jumlah jawaban benar
n = hasil pencapaian maksimal/jumlah total pertanyaan
100 % = bilangan konstanta tetap
Selanjutnya hasil perhitungan yang diperoleh di kategorikan kedalam
tiga kategori yaitu :
1) Baik : jika 76%-100% jawaban benar
38

2) Cukup : jika 56%-75% jawaban benar


3) Kurang : jika < 55% jawaban benar
(Arikunto, 2010).

2. Kuesioner Baecke ini terdiri atas indeks kerja, indeks olah raga, dan
indeks waktu luang.

1) indeks kerja (IWK)

Indeks kerja terdapat 8 pertanyaan yang terkait dengan hal-hal yang


dilakukan selama melakukan pekerjaan sehari-hari. Pertanyaan nomor
satu merupakan pertanyaan terbuka. Jawaban yang diisi responden
diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yaitu aktivitas fisik ringan,
sedang, dan berat. Masing masing diberi skor:

a) Aktivitas rendah (pekerjaan administratif, mengemudi, mengajar,


menjaga toko, belajar, praktik kedokteran, pekerjaan rumah
tangga, dan pekerjaan yang mensyaratkan pendidikan
universitas) = 1
b) Aktivitas sedang (pekerjaan pabrik, tukang ledeng, pertukangan,
dan pertanian) = 3
c) Aktivitas berat (tukang bangunan, kuli pelabuhan, dan olah raga
profesional) = 5

Selain itu, untuk pertanyaan yang lain merupakan pertanyaan


tertutup dengan 5 pilihan jawaban dan masing-masing diberi
skor:

a) Tidak pernah=1
b) Jarang= 2
c) Kadang-kadang= 3
d) Sering= 4
e) Sangat sering= 5

Untuk menghitung nilai dari indeks kerja, maka digunakan rumus:

Indeks kerja (IWK)= [(6-no. 1b)+ 1a+1c+ 1d+ 1e+1f+1g+1h]/8

2) indeks olah raga (IWO)

Indeks olah raga terdiri atas 5 pertanyaan yang harus diisi yaitu
terkait dengan kebiasaan olah raga yang dilakukan. Pertanyaan
pertama pilihan jawaban yang disediakan adalah:
39

a) Ya= diberi nilai sesuai dengan hasil skor olah raga yang
Diperoleh
b) Tidak= 1

Pertanyaan kedua merupakan pertanyaan uraian, dan responden


diminta untuk menyebutkan jenis, waktu, beserta dengan proporsi
olah raga yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Jenis
olah raga atau intensitas olah raga dibedakan menjadi 3, yaitu:

1) Olah raga intensitas ringan (golf, bowling, dan memancing)=


0,76
2) Olah raga intensitas sedang (bulutangkis, sepeda, senam, renang,
dan jogging)= 1,26
3) Olah raga intensitas berat (basket dan sepakbola)= 1,76

Waktu olah raga masing-masing diberi skor:

a) <1 jam/minggu = 0,5


b) 1-2 jam/ minggu = 1,5
c) 2-3 jam/ minggu = 2,5
d) 3-4 jam/ minggu = 3,5
e) >4 jam/ minggu = 4,5

Proporsi olah raga masing-masing diberi skor:

a) <1 bulan/ tahun = 0,04


b) 1-2 bulan/ tahun = 0,17
c) 2-3 bulan/ tahun = 0,42
d) 3-4 bulan/ tahun = 0,67
e) >4 bulan/ tahun = 0,92

Setelah mendapatkan skor dari jenis, intensitas, dan proporsi olah


raga, maka langkah selanjutnya adalah menentukan skor olah raga
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Skor olah raga = ∑ (intensitas x waktu x proporsi)

a) Skor olah raga ≥ 12= diberi nilai 5


b) Skor olah raga 8-12= diberi nilai 4
c) Skor olah raga 4-8= diberi nilai 3
d) Skor olah raga 0,01-4= diberi nilai 2
e) Skor olah raga 0= diberi nilai 1

Indeks olah raga (iwo)= [nilai skor olah raga+ 2c+ 2d+ 2e+]/4
40

3) indeks waktu luang (IWL)

Indeks waktu luang terdiri atas 4 pertanyaan. Pertanyaan no. 3a


sampai dengan no. 3c merupakan pertanyaan tertutup yang terdiri atas
5 pilihan jawaban, yaitu:

a) Tidak pernah=1
b) Jarang= 2
c) Kadang-kadang= 3
d) Sering= 4
e) Sangat sering= 5

Sedangkan satu pertanyaan lainnya (no. 3d) dengan 5 pilihan

Jawaban, yaitu:

a) <5 menit : diberi skor 1


b) 5-15 menit : diberi skor 2
c) 16-30 menit : diberi skor 3
d) 31-45 menit : diberi skor 4
e) >45 menit : diberi skor 5

IWL = [(6-no. 3a) + no. 3b + no. 3c + no. 3d]/4

Setelah mendapatkan hasil dari indeks kerja, indeks olah raga, dan
indeks waktu luang maka kita dapat menghitung tingkat aktivitas fisik
yang dilakukan responden dengan menggunakan rumus:

Pengkategorian tingkat aktivitas fisik dibagi menjadi 3, yaitu:

a) Aktivitas ringan, yaitu apabila nilai aktivitas fisik <5,6


b) Aktivitas sedang, yaitu apabila nilai aktivitas fisik 5,6-7,9
c) Aktivitas berat, yaitu apabila nilai aktivitas fisik >7,9

Menurut plotnikoff, aktivitas sedang dan berat berpengaruh terhadap


penurunan kadar gula darah menuju normal dan mengurangi risiko
komplikasi, sehingga pengkategorian disederhanakan lagi menjadi 2
yaitu :

a) Patuh : jika nilai aktivitas fisik sedang dan berat (>5,6)


b) Tidak patuh : jika nilai aktivitas fisik ringan (<5,6)

2. kuesioner kepatuhan minum obat MMAS-8 (Morisky Medication


Adherence Scale – 8) yang dikembangkan oleh Morisky dan telah
41

dimodifikasi oleh Mulyani et al. Kuesioner ini berisi 8 item


pertanyaan. Pada nomor pertanyaan 1-7 menggunakan pilihan
jawaban “ya” dan “tidak”. Sedangkan untuk nomor pertanyaan 8
memiliki 5 pilihan jawaban, yaitu “sangat sering”, “sering”, “kadang-
kadang”, “jarang”, “tidak pernah”. Pada pertanyaan jenis unfavorable
yang terdapat pada nomor 1, 2, 3, 4, 6, 7, skor jawaban “ya”= 1 dan
“tidak” = 0. Sedangkan untuk pertanyaan jenis favorable pada nomor
5, jawaban ”ya” = 0 dan “tidak” = 1. Untuk pertanyaan nomor 8
berjenis unfavorable, sehingga skor untuk “sangat sering”= 0,
“sering”= 0,25, “kadang kadang”= 0,5, “jarang” = 0,75, “tidak
pernah”=1.

Pengkategorian pada kuesioner menurut Mulyani et al, yaitu :

a) Patuh : jika tingkat kepatuhan terapinya tinggi (8)


b) Tidak patuh : jika tingkat kepatuhan terapinya rendah (<6) dan
sedang (6-7)
G. Alat dan Prosedur Pengumpulan Data
1) Alat Pengumpulan Data
Instrument penelitian yang akan digunakan oleh peneliti adalah berupa
koesioner yang terdiri dari :
a. Kueesiner demografi merupakan koesioner tentang data demografi
responden yang meliputi usia, jenis kelamin, lama diagnosa DM,
pendidikan terahir, pekerjaan, dan riwayat DM keluarg.
b. Kuesioner DKQ-24 (Diabetes Knowledge Questionnair) merupakan
kuesioner tentang pengetahuan pasien tentang diabetes DKQ-24
dirancang dan divalidasi pada populasi di Meksiko-Amerika di starr
country, Texas dan telah di terjemahkan dan di uji validitas serta
reabilitasnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di Yogyakarta
oleh Agrimon (2014). Koefisien alpha cronbach DKQ-24 versi
original 0,78. Koefisien alpha cronbach DKQ-24 versi Indonesia yang
di uji di Yogyakarta dengan sampel 101 responden adalah 0.723 maka
42

DKQ-24 versi Indonesia valid dan realiabel untuk digunakan pada


populasi di Indonesia, maka peneliti menggunkan kuesioner ini tanpa
menguji validitas dan reliabilitas lagi, instrumen ini sudah layak
untuk menilai pengetahuan pasien tentang diabetes dan sudah
dilakukan untuk beberapa penelitian, diantaranya oleh Mutoharoh
pada tahun 2017 (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Yuwindry dkk
pada tahun 2016 (Universitas Gadjah Mada) dan beberapa penelitian
lainnya.
c. Kuesioner kepatuhan aktivitas fisik yang digunakan adalah kuesioner
Baecke yang dikembangkan oleh Baecke et al. (1982). Kuesioner
yang akan dipakai untuk penelitian ini telah di terjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia dan telah dilakukan uji validitas dan di uji reabilitas
oleh Chairani (2014) kuesioner ini juga sudah di pakai oleh
Primahuda (2016). Kuesioner ini terdiri dari 3 dimensi, yaitu dimensi
Indeks kerja berjumlah 8 pertanyaan, dimensi Indeks olah raga
berjumlah 5 pertanyaan, dan Indeks waktu luang berjumlah 4
pertanyaan. Hasil uji validitas dari kuesioner Baecke menunjukkan
setiap item memiliki nilai koefisien korelasi pearson dari masing-
masing item yakni dalam rentang 0,001-0,043 < (0,05).62 Sedangkan
hasil uji validitas setiap dimensi mempunyai r hitung 0,85, 0,70, dan
0,44.
Sedangkan untuk total aktifitas fisik dari kuesioner ini adalah 0,72.
Oleh karena itu seluruh butir pertanyaan dalam kuesioner ini
dinyatakan valid. Dan Hasil uji reliabilitas dari kuesioner Baecke
menggunakan t-paired test menunjukkan hasil r=0,77 (0,52-0,90)
yang berarti reliabel. Sedangkan, hasil uji reliabilitas yang digunakan
peneliti sebelumnya menggunakan pendekatan Alpha Cronbach
dengan nilai (r hitung) yaitu 0,841. Instrumen dikatakan reliabel jika r
hitung > 0,6. Jadi dapat disimpulkan bahwa instrumen ini reliable.
Kuesioner ini sudah mendapatkan izin dari peneliti sebelumnya
melalui email .
43

d. Kuesioner kepatuhan obat yang digunakan adalah kuesioner


kepatuhan berobat Morisky Medication Adherence Scale – 8 (MMAS
– 8) yang dikembangkan oleh Morisky et al. Kuesioner ini
sebelumnya pernah digunakan Primahuda,(2016). Kuesioner ini terdiri
atas 8 item pertanyaan. Kuesioner ini pernah dilakukan uji validitas
kepada 30 responden oleh Mulyani dengan r tabel = 0,361. Hasil
pengujian didapatkan nilai r hitung adalah sebesar 0,406-0,693. Hasil
semua item pertanyaan memiliki nilai (r hitung) > (r tabel), sehingga
skala MMAS – 8 adalah valid dan Hasil uji reliabilitas dari kuesioner
ini adalah menggunakan alpha croncbach dengan niai 0,787 > 0,623,
sehingga dapat disimpulkan bahwa intrumen ini reliable, Kuesioner
ini sudah mendapatkan izin dari peneliti sebelumnya melalui email .

2) Prosedur Pengolahan data

Pengolahan data bertujuan untuk mengubah data menjadi informasi.


Dalam statistika, informasi yang di peroleh di pergunakan untuk proses
pengambilan keputusan (Notoadmodjo, 2017). Kegiatan dalam
pengolahan data meliputi:

1. Editing
Editing adalah kegiatan untuk pengecekan atau perbaikan isian
formulir atau kuesioner. Apabila ada jawaban-jawaban yang belum
lengkap, kalau memungkinkan perlu dilakukan pengambilan data ulang
untuk melengkapi jawaban-jawaban tersebut.
2. Coding
Coding adalah mengubah data berbentuk kalimat atau huruf.
Pengelolahan data secara coding berupa colom-colom untuk merekan
data secara manual.
3. Entry data
44

Entri data merupakan jawaban-jawaban dari masing-masing


responden yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan
kedalam program atau “software” komputer.
4. Tabulasi
Tabulasi yakni membuat tabel-tabel data, sesuai dengan tujuan peneliti
atau diinginkan oleh peneliti

H. Etika Penelitian
sebelum dilakukan penelitian, peneliti menentukan etika penelitian
terahdap calon responden antara lain sebagai berikut:

1. Lembar persetujuan (informed consent)


sebelum melakukan penilitian, peneliti memberikan lembar
persetujuan yang disampaikan kepada responden yang berisi
penjelasan maksud dan tujuan yang akan dilakukan penelitian.
Apabila responden bersedia maka peneliti memohon kesediaan
untuk menandatangani lembar persetujuan. Setelah mendapat
persetujuan dari responden kemudian peneliti dapat melakukan
penelitian
2. Tanpa nama (anonymity)
Tidak mencantumkna nama responden dalam lembar quesioner
dalam penelitian, tetapi menukarnya dangan kode inisial nama
responden, yang termasuk dalam penyajian hasil penelitian
3. Kerahasiaan (confidentially)
Peneliti menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian yang telah
dilakukan baik informasi maupun masalah-masalah yang telah
ditemukan, dan hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan
pada hasil penelitian (Notoadmodjo, 2017).
45

I. Pengolahan Dan Analisa


a. Analisa Univariat
Analisis dilakukan terhadap variable dari hasil penelitian, analisa ini
hanya menghasilakan distribusi dan presentase dari tiap variable
(Notoadmojo, 2017) Pada penelitian ini yang dibahas secara univariat
adalah usia, jenis kelamin, lama diagnosa DM, pendidikan terahir,
pekerjaan, dan riwayat DM keluarga. Dengan menggunakan perangkat
komputer.

b. Uji Normalitas
pada penelitian ini peneliti menggunakan uji statistik saphiro wilk
untuk menguji normalitas data. Jika uji statistik saphiro wilk > 0,05
maka berdistribusi datanya normal (Santoso S, 2010)

c. Analisa bivariat

Analisis bivariat dalam penelitian ini bertujuan untuk menganalisa


pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan pasien diabetes
menjalankan 4 pilar pengelolaan diabetes tipe 2 di Puskesmas Sumber
Mulyo Rejo Binjai Timur, uji statistik yang digunakan jika data
berdistribusi normal dilakukan uji dependen T-test, dan jika data tidak
berdistribusi normal dilakukan uji Wilcoxon.

Anda mungkin juga menyukai