Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

American Diabetes Association (ADA) tahun 2010 mendefinisikan diabetes mellitus (


DM) sebagai suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia karena adanya kel
ainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua – duanya (Perkeni, 2011: 4). Diabetes Mellitus
ditandai dengan peningkatan glukosa dalam darah melebihi normal (70 – 140 mg/dL). Gejal
a lain yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliphagi (sering merasa lapar), p
olidipsi (rasa haus yang berlebihan), poliuri (sering kencing) (Kemenkes, 2013: 122).

Diabetes mellitus dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu diabetes mellitus tipe 1 (I
nsulin Dependent Diabetes Mellitus) akibat dengan kurangnya produksi insulin dan diabetes
mellitus tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) yang disebabkan karena gangguan
insulin yang kurang efektif oleh tubuh (Kemenkes, 2014).

Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mellitus di dunia tercatat sebanyak 171
juta orang, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 366 juta orang pada tahun 2030 (Mos
er, et al, 2008: 1). Di Indonesia, jumlah penderita diabetes pada tahun 2000 sebanyak 8,4 jut
a orang dan diprediksi akan mengalami kenaikan 3 kali lipat pada tahun 2030 menjadi 21,3 j
uta orang (Hartayu, et al, 2012: 2). Pada tahun 2007, jumlah kasus diabetes sebanyak 1,1%,
meningkat menjadi 2,1% pada tahun 2013 (Kemenkes, 2014). Dari semua kasus diabetes ter
sebut 90 – 95% merupakan Diabetes Mellitus tipe 2 (Depkes, 2005).

Diabetes melitus tipe 2 merupakan intoleransi karbohidrat yang ditandai dengan resi
stensi insulin, defisiensi relatif insulin, kelebihan produksi glukosa oleh hepar dan hiperglike
mia (Brasher, 2007: 157). Di Jawa Timur jumlah kasus diabetes mellitus tipe 2 pada tahun 20
12 sebanyak 181.543 kasus dan tahun 2013 sebanyak 142.925 kasus (Dinkes Jateng, 2012; D
inkes Jatim, 2013). Di kota

Sidoarjo, distribusi penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 tahun 2013 mencapai 13.112 ka
sus. Diabetes Mellitus tipe 2 tergolong 10 besar penyakit di puskesmas dengan kasus terting
gi terdapat di wilayah puskesmas Sekardangan yakni sebanyak 2576 kasus pada tahun 2013
2

meningkat menjadi 3354 kasus pada tahun 2014. Kematian akibat Diabetes Mellitus tipe 2 d
ari tahun ke tahun selalu mengalami kenaikan. Pada tahun 2011 kematian akibat diabetes m
ellitus sebanyak 37 orang, tahun 2012 sebanyak 180 orang dan pada tahun 2013 menigkat
menjadi 237 orang (DKK Sidoarjo, 2013). Hal ini menggambarkan bahwa pengendalian DM ti
pe 2 oleh penderita belum dilakukan secara optimal sehingga perlu mendapatkan prioritas p
elayanan kesehatan akibat dari perilaku masyarakat.

Secara umum prinsip pengendalian dan penanganan Diabetes Mellitus meliputi peng
aturan makan (diet), latihan jasmani, perubahan perilaku, dan konsumsi obat antidiabetik (B
ustan, 2007: 114). Pola makan (diit) merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan DM tip
e 2 (Depkes, 2005). Penelitian yang dilakukan Fadli Maine dan Ismail menunjukkan bahwa se
makin baik pola makan (diet) seseorang maka kecenderungan glukosa darah sewaktunya ak
an semakin rendah. Pola makan bertujuan untuk membantu penderita Diabetes Mellitus tip
e 2 memperbaiki kebiasaan makan sehingga dapat mengendalikan kadar glukosa, lemak dan
tekanan darah (Waspadji, 2004 dalam Tera, 2010: 4). ADA (2010) dan Perkeni (2011) mengh
aruskan kepada setiap penderita Diabetes Mellitus tipe 2 untuk melakukan diet (pola makan
) secara baik setiap harinya namun pada kenyataannya banyak penelitian yang menunjukka
n prevalensi kepatuhan diet penderita DM yang rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Dian
Lestari dkk, terhadap pasien DM tipe 2 memperlihatkan bahwa 89,7% tidak patuh mengkon
sumsi jumlah kalori, 100% responden tidak mematuhi jadwal makan, dan 65,5% tidak patuh
mengkonsumsi jenis makanan. Hasil penelitian Winda Widyastuti menunjukkan bahwa 60,1
% pasien DM tipe 2 tidak patuh terhadap program diet. Sedangkan penelitian yang dilakuka
n oleh Nasrul Hadi memperlihatkan bahwa 58,3% responden tidak patuh dalam pelaksanaan
diet. Menurut Metz (1997), penyebab terbesar dalam meningkatnya komplikasi pada pende
rita DM tipe 2 adalah rendahnya kepatuhan diet (Maine dan Ismail, 2014: 79-80).

Organisasi Kesehatan Dunia/WHO (2003) mengemukakan bahwa banyak faktor yang


mempengaruhi kepatuhan diet pada penderita diabetes mellitus antara lain penyakit, jenis k
elamin, stress, konsumsi alkohol dan lingkungan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gibne
y (2003) menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi kepatuhan diet pada penderita dia
betes mellitus antara lain kepercayaan diri, pengetahuan tentang diabetes, dukungan keluar
ga dan pendidikan nutrisi (Budiyani, 2011: 83). Menurut Rowley (1999) kepatuhan atau yang
dikenal dengan adherensi merupakan tindakan untuk mengikuti aturan atau prosedur dala
3

m upaya perubahan sikap dan perilaku yang dipengaruhi oleh petugas kesehatan, sosiodem
ografi, faktor psikososial dalam bentuk kepercayaan terhadap perubahan perilaku, dan gaya
hidup termasuk pola makan (Hendro, 2010).

Studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan maret dengan melakukan wawancara
kepada 15 penderita, pertanyaan yang diajukan meliputi pertanyaan mengenai pengelolaan
penyakit diabetes mellitus tipe 2 yang meliputi pengetahuan responden tentang diabetes m
ellitus tipe 2, aktifitas fisik, perencanaan makanan, dan konsumsi obat antidiabetik. Dari 15
penderita, 26,7% (4 penderita) mempunyai pengetahuan kurang, 66% (10 orang) tidak patu
h mengkonsumsi obat, 60% (9 penderita) tidak melakukan olahraga secara teratur, dan ham
pir semua responden 86% (13 penderita) menjalankan diit namun tidak sesuai dengan diet y
ang dianjurkan sebagian besar hanya mengurangi porsi nasidan tidak mengikuti jadwal mak
an yang disarankan.

Upaya untuk meningkatkan kepatuhan diet DM di wilayah kerja Puskesmas Sekardan


gan telah dilakukan, antara lain konseling gizi penderita DM tipe 2 oleh dokter, diadakannya
kegiatan Prolanis ( Program Pengelolaan Penyakit Kronis) yang dilakukan sebulan sekali den
gan kegiatan sosialisasi secara luas kepada penderita mengenai pentingnya pengaturan pola
makan terhadap tingkat kadar glukosa darah, sosialisasi mengenai konsumsi makanan yang
harus dibatasi oleh penderita, cek kadar glukosa darah dan, namun pada kenyataannya masi
h banyak penderita DM tipe 2 belum dapat melaksanakannya sesuai dengan anjuran diit yan
g diberikan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap usaha a
ntisipasi terhadap masalah kesehatan masih kurang.

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti merasa bahwa studi mengenai faktor–f
aktor yang berhubungan dengan kepatuhan dalam menjalankan diet pada penderita diabete
s mellitus tipe 2 di Puskesmas Sekardangan Kota Sidoarjo perlu dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas dapat disusun rumusan masal
ah sebagai yaitu “ Adakah hubungan pengetahuan pasien dengan kepatuhan dalam
menjalankan diet pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Sekardangan
Kota Sidoarjo.
4

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan pasien d
engan kepatuhan dalam menjalankan diet pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di
Puskesmas Sekardangan Kota Sidoarjo.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi pengetahuan pasien dalam menjalankan diet DM tipe 2 di Puskesm


as Sekardangan Kota Sidoarjo
2. Mengidentifikasi kepatuhan dalam menjalankan diet pada penderita DM tipe 2 di Pu
skesmas Sekardangan Kota Sidoarjo
3. Menganalisa hubungan pengetahuan pasien dengan kepatuhan dalam menjalankan di
et pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Sekardangan Kota Sidoarjo.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Pasien Diabetes Melitus

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi mengenai diabetes melitu
s, kepatuhan diet dan pengelolaan Diabetes Melitus tipe 2 sehingga tidak menimbulka
n penyakit degeneratif lain.

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan Kesehatan Masyarakat

Penelitian ini dapat dijadikan tambahan kepustakaan dalam pengembangan ilmu kese
hatan khususnya mengenai diabetes melitus tipe 2

1.4.3 Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi acuan dalam pemberian pendidikan keseha
tan pada pasien diabetes melitus agar dapat mencapai keberhasilan pengelolaan diab
etes melitus tipe 2

1.4.4 Bagi Peneliti


5

Peneliti dapat mengetahui faktor–faktor yang mempengaruhi kepatuhan diet diabetes


mellitus yang nantinya diharapkan dapat di aplikasikan di masyarakat.

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Pengetahuan

2.1.1 Pengertian

Diabetes melitus ( DM ) dari bahasa Yunani: diabainein yang artinya “tembus” atau “
pancuran air”, dan kata Latin mellitus, “rasa manis”, yang umum dikenal sebagai kencin
g manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan kadar gula da
rah) yang terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Diabetes melitus mer
upakan penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan kelainan metabolisme karbohid
rat, protein dan lemak, berkembangnya komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan n
eurologis (Long, 1996)

Diabetes Melitus ialah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasu
k heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price, 2005)

Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai ole
h kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersir
kulasi dalam jumlah tertentu dalam darah(Smeltzer, 2002)

Diabetes Melitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah tinggi k
arena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara tepat. (http://w
ww.diabetesmellitus.com, maryland 2009).

Dari berbagai definisi diatas tentang Diabetes Melitus diatas dapat diambil kesimpula
n bahwa Diabetes Melitus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan horm
onal (dalam hal ini adalah hormon insulin yang dihasilkan oleh pankreas) dan melibatka
n kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein dimana seseorang tidak dapat
memproduksi cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi deng
6

an baik, karena proses autoimmun, dipengaruhi secara genetik dengan gejala yang pada
akhirnya menuju tahap perusakan imunologi sel – sel yang memproduksi insulin.

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi

2.1.2.1 Anatomi

Pankreas adalah kelenjar terengolasi berukuran besar dibalik kurvatura besar lambu
ng. Pankreas terlatak di retroperitonial rongga abdomen bagian atas, dan terbentang
horizontal dari cincin duodenal ke lien.Panjang sekitar 10-20 cm dan lebar 2,5-5 cm.
Pankreas mendapat pasokan darah dari arteri mesenterika superior dan splenikus.

a. Kelenjar pankreas
Sekumpulan kelenjar yang strukturnya sangat mirip dengan kelenjar ludah pan
jangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari deudenum sampai ke limpa dan ber
atnya rata-rata 60-90 gr. Terbentang pada vertebral lumbalis I & II dibelakang lam
bung.
b. Bagian-bagian pankreas
1) Kepala pankreas
Terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan didalam lekukan deudenum ya
ng melingkarinya.
2) Badan pankreas
Merupakan bagian utama dan ini letaknya dilbelakang lambung dan di depan v
ertebra umbalis utama.
3) Ekor pankreas
Bagian yang runcing disebelah kiri yang sebenarnya menyentuh limpa.

c. Saluran Pankreas

Pada pankreas terdapat dua saluran yang mengalirkan hasil sekresi pankreas ke dal
am duodenum.

1) Ductus Wirsung, yang bersatu dengan ductus chole dukus, kemudian masuk ke da
lam duodenum melalui sphincter oddi.
2) Ductus Sartonni, yang lebih kecil langsung masuk ke dalam duodenum di sebelah
atas sphincter oddi.
7

d. Pulau-pulau langerhan

Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda-bed


a yang menjadi system endokrinologis dari pankreas terbesar dari seluruh pankreas
dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas. Besar pulau langerhans yang t
erkecil adalah 50μ, sedangkan yang terbesar 300μ, terbanyak adalah yang besarnya
100-225μ. jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta
. Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu:

1) Sel-sel A (alpha), jumlahnya sekitar 20-40 % : memproduksi glikagon yang men


jadi faktor hiperglikemik, suatu hormone yang mempunyai “anti insulin like acti
vity”.
2) Sel-sel B (betha), jumlahnya sekitar 60-80 %, membuat insulin.
3) Sel-sel D (delta), jumlanya sekitar 5-15 %, membuat samatostatin.Masing-masin
g sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. di baw
ah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak m
engandung pembuluh darah kapiler. pada penderita DM, sel beta sering ada tetap
i berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukan reaksi
pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.

2.1.2.2 Fisiologi

Pankreas berfungsi sebagai organ endokrin dan eksokrin.

a. Fungsi eksokrin pankreas ( asinar )


Getah pankreas mengandung enzim-enzim untuk pencernaan. ketiga jenis mak
anan utama, protein, karbohidrat dan lemak. Getah pankreas juga mengandung ion bik
arbonat dalam jumlah besar, yang memegang peranan penting dalam menetralkan tim
us asam yang dikeluarkan oleh lambung ke dalam duodenum.Enzim-enzim proteolitik
adalah tripsin, kamotripsin, karboksi, peptidase, ribonuklease, deoksiribonuklease. Ti
ga enzim pertama memecahkan keseluruhan dan secara parsial protein yang dicernaka
n, sedangkan nuclease memecahkan kedua jenis asam nukleat, asam ribonukleat dan d
eoksinukleat. Enzim pencernaan untuk karbohidrat adalah amylase pankreas, yang me
nghidrolisis pati, glikogen dan sebagian besar karbohidrat lain kecuali selulosa untuk
membentuk karbohidrat, sedangkan enzim-enzim untuk pencernaan lemak adalah lipa
8

se pankreas yang menghidrolisis lemak netral menjadi gliserol, asam lemak dan kolest
erol esterase yang menyebabkan hidrolisis ester-ester kolesterol.

Produk gabungan sel-sel asinar mengalir melalui duktus pankreas, yang meny
atu melalui duktus empedu komunis dan masuk ke deudenum dititik ampula hepato
pankreas. Getah pankreas ini dikirim kedalam deudenum melalui duktus pankreatiku
s, yang bermuara pada papila vateriyang terletak pada dinding deudenum. Pankreas
menerima darah dari arteri pankreatika dan mengalirkan darahnya ke vena kava infe
rior melalui vena pankreatika.

b. Fungsi endokrin pankreas.


Fungsinya sebagai organ endokrin didukung oleh pulau-pulau langerhans. Pula
u-pulau langerhans terdiri dari tiga jenis sel yaitu :
1) Sel α (alpha) yang menghasilkan glukagon
Efek glukagon ini juga sama dengan efek kortisol, GH dan epineprin. Dalam meni
ngkatkan kadar gula darah, glukagon merangsang glikogenolisis (pemecahan gluk
ogen menjadi glukosa) dan meningkatkan transportasi asam amino dari otot serta
meningktakan glukoneogenesis (Pemecahan glukosa dari yang bukan karbohidrat)
. Dalam metabolisme lemak, glukagon, meningkatkan lipolisis ( Pemecahan lemak
).
2) Sel β (betha) yang menghasilkan insulin
Insulin sebagai hormon anabolik terutama akan meningkatkan difusi glukosa mela
lui membran sel jaringan. Efek metabolik penting lainnya dari hormon insulin adal
ah sebagai berikut :
a) Efek pada hepar
(1) Meningkatkan sintesa dan penyimpanan glukosa
(2) Menghambat glikogenolisis, glukoneogenesis dan ketogenesis
(3) Meningkatkan sintesa trigliserida dari asam lemak bebas dihepar

b) Efek pada otot

(1) Meningkatkan sintesa protein

(2) Meningkatkan tranportasi asam amino

(3) Meningkatkan glikogenesis


9

c) Efek pada jaringan lemak

(1) Meningkatkan sintesa trigliserida dari asam lemak bebas

(2) Meningkatkan penyimpanan trigliserida

(3) Menurunkan lipolisis

3) Sel deltha yang menghasilkan somatostatin namun fungsinya belum jelas diketahu
i.

Hasil dari sistem endokrin ini langsung dialirkan kedalam peredaran darah dibawa
ke jaringan tanpa melewati duktus untuk membantu metabolisme karbohidrat

2.1.3 Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi terbaru tahun 2005 menurut American Diabetes Association(ADA) lebih m


enekankan penggolongan berdasarkan penyebab dan proses penyakit. Ada 4 jenis diabe
tes melitus berdasarkan klasifikasi terbaru :(Sudoyo, 2006)

1. Diabetes mellitus Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM).

2. Diabetes mellitus Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (IDDM).

3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya.

4. Diabetes Mellitus gestational (GDM). Keadaan intoleransi karbohidrat dari seorang


wanita yang diketahui.

2.1.4 Etiologi

Faktor penyebab diabetes mellitus sesuai klasifikasi penyakit menurut (Smeltzer, 2002)
antara lain :

1. DM tipe 1 : IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)


Pada tipe ini insulin tidak diproduksi. Hal ini disebabkan dengan timbulnya reaksi aut
oimun oleh karena adanya peradangan pada sel beta insulitis. Kecenderungan ini dite
mukan pada individu yang memiliki antigen HLA (Human Leucocyte Antigen).
a. Faktor genetik
Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri, tetapi mewarisi suatu kecende
rungan genetik ke arah terjadinya DM tipe 1. Kecenderungan genetik ini ditemuka
10

n pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tert
entu.
b. Faktor imunologi
Respon abnormal dimana Antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan car
a bereaksi dengan jaringan tersebut sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Virus / toksin tertentu dapat memacu proses yang dapat menimbulkan distruksi sel
beta.
2. DM tipe 2 : NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus) Mekanisme yang
tepat menyebabkan resistensi insulin dan sekresi insulin pada DM tipe 11 masin belum
diketahui. Faktor resiko yang berhubungan adalah obesitas, riwayat keluarga, usia (re
sistensi insulin cenderung meningkat pada usia 65 tahun (Suddarth, 2002)
3. DM tipe spesifik lain
Awitan selama kehamilan, disebabkan oleh hormon yang diekskresikan plasenta dan
mengganggu kerja insulin (Smeltzer, 2002)

2.1.5 Patofisiologi

Bermacam-macam penyebab diabetes mellitus yang berbeda-beda, akhirnya akan m


engarah kepada defisiensi insulin. Diabetes Mellitus mengalami defisiensi insulin, meny
ebabkan glikogen meningkat, sehingga terjadi proses pemecahan gula baru (glukoneuge
nesis) yang menyebabkan metabolisme lemak meningkat. Kemudian terjadi proses pem
bentukan keton (ketogenesis). Terjadinya peningkatan keton didalam plasma akan men
yebabkan ketonuria (keton dalam urin) dan kadar natrium menurun serta pH serum me
nurun yang menyebabkan asidosis.

Defisiensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi menurun, sehi
ngga kadar gula dalam plasma tinggi (Hiperglikemia). Jika hiperglikemia ini parah dan m
elebihi ambang ginjal maka akan timbul Glukosuria. Glukosuria ini akan menyebabkan d
iuresis osmotik yangmeningkatkan pengeluaran kemih (poliuri) dan timbul rasa haus (po
lidipsi) sehingga terjadi dehidrasi.

Glukosuria mengakibatkan keseimbangan kalori negatif sehingga menimbulkan rasa l


apar yang tinggi (polipagi). Penggunaan glukosa oleh sel menurun mengakibatkan produ
ksi metabolisme energi menjadi menurun, sehingga tubuh menjadi lemah.
11

Hiperglikemia dapat mempengaruhi pembuluh darah kecil, arteri kecil sehingga supl
ai makanan dan oksigen ke perifer menjadi berkurang, yang akan menyebabkan luka tid
ak cepat sembuh, karena suplai makanan dan oksigen tidak adekuat akan menyebabkan
terjadinya infeksi dan terjadinya gangguan. Gangguan pembuluh darah akan menyebab
kan aliran darah ke retina menurun, sehingga suplai makanan dan oksigen ke retina ber
kurang, akibatnya pandangan menjadi kabur. Salah satu akibat utama dari perubahan m
ikrovaskuler adalah perubahan pada struktur dan fungsi ginjal, sehingga terjadi nefropat
iDiabetes mempengaruhi syaraf-syaraf perifer, sistem syaraf otonom dan sistem syaraf
pusat sehingga mengakibatkan neuropati (Price, 2005)

2.1.6 Manifestasi klinis

Tanda dan Gejala diabetes mellitus :

Keluhan khas :

1. Rasa haus berlebihan (polidipsi)


2. Sering kencing (poliuri)
3. Cepat lapar (polifagi)
4. Cepat kehilangan berat badan

Keluhan tidak khas :

1. Mudah lelah
2. Kesemutan pada jari tangan dan kaki
3. Gatal – gatal didaerah genital
4. Luka sukar sembuh
5. Penglihatan kabur
6. Keputihan
7. Bisul hilang timbul
8. Mudah mengantuk
9. Pruritus vulva pada wanita

2.1.7 Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktifitas insulin dan glu
kosa dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. T
12

ujuan terapi dari setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal (eug
likemia) tanpa terjadnya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. P
enatalaksanaan untuk diabetes mellitus terdiri dari penatalaksanaan medis dan penatal
aksanaan keperawatan (Smeltzer, 2002)

1. Penatalaksanaan secara keperawatan

a. Penyuluhan/pendidikan kesehatan

Penyuluhan tentang diabetes, adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pe


ngetahuan dan ketrampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan menunjang peru
bahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang d
iperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal, dan penyesuaian keadaan psiko
logik serta kualitas hidup yang lebih baik (Long, 1996)

b. Perencanaan makan

Pada konsensus perkumpulan endokrinologi indonesia (PERKENI) telah diteta


pkan bahwa standart yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi yang sei
mbang. Pada saat ini, Perhimpunan diabetes amerika dan perhimpunan diabetes
amerikan merekomendasikan bahwa untuk semua tingkat asupan kalori, makan 5
0 % hingga 60 % kalori berasal dari karbohidrat, 20-30 % berasal dari lemak dan 12
-20 % lainya berasal dari protein. Rekomendasi ini juga konsisten dengan rekomen
dasi dari the american heart asociation dan american cancer sosiety. Apabila diper
lukan santapan dengan komposisi karbohidrat sampai 70-75 % juga memberikan h
asil yang baik. Terutama untuk golongan ekonomi yang rendah. Jumlah kalori dise
suiakan dengan pertumbuhan, usia, statrus gizi, stress akut dan kegiatan jasmani
untuk mencapai berat badan ideal (Mirza, 2009)Karena itu diet yang tepat untuk
mengendalikan dan mencegah agar berat badan tidak menjadi berlebihan dengan
cara: kurangi kalori, kurangi lemak, konsumsi karbohidrat komplek, hindari makan
an manis dan perbanyak makanan banyak serat.

c. Latihan/olahraga

Latihan atau olahraga selain dapat menurunkan kadar gula darah karena me
mbuat kerja insulin lebih efektif dengan cara meningkatkan pengambilan glukosa
13

oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Olahraga sangat bermanfaat pada
diabetes karena dapat menurunkan berat badan, mengurangi rasa stress, mengur
angi faktor resiko kardiovaskuler dan mempertahankan kesegaran tubuh. Bagi pas
ien DM melakukan olahraga dengan teratur akan lebih baik, tetapi jangan melaku
kan olahraga yang berat-berat.

2. Penatalaksanaan secara medis

a. Obat Hipoglikemik Oral

1) Golongaan Sulfonilurea / sulfonyl ureas

Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan dengan obat gol
ongan lain, yaitu biguanid inhibitor alfa glukosidase atau insulin. Obat golongan ini
mempunyai efek utama meningkatkan produksi insulin oleh sel- sel beta pankrea
s, karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM tipe 2 dengan berat badan
berlebiha

2) Golongan Biguanad /metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki peng
ambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer) dianjurkan sebagai obat tinggal pad
a pasien kelebihan berat badan.

3) Golongan Inhibitor Alfa Glikosidase


Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran pencernaan s
ehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan. Bermanfaat untuk pasien d
engan kadar gula puasa yang masih normal.

b. Insulin

1) Indikasi insulin

Pada DM tipe 1 yang Human Monocommponent Insulin (40 UI dan 100 UI/ml
injeksi) yang beredar adalah actrapid. Injeksi insulin dapat diberikan kepada pend
erita DM tipe11 yang kehilangan berat badan secara drastis. Yang tidak berhasil d
engan penggunaan obat-obatan anti DM dengan dosis maksimal atau mengalami
kontra indikasi dengan obat-obatan tersebut. Bila mengalami ketoasidosis, hipero
14

smolar asidosis laktat, stress berat karena infeksi sistemik, pasien operasi berat ,
wanita hamil dengan gejala DM yang tidak dapat dikontrol dengan pengendalian d
iet.

2) Jenis insulin

a) insulin kerja cepat

Jenisnya adalah reguler insulin, cristalin zinc, dan semilente.

b) Insulin kerja sedang

Jenisnya adalah NPH (Netral Protamine Hagerdon), globinzinc, lente.

c) Insulin kerja lambat

Jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc Insulin) (Long, 1996)

2.1.8 Komplikasi

Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi kro
nik (Carpenito, 2001)

1. Komplikasi Akut, ada 3 komplikasi akut pada diabetes mellitus yang penting dan berh
ubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek, ketiga kom
plikasi tersebut adalah (Smeltzer, 2002)
a. Diabetik Ketoasedosis ( DKA)
Ketoasedosis diabatik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjal
anan penyakit diabetes mellitus. Diabetik ketoasedosis disebabkan oleh tidak adan
ya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata (Smeltzer, 2002)
b. Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperos
molaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Salah satu p
erbedaan utama KHHN dengan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis
pada KHHN (Smeltzer, 2002)
c. Hypoglikemik
Hypoglikemia ( Kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi
kalau kadar glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini
dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsums
15

i makanan yang terlalu atau karena aktifitas fisik yang terlalu berat (Smeltzer, 200
2)
2. Komplikasi kronik
Diabetes Melitus pada dasarrnya terjadi pada semua pembuluh darah diseluruh bagian
tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati Diabetik dibagi menjadi 2 yaitu :(Long, 1996)
a. Mikrovaskuler
Perubahan-perubahan mikrovaskuler ditandai dengan penebalan dan kerusakan me
mbran basal pembuluh-pembuluh kapiler, merupakan hal unik pada diabetes. Peru
bahan-perubahan ini sering kali terjadi pada penderita IDDM dan serinng terjadi p
ada organ berikut ini :
1) Penyakit Ginjal (nefropati)
Salah satu akibat utama dari perubahan – perubahan mikrovaskuler adalah per
ubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Empat jenis yang dapat ditimbulkan
: pyelonephritis, lesi-lesi glomerular, arteriosklerosis areteri renalis, dan aretri
o afferen dan efferen, serta lesi-lesi rubuler. Bila kadar glukosa darah meningk
at, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan
kebocoran protein darah dalam urin (Smeltzer, 2002)
2) Penyakit Mata (retinophati diabetik)
Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan sampai kebuta
an. Keluhan penglihatan kabur tidak selalu disebabkan retinopati (Sjaifoellah,
1996). Katarak disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjangan yang m
enyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa (Long, 1996)
3) Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem saraf otonom, Medu
lla spinalis, atau sistem saraf pusat. Banyak dan berbagai macam gejala dapat
timbul, tergantung neuron yang terkena. Akumulasi sorbital dan perubahan –
perubahan metabolik lain dalam sintesa atau fungsi myelin yang dikaitkan den
gan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi saraf, jenis neuropat
i yang lazim, adalah polineuropati, perifer simetris. Hal ini terlihat pertama ka
li dengan hilangnya sensasi pada ujung-ujung ekstremitas bawah kemudian hil
angnya kemampuan motorik dan ekstremitas atas dapat terkena pula (Long, 1
996)
b. Makrovaskuler
16

Penyakit makrovaskuler adalah karena aterosklerosis (Guthrie & Gutrie, 1991). Ini
terutama mempengaruhi pembuluh darah besar dan sedang. Pada adanya kekuran
gan insulin, lemak diubah menjadi glukosa untuk energi. Perubahan pada sintesis d
an katabolisme lemak mengakibatkan peningkatan kadar VDL ( very low-density l
ipoprotein) dan LDL ( lowdensity lipoprotein ). Oklusi vaskuler dari aterosklerosis
dapat menyebabkan penyakit yang diantaranya adalah :(Enggram, 1999)
1) Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi penur
unan kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh sehingga tek
anan darah akan naik atau hipertensi. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh
darah menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis), dengan resiko pend
erita penyakit jantung koroner atau stroke.
2) Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf – saraf sensorik, keadaan ini ber
peran dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang men
yebabkan gangren. Infeksi dimulai dari celah – celah kulit yang mengalami hip
ertropi, pada sel –sel kuku yang tertanam pada bagian kaki, bagian kulit kaki y
ang menebal, dan kalus, demikian juga pada daerah – daerah yang terkena trau
ma(Long, 1996)
3) Pembuluh darah otak
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai darah ke
otak menurun (Long, 1996)
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian Fokus

Menurut (Doenges, 2000) pengkajian meliputi:


1. Aktivitas istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun. Gang
guan tidur/istirahat.
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas. Leta
rgi/disorientasi, koma. Penurunan kekuatan otot.
2. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi; IM akut. Klaudikasi, kebas dan kesemutan pad
a ekstremitas. Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
17

Tanda : Takikardia. Perubahan tekanan darah postural; hipertensi. Nadi yang menu
run atau tak ada. Distritmia. Krekels; DVJ (GJK). Kulit panas, kering dan kemerah
an; bola mata cekung.
3. Integritas Ego
Gejala : Stres, tergantung pada orang lain. Masalah finansial yang berhubungan de
ngan kondisi.
Tanda : Ansietas, peka rangsang.
4. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia. Rasa nyeri terbakar, kesulit
an berkemih (infeksi), ISK baru atau berulang. Nyeri tekan abdomen.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning; poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria a
tau anuria jika terjadi hipovolemia berat). Urine berkabut, baubusuk (infeksi). Abd
omen keras, adanya asitesis. Bising usus lemah dan menurun; hiperaktif (diare).
5. Makanan/cairan
Gejala : Hilang nafsu makan. Mual atau muntah. Tidak mengikuti diet, peningkata
n masukan glukosa atau karbohidrat. Penurunan berat badan lebih dari periode beb
erapa hari atau minggu. Haus. Penggunaan diaretik (tiazid).
Tanda : Kulit kering atau bersisik, turgor jelek. Kekakuan atau distensi abdomen,
muntah. Pembesaran iroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan
gula darah). Bau halitosis atau manis, bau buah (napas aseton).
6. Neurosenseri
Gejala : Pusing atau pening. Sakit kepala. Kesemutan, kebas. Kelemahan pada oto
t, parestesia. Gangguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi, stupor atau koma (tahap lanjut). Ganggu
an memori (baru, masa lalu); kacau mental. Refleks tendon dalam (RTD) menurun
(koma). Aktivitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
7. Nyeri Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang atau nyeri (sedang atau berat)Tanda : Wajah merin
gis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati.
8. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaforesis, Kulit rusak, lesi / ulserasi
9. Pernafasan
18

Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanda sputum purulen (ter
gantung adanya infeksi atau tidak).
Tanda : Demam, diaforesis. Menurunnya kekuatan umum / rentang gerak.
Parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernafasan.
10. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi)
Tanda : Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
11. Penyuluhan atau Pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga; DM, penyakit Jantung, Stroke, Hipertensi, fenobar
bital penyembuhan yang lambat. Penggunaan obat seperti steroid, diuretik (tiazid);
Dilantin dan dapat meningatkan kadar glukosa darah).
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 5,9 hari
Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan diet, pen
gobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah.

2.2.2 Pemeriksaan diagnostik

1. Pemeriksaan laboratorium

a. Glukosa Urin

Pada umumnya, jumlah glukosa yang dikeluarkan dalam urin orang normal su
kar dihitung, sedangkan pada kasus diabetes, glukosa yang dilepaskan jumlahnya
dapat sedikit sampai banyak sekali sesuai dengan berat penyakitnya dan asupan
karbohidratnya.

b. Kadar glukosa darah puasa


Kadar glukosa darah sewaktu pada pagi hari, normalnya ialah 80 mg/dl dan 11
0 mg/dl dipertimbangkan sebagai batas normal atas kadar normal. Kadar glukosa d
iatas nilai ini seringkali menunjukkan adanya penyakit diabetes mellitus.
c. Uji toleransi glukosa
Didapatkan bila orang normal yang puasa memakan 1 gram glukosa per kilogr
am berat badan maka kadar glukosa darahnya akan meningkat dari kadar kira – ki
ra 90 mg/dl menjadi 120-140 mg/dl dan dalam waktu 2 jam kadar ini kan menuru
n ke nilai normalnya.
d. Pernapasan aseton
19

Sejumlah kecil asam asetoasetat, yang sangat meningkat pada penderita diabet
es berat dapat diubah menjadi aseton. Aseton bersifat mudah menguap dan dikeluark
an melalui udara ekspirasi, akibatnya seringkali seseorang dapat membuat diagnosis
diabetes mellitus hanya dengan mencium bau aseton pada napas pasien. (Guyton &
Hall, 1996).

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Insulin darah

Mungkin menurun bahkan sampai tidak ada ( pada tipe I ) atau normal sampa
i tinggi ( tipe II ) yang mengidentifikasi insufisiensi insulin/ gangguan dalam penggu
naan ( endogen atau eksogen )

2.2.3 Diagnosa keperawatan

Menurut (Doenges, 2000) diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien diab
etes mellitus adalah :

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari hiperglikemi


a).
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukup
an insulin (penurunan ambilan dan penggunaan glukosa oleh jaringan mengakibatka
n peningkatan metabolisme protein atau lemak).
3. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, pe
nurunan fungsi leukosit, perubahan sirkulasi.
4. Perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan perubahan kimia endosen = keti
dakseimbangan glukosa/insulin dan/atau elektrolit.
5. Kelemahan fisik berhubungan dengan penurunan produksi metabolik energi.
6. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang atau progresif yan
g tidak dapat diobati.
7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berh
ubungan dengan kurang informasi.M.Fokus Intervensi dan Rasional Adapun
2.2.4 Rencana Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari hiperalik
emia).
Rencana tindakan :
20

a. Dapatkan riwayat pasien atau orang terdekat sehubungan dengan lamanya, int
ensitas dari gejala seperti muntah, pengeluaran urine yang berlebihan.
Rasional : membantu dalam memperkirakan kekurangan cairan total, tanda d
an gejala mungkin sudah ada sebelumnya.
b. Pantau TTV, catat adanya perubahan tekanan darah orto statik.
Rasional : Hipovolemia dapat diartikan oleh hipotensi dan tachicardia, perkir
aan berat ringannya hipovolemia dapat diukur ketika sistolik turun 10 mmHg.
c. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membrane mukosa.
Rasional : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi
yang adekuat.
d. Kaji suhu, warna kulit, atau kelembabannya.
Rasional : indikator terjadinya dehidrasi pada klien.
e. Ukur BB setiap hari.
Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang akurat terhadap status cairan.
f. Kolaborasi dalam pembemberian cairan sesuai indikasi.
Rasional : memberikan pemenuhan cairan yang dibutuhkan
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcu
kupan insulin (penurunan ambilan dan penggunaan glukosa oleh jaringan meng
akibatkan peningkatan metabolisme protein/lemak).
Rencana Tindakan :
a. Timbang BB setiap hari atau sesuai indikasi.
Rasional : mengkaji pemasukan makan yang adekuat.
b. Tentukan program diet pasangan dan pola makan klien, dan bandingkan den
gan makanan yang dihabiskan oleh pasien.
Rasional : mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan t
erpeutik.
c. Berikan makan cair yang mengandung zat makanan dan elektrolit dengan se
gera.
Rasional : pemberian makan melalui oral akan lebih baik.
d. Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki termasuk kebutuhan tet
nik kultur.
Rasional : kerjasama ini dapat dilanjutkan setelah klien pulang.
e. Libatkan keluarga pasien dalam perencanaan makanan sesuai indikasi.
21

Rasional: meningkatkan rasa kebersamaanya dan menambah informasi yang


dibutuhkan keluarga.
f. Berkolaborasi dengan pemeriksaan gula darah.
Rasional : memantau kadar gula dalam darah.
3. Resti infeksi terhadap sepsis b/d kadar glukosa tinggi.
Rencana Tindakan :
a. Observasi adanya tanda – tanda peradangan seperti demam, kemerahan, ada
nya pus pada luka.
Rasional : Pasien mungkin telah masuk dengan infeksi yang telah mencetus
kan keadaan ketoasidosis
b. Pertahankan teknik aseptic pada prosedur infasif.
Rasional: Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menajdi media yang
baik bagi kuman.
c. Berikan perawatan luka secara teratur.
Rasional : mengurangi terjadinya infeksi lebih lanjut.
d. Anjurkan untuk makan dan minum yang adekuat.
Rasional: menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi.
e. Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitifitas sesuai dengan indikasi.
Rasional: mengindentifikasi organisme yang masuk kedalam tubuh.
f. Berikan antibiotic yang sesuai.
Rasional : penangan awal dapat membantu terjadinya sepsis.
4. Perubahan sensori perseptual : resiko tinggi terhadap perubahan kima
endogen.
Rencana Tindakan :
a. Pantau tanda – tanda vital dan status mental pasien
Rasional : sebagai dasar temuan untuk intervenso yang tepat.
b. Panggil pasien dengan nama, orientasikan tempat ruangan, dan kebutuhanny
a
Rasional : menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan
kontak.
c. Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin.
Rasional : membantu pasien tetap berhubungan dengan realitas.
d. Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak mengganggu waktu istirahat
Pasien
22

Rasional : meningkatkan tidur, dan mengurangi rasa letih pada pasien.


e. Berikan tempat tidur yang lembut
Rasional: meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan kerusakan kulit.
5. Ketidakberdayan b/d proses penyakit jangka panjang.
Rencana Tindakan :
a. Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan diru
mah sakit.
Rasional : mengidentifikasi area perhatiannya dan pemecahan masalah.
b. Kaji bagaimana klien telah menangani masalahnya di masa lalu
Rasional: pengetahuan gaya individu membantu untuk menentukan kebutuh
an terhadap tujuan penanganan.
c. Tentukan tujuan atau harapan keluarga dan klien.
Rasional : harapan yang tidak realistis dapat membuat klien dan keluarga ter
tekan. dan frustasi
6. Kelemahan fisik b/d penurunan produksi energi metabolik.
Rencana Tindakan :
a. Diskusikan dengan pasien akan kebutuhan aktifitas.
Rasional: pendidikan dapat memotivasi klien untuk melakukan personal hyg
iene dan aktivitas.
b. Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.
Rasional : mencegah kelelahan yang berlebihan.
c. Pantau TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas.
Rasional: mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi.
d. Diskusikan cara menghemat energi ketika ke kamar mandi atau berpindah te
mpat.
Rasional : pasien akan dapat banyak melakukan kegiatan dengan penurunan
energi setiap kegiatan.
e. Tingkatkan partisipasi dalam melakukan aktivitas sehari – hari.
Rasional : meningkatkan kepercayaan diri positif sesuai tingkat aktivitas.
7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit prognosis dan kebutuhan pengobatan,
b/d kurangnya informasi.
Rencana Tindakan :
a. Ciptakan lingkungan saling percaya mendengarkan penuh perhatian, selalu a
da untuk perasaan.
23

Rasional : BHSP diperlukan selama komunikasi berlangsung pada saat pera


watan.
b. Buat jadwal latihan atau aktivitas yang teratur.
Rasional : waktu latihan tidak boleh bersamaan khususnya pada saat pada ke
rja insulin.
c. Intruksikan pentingnya pemeriksaan secara rutin pada kaki dan perawatan k
aki tersebut.
Rasional : mencegah komplikasi yang terjadi berhubungan dengan neuropati
.
d. Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur jawab perta
nyaan pasien atau orang terdekat.
Rasional: pemberian informasi dapat menurunkan terjadinya kejadian ketoas
idosis.
e. Identifikasi sumber – sumber yang ada di masyarakat.
Rasional : dukungan kontinue biasanya penting untuk menopang perubahan
gaya hidup.
24

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Variabel bebas

1. Usia

2. Jenis kelamin

3. Pendidikan

4. Pengetahuan
Variabel terikat
5. Persepsi
huan
6. Motivasi diri
Kepatuhan diet diabet melitus
7. Kepercayaan diri

8. Lama menderita

DM Tipe 2
25

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

3.2 Metode Penulisan

Dalam penyusunan makalah ilmiah ini metode yang digunakan adalah :

1. Metode dengan pendekatan studi kasus mengambil suatu kasus dan diberikan
asuhan,dalam pengunpulan data-data dan metode penulisan melalui wawancara,
observasi dan pemeriksaan fisik klien.
2. Studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari dan membaca buku-buku ilmiah yanag b
erhubungan dengan kasus
3.3 Variabel Penelitian

3.2.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian: Pengetahuan

3.2.2 Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepatuhan dalam menjalankan


diet diabetes mellitus tipe 2.
26

3.4 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel

N Variabe Definisi Alat Kategori Sk


o l Ukur ala
1 Pengeta Jawaba Kuesio 1. Kurang: apabila skor Or
. huan n ner yang diperoleh ≤60 % din
respond dari jawaban benar al
en 2. Baik: bila total skor

terhada yang diperoleh ≥60%


dari jawaban benar.
p
Sumber :
pertany
Khomsan,2000)
aan
mengen
ai DM
dan diet
DM
yang
diajuka
n oleh
peneliti
2 Kepatuh Kepatuh Form 1. Tidak patuh : jika Or
. an diet an Food responden tidak din
DM respond Freque mengikuti pada salah al

en ncy satu atau lebih dalam

dalam Questi mengikuti pengaturan


diet
mengko onnair
2. Patuh: jika responden
nsumsi e Semi
mengikuti standar diet,
karbohi Quanti
yaitu:
drat, tative
27

lemak dan a. Jumlah dan jenis


jenuh formul makanan
dan ir - Karbohidrat

penggu jadwal 45-65% dari

naan makan kebutuhan


energi.
gula
- Konsumsi gula
murni
murni <5%
sesuai
kebutuhan
standar
energi.
diet DM
- Lemak jenuh
dianjurk
<7%
an oleh
kebutuhan
tenaga energi.
kesehat b. Jadwal makan:
an - Makan pagi
dalam jam 06.30-7.30
satu wib
hari. - Makan siang
jam 12.30-
13.30 wib
- Makan malam
jam 18.30-
19.30 wib
- Selingan pagi
jam (09.31-
10.30 wib)
- Siang (15.30-
16.30)

3.5 Jenis dan Rancangan Penelitian


28

Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan pendekatan cr


oss sectional, untuk mengetahui atau memperoleh penjelasan mengenai faktor–faktor y
ang mempengaruhi kepatuhan diet penderita diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Seka
rdangan Kota Sidoarjo.

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian

3.6.1 Populasi

Populasi merupakan keseluruhan subjek yang diperlukan dalam suatu peneliti


an (Arikunto, 2010: 173). Populasi dalam penelitian ini yaitu rata – rata kunjungan
per bulan penderita diabetes mellitus tipe 2 usia ≥ 20 tahun yang sedang melakuk
an rawat jalan di Puskesmas Sekardangan selama periode 01 Januari 2017 – 31 Ja
nuari 2018 yaitu sebanyak 158 penderita.

3.6.2 Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan peneliti adalah non random sam
pling. Non random sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang tidak m
emberikan peluang atau kesempatan yang sama kepada setiap populasi untuk me
njadi sampel (Sugiyono, 2010: 122). Cara pengambilan sampel yang digunakan ad
alah accidental sampling. Accidental Sampling merupakanpengambilan sampel da
ri populasi berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertem
u dengan peneliti dan dapat digunakan menjadi sampel (Sugiyono, 2010: 124)..Sa
mpel dalam penelitian ini adalah pasien penderita DM tipe 2 yang menjalani pera
watan di Puskesmas Sekardangan yang memenuhi syarat inklusi dan eksklusi, seb
agai berikut :

3.6.2.1 Kriteria Inklusi

1. Pasien yang telah dinyatakan postif DM Tipe 2 oleh dokter

2. Pasien menjalani perawatan di Puskesmas Sekardangan.

3. Pasien hidup dilingkungan keluarga

4. Pasien yang menyetujui untuk menjadi responden dalam penelitian


29

3.6.2.2 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah

1. Pasien yang berobat ke Puskesmas Kedungmundu namun tidak

bertempat tinggal diwilayah kerja Puskesmas Sekardangan.

2. Pasien dalam keadaan hamil atau menyusui

3. Pasien yang mengalami kepikunan.

4. Pasien yang tinggal sendiri (tidak hidup bersama keluarga)

Besar sampel untuk penelitian cross sectional adalah sebagai berikut :

n= z21-a/2 p(1-P)N

d2 (N-1)+ = z21-a/2p(1-P)

keterangan :

n = jumlah sampel minimal

z21-a/2 = derajat kepercayaan (z = 1,96)

P = estimasi proporsi populasi

d = presisi (10%)

N = besar populasi

Berikut perhitungan sampel minimal, jika populasi (N) sejumlah 158

n = (1,96)2 x 0,5(1 – 0,5)158

(0,1)2(158-1) + (1,96)2x 0,5(1 – 0,5)

= (1,96)2x 39,5

157(0,01) + 0,96

= 151,743
30

2,53

n = 59, 98

= 60 orang

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh besar sampel minimal sejumlah 6


0

orang.

3.7 Sumber Data

3.7.1 Data Primer

Data primer diperoleh melalui wawancara secara langsung kepada penderita


Diabetes Melitus tipe 2 yang menjalani perawatan di Puskesmas Sekartdangan Kot
a Sidoarjo.

3.7.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari catatan rekam medik penderita Diabetes

Melitus tipe 2 yang menjalani perawatan di Puskesmas Sekardangan.

3.8 Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data

3.8.1 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti d
alam mengumpulkan data untuk mempermudah hasil penelitian dan hasilnya lebi
h baik sehingga data dapat lebih mudah untuk diolah (Saryono, 2011). Peneliti me
nggunakan instrumen penelitian yang terdiri dari :

1. Kuesioner
31

Kuesioner digunakan untuk mencatat karakteristik responden berisi tingkat p


engetahuan, dan dukungan petugas kesehatan.

2. Form Food Frequency Questionnaire Semi Quantitative

Formulir ini digunakan untuk mencatat mengetahui frekuensi konsumsi seju


mlah bahan makanan atau makanan olahan yang dikonsumsi. Formulir ini digu
nakan untuk mengetahui tingkat kepatuhan diet berdasarkan jumlah dan jenis
makanan yang dikonsumsi.

3.8.2 Teknik Pengambilan Data

Teknik pengambilan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi dilakukan untuk melihat secara langsung keadaan Puskesmas Sekar


dangan dan wilayah kerjanya, serta untuk mendapatkan data sekunder. Data s
ekunder diperoleh dari data rekam medis pasien Puskesmas Sekardangan.

2. Wawancara

Wawancara adalah proses interkasi atau komunikasi secara langsung antara p


ewawancara dengan responden (Budiarto, 2001: 13)

Anda mungkin juga menyukai