PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau keduanya.4
Menurut American Diabetes Association, Diabetes melitus merupakan suatu
penyakit kronis kompleks yang membutuhkan perawatan medis yang lama atau terus-
menerus dengan cara mengendalikan kadar gula darah untuk mengurangi risiko
multifactorial.13
2.2 Epidemiologi
Organisasi Internasional Diabetes Federation memperkirakan sedikitnya terjadi
463 juta orang pada usia 20 sampai 79 tahun di dunia menderita Diabetes pada tahun
2019 atau setara dengan angka prevalensi sebesar 9,3% dari total penduduk pada usia
yang sama. Berdasarkan jenis kelamin, IDF memperkirakan prevalensi diabetes di
tahun 2019 yaitu 9% pada perempuan dan 9,65% pada laki-laki. Prevalensi diabetes
diperkirakan meningkat seiring penambahan umur penduduk menjadi 19,9% atau
111,2 juta orang pada umur 65-79 tahun. Angka dipredikasi terus meningkat hingga
mencapai 578 juta di tahun 2030 dan 700 juta di tahun 2045.12
Data Riskesdas 2018 menjelaskan prevalensi DM nasional adalah sebesar 8,5
persen atau sekitar 20,4 juta orang Indonesia terkena DM. Penyandang DM juga sering
mengalami komplikasi akut dan kronik yang serius, dan dapat menyebabkan kematian.
Masalah lain terkait penanganan diabetes melitus adalah geografis, budaya, dan sosial
yang beragam.4
Data Riskesdas 2018 juga menunjukkan bahwa prevalensi diabetes mellitus
di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada umur ≥15 tahun sebesar 2%.Angka
ini menunjukkan peningkatan dibandingkan prevalensi Diabetes Mellitus pada
penduduk ≥15 tahun pada hasil Riskesdas 2013 sebesar 1,5%.Namun prevalensi
diabetes mellitus menurut hasil pemeriksaan gula darah meningkat dari 6,9% pada
2013 menjadi 8,5% pada tahun 2018. Angka ini menunjukkan bahwa baru sekitar
25% penderita diabetes yang mengetahui bahwa dirinya menderita diabetes.12
2.3 Klasifikasi
American Diabetes Association (ADA)2 mengklasifikasikan DM menjadi
tipe 1, tipe 2, DM tipe lain dan DM gestasional. Klasifikasi DM (Diabetes Melitus)
dapat dilihat pada tabel 2.1
2.5 Patofisiologi
Proses autoimun yang merusak sel beta pankreas merupakan patogenesis utama
DM tipe 1, sedangkan masalah utama pada DM tipe 2 adalah resistensi insulin, karena
banyak faktor. Pada tipe 2, seorang penderita relatif tidak membutuhkan insulin
sebagai terapi, sebaliknya dapat dilakukan pengaturan diet, olahraga ataupun dengan
obat hipoglikemik oral.Pada sebagian lainnya ditemukan autoantibodi terhadap sel beta
pankreas seperti yang ditemukan pada tipe 1 namun terdiagnosis saat dewasa yang
awalnya didiagnosis sebagai DM tipe 2.Keadaan tersebut disebut sebagai latent
autoimmune diabetes in adults (LADA). Pada awal diagnosis, penderita tidak
memerlukan insulin, namun seiring waktu, kemudian pasien akan membutuhkan
insulin dan akhirnya tergantung penuh pada insulin. Pengenalan dini kondisi tersebut
sangatlah penting dalam upaya mencapai normoglikemia.14
Menurut PERKENI 2019, secara garis besar patogenesis DM tipe- 2
disebabkan oleh delapanhal (omnious octet) berikut4:
1. Kegagalan sel beta pancreas: Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel
beta sudah sangat berkurang.
2. Liver: Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
gluconeogenesis sehinggaproduksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver
(HGP=hepatic glucose production) meningkat.
3. Otot: Pada penderita DM tipe -2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple
di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan
transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan
oksidasi glukosa.
4. Sel lemak: Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free
Fatty Acid) dalam plasma. Peningkatan FFA akan merangsang proses
glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga
akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut
sebagai lipotoxocity.
5. Usus:Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau
diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan
oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent
insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada
penderita DM tipe-2didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP.
Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh keberadaan enzim DPP-4,
sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit.Saluran pencernaan juga mempunyai
peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja ensim alfa-glukosidase yang
memecah polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian diserap oleh usus dan
berakibat meningkatkan glukosa darah.
6. Sel Alpha Pancreas: Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam
hiperglikemia. Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa
kadarnya didalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP
dalam keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding individu yang normal.
7. Ginjal: Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM
tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gramglukosa sehari. 90% dari glukosa
terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose co-
Transporter) pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan
di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden, sehingga
akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM terjadi peningkatan
ekspresi gen SGLT-2.
8. Otak:Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes
baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan
mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan
justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak. (perkeni)
2.6 Diagnosis
Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama pasien adalah
dilakukan4 :
1. Anamnesis
Usiadankarakteristiksaatonsetdiabetes.
Pola makan, status nutrisi, status aktifitasfisik, dan riwayat
perubahan beratbadan.
Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasamuda.
Pengobatanyangpernahdiperolehsebelumnya secara lengkap,
termasuk terapi gizi medis dan penyuluhan.
Pengobatanyangsedangdijalani,termasukobat yang digunakan,
perencanaan makan dan program latihanjasmani.
Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar
hiperglikemia,hipoglikemia).
Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan
traktusurogenital.
Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi
kronikpadaginjal,mata,jantungdanpembuluh
darah,kaki,saluranpencernaan,dll.
Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap
glukosadarah.
Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat
penyakitjantungkoroner,obesitas,danriwayatpenyakit keluarga
(termasuk penyakit DM dan endokrin lain).
Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM.
Karakteristik budaya, psikososial, pendidikan, dan status
ekonomi.
2. Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tinggidan berat badan.
Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan
darah dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya
hipotensi ortostatik.
Pemeriksaanfunduskopi.
Pemeriksaanronggamulutdankelenjartiroid.
Pemeriksaanjantung.
Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun denganstetoskop.
Pemeriksaan kaki secara komprehensif (evaluasi kelainan
vaskular, neuropati, dan adanyadeformitas).
Pemeriksaan kulit (akantosis nigrikans, bekas
luka,hiperpigmentasi,necrobiosisdiabeticorum, kulit kering, dan
bekas lokasi penyuntikan insulin).
Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipelain.
3. Evaluasi Laboratorium
Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam setelah
TTGO
Pemeriksaan kadar HbA1c
4. Penapisan Komplikasi
Penapisan komplikasi dilakukan pada setiap penyandang yang
baru terdiagnosis DM tipe 2 melalui pemeriksaan :
Profil lipid pada keadaan puasa: kolesterol total, High Density
Lipoprotein (HDL), Low Density Lipoprotein (LDL),
dantrigliserida.
Tes fungsihati
Tesfungsiginjal:Kreatininserumdanestimasi- GFR
Tes urinrutin
Albumin urinkuantitatif
Rasio albumin-kreatininsewaktu.
Elektrokardiogram.
Foto Rontgen dada (bila ada indikasi: TBC, penyakit
jantungkongestif).
Pemeriksaan kaki secarakomprehensif.
Pemeriksaan funduskopi untukmelihat retinopatidiabetic
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO). Tes ini sudah dideskripsikan oleh WHO, dengan menggunakan
beban yang kandungannya setara dengan 75 gram glukosa anhidrat yang
dilarutkan dalam air.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik (11,1
mmol/l).
Atau
Glukosa plasma
Glukosadarah
HbA1c(%) 2 jam setelag
puasa(mg/dL)
TTGO (mg/dL)
Diabetes ≥ 6,5 ≥ 126 ≥ 200
Pre-Diabetes 5,7 – 6,4 100 - 125 140 - 199
Normal < 5,7 70 - 99 70 - 139
Tabel 2.4 Kadar Tes Laboratorium Darah untuk Diagnosis Diabetes dan Prediabetes4
2.7 Pentalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes. Adapun tujuan khusus dari penatalaksanaan pada DM adalah4 :
a. Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman,
dan mencapai target pengendalian glukosa darah.
b. Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati, dan neuropati.
c. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
Pilar utama pengelolaan DM4 :
1. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari
upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM
secara holistik.
Lemak
a) Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, dan tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
b) Komposisi yang dianjurkan:
lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori.
lemak tidak jenuh ganda < 10 %
selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
c) Konsumsi kolesterol dianjurkan < 200 mg/hari.
Protein
Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi.
Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak,
ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan
tempe.
Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan orang sehat
yaitu <2300 mg perhari
Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu dilakukan
pengurangan natrium secara individual
Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari kacangkacangan, buah
dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat.
Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari yang berasal dari berbagai
sumber bahan makanan.
B. Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
penyandang DM, antara lain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori
basal yang besarnya 25-30 kal/kgBB. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah
atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur,
aktivitas, berat badan, dan lain-lain. Beberapa cara perhitunga berat badan
ideal adalah sebagai berikut4:
a) Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang
dimodifikasi:
Berat badan ideal:
90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg
Untuk laki-laki jika TB < 160 cm dan perempuan TB < 150 cm
maka:
BBI = (TB dalam cm -100) x 1 kg
C. Latihan Fisik4
Kegiatan fisik sehari-hari dan latihan fisik secara teratur (3-5 hari seminggu
selama sekitar 30-45 menit), dengan total 150 menit perminggu, dengan jeda
antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobic dengan intensitas
sedang (50-70% denyut jantung maksimal), seperti jalan cepat, bersepeda
santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan
cara = 220 – usia pasien.
D. Intervensi Farmakologis
Cara kerja utama Efek samping Penurunan A1C
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi BB naik, 1,0 – 2,0%
insulin hipoglikemia
Glinid Meningkatkan sekresi BB naik, 0,5 – 1,5%
insulin hipoglikemia
Metformin Menekan produksi Diare, dispepsia, 1, 0 – 2,0 %
glukosa hati dan asidosis laktat
menambah
sensitivitas terhadap
insulin
Penghambat Menghambat absorpsi Flatulens, tinja 0, 5 – 0,8 %
alfaglukosidase glukosa lembek
Tiazolidindion Menambah Edema 0,5 – 1,4 %
sensitivitas terhadap
insulin
Penghambat Meningkatkan sekresi Sebah, muntah 0,5 – 0,8%
DPP -IV insulin, menghambat
sekrresi glukagon
Penghambat Menghambat Dehidrasi, infeksi 0,8 – 1,0%
SGLT-2 penyerapan kembali saluran kemih
glukosa di tubuli
distal ginjal
Tabel 2.5 Profil obat antihiperglikemia oral di Indonesia4
Parameter Sasaran
IMT (kg/m2) 18,5 - < 23
Tekanan darah sistolik (mmHg) < 140
Tekanan darah diastolik (mmHg) < 90
Glukosa darah preprandial kapiler (mg/dl) 80 – 130 (4,4 – 7,2 mmol/L)
Glukosa darah 1-2 jam postprandial < 180 (10,0 mmol/L)
kapiler (mg/dl)
HbA1c (%) < 7 (53 mmol/mol)
Kolesterol LDL (mg/dl) < 100 (< 70 bila risiko KV
sangat tinggi)
Kolesterol HDL (mg/dl) Laki-laki: > 40
Perempuan: > 50
Trigliserida (mg/dl) < 150
Gambar 3. Sasaran Pengendalian untuk DM5,4
2.8 Komplikasi
Orang dengan kadar gula darah yang terkontrol dengan baik menunjukkan
komplikasi DM yang jauh lebih jarang dan parah. Masalah kesehatan yang lebih luas
mempercepat terjadinya kerusakanefek diabetes. Merokok, peningkatan kadar
kolesterol, obesitas, tekanan darah tinggi, dan kurang olahraga teratur meningkatkan
efek samping diabetes17.
Komplikasi Akut17
1. Ketoasidosis Diabetikum
Keadaan darurat medis dan perhatian medis segera yang merupakan komplikasi
akut dan berbahaya. Hati mengubah asam lemak menjadi keton untuk bahan bakar
selama kadar insulin rendah, di mana badan keton yang diproduksi bertindak
sebagai substrat perantara dalam urutan metabolisme tersebut. Ini dapat menjadi
masalah serius jika level berkelanjutan hadir secara berkala. pH darah menurun
karena peningkatan kadar badan keton, dan menyebabkan terjadinya ketoasidosis
diabetikum.
3. Hipoglikemia
Beberapa pengobatan diabetes yang dapat menyebabkan komplikasi akut disebut
hipoglikemia atau kadar glukosa darah rendah yang tidak normal. Jarang terjadi
sebaliknya, baik pada pasien diabetes atau non-diabetes.Pasien mungkin menjadi
gelisah, berkeringat, dan lemahdan memiliki banyak gejala aktivasi simpatis dari
sistem saraf otonom yang mengakibatkan perasaan yang mirip dengan ketakutan
dan panik yang tidak bisa bergerak.Dalam kasus ekstrim, kesadaran pasien dapat
berubah atau bahkan hilang yang dapat menyebabkan koma, kejang, atau bahkan
kerusakan otak dan kematian.Pada pasien diabetes, hal ini mungkin disebabkan
oleh beberapa faktor seperti insulin yang terlalu banyak atau waktunya tidak tepat,
terlalu banyak atau waktu olahraga yang tidak tepat (olahraga menurunkan
kebutuhan insulin), atau tidak cukup makanan (khususnya karbohidrat yang
mengandung glukosa).
Komplikasi Kronik17
Kerusakan pembuluh darah pada penderita diabetes disebabkan oleh peningkatan
kronis kadar glukosa darah. Sel-sel endotel yang melapisi pembuluh darah
mengambil lebih banyak glukosa dari biasanya, karena mereka tidak bergantung
pada insulin.Kemudian, membran basal mulai tumbuh lebih tebal dan lebih lemah
karena sel-sel endotel ini membentuk lebih banyak glikoprotein permukaan
daripada biasanya.Pada diabetes, masalah yang diakibatkannya dikelompokkan
dalam "penyakit mikrovaskular" (akibat kerusakan pada pembuluh darah kecil)
dan "penyakit makrovaskular"(karena kerusakan arteri)
2.9 Prognosis
Risiko kematian penderita diabetes 4-5 kali lebih besar dibandingkan nondiabetik
dengan penyebab kematian 50% akibat penyakit jantung koroner dan 30% akibat gagal
ginjal Prognosis dari DM bergantung pada pola hidup yang dilakukan oleh pasien
dalam mengontrol kadar gula nya. Pasien dengan kontrol glikemik ketat (HbA1c <
7%), tanpa disertai riwayat gangguan kardiovaskuler, dan juga tidak ada gangguan
mikrovaskuler serta makrovaskuler akan mempunyai harapan hidup lebih lama. Namun
jika pasien memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler dan telah menderita diabetes
lama (≥ 15 tahun) akan mempunyai harapan hidup lebih singkat, walaupun telah
melakukan kontrol glikemik ketak sekalipun. 18 DM dapat menyebabkan mortalitas dan
morbiditas karena dapat berkomplikasi pada penyakit kardiovaskuler, penyakit ginjal,
gangguan pembuluh darah perifer, gangguan saraf (neuropati), dan retinopati.
Pengontrolan kadar glikemik merupakan cara efektif untuk pencegahan DM18
BAB III
METODE
3.1. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer melalui kuesioner pada peserta yang
hadir pada penyuluhan di posyandu. Sampel data primer diambil dengan menggunakan
metode accidental sampling sejumlah 30 responden.
3.3. Sasaran
Peserta posyandu yang hadir mengikuti kegiatan penyuluhan rutin Puskesmas Sukarami