Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia terdiri atas banyak pulau dan kepulauan dengan karakteristik


budaya penduduk yang beragam, mempunyai kebiasaan/adat-istiadat yang berbeda,
termasuk perilaku yang berkaitan dengan kesehatan (Depkes RI, 2005). Diabetes
Melitus (DM) di Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penderita
terbesar di dunia setelah India, Cina, Amerika Serikat. Prevalensi DM 8,4% dari
total penduduk, pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta
penderita. Data Departemen Kesehatan mengatakan jumlah pasien DM menempati
urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin dan 2% diantaranya mengalami
komplikasi (Depkes RI, 2003). World Health Organization (WHO) melaporkan
bahwa 60% penyebab kematian semua umur di dunia disebabkan oleh penyakit
tidak menular. Penyakit Diabetes Melitus berada di peringkat ke 6 sebagai penyebab
kematian tersebut. Sekitar 1,3 juta orang meninggal akibat diabetes, dan 4%
meninggal sebelum usia 70 tahun (Konsensus Nasional DM tahun 2012).
DM Tipe 2 memegang 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes.
DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel
sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal (Depkes RI,
2005). Hormon insulin berfungsi untuk mengatur keseimbangan kadar glukosa
dalam darah. Gangguan produksi dan fungsi insulin mengakibatkan terjadinya
peningkatan kadar gula darah di atas normal (hiperglikemia) yang akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah (hipertensi) (Price, 2006).
Modalitas utama dalam penatalaksanaan diabetes melitus terdiri dari terapi
non farmakologis yang meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan
pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkakan
aktivitas jasmani, dan edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit
diabetes melitus yang dilakukan secara terus menerus. (Waspadji, 2007)
Pengetahuan serta Kepatuhan pasien untuk meminum obat memegang
peranan sangat penting pada keberhasilan pengobatannya untuk menjaga kadar
glukosa darah dalam rentang normal. Oleh karena itu, peneliti memandang perlunya
penelitian tentang “Upaya peningkatan pengetahuan dan kepatuhan minum obat
pada pasien diabetes melitus di PKM Sukarami”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian atar belakang di atas, didapatkan rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat pengetahuan pada pasien diabetes melitus di PKM Sukarami?
2. Bagaimana tingkat kepatuhan minum obat pada pasien diabetes melitus di PKM
Sukarami?
3. Apa saja yang menyebabkan ketidakpatuhan pasien diabetes melitus di PKM
Sukarami dalam meminum obat?
4. Bagaimana cara meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan minum obat pada pasien
diabetes melitus di PKM Sukarami?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui tingkat pengetahuan dan kepathuan minum obat pada pasien
diabetes melitus di PKM Sukarami
2. Mengetahui penyebab ketidakpatuhan pasien diabetes melitus di PKM Sukarami
dalam meminum obat
3. Mengetahui cara meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan minum obat pada
pasien diabetes melitus di PKM Sukarami

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada instansi
terkait serta sebagai masukan yang perlu dipertimbangkan dalam program
peningkatan Kesehatan khususnya Puskesmas Sukarami Palembang
2. Bagi masyarakat
Masyarakat diharapkan dapat mengetahui penyakit diabetes melitus lebih lanjut
serta mampu mempraktekkan pola hidup sehat khususnya untuk penderita
diabetes mellitus
3. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan mengenai penyakit diabetes melitus dan
permasalahannya serta pemecahan masalahnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau keduanya.4
Menurut American Diabetes Association, Diabetes melitus merupakan suatu
penyakit kronis kompleks yang membutuhkan perawatan medis yang lama atau terus-
menerus dengan cara mengendalikan kadar gula darah untuk mengurangi risiko
multifactorial.13

2.2 Epidemiologi
Organisasi Internasional Diabetes Federation memperkirakan sedikitnya terjadi
463 juta orang pada usia 20 sampai 79 tahun di dunia menderita Diabetes pada tahun
2019 atau setara dengan angka prevalensi sebesar 9,3% dari total penduduk pada usia
yang sama. Berdasarkan jenis kelamin, IDF memperkirakan prevalensi diabetes di
tahun 2019 yaitu 9% pada perempuan dan 9,65% pada laki-laki. Prevalensi diabetes
diperkirakan meningkat seiring penambahan umur penduduk menjadi 19,9% atau
111,2 juta orang pada umur 65-79 tahun. Angka dipredikasi terus meningkat hingga
mencapai 578 juta di tahun 2030 dan 700 juta di tahun 2045.12
Data Riskesdas 2018 menjelaskan prevalensi DM nasional adalah sebesar 8,5
persen atau sekitar 20,4 juta orang Indonesia terkena DM. Penyandang DM juga sering
mengalami komplikasi akut dan kronik yang serius, dan dapat menyebabkan kematian.
Masalah lain terkait penanganan diabetes melitus adalah geografis, budaya, dan sosial
yang beragam.4
Data Riskesdas 2018 juga menunjukkan bahwa prevalensi diabetes mellitus
di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada umur ≥15 tahun sebesar 2%.Angka
ini menunjukkan peningkatan dibandingkan prevalensi Diabetes Mellitus pada
penduduk ≥15 tahun pada hasil Riskesdas 2013 sebesar 1,5%.Namun prevalensi
diabetes mellitus menurut hasil pemeriksaan gula darah meningkat dari 6,9% pada
2013 menjadi 8,5% pada tahun 2018. Angka ini menunjukkan bahwa baru sekitar
25% penderita diabetes yang mengetahui bahwa dirinya menderita diabetes.12

2.3 Klasifikasi
American Diabetes Association (ADA)2 mengklasifikasikan DM menjadi
tipe 1, tipe 2, DM tipe lain dan DM gestasional. Klasifikasi DM (Diabetes Melitus)
dapat dilihat pada tabel 2.1

Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin


absolut
 Autoimun
 Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi
insulin disertai resistensi insulin
Karena hilangnya sekresi insulin secara progresif yang sering
terjadi oleh karena resistensi insulin.
Diabetes Diabetesyangdidiagnosispadatrimesterkeduaatauketiga
mellitus kehamilan dimana sebelum kehamilan tidakdidapatkan
gestasional diabetes.
Tipe Lain  Sindroma diabetes monogenik (diabetes neonatal,
Maturity - Onset diabetes of the young (MODY)
 Penyakit eksokrin pankreas (fibrosis kistik, pankreatitis)
 Disebabkan oleh obat atau zat kimia (misalnya penggunaan
glukokortikoid pada terapi HIV/AIDS atau setelah transplantasi
organ)
Tabel 2.1 Klasifikasi DM4

2.4 Faktor Risiko


Berdasarkan WHO tahun 2016 faktor risiko terkait seperti kelebihan berat badan
atau obesitas meningkat yang menyebabkan prevalensi diabetes terus meningkat.
Tipe 1.Penyebab pasti diabetes tipe 1 tidak diketahui.Secara umum disepakati bahwa
diabetes tipe 1 adalah hasil dari interaksi yang kompleks antara gen dan faktor
lingkungan, meskipun tidak ada faktor risiko lingkungan spesifik yang terbukti
menyebabkan sejumlah besar kasus. Mayoritas diabetes tipe 1 terjadi pada anak-anak
dan remaja.7
Tipe 2.Risiko diabetes tipe2 ditentukan oleh interaksi faktor genetik dan metabolisme.
Etnisitas, riwayat keluarga diabetes, dan diabetes gestasional sebelumnya bergabung
dengan usia yang lebih tua, kelebihan berat badan dan obesitas, diet yang tidak sehat,
aktivitas fisik yang kurang dan merokok dapat meningkatkan risiko.Beberapa praktik
diet dikaitkan dengan berat badan yang tidak sehat dan / atau risiko diabetes tipe 2,
termasuk asupan asam lemak jenuh yang tinggi, asupan lemak total yang tinggi, dan
konsumsi serat makanan yang tidak memadai. Asupan tinggi minuman yang
dimaniskan dengan gula, yang mengandung banyak gula, meningkatkan kemungkinan
kelebihan berat badan atau obesitas, terutama di kalangan anak-anak.7
Diabetes mellitus gestasional. Faktor risiko dan penanda risiko untuk diabetes
mellitus gestasional termasuk usia (semakin tua seorang wanita usia reproduksi,
semakin tinggi risiko); kelebihan berat badan atau obesitas; pertambahan berat badan
yang berlebihan selama kehamilan; riwayat keluarga diabetes; diabetes gestasional
selama kehamilan sebelumnya; riwayat lahir mati atau melahirkan bayi dengan
kelainan bawaan; dan kelebihan glukosa dalam urin selama kehamilan. Diabetes pada
kehamilan dan diabetes mellitus gestasional dapat meningkatkan risiko obesitas di
masa depan dan diabetes tipe 2 pada keturunannya.7

2.5 Patofisiologi
Proses autoimun yang merusak sel beta pankreas merupakan patogenesis utama
DM tipe 1, sedangkan masalah utama pada DM tipe 2 adalah resistensi insulin, karena
banyak faktor. Pada tipe 2, seorang penderita relatif tidak membutuhkan insulin
sebagai terapi, sebaliknya dapat dilakukan pengaturan diet, olahraga ataupun dengan
obat hipoglikemik oral.Pada sebagian lainnya ditemukan autoantibodi terhadap sel beta
pankreas seperti yang ditemukan pada tipe 1 namun terdiagnosis saat dewasa yang
awalnya didiagnosis sebagai DM tipe 2.Keadaan tersebut disebut sebagai latent
autoimmune diabetes in adults (LADA). Pada awal diagnosis, penderita tidak
memerlukan insulin, namun seiring waktu, kemudian pasien akan membutuhkan
insulin dan akhirnya tergantung penuh pada insulin. Pengenalan dini kondisi tersebut
sangatlah penting dalam upaya mencapai normoglikemia.14
Menurut PERKENI 2019, secara garis besar patogenesis DM tipe- 2
disebabkan oleh delapanhal (omnious octet) berikut4:
1. Kegagalan sel beta pancreas: Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel
beta sudah sangat berkurang.
2. Liver: Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
gluconeogenesis sehinggaproduksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver
(HGP=hepatic glucose production) meningkat.
3. Otot: Pada penderita DM tipe -2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple
di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan
transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan
oksidasi glukosa.
4. Sel lemak: Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free
Fatty Acid) dalam plasma. Peningkatan FFA akan merangsang proses
glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga
akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut
sebagai lipotoxocity.
5. Usus:Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau
diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan
oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent
insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada
penderita DM tipe-2didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP.
Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh keberadaan enzim DPP-4,
sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit.Saluran pencernaan juga mempunyai
peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja ensim alfa-glukosidase yang
memecah polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian diserap oleh usus dan
berakibat meningkatkan glukosa darah.
6. Sel Alpha Pancreas: Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam
hiperglikemia. Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa
kadarnya didalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP
dalam keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding individu yang normal.
7. Ginjal: Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM
tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gramglukosa sehari. 90% dari glukosa
terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose co-
Transporter) pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan
di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden, sehingga
akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM terjadi peningkatan
ekspresi gen SGLT-2.
8. Otak:Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes
baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan
mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan
justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak. (perkeni)

2.6 Diagnosis
Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama pasien adalah
dilakukan4 :
1. Anamnesis
 Usiadankarakteristiksaatonsetdiabetes.
 Pola makan, status nutrisi, status aktifitasfisik, dan riwayat
perubahan beratbadan.
 Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasamuda.
 Pengobatanyangpernahdiperolehsebelumnya secara lengkap,
termasuk terapi gizi medis dan penyuluhan.
 Pengobatanyangsedangdijalani,termasukobat yang digunakan,
perencanaan makan dan program latihanjasmani.
 Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar
hiperglikemia,hipoglikemia).
 Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan
traktusurogenital.
 Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi
kronikpadaginjal,mata,jantungdanpembuluh
darah,kaki,saluranpencernaan,dll.
 Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap
glukosadarah.
 Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat
penyakitjantungkoroner,obesitas,danriwayatpenyakit keluarga
(termasuk penyakit DM dan endokrin lain).
 Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM.
 Karakteristik budaya, psikososial, pendidikan, dan status
ekonomi.

2. Pemeriksaan Fisik
 Pengukuran tinggidan berat badan.
 Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan
darah dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya
hipotensi ortostatik.
 Pemeriksaanfunduskopi.
 Pemeriksaanronggamulutdankelenjartiroid.
 Pemeriksaanjantung.
 Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun denganstetoskop.
 Pemeriksaan kaki secara komprehensif (evaluasi kelainan
vaskular, neuropati, dan adanyadeformitas).
 Pemeriksaan kulit (akantosis nigrikans, bekas
luka,hiperpigmentasi,necrobiosisdiabeticorum, kulit kering, dan
bekas lokasi penyuntikan insulin).
 Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipelain.

3. Evaluasi Laboratorium
 Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam setelah
TTGO
 Pemeriksaan kadar HbA1c

4. Penapisan Komplikasi
Penapisan komplikasi dilakukan pada setiap penyandang yang
baru terdiagnosis DM tipe 2 melalui pemeriksaan :
 Profil lipid pada keadaan puasa: kolesterol total, High Density
Lipoprotein (HDL), Low Density Lipoprotein (LDL),
dantrigliserida.
 Tes fungsihati
 Tesfungsiginjal:Kreatininserumdanestimasi- GFR
 Tes urinrutin
 Albumin urinkuantitatif
 Rasio albumin-kreatininsewaktu.
 Elektrokardiogram.
 Foto Rontgen dada (bila ada indikasi: TBC, penyakit
jantungkongestif).
 Pemeriksaan kaki secarakomprehensif.
 Pemeriksaan funduskopi untukmelihat retinopatidiabetic

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan


glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan
bahan plasma darah vena.Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.Diagnosis tidak
dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.Berbagai keluhan dapat ditemukan pada
penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan
seperti:4,9
 Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunanberat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
 Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dandisfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita

Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl (7,0 mmol/l). Puasa


didefinisikan sebagai kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.

Atau

Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO). Tes ini sudah dideskripsikan oleh WHO, dengan menggunakan
beban yang kandungannya setara dengan 75 gram glukosa anhidrat yang
dilarutkan dalam air.

Atau

Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik (11,1
mmol/l).

Atau

Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% (48 mmol/mol). Tes ini dilakukan di laboratorium


dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh National
Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP)

Tabel 2.3 Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus4


Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normalatau kriteria DM
digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa
terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
 Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaanglukosa plasma
puasa antara 100-125mg/dl(5,6- 6,9 mmol/L) dan pemeriksaanTTGO
glukosa plasma 2-jam <140 mg/dl;
 Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosaplasma 2 -
jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl (7,8 – 11,0 mmol/L) dan
glukosaplasma puasa <100 mg/dl;
 Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
 Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasilpemeriksaan
HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%

Glukosa plasma
Glukosadarah
HbA1c(%) 2 jam setelag
puasa(mg/dL)
TTGO (mg/dL)
Diabetes ≥ 6,5 ≥ 126 ≥ 200
Pre-Diabetes 5,7 – 6,4 100 - 125 140 - 199
Normal < 5,7 70 - 99 70 - 139
Tabel 2.4 Kadar Tes Laboratorium Darah untuk Diagnosis Diabetes dan Prediabetes4

2.7 Pentalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes. Adapun tujuan khusus dari penatalaksanaan pada DM adalah4 :
a. Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman,
dan mencapai target pengendalian glukosa darah.
b. Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati, dan neuropati.
c. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
Pilar utama pengelolaan DM4 :
1. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari
upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM
secara holistik.

2. Terapi Nutrisi Medis (TNM)


Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes
mellitus perlu ditekankan pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis, dan jumlah
kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat yang meningkatkan
sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri.
A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari4:
Karbohidrat
 Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. Terutama
karbohidrat yang berserat tinggi.
 Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan.
 Dianjurkan makan tiga kali sehari danbila perlu dapat diberikan
makananselingan seperti buah atau makanan lainsebagai bagian dari
kebutuhan kalorisehari.

Lemak
a) Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, dan tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
b) Komposisi yang dianjurkan:
 lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori.
 lemak tidak jenuh ganda < 10 %
 selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
c) Konsumsi kolesterol dianjurkan < 200 mg/hari.

Protein
 Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi.
 Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak,
ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan
tempe.

Natrium
 Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan orang sehat
yaitu <2300 mg perhari
 Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu dilakukan
pengurangan natrium secara individual
 Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
 Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari kacangkacangan, buah
dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat.
 Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari yang berasal dari berbagai
sumber bahan makanan.

B. Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
penyandang DM, antara lain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori
basal yang besarnya 25-30 kal/kgBB. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah
atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur,
aktivitas, berat badan, dan lain-lain. Beberapa cara perhitunga berat badan
ideal adalah sebagai berikut4:
a) Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang
dimodifikasi:
 Berat badan ideal:
90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg
 Untuk laki-laki jika TB < 160 cm dan perempuan TB < 150 cm
maka:
BBI = (TB dalam cm -100) x 1 kg

b) Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT)


IMT = BB(kg)/TB(m2)
Klasifikasi IMT (Asia Pasifik):
 BB Kurang       <18,5  
 BB Normal       18,5-22,9
 BB Lebih          >23,0   :
-  Dengan risiko : 23,0-24,9
-  Obes I             : 25,0-29,9
-  Obes II            : ≥ 30

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain4:


 Jenis Kelamin: Kebutuhan kalori perempuan sebesar 25 kal/kgBB,
laki-laki sebesar 30 kal/kgBB.
 Umur: 40-59 tahun dikurangi 5%, 60-69 tahun dikurangi 10%, > 70
tahun dikurangi 20%
 Aktivitas Fisik atau Pekerjaan: penambahan 10% pada keadaan
istirahat, 20% aktivitas ringan, 30% aktivitas sedang, 50% aktivitas
sangat berat.
 Berat badan: bila gemuk, dikurangi sekitar 20-30% tergantung tingkat
kegemukan. Bila kurus, ditambah sekitar 20-30% sesuai kebutuhan.

C. Latihan Fisik4
Kegiatan fisik sehari-hari dan latihan fisik secara teratur (3-5 hari seminggu
selama sekitar 30-45 menit), dengan total 150 menit perminggu, dengan jeda
antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobic dengan intensitas
sedang (50-70% denyut jantung maksimal), seperti jalan cepat, bersepeda
santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan
cara = 220 – usia pasien.

D. Intervensi Farmakologis
Cara kerja utama Efek samping Penurunan A1C
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi BB naik, 1,0 – 2,0%
insulin hipoglikemia
Glinid Meningkatkan sekresi BB naik, 0,5 – 1,5%
insulin hipoglikemia
Metformin Menekan produksi Diare, dispepsia, 1, 0 – 2,0 %
glukosa hati dan asidosis laktat
menambah
sensitivitas terhadap
insulin
Penghambat Menghambat absorpsi Flatulens, tinja 0, 5 – 0,8 %
alfaglukosidase glukosa lembek
Tiazolidindion Menambah Edema 0,5 – 1,4 %
sensitivitas terhadap
insulin
Penghambat Meningkatkan sekresi Sebah, muntah 0,5 – 0,8%
DPP -IV insulin, menghambat
sekrresi glukagon
Penghambat Menghambat Dehidrasi, infeksi 0,8 – 1,0%
SGLT-2 penyerapan kembali saluran kemih
glukosa di tubuli
distal ginjal
Tabel 2.5 Profil obat antihiperglikemia oral di Indonesia4

Dosis Lama Frekuensi


Golongan Generik mg/tab Harian Kerja / Waktu
(mg) (jam) hari
Sulphonylrea Glibenclamid 2,5-5 2,5-20 12-24 1-2 Sebelum
Glipizide 5-10 5-20 12-16 1 makan
Gliclazide 30-60 30-120 24 1
80 40-320 10-20 1-2
Gliquidone 30 15-120 6-8 1-3
Glimepiride 1,2,3,4 1-8 24 1
Repaglinide 0,5-1-2 1-16 4 2-4
Glinide
Nateglinide 60-120 180-360 4 3
Tidak
Thiazolidindio bergantun
Pioglitazone 15-30 15-45 24 1
ne g jadwal
makan
Penghambat Bersama
Alfa- Acarbose 50-100 100-300 3 suapan
Glukosidase pertama
500-
Bersama/
3000 6-8 1-3
Biguanide Metformin 500-850 sesudah
500- 24 1-2
makan
2000
Tidak
Vildagliptin 25-100
Penghambat 25-50-100 bergantun
Sitagliptin 24 1
DPP-IV 5 g jadwal
Linagliptin 5
makan
Tidak
Penghambat bergantun
Dapagliflozin 5-10 5-10 24 1
SGLT-2 g jadwal
makan
Tabel 2.6 Obat antihiperglikemia oral4

1) Obat Antihiperglikemia Suntik


Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan
kombinasi insulin dan agonis GLP-1.4,10
a. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
- HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolikyang
ditandai antara lain dengan: gejala klasik diabetes dan
penurunan berat badan, glukosa darah puasa (GDP) > 250
mg/dL, glukosa darah sewaktu > 300 mg/dL,
- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
- Krisis Hiperglikemia
- Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut,
stroke)
- Kehamilan dengan DM/Diabetes mellitus gestasional yang
tidak terkendali dengan perencanaan makan
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
- Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi

Parameter Sasaran
IMT (kg/m2) 18,5 - < 23
Tekanan darah sistolik (mmHg) < 140
Tekanan darah diastolik (mmHg) < 90
Glukosa darah preprandial kapiler (mg/dl) 80 – 130 (4,4 – 7,2 mmol/L)
Glukosa darah 1-2 jam postprandial < 180 (10,0 mmol/L)
kapiler (mg/dl)
HbA1c (%) < 7 (53 mmol/mol)
Kolesterol LDL (mg/dl) < 100 (< 70 bila risiko KV
sangat tinggi)
Kolesterol HDL (mg/dl) Laki-laki: > 40
Perempuan: > 50
Trigliserida (mg/dl) < 150
Gambar 3. Sasaran Pengendalian untuk DM5,4

2.8 Komplikasi
Orang dengan kadar gula darah yang terkontrol dengan baik menunjukkan
komplikasi DM yang jauh lebih jarang dan parah. Masalah kesehatan yang lebih luas
mempercepat terjadinya kerusakanefek diabetes. Merokok, peningkatan kadar
kolesterol, obesitas, tekanan darah tinggi, dan kurang olahraga teratur meningkatkan
efek samping diabetes17.

Komplikasi Akut17
1. Ketoasidosis Diabetikum
Keadaan darurat medis dan perhatian medis segera yang merupakan komplikasi
akut dan berbahaya. Hati mengubah asam lemak menjadi keton untuk bahan bakar
selama kadar insulin rendah, di mana badan keton yang diproduksi bertindak
sebagai substrat perantara dalam urutan metabolisme tersebut. Ini dapat menjadi
masalah serius jika level berkelanjutan hadir secara berkala. pH darah menurun
karena peningkatan kadar badan keton, dan menyebabkan terjadinya ketoasidosis
diabetikum.

2. Status Hiperglikemi Hiperosmolaritas


Meskipun HNS memiliki banyak gejala yang sama dengan DKA, ini adalah
komplikasi akut dengan asal yang sama sekali berbeda dan pengobatan yang
berbeda. Air akan secara osmotik dikeluarkan dari sel ke dalam darah dan ginjal
akhirnya mulai membuang glukosa ke dalam urin pada seseorang dengan kadar
glukosa darah yang sangat tinggi, yang biasanya dianggap> 300 mg / dl (16
mmol / L). Hilangnya air dan peningkatan osmolaritas darah adalah hasil akhirnya.
Efek osmotik dari kadar glukosa tinggi, dikombinasikan dengan hilangnya air,
pada akhirnya tidak akan menyebabkan dehidrasi jika cairan tidak diganti oleh
mulut atau intravena. Sel-sel tubuh menjadi semakin dehidrasi karena air diambil
dari mereka dan dikeluarkan.Ketidakseimbangan elektrolit juga sering terjadi dan
selalu berbahaya.

3. Hipoglikemia
Beberapa pengobatan diabetes yang dapat menyebabkan komplikasi akut disebut
hipoglikemia atau kadar glukosa darah rendah yang tidak normal. Jarang terjadi
sebaliknya, baik pada pasien diabetes atau non-diabetes.Pasien mungkin menjadi
gelisah, berkeringat, dan lemahdan memiliki banyak gejala aktivasi simpatis dari
sistem saraf otonom yang mengakibatkan perasaan yang mirip dengan ketakutan
dan panik yang tidak bisa bergerak.Dalam kasus ekstrim, kesadaran pasien dapat
berubah atau bahkan hilang yang dapat menyebabkan koma, kejang, atau bahkan
kerusakan otak dan kematian.Pada pasien diabetes, hal ini mungkin disebabkan
oleh beberapa faktor seperti insulin yang terlalu banyak atau waktunya tidak tepat,
terlalu banyak atau waktu olahraga yang tidak tepat (olahraga menurunkan
kebutuhan insulin), atau tidak cukup makanan (khususnya karbohidrat yang
mengandung glukosa).

Komplikasi Kronik17
Kerusakan pembuluh darah pada penderita diabetes disebabkan oleh peningkatan
kronis kadar glukosa darah. Sel-sel endotel yang melapisi pembuluh darah
mengambil lebih banyak glukosa dari biasanya, karena mereka tidak bergantung
pada insulin.Kemudian, membran basal mulai tumbuh lebih tebal dan lebih lemah
karena sel-sel endotel ini membentuk lebih banyak glikoprotein permukaan
daripada biasanya.Pada diabetes, masalah yang diakibatkannya dikelompokkan
dalam "penyakit mikrovaskular" (akibat kerusakan pada pembuluh darah kecil)
dan "penyakit makrovaskular"(karena kerusakan arteri)
2.9 Prognosis
Risiko kematian penderita diabetes 4-5 kali lebih besar dibandingkan nondiabetik
dengan penyebab kematian 50% akibat penyakit jantung koroner dan 30% akibat gagal
ginjal Prognosis dari DM bergantung pada pola hidup yang dilakukan oleh pasien
dalam mengontrol kadar gula nya. Pasien dengan kontrol glikemik ketat (HbA1c <
7%), tanpa disertai riwayat gangguan kardiovaskuler, dan juga tidak ada gangguan
mikrovaskuler serta makrovaskuler akan mempunyai harapan hidup lebih lama. Namun
jika pasien memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler dan telah menderita diabetes
lama (≥ 15 tahun) akan mempunyai harapan hidup lebih singkat, walaupun telah
melakukan kontrol glikemik ketak sekalipun. 18 DM dapat menyebabkan mortalitas dan
morbiditas karena dapat berkomplikasi pada penyakit kardiovaskuler, penyakit ginjal,
gangguan pembuluh darah perifer, gangguan saraf (neuropati), dan retinopati.
Pengontrolan kadar glikemik merupakan cara efektif untuk pencegahan DM18
BAB III
METODE
3.1. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer melalui kuesioner pada peserta yang
hadir pada penyuluhan di posyandu. Sampel data primer diambil dengan menggunakan
metode accidental sampling sejumlah 30 responden.

3.2. Metode Pelaksanaan


Pelaksanaan mini project dilakukan dengan metode edukasi/penyuluhan langsung.
Kuesioner pre dan post test diberikan sebelum dan setelah pemberian penyuluhan
mengenai diet pada diabetes mellitus. Kuesioner pre dan post test berisi pertanyaan yang
sama dan telah dilampirkan pada laporan ini. Kuesioner yang diberikan berisi mengenai
data umum dan data tingkat pengetahuan pada DM.
Kuesioner DKQ-24 (Diabetes Knowledge Questionaire) merupakan kuesioner
tentang pengetahuan pasein tentang diabetes mellitus. Daftar pertanyaan DKQ-24 (Diabetes
Knowledge Questionnaire) terdapat 24 item. Cara pengukuran kuesioner DKQ-24 dengan
cara menjumlahkan semua pertanyaan dari no 1-24 dengan kategori <55 yaitu
pengetahuannya kurang 56-75 pengetahuannya cukup, dan 76-100 pengetahuannya baik.

3.3. Sasaran
Peserta posyandu yang hadir mengikuti kegiatan penyuluhan rutin Puskesmas Sukarami

3.4. Waktu dan Tempat


Pelaksanaan mini-project dilaksanakan di posyandu
3.5. Alur Pelaksanaan Mini-Project
Alur kerja dari project ini digambarkan dalam Gambar 3.1 di bawah ini.

3.6. Teknik Analisis Data


Data yang terkumpul dari kuesioner disajikan secara deskriptif. Nilai pre-test dan post-test
dibandingkan untuk melihat perbedaan nilai yang diperoleh responden dan signifikansinya
secara statistik. Data nilai pre-test dan post-test dianalisis secara statistik menggunakan
SPSS dengan metode analisis statistik komparasi paired ttest.

Anda mungkin juga menyukai