DIABETES MELLITUS
MATAKULIAH KEPERAWATAN KRITIS
Dosen pengampu : Faqih Nafiul Umam, S,Kep,,Ns.,M.Kep
Disusun oleh :
Kelompok 1/ 7A
Afif Rohman ( 201602001 )
Dyah Ayu Putriani ( 201602012 )
Ferylia Amelia Wati ( 201602019 )
M.Rizky Wahyu ( 201602025 )
Sandra Hadi Tamara ( 201602036 )
Yais Umi Kulsum ( 201502077 )
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari diabetes melitus (DM)
2. Untuk mengetahui etiologi dari diabetes melitus (DM)
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis diabetes melitus (DM)
4. Untuk mengetahui klarisifikasi dari diabetes melitus (DM)
5. Untuk mengetahui patofisologi dari diabetes melitus (DM)
6. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan dari diabetes melitus (DM)
7. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan diabetes melitus (DM)
8. Untuk mengetahui diagnosa dari diabetes melitus (DM)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
A. Diabetes Mellitus tipe 1
DM tipe 1, sebelumnya disebut IDDM, atau Diabetes Mellitus onset anak – anak, ditandai
dengan destruksi sel beta pancreas, mengakibatkan defisiensi insulin absolut. DM tipe 1
diturunkan sebagai heterogen, sifat multigenik.Kembar identic memiliki resiko 25-50%
mewarisi penyakit, sementara saudara kandung memiliki 6% resiko dan anak cucu memiliki
5% resiko. Meskipun pengaruh keturunan kuat, 90% orang dengan DM tipe 1 tidak memiliki
tingkat relative tingkat pertama dengan DM (Black, 2014, p. 632).
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel – sel beta penkreas yang
disebabkan oleh :
1. Faktor genetic penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe 1
1. Poliuria
Air tidak di serap kembali oleh tubulus ginjal sekunder untuk aktifitas osmotik
glukosa,mengarah kepada kehilangan air,glukosa dan elektrolit.Kekurangan
insulin untuk mengangkut glukosa melalui membran dalam sel menyebabkan
hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat.
2. Polidipsi
Polidipsia adalah peningkatan rasa haus akibat volume urin yang sangat besar
dan keluarnya air menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel
mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intraselakan berdifusi keluar sel
mengikuti penurunan grdient konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat
pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran DH (antidieuretik hormon)
dan menimbukan rasa haus.
3. Polifagi
Kelaparan sekunder terhadap ketabolisme jaringan menyebabkan rasa lapar.
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin
maka produksi energi menurun (Black, 2014, p. 639).
4. Penurunan berat badan
Kehilangan awal sekunder terhadap penipisan simpanan air,glukosadan
trigliserid,kehilangan kronis sekunder terhadap penurunan massa otot karena
asam amino di alihkan untuk membentuk glukosa dan keton.
5. Pandangan kabur berulang
Sekunder terhadap paparan kronis retina dan lensa mata terhadap cairan
hiperosmolar.
6. Pruritus,inveksi kulit,vaginitis
Infeksi jamur dan bakteri pada kulit terlihat lebih umum,hasil penelitian masa
bertentangan.
7. Ketonuria
Ketika glukosa tidak dapat di gunakan untuk energi oleh sel tergantung
insulin, asam lemak di gunakan untuk energi,asam lemak di pecahkan menjadi
keton dalam darah dan di ekskresikan oleh ginjal. Pada DM tipe 2,insulin
cukup untuk menekan berlebihan penggunaan asam lemak tapi tidak cukup
untuk penggunaan glukosa.
2.5 Komplikasi
1. Gangren kaki diabetik; luka pada kaki yang merah kehitm-hitaman dn berbau busuk
akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang/besarv ditungkai.
2. neuropati diabetik dapat menyababkan mati rasa/kesemutan pada jari jari baimitu
pada jari kaki/tanagn gejalanya;nyeri seperti terbakar
3. retinophati dibaetik adalah salah satu bentuk kompliksi DM dimana kadar gula yang
tinggi pada akhirnya mengakibatkan perusakan pada pembuluh darah retina terutama
jaringan-jaringan yang sensitif terhadapn cahaya
4. nefropati diabetikum yang ditandai dengan ditemukannya kadar protein yang tinggi
dalam urin yang disebabkan oleh adanya kerusakan pada gromeolus. Nefropati
diabetikum merupakan faktor resiko dari gagal ginjal kronik. Nefropati diabetikum
biasanya ditandai dengan hilangnya reflex. Selain itu juga bisa terjadi poliradikulopati
diabetikum yang merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan pada satu
atau lebih akar saraf dan dapat disertai dengan kelemahan motorik biasanya dalam
waktu 6-12 bulan (Tandra,2014).
1. osteomirlitis adalah infeksi tulang yang disebabkan oleh mikroganisme yang masuk
kedalam tubuh lewat luka/penyebaran infeksi lewat darah
2. sepsis adalah satu komplikasi dari infeksi yang berpotensi mengancam nyawa
seseorang.
Ada 2 kompliksi pada diabetes miletus yaitu ;
1. Komplikasi Akut
a Hipokalemia
Merupakan komplikasi yang serius pada pengelolaan DM tipe 2 terutama pada
penderita DM tipe 2 terutama pada penderita DM usia lanjut, pasien dengan
insufisiensi renal, dan pasien dengan kelainan mikro maupun makroanginopati
berat. Upaya untuk mencegah terjadinya komplikasi diperlukan kendali gula
darah yang berat mendekati normal, sedangkan akibat dari kendali gula darah
yang berat beresiko terjadinya hipokalemia semakin bertambah berat.
b Keto Asidosis Diabetes (KAD) adalah suatu keadaan hiperkalemia yang
disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak.
a) Klinis : poliuria, polidipsi , mual, dan atau muntah, pernafasan
kussmaul(dalam dan frekuen), lemah, dehidrasi, hipotens, sampai syok,
kesadaran terganggu sampai koma.
b) Darah : hiperkalemia lebih dari 300mg/dl (biasanya melebihi 500
mg/d), bikarbonat kurang dari 20 mEq/l dan ph <7,35 (asidosis
metabolik), ketonomia
c) Urin : glukosuria, ketonuria.
c Koma Hiperosmoler Non –Ketotik (K.HNOK)
Merupakan diagnosa klinis dikenal dengan sebutan tetralogi HONK : 1 yes 3
no yaitu:
a) Glukosa >600mg/dl (Hiperkalemia YES) dengan tidak ada riwayat
DM sebelumnya (DM NO), bikarbonat >15 mEq/l , tidak ada
kusmaul, PH darah normal (NO asidosis metabolik), tidak ada
kotenemia atau ketonuria (NO ketonemia).
b) Dehidrasi berat, hipotensi sampai terjadi syok hipovolemi
c) Diagnosis pasti ditegakkan apabila terdapat gejala klinis ditabah
dengan osmoloritas darah >325-350 mOSM/l.
2. Komplikasi Kronis
d Komplikasi makrovaskuler
a) penyakit jantung koroner dimana diawali berbagai bnetuk dislipidemia
hipertrigliseridemia dan penurunan kadar HDL pada diabetes militus
sendiri tidak meningkatkan kadar LDL namun sedikit kadar LDL pada
DM tipe II sangat bersifat atherogeni karena mudah mengalami
glilikalisasi dan oksidasi
b) Penyakit sereprovaskuler,perubahan aterosklerotik dalam pembuluh
darah serebral atau pembentukan emboli ditempat lain dalam system
pembuluh darah yang kemudian terbawa aliran darah sehingga terjepit
dalam pembuluh darah serebral yang mengakibatkan serangan iskemik
dan stroke
c) Penyakit vaskuler perifer perubahan aterosklerotik dalam pembuluh
darah besar pada ekstremitas bawah menyebabkan oklusi arteri
ektremitas bawah tanda dan gejalanya meliputi prnurunan denyut nadi
perifer dan klaudikatio intermiten (nyeri pada betis pada saat berjalan)
2.6 Klasifikasi DM
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek
utama kurangnya insulin berikut :
Maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berst badan menurun
serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi
sehingga pasien menjadi cepat lelah dan mengantuk yang disebabkan oleh
berkurangnya/hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidar untuk
energi.
Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita
akan merasa sakit tungkainya sesudah berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan
pembuluh darah yang lain dapat berupa , ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki dimalam hari,
denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikan. Adanya anginopati tersebut akan
menyebabkan asupan nutrisi, oksigen (zat asam) serta antibiotika sehingga menyebabkan
luka gangren sulit sembuh. Gangren akan menyebabkan masalah keperawatn gangguan citra
tubuh, resiko tinggi infeksi, kerusakan intergritas kulit dan gangguan perfungsi jaringan.
Ketika hipoglikemia terjadi, respons awal untuk melawan kondisi tersebut adalah
penurunan sekresi insulin dari oankreas. Lalu, produksi glucagon oleh pancreas akan
meningkat. Penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glucagon akan terdeteksi
oleh hati dan direspon dengan peningkatan glikogenolisis serta gluconeogenesis. Selanjutnya
epineprin akan semakin banyak dihasilkan oleh kelenjar adrenal dan menimbulkan berbagai
efek terhadap sel otot, lemak, dan ginjal untuk menurunkan pengeluaran glukosa dari tubuh.
Apabila defisiensi glucagon terjadi, maka respons epineprin akan meningkat. Kelenjar
adrenal dan saraf perifer yang mendeteksi hipoglikemia akan memicu respon otonom yang di
perantarai neurotransmitter seperti asetilkolin dan norepineprin. Asetilkolin merangsang rasa
lapar dan diafores, sedangkan norepineprin akan memicu tremor dan palpitasi. Inilah yang
kemudian dikenal sebagai respon penyelamatan pada hipoglikemia yang juga merupakan
tanda klinis hipoglikemia yang paling mudah dikenali.
Selain itu, hormone pertumbuhan dan kortisol juga dapat membantu dalam
menigkatkan pembentukan glukosa melalui peningkatan gluconeogenesis. Keduanya juga
dapat menghambat pengambilan glukosa di perifer yang dirangsang oleh insulin serta
meningkatkan lipolysis dan proteolysis. Namun, efek metabolic akut hormone pertumbuhan
dan kortisol terhadap hipoglikemia masih lebih lemah dibandingkan efek epineprin dan
memerlukan proses hipoglikemia yang lama (3-5 jam) sebelum efek tersebut muncul.
c. Glukosa 2 jam Post Prandial (GD2PP) Tes dilakukan bila ada kecurigaan
DM. Pasien makan makanan yang mengandung 100gr karbohidrat
sebelum puasa dan menghentikan merokok serta berolahraga. Glukosa 2
jam Post Prandial menunjukkan DM bila kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dl,
sedangkan nilai normalnya ≤ 140. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)
apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200 mg/dl.28
d. Glukosa jam ke-2 pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) Pemeriksan
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dilakukan apabila pada pemeriksaan
glukosa sewaktu kadar gula darah berkisar 140-200 mg/dl untuk
memastikan diabetes atau tidak. Sesuai kesepakatan WHO tahun 2006,tata
cara tes TTGO dengan cara melarutkan 75gram glukosa pada dewasa, dan
1,25 mg pada anak-anak kemudian dilarutkan dalam air 250-300 ml dan
dihabiskan dalam waktu 5 menit.TTGO dilakukan minimal pasien telah
berpuasa selama minimal 8 jam.
Nilai untuk kadar gula darah dalam darah bisa dihitungan dengan beberapa cara dan kriteria
yang berbeda. Berikut ini tabel untuk penggolongan kadar glukosa dalam darah sebagai
patokan penyaringan.
Sedangkan menurut rudi (2013) hasil pemerksaan gula darah dikatakan normal
apabila :
Normalnya, nilai HbA1C pada yang bukan penderita diabetes adalah 3,5%-5,5%.
Sedangkan untuk penderita diabetes, nilai kontrol gula darah yang baik adalah di
bawah 6.5%. Sejak 2009 ADA telah menetapkan nilai HbA1c sebesar 6,5% (48
mmol/mol) sebagai kriteria diagnostik diabetes. ADA telah menetapkan standar
analitis untuk pengukuran HbA1c intra-laboratorium CV (Coefficient variation) <
2% dan inter-laboratorium CV<3.5%.
2.7 Penatalaksanaan
1. ketoasidosis (KAD)
1. Terapi cairan
Prioritas utama pada penatalaksanaan KAD adalah terapi cairan.8
Terapi insulin hanya efektif jika cairan diberikan pada tahap awal
terapi dan hanya dengan terapi cairan saja akan membuat kadar gula
darah menjadi lebih rendah. Studi menunjukkan bahwa selama
empat jam pertama, lebih dari 80% penurunan kadar gula darah
2. Terapi insulin
4. Kalium
5. Bikarbonat
6. Fosfat
7. Magnesium
b. 4 jam 80 tetes/menit
c. 18 jam tetes/menit
d. 24 jam tetes/menit
Jadi apabila ditotal antara 4-6 L/hari KHNOK terapi tanpa nabic. (Surabaya
Diabetes Workshop VII:Insulin in diabetic pratice,2012).
a. PH <7
c. jumlah ini di ulang bila PH masih kurang dari 7,0 sesudah 60-
90menit4.
a. Intermediate-acting
b. onset 1- 2 ½ jam
GulaGula darah
darah difiltrasi
difiltrasi melebihi Glukosa akan lolos bersama Sifat urine menjadi menarik
melebihi ambang normal urine cairan ( osmotic diuresis )
ginjal
mbang normal ginjal
Manifestasi TTV
Liposis dijaringan
Defisiensi insulin Glucagon meningkat
membentuk asam lemak
1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien dengan dm mengalami penurunan kesadaran
Kepala :Pada pasien diabetes mellitus bentuk kepala tidak ada masalah
Mulut : mukosa bibir pucat, dalam rongga mulut terdapat luka atau
Sitem integumen : turgor kulit menurun dari normal (< 3) , adanya luka / lesi,
warna kehitaman bekas luka, kemerahan pada kulit sekitar luka,
warna kuku mengunin
sensoris.
inter
DAFTAR PUSTAKA
Bauldoff, Gerene. Karen.M Burke. Priscilla LeMone. 2015. Buku ajar Keperawatan Medikal
Nurarif, Amin Huda. Kusuma, Hardhi. 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa