Anda di halaman 1dari 12

GAMBARAN GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELLITUS

DI PUSKESMAS IV DENPASAR SELATAN

OLEH :
Kelompok 3
TINGKAT 3.1 D-III KEPERAWATAN

NI PUTU DIAH PUSPITA DEWI P07120120026


ADHE IRMA ANANTALIANA DEVI P07120120027
I GEDE OKA KUSUMA JAYA P07120120028
KADEK WIDHI CAHYANI P07120120029
NI KOMANG AYU TRISNAWATI P07120120030

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus merupakan suatu etiologi teresensial dalam
jumlah kematian suatu populasi, penyimpangan dari status sehat dan biaya
system kesehatan dunia. Penyakit Diabetes Mellitus ini menyebabkan
biaya yang banyak dan pengeluaran biaya yang banyak dalam suatu
Negara untuk memberikan pengobatan yang terbaik kepada penduduknya
sehingga biaya yang di habiskan sangat besar sekali sampai dengan
banyaknya penduduk di suatu Negara yang banyak mengalami penyakit
Diabetes Mellitus (Risk & Collaboration, 2008).
Pada tahun 2010 penyakit diabetes mellitus sebanyak 40 %
menjadi penyebab kematian diseluruh dunia. Dari tahun 1980 sampai
dengan 2014 standar usia di seluruh dunia untuk populasi diabetes
meningkat dari 4,3 % menjadi 9,0 % pada pria dan dari 5,0 % menjadi
7,9% pada wanita. Jumlah ini cukup memberatkan untuk setiap Negara
dalam membayarkan biaya penduduknya yang mengalami Diabetes
Mellitus agar kehidupan rakyatnya bisa berjalan dengan baik (Global et
al., 2014).
Sesuai data Pusat Informasi Kementerian Kesehatan Indonesia
perkiraan populasi di Indonesia pada tahun 2016 yaitu 258.704.986 orang,
terdiri dari 129.988.690 pria dan 128.716.296 wanita. Berdasarkan jumlah
Penduduk Indonesia ini merupakan populasi muda karena penduduk
berusia 0-14 tahun lebih banyak dari yang berusia >14 tahun. Sedangkan
penduduk yang berusia 50 tahun ke atas lebih sedikit dari pada yang muda,
disebabkan oleh tingkat kematian yang lebih tinggi pada usia patuh baya.
Tingkat kematian di Indonesia dipengaruhi oleh penyakit penyakit tidak
menular (PTM). Penyakit di Indonesia dipengaruhi oleh PTM seperti
Diabetes Mellitus, penyakit jantung, dyslipidemia, obesitas, penyakit
ginjal, penyakit paru, dan keganasan hal ini disebabkan oleh perubahan
lingkungan, teknologi dan gaya hidup masing-masing individu. Menurut
Sistem Registrasi Sampel Indonesia pada tahun 2014, 10 penyakit yaitu
stroke (21,1%), penyakit jantung (12,9%), diabetes mellitus (6,7%),
tuberculosis (5,7%), komplikasi tekanan darah tinggi (5,3%), penyakit
paru-paru kronis (4,9%), penyakit hati (2,7%), kecelakaan lalu lintas
(2,6%), pneumonia (2,1%), dan kombinasi diare dan gastroenteritis karena
infeksi (1,9%). Penyakit tidak menular ini bersifat kronis sering tanpa
gejala dan progresif sehingga pasien biasanya tidak menyadari
penyakitnya sampai tanda dan gejala komplikasinya muncul (Purnamasari,
2018). Kasus DM di Bali menempati urutan ke Sembilan dari 10 kasus terbanyak
yang berobat jalan (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2018)

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka masalah yang ingin
diteliti yaitu “Bagaimanakah gambaran pemeriksaan glukosa darah pada
pasien Diabetes mellitus di puskesmas IV Denpasar selatan?“

C. Tujuan Penlitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pemeriksaan glukosa darah pada
pasien diabetes mellitus di puskesmas IV Denpasar selatan.

2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan karakteristik pasien Diabetes Mellitus yang
berkunjung ke Puskesmas IV Denpasar selatan
b. Mendeskrisikan tekanan darah pasien Diabetes Mellitus yang
berkunjung ke Puskesmas IV Denpasar selatan
c. Mendeskrisikan Kadar glukosa darah pasien Diabetes Mellitus
yang berkunjung ke Puskesmas IV Denpasar selatan
d. Menganalisis kendali tekanan darah pasien Diabetes Mellitus
yang berkunjung ke Puskesmas IV Denpasar selatan
e. Menganalisis kendali glukosa darah pasien Diabetes Mellitus
yang berkunjung ke Puskesmas IV Denpasar selatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Mellitus
1. Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus diambil dari istilah Yunani yaitu Diabetes yang
artinya menyedot atau melewati dan kata Mellitus dari istilah latin yang
artinya manis. Diabetes Mellitus merupakan gangguan metabolic pada
system endokrin yang mengakibatkan hiperglikimia (Amit Sapra, 2022).
Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit yang disebabkan karena
adanya gangguan suatu kesatuan yang heterogen ditandai dengan
adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah sekunder. Hal ini
menyebabkan adanya gangguan dalam meresistensi insulin. Insulin
yang harusnya diresistensi dan menghasilkan energi tidak bisa
dipergunakan dengan baik sehingga mengakibatkan penumpukan
glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Solis-Herrea Carolina , triplitt
Curtis , Reasner Charle , A deFronzo Ralph, 2018)
2. Etiologi Diabetes Mellitus
Etiologi penyakit diabetes mellitus merupakan gabungan antara
faktor genetik dan faktor lingkungan. Etiologi lain dari diabetes yaitu
sekresi atau kerja insulin, abnormalitas metabolik yang mengganggu
sekresi insulin, abnormalitas mitokondria, dan sekelompok kondisi lain
yang mengganggu toleransi glukosa, diabetes mellitus dapat muncul
akibat penyakit eksokrin pankreas yang dimana fungsi eksokrin itu
sendiri dapat menghasilkan enzim yang penting untuk pencernaan,
ketika terjadi kerusakan pada mayoritas islet dari pankreas ini dapat
menyebabkan terganggunya kerja sel-sel yang ada di islet langerhans
yang terdapat pada pankreas. Hormon yang bekerja sebagai antagonis
insulin juga dapat menyebabkan diabetes (Putra & Berawi, 2015).
Resistensi insulin pada otot adalah kelainan yang paling awal
terdeteksi dari diabetes tipe I (Taylor, 2013). Adapun penyebab dari
resistensi insulin yaitu : kebelihan berat badan atau obesitas,
glukortikoid berlebihan (sindrom cushing atau terapi steroid), hormone
pertumbuhan berlebihan (akromegali), kehamilan, diabetes gestasional,
penyakit ovarium polikistik, lipodistrofi ( di dapatkan atau genetic,
terkait dengan akumulasi lipid di hati), autoantibodi pada reseptor
utoantibodi pada reseptor insulin, mutase reseptor insulin, mutase
reseptor insulin, mutasi reseptor aktivator proliferator peroksiso, mutasi
yang menyebabkan obesitas genetik (seperti : mutase reseptor
melanocortin), dan hemochromatosis (penyakit keturunan yang
menyebabkan akumulasi besi jaringan) (Ozougwu et al., 2013).
Diabetes tipe I, sel beta pancreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun, sehingga insulin tidak dapat diproduksi. Hiperglikemia puasa
terjadi karena produksi glukosa yang tidak dapat diukur oleh hati.
Meskipun glukosa dalam makanan tetap berada di dalam darah dan
menyebabkan hiperglikemia postprandial (setelah makan), glukosa tidak
dapat disimpan di hati. Bila konsentrasi glukosa di dalam darah cukup
tinggi, ginjal tidak akan dapat menyerap kembali semua glukosa yang
telah disaring. Karena itu ginjal tidak dapat menyerap semua glukosa
yang disaring. Akibatnya, muncul dalam urine (kencing manis). Saat
glukosa berlebih diekskresikan dalam urine, limbah ini akan disertai
dengan ekskreta (kotoran) dan elektrolit yang berlebihan. Kondisi ini
disebut diuresis osmotik yaitu kondisi meningkatnya keinginan untuk
buang air kecil akibat sisa gula darah berlebih yang masuk ke tubulus
ginjal. Kehilangan cairan yang berlebihan dapat menyebabkan
peningkatan buang air kecil (poliuria) dan haus (polidipsia) (Lestari et
al., 2021).
Kekurangan insulin juga dapat mengganggu metabolisme
protein dan lemak, yang menyebabkan penurunan berat badan. Jika
terjadi kekurangan insulin, kelebihan protein dalam darah yang
bersirkulasi tidak akan disimpan di jaringan. Dengan tidak adanya
insulin, semua aspek metabolisme lemak akan meningkat pesat.
Biasanya hal ini terjadi di antara waktu makan, saat sekresi insulin
minimal, namun saat sekresi insulin mendekati, metabolisme lemak pada
Diabetes Mellitus akan meningkat secara signifikan. Untuk mengatasi
resistensi insulin dan mencegah pembentukan glukosa dalam darah,
diperlukan peningkatan jumlah insulin yang disekresikan oleh sel beta
pankreas. Pada penderita gangguan toleransi glukosa, kondisi ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan tetap
pada level normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel beta tidak
dapat memenuhi permintaan insulin yang meningkat, maka kadar
glukosa akan meningkat dan diabetes tipe II akan berkembang (Lestari et
al., 2021).
3. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Diabetes bukanlah penyakit tunggal melainkan sebuah sindrom
yang ditandai dengan hiperglikemia, dan seiring waktu, dengan
peningkatan risiko kerusakan mata, ginjal, dan saraf dan, kurang khusus,
ke jantung dan pembuluh darah kaliber menengah dan besar. Diabetes
dapat dibagi menjadi empat jenis utama: tipe 1, diabetes tipe 2,
gestasional, dan sekunder atau tipe spesifik lainnya (Diabetes, 2011)
Sebagian besar pasien terdiri dari dua jenis pertama, dan selama
bertahun-tahun, banyak nama lain telah digunakan, termasuk juvenil-
onset/adultonset, ketosis-rawan/non-ketosis-rawan, dan insulin-
dependent/ tidak tergantung insulin. Semua nama ini menyiratkan fitur
fenotipik yang bermasalah untuk mengkategorikan jenis diabetes pada
pasien individu, dan akibatnya, nomenklatur yang disukai sekarang
adalah diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2. Diabetes gestasional berlaku
untuk diabetes 1-2 Klasifikasi dan Diagnosis Diabetes didiagnosis
selama kehamilan. Diabetes tipe sekunder atau spesifik lainnya
mencakup spektrum penyebab spesifik yang luas, termasuk defek
monogenik fungsi sel beta, defek genetik pada kerja atau struktur
insulin, penyakit pankreas seperti pankreatitis dan hemokromatosis,
endokrinopati, obat/kimia dan induksi pembedahan, infeksi, dan sindrom
genetik yang diperantarai kekebalan dan lainnya yang kadang-kadang
dikaitkan dengan diabetes. (Genuth et al., 2015)
Pusat patofisiologi sebagian besar kasus diabetes tipe 1 adalah
serangan autoimun pada sel beta pankreas yang mengakibatkan
defisiensi insulin yang parah. Meskipun kerusakan dan kematian sel beta
terutama diperantarai sel T, autoantibodi yang dibentuk sel B terhadap
antigen pulau digunakan sebagai penanda penyakit dan mungkin
memainkan peran patogen. Studi penelitian sering membutuhkan hasil
positif untuk satu atau lebih autoantibodi ini untuk diagnosis diabetes
tipe 1. (Genuth et al., 2015) ADA mengenali dua bentuk diabetes tipe 1,
diabetes tipe 1a dan tipe 1b. (Diabetes, 2011)Jika antibodi hadir bersama
dengan insulinopenia dan ketosis, diagnosis diabetes tipe 1 autoimun
atau diabetes tipe 1a dapat diberikan. Jika individu memiliki gambaran
klinis yang konsisten dengan diabetes tipe 1, tetapi tidak ada antibodi,
ADA mengenali kategori berlabel diabetes tipe 1b (atau diabetes tipe 1
idiopatik) (Genuth et al., 2015)
Diabetes tipe 2 adalah jenis diabetes utama lainnya dan terdiri dari
90% -95% dari total kasus diabetes di Amerika Serikat dan di seluruh
dunia. Hal ini disebabkan oleh kombinasi resistensi insulin, sebagian
besar karena obesitas, dan sekresi insulin yang kurang, yang tampaknya
menjadi langkah pembatas laju dalam patogenesis diabetes tipe 2.
Sekresi insulin tidak mencukupi mengingat tingkat resistensi insulin dan
disebut defisiensi insulin relatif. Penyebab defek sekresi insulin mungkin
multifaktorial tetapi biasanya dianggap metabolik dan bukan autoimun.
Studi perkembangan diabetes tipe 2 di Indian Pima asli Amerika
menunjukkan hilangnya sekresi insulin secara progresif dengan
perkembangan dari toleransi glukosa normal ke gangguan toleransi
glukosa (IGT) menjadi diabetes. (Genuth et al., 2015)
Diabetes gestasional, seperti namanya, mengacu pada diabetes
yang didiagnosis selama kehamilan. Ini mempengaruhi antara 3% dan
9% dari semua kehamilan, tetapi dapat mempengaruhi lebih banyak
tergantung pada studi dan kriteria yang digunakan. Karena komplikasi
perinatal dapat diminimalkan dengan pengobatan agresif diabetes
gestasional, skrining selama kehamilan sangat dianjurkan. Dalam
kebanyakan kasus, timbulnya diabetes selama kehamilan disebabkan
oleh sekresi insulin yang tidak mencukupi untuk mengkompensasi
peningkatan resistensi insulin yang nyata yang terjadi dengan kehamilan,
terutama selama trimester kedua dan ketiga. Akibatnya, diabetes
gestasional biasanya sembuh atau membaik setelah melahirkan.
Perkembangan diabetes gestasional mengidentifikasi wanita wanita ini
memiliki lesi sel beta yang mendasarinya, dan seiring waktu, mereka
memiliki risiko yang sangat tinggi (>50%) untuk mengembangkan
diabetes tipe 2 permanen (Aini & Saraswati, 2016)
Kategori keempat diabetes adalah jenis diabetes sekunder atau
spesifik lainnya. Kategori utama adalah defek monogenik fungsi sel
beta, defek genetik kerja insulin, penyakit pankreas eksokrin,
endokrinopati, induksi obat/kimia, infeksi, dan sindrom genetik yang
dimediasi imun dan jarang terkait dengan diabetes. Sebelumnya, defek
monogenik dari fungsi sel beta disebut sebagai diabetes onset dewasa
muda (MODY). Baru-baru ini, banyak dari cacat gen spesifik telah
diidentifikasi dan digambarkan seperti itu. Misalnya, MODY1
melibatkan gen untuk faktor inti hepatosit 4-alpha (HNF4α) pada
kromosom 20, dan MODY2 melibatkan gen glukokinase pada
kromosom. Daftar ini kemungkinan akan terus berkembang karena
penyebab genetik yang lebih spesifik untuk diabetes diidentifikasi
(Genuth et al., 2015)
B. Kadar Gula Darah
1. Pengertian Kadar Gula Darah
Glukosa darah atau kadar gula darah adalah istilah yang mengacu
kepada tingkat glukosa di dalam darah. Konsentrasi gula darah atau
tingkat glukosa serum diatur dengan ketat di dalam tubuh. Dalam darah
atau serum terdapat konsentrasi glukosa yang disebut glukosa darah,
batas normal konsentrasi seseorang yang tidak makan dalam waktu 3
atau 4 jam yang lalu sekitar 90 mg/dl. Mengonsumsi makanan yang
banyak mengandung karbohidrat sekalipun, konsentrasi ini jarang
meningkat diatas 140 mg/dl kecuali orang tersebut menderita Diabetes
Mellitus (Fahmi et al., 2020)
Glukosa darah merupakan gula yang terdapat dalam darah yang
terbentuk dari metabolisme karbohidrat. Pemeriksaan glukosa darah
merupakan salah satu pemeriksaan dalam laboratorium klinik Glukosa
darah sewaktu adalah pemeriksaan kadar gula darah yang dilakukan
seketika waktu tanpa harus puasa atau melihat makanan yang ter-akhir
dimakan. Nilai rujukan glukosa darah sewaktu ≤110 mg/dl. Metabolisme
glukosa yang tidak berjalan dengan baik dapat merusak organ-organ
tubuh. Kadar glukosa yang tinggi dapat menyebabkan hiperglikemia dan
penyakit Diabetes mellitus. Dapat disimpulkan glukosa darah atau kadar
gula darah adalah suatu gula monosa-karida, karbohidrat terpenting yang
digunakan sebagai sumber tenaga utama dalam tubuh (Wulandari, 2016)
2. Klasifikasi
Untuk menegakkan diagnosa DM dilakukan dengan pengukuran
kadar gula darah. Pemeriksaan gula darah yang dianjurkan adalah
pemeriksaan secara enzimatik dengan menggunakan bahan plasma
darah vena. Kriteria diagnosis DM meliputi 3 klasifikasi, yaitu
(Kemenkes RI & P2PTM, 2020):
a. Gula darah anteprandial
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengukur kadar gula darah
setelah puasa. Puasa yang dimaksud adalah keadaan tidak adanya
asupan kalori minimal 8 jam sebelum pemeriksaan. Kadar gula darah
puasa dikatakan rendah jika hasil tes menunjukan ≤79 mg/dL, normal
jika hasil tes menunjukkan 80-99 mg/dL, sedang jika hasil tes
menunjukkan 100-125 mg/dL, dan tinggi jika hasil tes menunjukkan
≥126 mg/dL.
b. Gula darah post prandial
Pemeriksaan gula darah post prandial dilakukan 2 jam setelah
pasien makan setelah pemberian 75 gram glukosa dalam 300 ml air,
dan biasanya dilakukan setelah tes gula darah puasa. Tes ini dapat
menggambarkan kemampuan tubuh untuk mengontrol kadar gula
darah, yang berkaitan dengan jumlah dan sensitivitas insulin dalam
tubuh. Kadar gula darah post prandial dikatakan rendah jika hasil tes
menunjukan ≤79 mg/dL, normal jika hasil tes menunjukkan 80-139
mg/dL, sedang jika hasil tes menunjukkan 140-199 mg/dL, dan tinggi
jika hasil tes menunjukkan ≥200 mg/dL.

c. Gula darah sewaktu


Pemeriksaan ini bisa dilakukan kapan saja tanpa perlu
mempertimbangkan waktu makan terakhir. Biasanya, pemeriksaan
gula darah ini dilakukan ketika sudah memiliki gejala DM seperti
sering buang air kecil atau haus yang berlebihan. Kadar gula darah
sewaktu dikatakan rendah jika hasil tes menunjukan ≤79 mg/dL,
normal jika hasil tes menunjukkan 80-139 mg/dL, sedang jika hasil
tes menunjukkan 140-199 mg/dL, dan tinggi jika hasil tes
menunjukkan ≥200 mg/dL.

Tabel 1
Kategori Kadar Gula Darah

Kategori
Jenis Pemeriksaan Normal Sedang Tinggi
Kadar gula darah
80-99 mg/dL 100-125 mg/dL ≥126 mg/dL
Anteprandial
Kadar gula darah post
80-139 mg/dL 140-199 mg/dL ≥200 mg/dL
Prandial
Kadar gula darah
80-139 mg/dL 140 -199 mg/dL ≥200 mg/dL
Sewaktu
Sumber: (Perkeni, Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Di
Indonesia, 2011)
Daftar Pustaka

Aini, N., & Saraswati. (2016). Gambaran Karakteristik Dan Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Wanita.
Journal of Chemical Information and Modeling, 4(1), 176.
Amit Sapra, P. B. (2022). Diabetes Mellitus. StatPearls. https://doi.org/31855345

Dinas Kesehatan Provinsi Bali. (2018). Profil Kesehatan Provinsi Bali 2017
Denpasar.

Diabetes, D. O. F. (2011). Diagnosis and classification of diabetes mellitus.


Diabetes Care, 34(SUPPL.1). https://doi.org/10.2337/dc11-S062
Genuth, S. M., Palmer, J. P., & Nathan, D. M. (2015). Diabetes in America, 3rd
Edition, Chapter 1: Classification and Diagnosis of Diabetes. 2(4), 1–39.
Global, T., Risk, M., & Diseases, C. (2014). Cardiovascular disease , chronic
kidney disease , and diabetes mortality burden of cardiometabolic risk
factors from 1980 to 2010 : a comparative risk assessment. THE
LANCET Diabetes & Endocrinology, 2(8), 634–647.
https://doi.org/10.1016/S2213-8587(14)70102-0

Lestari, Zulkarnain, & Sijid, S. A. (2021). Diabetes Melitus: Review Etiologi,


Patofisiologi, Gejala, Penyebab, Cara Pemeriksaan, Cara Pengobatan dan
Cara Pencegahan. UIN Alauddin Makassar, November, 237–241.
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/psb

Ozougwu, J. C., Obimba, K. C., Belonwu, C. D., & Unakalamba, C. D. (2013).


The pathogenesis and pathophysiology of type 1 and type 2 diabetes
mellitus. Journal of Physiology and Pathophysiology, 4(4), 46–57.
https://doi.org/10.5897/jpap2013.0001

Purnamasari, D. (2018). The Emergence of Non-communicable Disease in


Indonesia. 50(4), 273–274.

Putra, I. W. A., & Berawi, K. N. (2015). Empat Pilar Penatalaksanaan Pasien


Diabetes Mellitus Tipe 2. Majority, 4(9), 8–12.

Risk, N. C. D., & Collaboration, F. (2008). Worldwide trends in diabetes since


1980 : a pooled analysis of 751 population-based studies with 4 · 4
million participants. 1513–1530. https://doi.org/10.1016/S0140-
6736(16)00618-8

Solis-Herrea Carolina , triplitt Curtis , Reasner Charle , A deFronzo Ralph, C. E.


(2018). Cllassifcation of Diabetes Mellitus (P. W. D. R Feingold Kenneth
, Anawati Bradley, Boyce Alison , Chrousos George, W de Herder
Wouter, Dhatariya Ketan , Dungan kathleen, M Hershman Jerome ,
Hofland Johannes , Kalra Sanjay , Kaltas Gregory , Koch Christian,
Kopp Peter, karbonits Marta , S Kovacs Chri (ed.)). MDText.com,Inc.
https://doi.org/25905343

Taylor, R. (2013). Type 2 diabetes: Etiology and reversibility. Diabetes Care,


36(4), 1047–1055. https://doi.org/10.2337/dc12-1805

Kemenkes RI, & P2PTM. (2020). Infodatin 2020 Diabetes Melitus.


Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). 2019. Pedoman
Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di
Indonesia 2019. Ed. ke-1. Jakarta: PB PERKENI.

Anda mungkin juga menyukai