Anda di halaman 1dari 47

APLIKASI EVIDENCE BASED PRACTICE NURSING FOOT SPA DIABETIK

PADA PASIEN DIABETUS MELITUS DI RUANG

RAJAWALI 3B RSUP DR. KARIADI SEMARANG

Disusun Oleh:

Miftakul Janah (G3A021249)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2022

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes mellitus merupakan penyakit paling berbahaya dan
mematikan serta terjadi dihampir seluruh penduduk dunia termasuk
Indonesia.Prevalensi penderita diabetes melitus (DM) di Indonesia menempati
urutan keempat dunia dan dari seluruh populasi hampir 40 % mengalami DM,
(American Diabetes Association. 2014). Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah
penderita DM di Indonesia 5 juta dan dunia 239,9 juta, hal ini akan terus
terjadi peningkatan setiap tahun sejalan perubahan gaya hidup masyarakat,
(Depkes RI. 2012).
Menurut WHO, menyebutkan bahwa lebih dari 382 juta jiwa orang
didunia termasuk Indonesia telah mengindap penyakit diabetes mellitus.
Prevalensi DM di Indonesia akan mengalami peningkatan secara
epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes
mellitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Selain itu, diabetes
mellitus menduduki peringkat ke enam penyebab kematian terbesar di
Indonesia, (Riskesdas. 2013).
Sementara menurut International Diabetes Federation (IDF. 2015)
menjelaskan bahwa sebanyak 10 juta penduduk Indonesia pada tahun 2015
menderita penyakit DM dengan prevalensi sekitar 6,2 persen dan 5,286.2
kasus DM yang tidak terdiagnosa. Sedangkan Jumlah penderita diabetes di
Jawa Tengah juga mengalami peningkatan. Data dari Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah tahun 2016 menunjukkan bahwa diabetes menduduki
peringkat ke-2 penyakit tidak menular setelah hipertensi, dan mengalami
peningkatan dari 15,77% di tahun 2015 menjadi 22,1% di tahun 2016.
Kejadian paling besar terjadi di kota Surakarta sebesar 22.534 kasus. Kejadian
DM di RSUD Dr Moewardi pada tahun 2016 juga tinggi, yaitu ada 140 pasien
dengan DM tipe 1 dan 13.084 pasien dengan DM tipe 2 (Dinkes, 2016).
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui secara umum dan keseluruhan mangenai penyakit
“Asuhan Keperawatan Diabetus Melitus” agar dapat memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Diabetus Melitus sebaik mungkin.
2. Tujuan Khusus
Berdasarkan tujuan umum tersebut didapatkan tujuan khusus dari
penelitian kasus ini adalah :
a. Mendeskripsikan konsep Diabetus Melitus
b. Mendiskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Diabetus
Melitus
c. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan Diabetus Melitus
d. Mahasiswa mampu menerapkan evidence based nursing practice
senam kaki diabetic dengan Diabetus Melitus
e. Melakukan evaluasi hasil aplikasi evidence based nursing practice
C. Metode Penulisan
1. Metode kepustakaan
Yaitu dengan mengumpulkan referensi dari beberapa buku seperti buku
keperawatan medikal bedah, sdki, dll.
2. Media internet
Yaitu bersumber dari internet yang relevan dengan asuhan keperawatan
diabetus melitus dan berbagai jurnal.
D. Sistematika Penulisan
Berdasarkan dari hasil penyusunan ini, disini kelompok mebuat sistematika
penulisan yang dimulai dari :
BAB I : Pendahuluan
Yang terdiri dari, latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
BAB II : Konsep Dasar
Yang terdiri dari pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
penatalaksanaan, pengkajian, pathways, intervensi dan rasional.
BAB III : Resume Asuhan Keperawatan
Yang terdiri dari biodata, riwayat kesehatan, analisa data, diagnose
keperawatan, dan intervensi keperawatan
BAB IV : Aplikasi evidence based nursing riset
BAB V : Pembahasan
BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolit yang
ditandai peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikimia) akibat kerusakan
pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (smeltzer dan bare,
2015 ). diabetes melitus merupakan suatu kelimpok penyakit atau
gangguan metabolit dengan karakteristik hiperglikimia yang terjadi karna
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua duanya. Hiperglikimia
kronik pada diabetes melitus berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh terutama mata,
ginjal, saraf, jatung dan pembulu darah (PERKENI, 2015 Dan ADA,
2017).
Diabetes melitus adalah sindroma gangguan metabolisme dengan
hiperglikemi kronik akibat defisiensi skresi insulin atau berkurangnya
efektifitas biologis dari imsulin yang disertai berbagai kelainan metabolit
lain akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah. Diabetes melitus
merupakan gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan tingginya
kadar gula darah sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin, hal tersebut
dapat disebabkan oleh gangguan atau difisiensi produksi insulin oleh sel
beta langerhans kelenjar panpreas atau disebabkan oleh kurang
responsifnya sel tubuh terhadap insulin.
B. Etiologi
Umumnya diabetes melitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil
atau sebagian besar dari sel sel beta dari pulau pulau langerhans pada
pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya tejadi
kekurangan insulin. Disamping itu diabetes melitus juga dapat terjadi
karna gangguan terhadap fungsi insulin dalam memasukan glukosa
kedalam sel. Gangguan dapat terjadi karna kegemukan atau sebab lain
yang belum di ketahui. (smeltzer dan bare, 2015). Diabetes melitus atau
labih dikenal dengan istilah penyakit kencing manis mempunyai beberapa
penyebab , antara lain:
1. Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang
dibutuhkan oleh dapat memacu timbulnya diabetes melitus. Kosumsi
makanan berlebihan dan tidak di imbangi dengan sekresi insulin dalam
jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam darah
meningkat dan pasitnya akan menyebabkan diabetes melitus.
2. Obesitas (kegemukan)
Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90kg cenderung memiliki
peluang lebih besar untuk trkena penkit diabetes melitus.Sebilan dari
sepuluh orang gemuk bepotensi untuk teserang diabets melitus.
3. Faktor genetis
Diabetes melitus dapat diariskan orang tua kepada anak. Gan penyebab
diabetes melitus akan dibawa oleh anak jika orangtuanya menderita
diabetes nelitus. Pewarisan gen ini dapat sampai ke cucu cucunya
bahkan cicit walaupun resikonya sangat kecil.
4. Bahan-bahan kimia dan obat obatan
Bahan bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan
radang pangkreas, radang pada pangkreas akan mengakibatkan fungsi
pankres menurun sehingga tidak ada sekresi hormon hormon untuk
pross metabolism tubuh termasuk insulin. Segala jenis residu obat
yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat mengiritasi pankreas.
5. Penyakit dan infeksi pada pancreas
Infeksi mikro organisme dana virus pada pankreas juga dapat
menyebabkan radang pankreas yang otomatis akan menyebabkan
fungsi pankreas turun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon
untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti
kolesterol tinggi dan dislipedemia dapat meningkatkan resiko terkena
diabetes melitus.
6. Pola Hidup
Pola hidup juga sangat mempengaruhi fakor penyebab diabetes
melitus. Jika orang malas berolah raga memiliki resiko lebih tinggi
untuk terkena penyakit diabetes melitus karena olah raga berfungsi
untuk membakar kalori yang tertimbun didalam tubuh, kalori yang
tertimbun didalam tubuh merupakan faktor utama penyebab diabetes
melitus selain disfungsi pankreas.
7. Kadar Kortikosteroid YangTinggi. Kehamilan gestasional.
8. Obat-obatan yang dapat merusak pankreas.
9. Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.
C. Klasifikasi
Diabetes melitus dapat diklasifikasikan kedalam empat kategori klinis
(SmeltZer dan Bare. 2015), yaitu :
1. Diabetes melitus tipe 1
Diabetes melitus tipe satu atau Insulin Dependen Diabetes
Melitus (IDDM), dapat terjadi disebabkan karena adanya
kerusakan sel-B, biasanya menyebabkan kekurangan insulin
absolut yang disebabkan oleh proses autoimun atau idiopatik.
Umumnya penyakit ini berkembang kearah ketoasidosis diabetik
yang menyebabkan kematian.Diabetes melitus tipe 1 terjadi
sebanyak 5-10 % dari semua diabetes melitus. Diabetes melitus
tipe 1 dicirikan dengan onset yang akut dan biasanya terjadi pada
usia 30 tahun (SmeltZer dan Bare. 2015).
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 atau Non Insulin Dependen Diabetes
Melitus (NIDDM), dapat terjadi karena kerusakan progresif
sekretorik insulin akibat resistensi insulin. Diabetes melitus tipe 2
juga merupakan salah satu gangguan metabolik dengan kondisi
insulin yang diproduksi oleh tubuh tidak cukup jumlahnya akan
tetapi reseptor insulin dijaringan tidak berespon terhadap insulin
tersebut. Diabetes melitus tipe 2 mengenai 90-95 % pasien dengan
diabetes melitus. Insidensi terjadi lebih umum pada usia 30 tahun,
obesitas, herediter, dan faktor lingkungan. Diabetes melitus tipe ini
sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi (SmeltZer dan Bare.
2015).
3. Diabetes Melitus Tipe Tertentu
Diabetes melitus tipe ini dapat terjadi karena penyebab lain
misalnya, defek genetik pada fungsi sel-B, defek genetik pada
kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (Seperti fibrosis kistik
dan pankreatitis), penyakit metabolik endokrin, infeksi, sindrom
genetik lain dan karena disebabkan oleh obat atau kimia (seperti
dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ
(Smeltzer dan Bare,2015).
4. Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes melitus ini merupakan diabetes melitus yang didiagnosis
selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati
pertama kali pada masa kehamilan.Terjadi pada 2-5% semua
wanita hamil tetapi hilang saat melahirkan (Smeltzer dan Bare,
2015).
D. Patofisiologi
Diabetes tipe 1.pada diabetes tipe satu terdapat ketidak mampuan
untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan
oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa
yang tidak terukur oleh hati.Di samping itu glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia prosprandial (sesudah makan).Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (glikosuria).
Ketika glukosa yang berlebihan diekspresikan kedalam urin, ekseri ini
akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan
ini dinamakan diuresis kosmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia), (Smeltzer dan Bare,2015). Defisiensi
insulin juga akan menganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selerah makan (polifagia) akibat menurunya simpanan
kalori.Gejala lainya mencakup kelelahan dan kelemahan.Dalam keadaan
normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang
disimpan. Dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-
asam amino dan subtansi lain)
Namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa
hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia.disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya
berlebihan. Ketoasidosis yang disebabkannya dapat menyebabkan tanada-
tanda dan gejala seperti nyeri abdomen,mual, muntah, hiperventilasi,nafas
berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan penurunan
kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan
elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan
metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemia serta ketoaasidosis.
Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering
merupakan komponen terapi yang penting (Smeltzer dan Bare, 2015).
Diabetes melitus merupakan suatu kelainan metabolik dengan
karakteristik utama adalah terjadinya hiperglikemik kronik.Meskipun pola
pewarisanya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang
sangat penting dalam munculnya diabetes melitus tipe 2.faktor genetik ini
akan berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan seperti gaya hidup,
obesitas, rendahnya aktivitas fisik, diet, dan tingginya kadar asam lemak
bebas (Smeltzer dan Bare, 2015). Mekanisme terjadinya diabetes melitus
tipe 2 umumnya disebabkan karena resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin.
Normal insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan
sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,
terjarangkaian reaksi dalam metabolisme glokosa didalam sel. Resistensi
insulin pada diabetes melitus tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intra
sel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa dan jaringan.Untuk mengatasi resistensi insulin dan
mencegah terbentuknya glukosa dan darah, harus terjadi peningkatan
jumlah insulin yang disekresikan (Smeltzer dan Bare, 2015).
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika
sel-sel B tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin
maka kadar glukosa akan meningkat akan terjadi diabetes melitus tipe 2.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
diabetes melitus tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton
yang menyertainya.Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
diabetes melitus tipe 2. Meskipun demikian, diabetes melitus tipe 2 yang
tidak terkontrol akan menimbulkan masalah akut lainya seperti sindrom
hiperglikemik hiperosmolar non-ketotik (HHNK), (Smeltzer dan Bare,
2015).
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-
tahun) dan progresif, maka awitan diabetes melitus tipe 2 berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat
ringan, seperti : kelelahan, ritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit
yang lama-lama sembuh, inveksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar
glukosa sangat tinggi). Salah satu konsekuensi tidak terdeteksinya
penyakit diabetes melitus selama bertahun-tahun adalah terjadinya
konplikasi diabetes melitus jangka panjang (misalnya kelainan mata,
neuropati feriver, kelainan vaskuler ferifer) mungkin sudah terjadi
sebelum diagnosis ditegakan (Smeltzer dan Bare, 2015).
E. Manifestasi Klinis
Adanya penyakit diabetes melitus ini pada awalnya sering kali tidak
dirasakan dan tidak disadari oleh penderita.Manifestasi klinis diabetes
melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin.Jika
hiperglikimianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka
timbul glikosurya. Glikosurya ini akan mengakibatkan diuresis osmotik
yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) jika melewati ambang
ginjal untuk ekskresi glukosa, yaitu kurang lebih 180 mg/dl serta
timbulnya rasa haus (polidipsia).
Rasa lapar yang semakin besar (polivagia) mungkin akan timbul
sebagai akibat kehilangan kalori (Price dan wilson. 2012). Pasien dengan
diabetes tipe 1 sering memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif dengan
polidipsia, kliuria, turunya berat badan, polivagia, lemah, somnolen yang
terjadi selama beberapa hari atau beberapa Minggu. Pasien dapat menjadi
sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau tidak
mendapatkan pengobatan segra.Tetapi insulin biasanya diperlukan untuk
mengontrol metabolisme dan umumnya penderita peka terhadap insulin.
Sebaliknya pasien dengan diabetes tipe 2 mungkin sama sekali tidak
memperlihatkan gejala apa pun, dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan
pemeriksaan darah dilaboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa.
Pada hiperglikemia yang lebih berat pasien tersebut mungkin menderita
polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen.Bisanya mereka tidak mengalami
ketoasidosis karena pasien ini tidak depisiensi insulin secara absolut
namun hanya relatif.Sejumlah insulin tetap disekresi dan masih cukup
untuk menghambat ketoasidosis (Price dan Wilson. 2012). Gejala dan
tanda-tanda diabetes melitus dapat digolongkan menjadi dua, yaitu gejala
akut dan gejala kronik (PERKENI. 2015).
1. Gejala Akut Penyakit Diabetes Melitus
Gejala penyakit diabetes melitus berfariasi pada setiap penderita,
bahkan mungkin tidak menunjukan gejala apa pun sampai saat
tertentu. Permulaan gejala yang ditunjukan meliputi serba banyak
(Poli) yaitu banyak makan (Poliphagi), banyak minum (polidipsi),
dan banyak kencing (poliuri).keadaan tersebut jika tidak segera
diobati maka akan timbul gejala banyak minum, banyak kencing,
napsu makan mulai berkurang atau berat badan turun dengan cepat
(turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 Minggu), mudah lelah, dan bila
tidak lekas diobati, akan timbul mual (PERKENI. 2015).
2. Gejala Kronik Penyakit Diabetes Melitus
Gejala kronis yang sering dialami oleh penderita diabetes melitus
adalah kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk
jarum, rasa tebal dikulit, kram, mudah mengantuk, mata kabur,
biasanya sering ganti kaca mata, gatal disekitar kemaluan terutama
pada wanita, gigi mudah goyah dan muda lepas, kemampuan
seksual menurun, dan para ibu hamil sering mengalami keguguran
atau kematian janin dalam kandungan, atau dengan bayi berat lahir
lebih dari 4 kg (PERKENI. 2015).
F. Komplikasi
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada diabetes melitus tipe 2
akan menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi diabetes melitus tipe
2 terbagi dua berdasarkan nama terjadinya, yaitu : komplikasi akut dan
komplikasi kronik (Smeltzer dan Bare, 2015).
1. Komplikasi Akut
a. Ketoasidosis diabetik (KAD)
KAD merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi
(300-600 mg/dL), disertai dengan adanya tanda dan gejala
asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma
meningkat (300-320 mOs/mL) dan terjadi peningkatan anion
gap (PERKENI. 2015).
b. Hiperosmolar non ketotik (HNK)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat
tinggi (600-1200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis,
osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380 mOs/mL),
plasmaketon (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat
(PERKENI. 2015).
c. Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa darah
mg/dL. Pasien diabetes melitus yang tidak sadarkan diri harus
dipikirkan mengalami keadaan hipoglikemia. Gejala
hipoglikemia terdiri dari berdebar-debar, banyak keringat,
gemetar, rasa lapar, pusing, gelisah, dan kesadaran menurun
sampai koma (PERKENI. 2015
2. Komplikasi Kronik
Komplikasi jangka panjang menjadi lebih umum terjadi pada
pasien diabetes melitus saat ini sejaan dengan penderita diabetes
melitus yang bertahan hidup lebih lama. Penyakit diabetes melitus
yang tidak terkontrol dalam waktu yang lama akan menyebabkan
terjadinya komplikasi kronik. Kategori umum komplikasi jangka
panjang terdiri dari :
a. Komplikasi makrovaskular
Komplikasi makrovaskular pada diabetes melitus
terjadi akibat akteros leorosis dari pembulu-pembulu darah
besar, khususnya arteri akibat timbunan plat
ateroma.Makroangiopati tidak spesifik pada diabetes mellitus
namun dapat timbul lebih cepat, lebih sering terjadi dan lebih
serius. Berbagai studi epidemiologis menunjukan bahwa
angka kematian akibat penyakit kardiovaskular dan penderita
diabetes mellitus meningkat 4-5 kali dibandingkan orang
normal. Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada
hubungan dengan control kadar gula darah yang baik. Tetapi
telah terbukti secara epidemiologi bahwa hiperinsulinemia
merupakan suatu factor resiko mortalitas kardiovaskular
dimana peninggian kadar insulin dapat menyebabkan
terjadinya resiko kardiovaskular menjadi semakin tinggi.
Kadar insulin puasa > 15 mU/mL akan meningkatkan resiko
mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat. Makroangiopati,
mengenai pembuluh darah besar antara lain adalah pembulu
darah jantung atau penyakit jantung koroner, pembuluh darah
otak atau strok, dan penyakit pembuluh darah.
Hiperinsulinemia juga dikenal sebagai faktor aterogenik dan
diduga berperan penting dalam timbulnya komplikasi
makrovaskular (Smeltzer dan Bare. 2015).
b. Komplikasi Mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penyumbatan
pada pembuluh darah kecil khususnya kapiler yang terdiri dari
retinopati diabetik dan neprovati diabetik.Retinopati diabetic
dibagi dalam dua kelompok, yaitu retinopati non-proliveratif
dan retinopati pro-liveratif.Retinopati non-proliveratif
merupakan stadium awal dengan ditandai adanya
mikroaneorisma, sedangkan retinopati pro-liveratif, ditandai
dengan adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler,
jaringan ikat dan adanya hipoksiaretina.Seterusnya, neprovati
diabetik adalah gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran
selaput penyaring darah. Nefrovati diabetic ditandai dengan
adanya proteinuria persisten (>0,5 gr/24 jam), terdapat
retinopati dan hipertensi. Kerusakan ginjal yang spesifik pada
diabetes mellitus mengakibatkan perubahan fungsi penyaring,
sehingga molekul-molekul besar seperti protein dapat masuk
kedalam kemih (albuminoria). Akibat dari neprovatik diabetic
tersebut dapat menyebabkan kegagalan ginjal progresif dan
upaya preventif pada nepropati adalah control metabolism dan
control tekanan darah (Smeltzer dan Bare. 2015).
c. Neuropati
Diabtes neurovatik adalah kerusakan saraf sebagai
komplikasi serius akibat diabetes mellitus.Komplikasi yang
tersering dan paling penting adalah neuropati terifer, berupa
hilangnya sensasi distal dan biasanya mengenai kaki terlebih
dahulu, lalu kebagian tangan.Neuropati beresiko tinggi untuk
terjadinya ulkus kaki dan amputasi.Gejala yang sering
dirasakan adalah kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan
lebih terasa sakit dimalam hari.Setelah diagnosis diabetes
mellitus ditegakan, pada setiap pasien perlu dilakukan
skrining untuk mendeteksi adanya polineuropatidistal.
Apabila ditemukan adanya polineuropati distal, perawatan
kaki yang memadai akan menurunkan resiko amputasi. Semua
penyandang diabetes mellitus yang disertai neuropati perifer
harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi
resiko ulkus kaki (PERKENI. 2015).

G. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas
hidup penderita diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi :
1. Tujuan Jangka Pendek : menghilangkan keluhan diabetes mellitus,
memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi resiko komplikasi akut.
2. Tujuan Jangka Panjang : mencegah dan menghambat progresivitas
penyulit mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunya morbiditas dan mortalitas
diabetes mellitus. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan
pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil
lifid (mengukur kadar lemak dalam darah), melalui pengelolaan
pasien secra komprehensif. Pada dasarnya, pengelolaan diabetes
mellitus dimulai dengan pengaturan makan disertai dengan latihan
jasmani yang cukup selama beberapa waktu (2-4 Minggu). Bila
setelah itu kadar glukosa darah masih belum dapat memenuhi kadar
sasaran metabolikyang diinginkan, baru dilakukan intervensi
farmakologik dengan obat-obat anti diabetes oral atau suntikan
insulin sesuai dengan indikasi. Dalam keadaan dekomvensasi
metabolic berat, misalya ketoasidosis, diabetes mellitus dengan stress
berat, berat badan yang menurun dengan cepat, insulin dapat segra
diberikan. Pada keadaan tertentu obat-obat anti diabetes juga dapat
digunakan sesuai dengan indikasi dan dosis menurut petunjuk dokter.
Pemantauan kadar glukosa darah bila dimungkinkan dapat dilakukan
sendiri dirumah, setalah mendapat pelatihan khusus untuk itu
(PERKENI. 2015). Menurut Smeltzer dan Bare (2015), tujuan utama
penatalaksanaan terapi pada diabetes mellitus adalah menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah. Sedangkan tujuan jangka
panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi.
Tatalaksana diabetes terangkum kedalam empat pilar pengendalian
diabetes. Empat pilar pengendalian diabetes, yaitu :
a. Edukasi
Penderita diabetes perlu mengetahui seluk beluk penyakit
diabetes. Dengan mengetahui faktor resiko diabetes, proses
terjadinya diabetes, gejala diabetes, komplikasi penyakit diabetes,
serta pengobatan diabetes, penderita diharapkan dapat menyadari
pentingnya pengendalian diabetes, meningkatkan kepatuhan gaya
hidup sehat dan pengobatan diabetes.Penderita perlu menyadari
bahwa mereka mampu menanggulangi diabetes, dan diabetes
bukan lah suatu penyakit diluar kendalinya.Terdiagnosis sebagai
penderita diabetes bukan berarti akhir dari segalanya.Edukasi
(penyuluhan) secara individual dan pendekatan berdasarkan
penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang
berhasil.
b. Pengaturan makan (diit)
Pengaturan makan pada penderita diabetes bertujuan untuk
mengendalikan gula darah, tekanan darah, kadar lemak darah,
serta berat badan ideal. Dengan demikian, komplikasi diabetes
dapat dihindari, sambil tetap mempertahankan kenikmatan proses
makan itu sendiri.Pada prinsipnya, makanan perlu dikonsumsi
teratur dan disebar merata dalam sehari. Seperti halnya prinsip
sehat umum, makanan untuk penderita diabetes sebaiknya rendah
lemak terutama lemak jenuh, kaya akan karbohidrat kompleks
yang berserat termasuk sayur dan buah dalam porsi yang
secukupnya, serta seimbang dengan kalori yang dibutuhkan untuk
aktivitas sehari-hari penderita.

c. Olahraga/ latihan jasmani


Pengendalian kadar gula, lemak darah, serta berat badan juga
membutuhkan aktivitas fisik teratur. Selain itu, aktivitas fisik juga
memiliki efek sangat baik meningkatkan sensitivitas insulin pada
tubuh penderita sehingga pengendalian diabetes lebih mudah
dicapai. Porsi olahraga perlu diseimbangkan dengan porsi
makanan dan obat sehingga tidak mengakibatkan kadar gula
darah yang terlalu rendah. Panduan umum yang dianjurkan yaitu
aktivitas fisik dengan intensitas ringan-selama 30 menit dalam
sehari yang dimulai secara bertahap.Janis olahraga yang
dianjurkan adalah olahraga aerobik seperti berjalan, berenang,
bersepeda, berdansa, berkebun. Penderita juga perlu
meningkatkan aktivitas visik dalam kegiatan sehari-hari, seperti
lebih memilih naik tangga ketimbang naik lift. Sebelum olahraga,
sebaiknya penderita diperiksa dokter sehingga penyulit seperti
tekanan darah yang tinggi dapat diatasi sebelum olah raga
dimulai.
d. Obat/Terapi Farmakologi
Obat oral ataupun suntikan perlu diresepkan dokter apabila
gula darah tetap tidak terkendali setelah 3 bulan penderita
mencoba menerapkan gaya hidup sehat di atas. Obat juga
digunakan atas pertimbangan dokter pada keadaan-keadaan
tertentu seperti pada komplikasi akut diabetes, atau pada keadaan
kadar gula darah yang terlampau tinggi.
H. Pemeriksaan Penunjang
Untuk penegakan diagnosis DM tipe II yaitu dengan pemeriksaan
glukosa darah dan pemeriksaan glukosa peroral (TTGO). Sedangkan
untuk membedakan DM tipe II dan DM tipe I dengan pemeriksaan :
1. Glukosa Plasma Vena Sewaktu Pemeriksaan gula darah vena sewaktu
pada pasien DM tipe II dilakukan pada pasien DM tipe II dengan
gejala klasik seprti poliuria, polidipsia dan polifagia. Gula darah
sewaktu diartikan kapanpun tanpa memandang terakhir kali makan.
Dengan pemeriksaan gula darah sewaktu sudah dapat menegakan
diagnosis DM tipe II. Apabila kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200
mg/dl (plasma 15 http://digilib.unimus.ac.id vena) maka penderita
tersebut sudah dapat disebut DM. Pada penderita ini tidak perlu
dilakukan pemeriksaan tes toleransi glukosa.
2. Glukosa Plasma Vena Puasa Pada pemeriksaan glukosa plasma vena
puasa, penderita dipuasakan 8-12 jam sebelum tes dengan
menghentikan semua obat yang digunakan, bila ada obat yang harus
diberikan perlu ditulis dalam formulir. Intepretasi pemeriksan gula
darah puasa sebagai berikut : kadar glukosa plasma puasa < 110 mg/dl
dinyatakan normal, ≥126 mg/dl adalah diabetes melitus, sedangkan
antara 110- 126 mg/dl disebut glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
Pemeriksaan gula darah puasa lebih efektif dibandingkan dengan
pemeriksaan tes toleransi glukosa oral.
3. Glukosa 2 jam Post Prandial (GD2PP) Tes dilakukan bila ada
kecurigaan DM. Pasien makan makanan yang mengandung 100gr
karbohidrat sebelum puasa dan menghentikan merokok serta
berolahraga. Glukosa 2 jam Post Prandial menunjukkan DM bila kadar
glukosa darah ≥ 200 mg/dl, sedangkan nilai normalnya ≤ 140.
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140
mg/dl tetapi < 200 mg/dl.
4. Glukosa jam ke-2 pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Pemeriksan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dilakukan apabila
pada pemeriksaan glukosa sewaktu kadar gula darah berkisar 140-200
mg/dl untuk memastikan diabetes atau tidak. Sesuai kesepakatan
WHO tahun 2006,tatacara tes TTGO dengan cara melarutkan 75gram
glukosa pada dewasa, dan 1,25 mg pada anak-anak kemudian
dilarutkan dalam air 250-300 ml dan dihabiskan dalam waktu 5
menit.TTGO dilakukan minimal pasien telah berpuasa selama minimal
8 jam. Penilaian adalah sebagai berikut :
a. Toleransi glukosa normal apabila ≤ 140 mg/dl
b. Toleransi glukosa terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140
mg/dl tetapi < 200 mg/dl
c. Toleransi glukosa ≥ 200 mg/dl disebut diabetes melitus.
5. Pemeriksaan HbA1c HbA1c merupakan reaksi antara glukosa dengan
hemoglobin, yang tersimpan dan bertahan dalam sel darah merah
selama 120 hari sesuai dengan umur eritrosit. Kadar HbA1c
bergantung dengan kadar glukosa dalam darah, sehingga HbA1c
menggambarkan rata-rata kadar gula darah selama 3 bulan. Sedangkan
pemeriksaan gula darah hanya mencerminkan saat diperiksa, dan tidak
menggambarkan pengendalian jangka panjang. Pemeriksaan gula
darah diperlukan untuk pengelolaaan diabetes terutama untuk
mengatasi komplikasi akibat perubahan kadar glukosa yang berubah
mendadak.
Kategori HbA1c :
a. HbA1c < 6.5 % Kontrol glikemik baik
b. HbA1c 6.5 -8 % Kontrol glikemik sedang
c. HbA1c > 8 % Kontrol glikemik buruk
I. Pengkajian
1. Menurut Doengoes, dkk. (2003), fokus pengkajian pada klien dengan
DM meliputi sebagai berikut :
Pengkajian data dasar yang meliputi
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram otot,
tonus otot menurun, gangguan tidur atau berjalan.
Tanda : Takikardia dan takipneu padan keadaan istirahat atau
dengan aktivitas.
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi; IM akut, kebas, kesemutan
pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang
lama.
Tanda : Takikardia, perubahan tekanan darah postural;
hipertensi, nadi yang menurun / tak ada, disritmia,
krekels, kulit panas, kering dan kemerahan; bola mata
cekung.
c. Integritas ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial
yang berhubungan dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang.
d. Eliminasi
Gejala : Poliuria, nokturia, rasa nyeri atau terbakar, kesulitan
berkemih (infeksi ), infeksi saluran kencing (ISK) baru
atau berulang, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : Urin encer, pucat, kuning; poliuri, urin berkabut, bau
busuk (infeksi), abdomen keras, asites.
e. Makanan atau cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual atau muntah, penurunan
berat badan lebih dari periode beberapa hari atau
minggu, haus.
Tanda : Kulit kering atau bersisik, turgor jelek, kekakuan atau
distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid, bau
halitosis atau manis, bau buah (napas aseton).
f. Neurosensori
Gejala : Pusing atau pening, sakit kepala, kesemutan, kebas,
kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi, koma ( tahap lanjut ),
gangguan memori ( baru, masa lalu ), aktivitas kejang
( tahap lanjut ).
g. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang atau nyeri ( sedang atau berat ).
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat
berhati-hati.
h. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa
sputum purulen ( tergantung adanya infeksi atau tidak )
Tanda : Lapar udara, batuk, dengan atau tanpa sputum purulen
(infeksi), frekuensi pernapasan.
i. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal; ulkus kulit.
Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi atau ulserasi,
menurunnya kekuatan umum, parestesia.
j. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina ( cenderung infeksi ), masalah impoten
pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
k. Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala : Faktor risiko keluarga, DM, penyakit jantung, stroke,
hipertensi. Penyembuhan yang lambat, penggunaan
obat seperti steroid, diuretik ( tiazid ); dilantin atau
fenorbarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa
darah), mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik
sesuai pesanan

2. Selain menurut Doengoes diatas, terdapat data yang harus dikaji dari
pasien dengan DM, antara lain: (Donna L. Wong : 2003)
a. Riwayat penyakit, terutama yang berhubungan dengan penyakit
yang berbahaya.
b. Riwayat keluarga
Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang
menderita diabetes melitus.
c. Riwayat Kesehatan’
- Polifagi
- Poliuria
- Polidipsi
Hal-hal lain yang perlu dikaji:
a. Kaji hiperglikemia dan hipoglikemia
b. Satus hidrasi
c. Tanda dan gejala ketoasidosis, nyeri abdomen, mual
muntah,pernapasan kusmaul menurunnya kesadaran.
d. Kaji tingkat pengetahuan
e. Mekanisme koping
f. Kaji nafsu makan
g. Status berat badan
h. Frekuensi berkemih
i. Fatigue
j. Irirtabel

J. Diagnosa Keperawatan

a. (D.0023) Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif,kegagalan mekanisme


regulasi,peningkatan permeabilitas kapiler,evaporasi. d.d Tanda mayor:
Subjektif (tidak tersedia)
Objektif:
1)Frekuensi nadi meningkatkan; 2). Nadi teraba lemah; 3). Tekanan nadi
menyempit; 4). Turgor kulit menurun; 5) membram mukosa kering; 6).
Volume urin menurun; 7). Hematokrit meningkat. Gejala dan tanda minor:
subjektif: merasa lemah, mengeluh haus. Objektif: 1). pengisian vena
menurun; 2). Status mental berubah; 3). Suhu tubuh meningkat; konsentrasi
urin meningkat; 5). Berat badan turun tiba-tiba.
b. (D.0027) Ketidak stabilan kadar glukosa darah b.d
(Hiperglikemi:disfungsi pancreas,resistensi insulin,gangguan glukosa darah
puasa)
Hipoglikemi:Hiperinsulinemia,Efek agen farmakologis,penggunaan insulin
atau obat glikemik oral).
d.d
Mayor
Hipoglikemi:
subyektif:
mengantuk,pusing Obyektif:Gangguan koordinasi,kadar glukosa dalam
darah/urin rendah.
Hiperglikemi
subyektif:
Lelah atau lesu.
Obyektif:
kadar glukosa dalam darah/urin tinggi.
Minor
Hipoglikemi:
Subyektif:
Palpitasi,mengeluh lapar
Obyektif:
Gemetar,kesadaran menurun,perilaku aneh,sulit bicara,berkeringat.
c. (D0129) Gangguan intergritas kulit /Jaringan b.d perubahan sirkulasi,
perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan), kekurangan/ kelebihan
volume cairan d.d tanda mayor. Subjektif: tidak tersedia; Objektif:
kerusakan jaringan dan atau lapisan kulit.Tanda minor : Subjectif:tidak
tersedia.Objectif: nyeri, pendarahan, kemerahan, hematoma
d. (D0032) Resiko defisit nutrisi d.d peningkatan kebutuhan metabolisme
1. Luaran
a. Hipovolemia (SDKI: D. 0023). Luaran utama: Status cairan. (SLKI:
L.03028); Defenisi: Kondisi volume cairan intravaskuler, interstisial,
dan/atau intraseluler. Ekspektasi: membaik.
b. Ketidakstabilan kadar glukosa darah (SDKI: D.0027) Luara utama:
Kestabilan kadar glukosa darah (SLKI: L. 03022) Definisi: kadar gula darah,
berada pada rentang normal. Ekspektasi: meningkat.
c. Gangguan integritas kulit /Jaringan(SDKI: D.0129) Luaran utama:
Integritas Kulit dan jaringan (SLKI: L. 14125) Defenisi: keluhan kulit
(dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membram mukosa, kornea, fasia,
otot, tenton, tulang, kartilego, kapsul sendi, dan /atau ligament). Ekspektasi:
meningkat.
d. Resiko defisit nutrisi(SDKI: D.0032).Luaran utama: Status
nutrisi(SLKI:L03030); Definisi:keadekutan asupan nutrisi untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme. Ekspektasi:membaik
K. Intervensi
a. Manajemen Hipovolemia (SIKI: I.03116). Defenisi: mengidentifikasi dan
mengelola penurunan volume cairan intra vaskuler.
Tindakan:
 Observasi:
 Periksa tanda dan gejala hipovolemia. (mis.Frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membrane
mukosa kering, volume urine menurun, hematocrit
meningkat, haus, lemah)
 Monitor intake dan output cairan.
 Terapeutik
 Hitung kebutuhan cairan
 Berikan posisi modified trendelenbung
 Berikan asupan cairan oral
 Edukasi
 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCI, RL)
 Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. Glukosa
2,5%, NaCI 0,4%)
 Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin,
plasmanate)
 Kolaborasi pemberian produk darah.
b. Manjemen hiperglikemi (SIKI: I. 03115)
Defenisi: mengidentifikasi dan mengelola kadar glukosa darah di atas
normal. Tindakan
 Observasi:
 Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
 Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin
meningkat (mis. Penyakit kambuhan).
 Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
 Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis. Polyuria,
polydipsia, kelemahan malaise, pandangan kabur, sakit
kepala)
 Monitor in take dan output
 Monitor keton urin, kadar analisa gas darah, eletrolit,
tekanan darah ostostatik dan frekuensi nadi
 Terapeutik:
 Berikan asupan cairan
 Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala
hiperglikemia tetap ada atau memburuk
 Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik
 Edukasi:
 Anjurkan menghindari olahraga saat glukosa darah lebih
dari 250
 Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
 Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga 4
 Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urine, jika
perlu
 Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. Penggunaan insulin, obat
oral, monitor asupan cairan, penggantian karbohidrat, dan
bantuan profesional kesehatan)
 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
 Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
 Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu
c. Manajemen hipoglikemia(SIKI: I. 03115) Defenisi: mengidentifikasi dan
mengelola kadar glukosa darah rendah.
Tindakan
 Observasi:
 Identifikasi tanda dan gejala hipoglikemia
 Identifikasi kemungkinan penyebab hipoglikemia
 Terapeutik:
 Berikan karbohidrat sederhana, jika perlu
 Berikan glucagon, jika perluh
 Berikan karbohidrat kompleks dan protein sesuai diet
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Pertahankan akses IV, jika perlu
 Edukasi:
 Anjurkan membawa karbohidrat sederhana setiap saat
 Anjurkan memakai identitas darurat yang tepat
 Anjurkan monitor kadar glukosa darah
 Anjurkan berdiskusi dengan tim perawatan diabetes
penyusuaian program pengobatan
 Jelaskan interaksi antara diet, insulin/agen oral dan olahraga
 Ajarkan pengelolaan hipglikemia (mis. Tanda dan gejala,
factor resiko, dan pengobatan hipoglikemia)
 Ajarkan perawatan mandiri untuk mencegah
hipoglikemia(mis. Mengurangi insulin/agen oral dan/atau
meningkatkan asupan makanan untuk berolahraga.
 Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian dekstrose, jika perlu
 Kolaborasi pemberian glucagon, jika perlu
d. Perawatan kulit (SIKI: I. 11353) Defenisi: mengidentifikasi dan merawat
kulit untuk menjaga keutuhan, kelembaban dan mencegah perkembangan
mikroorganisme.
Tindakan

 Observasi:
 Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis.
Perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan
kelembaban, suhu lingkungan ekstrim, penurunan mobilitas)
 Terapeutik:
 Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
 Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang. Jika perlu
 Bersihkan perineal dengan air hangat , terutama selama
periode diare
 Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada
kulit kering
 Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalengik
pada kulit sensitive
 Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit kering
 Edukasi:
 Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lation, serum)
 Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan meningkatkan buah dan sayuran
 Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstriem
 Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat
berada di luar rumah
 Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya.
e. Manajemen nutrisi (I. 03119) Definisi : mengidentifikasi dan mengelola
asupan nutrisi yang seimbang.
Tindakan
 Observasi:
 Identifikasi status nutrisi
 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Identifikasi kebutuhan kalori dan Janis nutrient
 Identifikasi perluhnya penggunaan selang nasogastric
 Monitoring asupan makanan
 Monitoring berat badan
 Monitoring hasil pemeliharaan laboratorium
 Terapeutik
 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
 Fasilitasi menentukan pedoman diet.
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
 Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein.
 Berikan suplemen makanan, jika perlu.
 Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik jika
asupan oral dapat ditoleransi.
 Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jika perlu
 Ajarkan diet yang di programkan
 Kolaborasi
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiametik), jika perlu
BAB III
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN

A. Resume Pengkajian
1. Data pasien : Tn S (63 thn), Laki - laki
2. Keluhan utama : pasien mengeluh nyeri dan kaku pada kedua kaki,
mengeluh lemas, sering BAK >5x/perhari
3. Pemeriksaan fisik :
a. TTV :
- 135/80 mmHg
- S : 36,5º C
- N : 81 x/mnt
- RR : 21x/mnt
- SpO2 : 99%
b. BB : 62 kg , TB : 164 cm ( IMT : 24,8)
4. Riwayat kesehatan :
a. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien mengatakan dulu pernah dirawat karena diabetes mellitus
b. Riwayat keluarga
Pasien mengatakan dalam keluarga pasien ada riwayat DM dan
hipertensi yaitu dari bapak
B. Data Penunjang
1. Hasil gula darah sewaktu 210 mg/dL
2. Hasil pemeriksaan lab :
a. Hb : 14,5 gr%
b. Leukosit : 12,8/uL
3. Terapi obat :
Nama Obat Dosis Fungsi
Glimepirid 4 mg/ 24 jam Untuk menurunkan kadar
gula dalam darah
Mecobal 1 mg/ 24 jam Vitamin B12 untuk
membantu tubuh
memproduksi sel darah
merah
Vitamin C 300 mg/ 24 jam Sebagai daya tahan tubuh
Levemir 15 unit jam Mengolah karbohidrat
21.00 yang masuk ke dalam
tubuh untuk digunakan
sebagai energi

C. Analisa Data
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds : Ketidakstabilan kadar Resistensi insulin
- Pasien mengeluh glukosa darah
pusing
- Pasien mengeluh
lemas
- Pasien mengatakan
sehari BAK
>5x/hari

Do :
- GDS : 210 mg/dL
- BAK >5x/hari
- TD : 135/80
mmHg
Ds : Nyeri akut Agen pencedera
- Pasien mengeluh fisiologis
nyeri pada kedua
kaki
P : Diabetes mellitus
Q : terasa kaku dan
panas
R : kedua kaki
S : skala 3
T : terus menerus

Do :
- pasien tampak
meringis menahan
nyeri
- N : 89x/mnt
- TD : 135/80 mmHg

D. Pathways Keperawatan

Autoimun Keluarga, obesitas, gaya


hidup

DM tipe 1 DM tipe 2

Glukosa darah tidak dapat masuk ke dalam sel

Ketidakstabilan kadar Sel kekurangan glukosa


glukosa darah

Ganguan metabolisme
protein

Hiperglikosilasi protein
Demielinisasi saraf
perifer

Perlambatan hantaran saraf,


Nyeri Akut berkurangnya sensivitas,
hilangnya sensasi suhu dan nyeri

Neuropati diabetik

E. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d resistensi insulin (D.0027)
2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (D.0077)

F. Intervensi
Luaran Intervensi
Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Hiperglikemia (I.03115)
keperawatan 3x 24 jam kestabilan Observasi
kadar glukosa darah meningkat dengan • Identifikasi kemungkinan penyebab
kriteria hasil : hiperglikemia
- Pusing menurun • Monitor kadar glukosa darah
- Lesu menurun
• Monitor tanda dan gejala
- Kadar glukosa dalam darah
membaik hiperglikema
- Jumlah urine membaik Terapeutik
• Berikan asupan cairan oral
• Ajarkan terapi senam DM
Edukasi
• Anjurkan kepatuhan terhadap diit
• Ajarkan pengelolaan diabetes
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian insulin
• Kolaborasi pemberian obat
Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Nyeri (I.08238)
keperawatan 3x24 jam tingkat nyeri Observasi
menurun dengan kriteria hasil : • Identifikasi lokasi, karakteristik,
- Keluhan nyeri menurun durasi, frekuensi, kualitas nyeri
- Meringis menurun • Identifikasi skala nyeri
- Tekanan darah membaik • Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
Terapeutik
• Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(kompres hangat)
• Kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri
• Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
• Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
• Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian analgetik, jik
perlu

G. Implementasi
No Waktu Tindakan Respon
Dx
1 25 Juli 2022 - Mengidentifikasi Ds :
09.30 kemungkinan penyebab - Pasien mengatakan
hiperglikemia keluarga ada
- Memonitor kadar gula riwayat DM
darah - Pasien mengatakan
sudah 2 tahun
menderita DM
Do :
- GDS : 210 mg/dL

- Memonitor tanda dan Ds :


gejala hiperglikemia - Pasien mengatakan
sering BAK
>5x/hari
- Pasien mengeluh
lemas
- Pasien mengeluh
pusing
Do :
- GDS : 210 mg/dL
2 - Mengidentifikasi lokasi, Ds :
karakteristik, durasi, - Pasien mengeluh
frekuensi, kualitas nyeri nyeri kaku pada
- Mengidentifikasi skala kedua kaki
nyeri - P : Diabetes Melitus
- Q : terasa nyeei
kaku dan panas
- R : kedua kaki
-S:3
- T : terus menerus

Do :
- Pasien tampak
meringis
1 26 Juli 2022 - Memonitor kadar gula Ds :
09.00 darah - Pasien mengeluh
lemas
Do :
- GDS : 174 mg/dL
09.10 - Memberikan senam kaki Ds :
diabetic dan spa kaki - Pasien
mengatakan
bersedia untuk
melakukan senam
kaki diabetic dan
diberikan spa kaki
Do :
- Pasien tampak
melakukan senam
kaki diabetic
09.40 - Memonitor kadar gula Ds : -
darah
Do :
- GDS : 162 mg/dL
2 09.50 - Mengajarkan teknik Ds :
nonfarmakologis untuk - Pasien
mengurangi nyeri mengatakan
(kompres hangat) bersedia dilakukan
kompres hangat
Do : -
1 27 Juli 2022 - Memonitor kadar gula Ds :
10.00 darah - Pasien
mengatakan masih
lemas

Do :
- GDS : 160 mg/dL
10.10 - Memberikan terapi Ds :
senam kaki diabetic dan - Pasien
spa kaki mengatakan
bersedia
melakukan senam
kaki diabetic dan
spa kaki
Do :
- Pasien tampak
melakukan senam
kaki diabetic
10.50 - Memonitor kadar gula Ds : -
darah
Do :
- GDS : 152
mg/dL
2 11.00 - Menganjurkan Ds : pasien mengatakan
memonitor nyeri secara jika nyeri melakukan
mandiri tarik napas dalam
- Memfasilitasi istirahat
dan tidur Do : -

H. Evaluasi
No Dx Waktu Evaluasi TTD
1 25 Juli 2022 S : pasien mengatakan kadang masih
10.00 merasa lemas

O:
- Kesadaran composmentis
GDS : 210 mg/dL

A : masalah ketidakstabilan kadar


glukosa darah belum teratasi

P : lanjutkan intervensi
- Anjurkan melakukan terapi
senam kaki diabetic dan spa
kaki
2 10.00 S:
- pasien mengatakan masih
nyeri pada kedua kaki
P : Diabetus Melitus
Q : terasa nyeri kaku dan panas
R : kedua kaki
S : skala 3
T : Intermitten

O:
- pasien tampak menahan
nyeri
- pasien tampak meringis
- GDS : 210 mg/dL
A : masalah nyeri akut belum teratasi

P : lanjutkan intervensi
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
1 26 Juli 2022 S : pasien mengatakan kadang masih
11.30 merasa lemas

O:
- Kesadaran composmentis
GDS : 162 mg/dL

A : masalah ketidakstabilan kadar


glukosa darah belum teratasi

P : lanjutkan intervensi
- Anjurkan melakukan terapi
senam kaki diabetic
- Anjurkan monitor kadar
glukosa darah secara mandiri
2 11.30 S:
- pasien mengatakan masih
nyeri pada kedua kaki
P : Diabetus Melitus
Q : terasa nyeri kaku dan panas
R : kedua kaki
S : skala 2
T : terus menerus

O:
- pasien tampak menahan
nyeri
- pasien tampak meringis
- GDS : 162 mg/dL
A : masalah nyeri akut belum teratasi

P : lanjutkan intervensi
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
1 27 Juli 2022 S : pasien mengatakan kadang masih
11.30 merasa lemas

O:
- Kesadaran composmentis
GDS : 152 mg/dL

A : masalah ketidakstabilan kadar


glukosa darah belum teratasi

P : lanjutkan intervensi
- Anjurkan melakukan terapi
senam kaki diabetik
- Anjurkan monitor kadar
glukosa darah secara mandiri
- Anjurkan kepatuhan terhadap
diet
- Anjurkan minum obat secara
rutin
2 11.30 S:
- pasien mengatakan masih
nyeri pada kedua kaki
P : Diabetus Melitus
Q : terasa panas dan kaku
R : kedua kaki
S : skala 1
T : terus menerus

O:
- pasien tampak menahan
nyeri
- pasien tampak meringis
- GDS : 152 mg/dL

A : masalah nyeri akut belum teratasi

P : lanjutkan intervensi
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri

BAB IV
APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET

A. Identitas Pasien
Nama : Tn S
Umur : 63 thn
Jenis Kelamin : Laki - laki
Diagnosa Medis : Diabetus Melitus
B. Analisa Data
Data Fokus Masalah Etiologi
Ds : Ketidakstabilan kadar Resistensi insulin
- Pasien mengeluh glukosa darah
pusing
- Pasien mengeluh
lemas
- Pasien mengatakan
sehari BAK >5x/hari

Do :
- GDS : 210 mg/dL
- BAK >5x/hari
- TD : 135/80 mmHg

C. Diagnosa Keperawatan yang Berhubungan Dengan Jurnal Evidence


Based Nursing
Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d resistensi insulin
D. Evidence Based Nursing Pratice Yang Diterapkan Pada Pasien
Implementasi Foot spa terhadap diabetus melitus
E. Analisa Sintesa Justifikasi/Alasan Penerapan Evidence Based Nursing
Pratice
Keluarga, obesitas, gaya
hidup

Diabetus Mellitus

Glukosa tidak masuk


ke sel

Ketidakstabilan kadar
glukosa darah

Foot spa diabetik

Penurunan
kadar glukosa Nyeri berkurang Relaksasi
darah
F. Landasan Teori Terkait Penerapan Evidence Based Nursing Practise
Diabetes mellitus merupakan suatu gangguan metabolik yang ditandai
dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan
pada sekresi insulin dan kerja insulin. Diabetes Mellitus tipe 2 dapat
menimbulkan berbagai komplikasi bagi penderitanya, baik akut maupun
kronis. Komplikasi kronis yang dapat terjadi antara lain neuropati motorik dan
penyakit perifer vaskula. Komplikasi dapat menyebabkan penyumbatan aliran
darah ke organ melalui mikroangiopati dan makroangiopati. Ada berbagai
cara untuk mencegah, menyembuhkan, dan mengendalikan komplikasi yang
merupakan bagian dari karakteristik Diabetus Melitus yaitu dengan mengelola
stress, stress dapat meningkatkan kadar gula darah pola makan dan perawatan
kaki.
Kadar glukosa darah penderita Diabetes Mellitus dapat dikendalikan
atau dikurangi dengan menggunakan energi tersebut dalam suatu aktivitas.
Pencegahan kaki diabetik tidak terlepas dari pengendalian penyakit secara
umum meliputi pengendalian kadar glukosa darah, status gizi, tekanan darah,
kadar kolesterol dan pola hidup sehat. Jika sensitivitas kaki tidak terus
menerus dijaga dalam kondisi baik, maka kemungkinan besar penderita
diabetes akan mengalami gangguan kaki diabetik. Hal ini meningkatkan risiko
amputasi dan bahkan risiko kematian.Pencegahan kaki diabetik dapat
dilakukan dengan melakukan senam kaki dan pemeriksaan vaskuler non
invasif seperti ankle brachial index, toe pressure, dan pemeriksaan ankle
pressure secara berkala. Demikian juga dengan modifikasi faktor risiko seperti
berhenti merokok dan memakai alas kaki khusus. Perawatan kaki pada pasien
DM dapat mencegah risiko terjadinya ulkus kaki diabetic.
Spa kaki diabetik merupakan rangkaian perawatan kaki yang
kegiatannya meliputi senam kaki, pembersihan air hangat dan pemijatan.
Terapi air hangat bermanfaat untuk melancarkan peredaran darah, mengurangi
kekakuan tonus otot, mengaktifkan perasaan relaks dan merangsang ujung
saraf untuk menimbulkan perasaan segar. Kompres hangat juga sebagai
pelepas nyeri. Spa kaki diabetik terdiri dari berbagai kegiatan seperti senam
kaki diabetes sebelum spa kaki dilakukan, pembersihan kulit menggunakan
sabun mandi bayi yang lembut dan ringan, pedikur jika responden memiliki
kuku panjang, memotong dan menggores kuku serta masker kaki dengan
mengoleskan scrub untuk membersihkan sel kulit mati. Namun, hal ini tidak
dapat dilakukan setiap hari karena menghindari kulit menjadi lebih tipis. Pijat
kaki adalah pijatan kaki yang dangkal dengan tujuan untuk meningkatkan
sirkulasi darah. Langkah terakhir adalah mengoleskan krim pelembab pada
kulit. Ini berguna untuk menghindari kulit kering. Spa kaki diabetik dilakukan
± 30 menit selama 3 hari berturut-turutPelaksanaan spa kaki diabetik diawali
dengan senam kaki diabetik dengan tujuan melancarkan peredaran darah.
Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan merendam kaki di air hangat bersuhu
40-410C. Selain itu, sphygmomanometer digunakan untuk mengukur skor
Ankle Brachial Index. Sensitivitas kaki diukur menggunakan kapas dan palu,
digoreskan pada telapak kaki. Kadar glukosa diukur dengan menggunakan
glukometer.
Latihan kaki diabetik merupakan cara yang efektif untuk
meningkatkan skor ABI. Senam kaki merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan sirkulasi, terutama pada kaki. Senam kaki yang bersifat aerobik
menitikberatkan pada variasi gerakan pada area kaki yang memenuhi kriteria
berkesinambungan, berirama, interval, progresif dan terfokus pada daya tahan.
Melalui terapi senam kaki dan merendam kaki dalam air hangat, aktivitas ini
juga meningkatkan skor ABI. Titik saraf penderita Diabetes Mellitus tipe 2
adalah pankreas. Ini adalah titik pankreas yang terkait erat dengan hormon
insulin yang mempengaruhi kadar darah dalam tubuh. Menekankan titik
refleksi di kaki dengan pankreas, terletak di sisi kanan dan kiri kaki. Bagian
dalam reseptor saraf akan bekerja dan rangsangan akan berubah menjadi
listrik atau bioelektrik. Ini akan menyebar ke otak dan mulai di pankreas,
sehingga meningkatkan hormon insulin. Hal ini memungkinkan kadar kalsium
dalam darah menjadi seimbanng
BAB V
PEMBAHASAN

A. Justifikasi Pemilihan Tindakan Berdasarkan Evidence Based Nursing


Practice
Diabetes mellitus merupakan suatu gangguan metabolik yang ditandai
dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan
pada sekresi insulin dan kerja insulin. Diabetes Mellitus tipe 2 dapat
menimbulkan berbagai komplikasi bagi penderitanya, baik akut maupun
kronis. Komplikasi kronis yang dapat terjadi antara lain neuropati motorik dan
penyakit perifer vaskula. Ada berbagai cara untuk mencegah, menyembuhkan,
dan mengendalikan komplikasi yang merupakan bagian dari karakteristik
Diabetus Melitus yaitu dengan mengelola stress, stress dapat meningkatkan
kadar gula darah pola makan dan perawatan kaki.
Perawatan kaki pada pasien DM dapat mencegah risiko terjadinya
ulkus kaki diabetic. Perawatan kaki atau foot treatment merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi sirkulasi darah tepi. Pencegahan kaki
diabetik tidak terlepas dari pengendalian penyakit secara umum meliputi
pengendalian kadar glukosa darah, status gizi, tekanan darah, kadar kolesterol
dan pola hidup sehat. Jika sensitivitas kaki tidak terus menerus dijaga dalam
kondisi baik, maka kemungkinan besar penderita diabetes akan mengalami
gangguan kaki diabetik.
Spa kaki diabetik merupakan rangkaian perawatan kaki yang
kegiatannya meliputi senam kaki, pembersihan air hangat dan pemijatan.
Terapi air hangat bermanfaat untuk melancarkan peredaran darah, mengurangi
kekakuan tonus otot, mengaktifkan perasaan relaks dan merangsang ujung
saraf untuk menimbulkan perasaan segar. Kompres hangat juga sebagai
pelepas nyeri. Spa kaki merupakan intervensi yang dilakukan secara rutin dan
mandiri. Hal ini akan mengakibatkan rasa kesemutan , nyeri pada kaki
berkurang dan mencegah komplikasi pada penderita Diabetus Melitus.
B. Mekanisme Penerapan Evidence Based Nuring Practice Pada Kasus
Pada tanggal 17 Mei 2022 jam 09.00 dilakukan pengkajian awal pada
Tn S yang didaptakan hasil pasien mengatakan riwayat Diabteus Melitus
sudah 2 tahun dan saat ini pasien mengeluh nyeri pada kedua kaki. Hasil
pengkajian nyeri Tn S yaitu provokatif disebabkan karena Diabetus Melitus,
quality terasa panas dan kaku, region kedua kaki, skala nyeri 3 dan time terus
menerus. Pasien tampak meringis dan tampak menahan nyeri. Hasil GDS 210
mg/dL.
Pada tanggal 18 Mei 2022, pasien diberikan terapi foot spa diabetic
dengan prosedur sebagai berikut :
1. Mencuci tangan
2. Menanyakan keluhan utama pasien
3. Jaga privasi klien
4. Diobervasi apakah ada luka atau ulkus
5. Sebelum kegiatan spa dilakukan dicek GDS pre post
6. Spa kaki terdiri dari berbagai kegiatan seperti senam kaki diabetes
dengan 10 gerakan dan sebelum spa dilakukan, pembersihan kulit
menggunakan sabun mandi bayi yang lembut
7. Setelah itu melakukan pijat kaki sederhana
8. Kemudian dilanjutkan dengan merendam kaki dengan air hangat
9. Setelah semua kegiatan selesai maka dilakukan pengecekan GDS post
test
10. Kaji ulang terkait nyeri yang dirasakan pasien
11. Kegiatan ini dilakukan selama 2 hari
C. Hasil Yang Dicapai
Hasil yang didapatkan setelah pemberian foot spa kaki diabetik yaitu:
1. Pasien merasa rileks dan nyaman
2. Rasa kaku dan nyeri pada kaki berkurang
3. Penurunan kadar gula darah
4. Sirkulasi darah meningkat
D. Kelebihan dan Kekurangan Atau Hambatan Yang Ditemui Selama
1. Kelebihan
Spa kaki merupakan intervensi yang dilakukan secara rutin dan mandiri
dengan melakukan berbagai kegiatan sederhana dan alat yang ada maka
bisa dilakukan secara mandiri. Sehingga dapat mencegah komplikasi dari
diabetis mellitus
2. Kekurangan
Pada kegiatan spa kaki diabatik ini ada kontraindikasi yang harus
diperhatikan yaitu pasien dengan hipoglikemi
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Diabetes Melitus Masalah


Kesehatan Yang Serius, Jakarta :

Depkes RI.Depkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 35 tahun


2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian, Jakarta : Depkes RI.

Ernawati. (2013). Penatalaksanaan keperawatan diabetes mellitus terpadu dengan


penerapan teori keperawatan self care orem. Jakarta: Mitra Wacana Media

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta: DPP


PPNI.
PPNI, P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai